Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN KEGAWATANDARURATAN PARAPARASE


INFERIOR

Disusun Oleh :

Nanda Putri Damaiyanti (108117040)

S1 KEPERAWATAN

STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP

TAHUN AJARAN 2021/2022


LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

A. JUDUL
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATANDARURATAN SISTEM SARAF :
PARAPARASE INFERIOR

B. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Paraparase Inferior adalah sindrom klinis yang dimana prosesnya dimediasi oleh
sistem imun menyebabkan cedera neural medula spinalis dan mengakibatkan berbagai
derajat disfungsi motorik, sensori, dan autonomi. Penyakit ini dapat menyerang anak
anak maupun dewasa pada semua usia (Anwar,2006).
Parapase adalah kelemahan/kelumpuhan parsial bagian ekstremitas bawah yang
ringan/tidak lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan
terganggu. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebih
kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang terkena
(Apley,2006).

2. Etiologi
Penyebab paraparase inferior adalah sindrom klinis berupa berbagai derajat fungsi
motorik, sensori, dan autonomy yang disebabkan oleh peradangan fokal di medulla
spinalis. Pasien biasanya mengalami kecacatan karena cedera pada neural sensori,
motorik dan autonomi di dalam medulla spinalis (Anwar,2006).
Parapase dapat disebabkan oleh suatu infeksi, satu hingga dua segmen dari
medulla spinalis dapat rusak secara sekaligus. Infeksi langsung dapat terjadi melalui
emboli septik (Japardi,2006).
Selain itu paraparase juga dapat disebabkan oleh tumor yang menekan medulla
spinalis, baik primer maupun sekunder. Juga dapat disebabkan oleh kelainan vascular
pada pembuluh darah medulla spinalis, yang bisa berujung pada stroke medulla
spinalis (Iskandar,2009)
Semua keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya paraparase inferior yang
apabila tidak segera ditangani akan memperburuk keadaan penderita. Sehingga
diagnosis dan penanganan yang tepat pada kelainan-kelainan diatas di harapkan dapat
membantu penderita paraparase untuk mewujudkan kondisi yang optimak
(Iskandar,2006).

3. Tanda Gejala
Bawah paraparese memiliki gejala sendri yang spesifik, gejala utama adalah
(Japardi, 2004).
a. Sensitivitas kulit pada kaki berkurang.
b. Nyeri dibagian ekstremitas bawah.
c. Kesulitan membungkuk dan meluruskan kaki.
d. Ketidak mampuan untuk menginjak tumit.
e. Kesulitan berjalan.
f. Goyah/mudah terjatuh.
Gejala ini mulai muncul dengan cepat dan pada saat yang sama disimpan
untuk waktu yang lama. Dalam kasus yang parah, paraparese dari
ekstremitas bawah pada orang dewasa bergabung dan disfungsi organ
panggul. Selain itu dapat didiagnosis kelemahan otot yang parah, manusia
menjadi apati, hamper tidak makan dan tidur perubahan suasana hati,
gangguan usus, peningkatan suhu tubuh dan mempengaruhi pertahanan tubuh
(Ngastiyah, 2005).
Pada anak-anak penyakit ini didiagnosis dan tanpa adanya penyakit. Pada
usia yang lebih tua, diagnosa harus baik dihapus atau di komfirmasikan
(Carpenito, 2005).
Ketika lebih rendah spastik paraparese orang merasakan apa-apa
dikakinya yang terkena, dia sering dapat dibakar atau menyakiti diri sendiri dan
tidak ada itu tidak merasa. Oleh karena itu orang-orang dengan gejala ini
membutuhkan perawatan khusus dan observasi (Hariyono S,2003).

4. Patofisiologi
Lesi yang mendesak medulla spinalis sehingga merusak daerah saraf
kortikospinalis lateral dapat menimbulkan kelumpuhan UMN (Upper Motor Neuron)
pada toto-otot bagian tubuh yang terletak dibawah tingkat lesi. Lesi transversal
medulla spinalis pada tingkat servikal, Beberapa saraf di leher termasuk saraf oksipital
besar dan kecil, saraf supraklavikularis dan nervus frenikus. Pengelompokan saraf
dalam tulang belakang leher diberi nama setelah mencocokkan cakram serviks.
Cakram atau (disk) ini diwakili oleh huruf “C” dan angka sesuai dengan lokasi cakram
antara vertebra lainnya yang membentuk tulang belakang leher, dimulai dengan C1 di
bagian atas dan bekerja turun ke C8. Saraf di leher mengontrol berbagai fungsi tubuh
manusia misalnya saraf C5 dapat mengakibatkan