Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

RESUME KEPERAWATAN PADA Tn. B DENGAN


FRAKTUR TIBIA

Oleh

LA ALWIN

NS0619091

CI INSTITUSI

(......................................)

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
NANI HASANUDDIN MAKASSAR
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR TIBIA

I. LAPORAN PENDAHULUAN
A.PENGERTIAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusya kontinuitas jaringan tulang dan tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Brunner and Suddarth, 2001).
Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan maupun kiri
akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada kaki.(E. Oswari, 2011).
Fraktur Tibia adalah patah atau gangguan kontinuitas pada tulang tibia.
B.ETIOLOGI
Menurut (Rasjad, 2009) penyebab paling utama fraktur tibia yang disebabkan
oleh pukulan yang membengkokkan sendi lutut dan merobek ligamentum medialis
sendi tersebut, benturan langsung pada tulang tibia misalnya kecelakaan lalu lintas,
serta kerapuhan struktur tulang. Penyebab terjadinya fraktur yang diketahui adalah
sebagai berikut :
1. Trauma langsung (direct)
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan tulang
seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan benda
keras oleh kekuatan langsung.
2. Trauma tidak langsung (indirect)
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih disebabkan
oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot , contohnya
seperti pada olahragawan atau pesenam yang menggunakan hanya satu tangannya
untuk menumpu beban badannya.
3. Trauma pathologis
Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteomielitis, osteosarkoma,
osteomalacia, cushing syndrome, komplikasi kortison / ACTH, osteogenesis
imperfecta (gangguan congenital yang mempengaruhi pembentukan osteoblast).
Terjadi karena struktur tulang yang lemah dan mudah patah.
a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsobsi tulang melebihi kecepatan
pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi keropos dan rapuh
dan dapat mengalami patah tulang.
b. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum-sum tulang yang disebabkan
oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain
dan beredar melalui sirkulasi darah.
c. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak atau menipisnya bantalan sendi dan
tulang rawan

C. PATOFISIOLOGI

D.KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur ada empat yang utama adalah :
1. Incomplit
Fraktur yang hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang.
2. Complit
Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen
tulang biasanya berubah tempat atau bergeser (bergeser dari posisi normal).
3. Tertutup (simple)
Fraktur tidak meluas dan tidak menyebabkan robekan pada kulit.
4. Terbuka (compound)
Fragmen tulang meluas melewati otot dan adanya perlukaan di kulit yang terbagi
menjadi 3 derajad :
Derajad 1 : luka kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda
remuk, fraktur sederhana atau kominutif ringan dan kontaminasi
minimal.
Derajad 2 :laserasi lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak, tidak luas, fraktur
kominutif sedang, dan kontaminasi sedang.
Derajad 3 : terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas(struktur kulit, otot, dan
neurovaskuler) serta kontaminasi derajad tinggi.

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur tibia adalah :
1. Nyeri hebat pada daerah fraktur, dan bertambah jika ditekan/diraba
2. Tak mampu menggerakan kaki
3. Terjadi deformitas (kelainan bentuk) diakibatkan karena perubahan posisi fragmen
tulang. Dapat membentuk sudut karena adanya tekanan penyatuan dan tidak
seimbangnya dorongan otot. Dapat pula memendek ekstermitas bawah karena
adanya tarikan dari otot ektermitas bawah saat fragmen tergelincir dan tumpah
tindih dengan tulang lainnya. Dan dapat juga terjadi rotasional karena tarikan yang
tidak seimbang oleh otot yang menempel pada fragmen tulang sehingga fragmen
fraktur berputar keluar dari sumbu longitudinal normalnya.
4. Adanya krepitus (teraba adanya derik tulang) diakibatkan karena gesekan antara
fragmen satu dengan fragmen yang lainnya.
5. Terjadi ekimosis atau perdarahan subkutan diakibatkan kerusakan pembuluh darah
sehingga darah merembes dibawah kulit sekitar area kulit.
6. Terjadi pembengkakan dan perubahan warna pada kulit diakibatkan karena terjadi
ekstravasasi darah dan cairan jaringan di sekitar area fraktur.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Rongent
Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior lateral.
2. CT Scan tulang, fomogram MRI
Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
3. Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer)
4. Hitung darah kapiler
- HT mungkin meningkat (hema konsentrasi) meningkat atau menurun.
- Kreatinin meningkat, trauma obat, keratin pada ginjal meningkat.
- Kadar Ca kalsium, Hb

G. PENATALAKSANAAN
Konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu :
rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisi /Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.
2. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Yaitu upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula
secara optimal. Metode reduksi terbagi atas ;
 Reduksi Tertutup ; dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
(ujung-ujungnya saling berhubungan). Ektermitas dipertahankan dalam posisi
yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain. Alat imobilisasi akan
menjaga reduksi dan menstabilkan ekstermitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-
X harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam
kesejajaran yang benar.
 Traksi ;alat yang dapat digunakan menarik anggota tubuh yang fraktur untuk
meluruskan tulang. Beratnya traksi disesuaikan dengan spaasme otot yang terjadi.
o Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menepelkan plester
langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan
spasme otot pada bagian yang cidera dan biasanya digunakan untuk jangka
pendek (48-72jam).
o Skeletal traksi adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cidera
dan sendi panjang untuk mempertahankan traksi, memutuskan pins (kawat)
kedalam tulang.
o Maintenance traksi merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan dapat
diberikan secara langsung pada tulang dengan kawat atau pins.
 Reduksi Terbuka : dilakukan dengan pembedahan fragmen tulang direduksi. Alat
fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang
atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan
fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
 OREF (Open Reduction Eksternal Fixation) adalah reduksi terbuka dengan
fiksasi internal dimana tulang di transfiksasikan di atas dan di bawahnya
fraktur, sekrup atau kawat ditransfiksi dibagian proksimal dan distal
kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain.
Fiksasi eksternal ini digunakan utnuk mengobati fraktur terbuka dengan
kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk
fraktur komunitif (hancur atau remuk). Pin yang telah terpasang dijaga agar
tetap terjaga posisinya, kemudian dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi ini
memberikan rasa nyaman bagi pasien yang mengalami kerusakan fragmen
tulang.
 ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah metode penatalaksanaan
patah tulang dengan cara pembedahan reduksi terbuka dan fiksasi internal
dimana dilakukan insisi pada tempat yang mengalami cederadan ditemukan
sepanjang bidang anatomic temapt yang mengalami fraktur.
3. Retensi/Immobilisasi
Merupakan upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen
tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin
dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi
interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.

4. Rehabilitasi
Bertujuan untuk mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk
menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan memungkinkan,harus segera dimulai
latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada fraktur tibia adalah :
1. Komplikasi awal ;
Compartemant Syndrome :Komplikasi ini sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan gangguan vaskularisasi ektermitas bawah yang dapat mengancam
kelangsungan hidup ektermitas bawah. Mekasnisme terjadi fraktur tibia terjadi
perdarahan intra – compartment, hal ini akan menyebabkan tekanan
intrakompartemen meninggi, menyebabkan aliran balik balik darah vena terganggu.
Hal ini akan menyebabkan oedema. Dengan adanya oedema tekanan
intrakompartemen makin meninggi sampai akhirnya sedemikian tinggi sehingga
menyumbat arteri di intrakompartemen.Gejalanya rasa sakit pada ektermitas bawah
dan ditemukan paraesthesia, rasa sakit akan bertambah bila jari digerakan secara pasif.
Kalau hal ini berlangsung cukup lama dapat terjadi paralyse pada otot-otot ekstensor
hallusis longus, ekstensor digitorum longus dan tibial anterior.
2. Komplikasi dalam waktu lama :
 Malunion: Dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai
dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
 Delayed Union :adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union
merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai
darah ke tulang.
 NonUnion :merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di tandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang.

II.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian ini meliputi identitas pasien, umur, pekerjaan, riwayat penyakit sekarang,
dahulu, dan keluarga.
1. Riwayat keluhan utama
2. Riwayat keluhan utama
3. Riwayat penyakit yang perna di alami
4. Riwayat kesehatan
5. Riwayat alergi
6. Kebutuhan dasar
a. Nutrisui
b. Cairan
c. Eleminasi
d. Oksigenasi
e. Istirahat dan tidur
f. Personal hygine
g. Aktifitas latihan

B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


1) Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang
Tujuan : Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria :Klien akan menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam
beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan
relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual.
Intervensi :
a) Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan
atau traksi
R/ :Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.
b) Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.
R/ :Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.
c) Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
R/ :Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.
d) Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan
posisi)
R/ : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
2) Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
Tujuan : klien akan menunjukan fungsi neurovaskuler baik
Kriteria : Akral hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif.
Intervensi :
a) Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan
R/ :Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi.
b) Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.
R/ :Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan
bebat/spalk
c) Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera
R/ :Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya
keadaan hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi.
d) Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan.
R/ :Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus
vena.

3) Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi


restriktif (imobilisasi)
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling
tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh.
Kriteria : Klien dapatmenunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas
Intervensi :
a) Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran,
kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien
R/ : Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol diri/harga
diri, membantu menurunkan isolasi sosial.
b) Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
R/ : Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan
tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi
dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.
c) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
R/ :mengetahui tindakan yang capai di lakukan
d) Verikan alat bantu jika klien memerlukan
R/ : Meningkatkan kemandirian klien jalam aktifitas
4) Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup).
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang,
Kriteri : Klien menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit, tidak
ada tanda infeksi
Intervensi :
a) Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat
tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).
R/ :Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas.
b) Observasi keadaan kulit, penekanan gipsn terhadap kulit
R/ :Menilai perkembangan masalah klien.
c) Jaga keadaan kulit agar tetap kering dan bersih.
R/ :Kulit yang basah terus menerus memicu terjadi iritasi yang mengarah
terjadinya dikubitus.
5) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
Tujuan : Klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat.
Kriteria : Klien mengerti dan memahami tentang penyakitnya
Intervensi :
a) Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran.
R/ :Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental
klien untuk mengikuti program pembelajaran.
b) Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik.
R/ :Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan
pelaksanaan program terapi fisik
c) Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat,
demam, perubahan sensasi kulit distal cedera)
R/ :Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tanda/gejala dini yang
memerulukan intervensi lebih lanjut.
d) Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan.
R/ : Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai
kondisi klien.
DAFTAR PUSTAKA

E. Oswari, 2011, Bedah dan Perawatannya, cetakan VI, Jakarta.


Keliat Anna Budi, SKp, MSC,2010, Proses Keperawatan, penerbit EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai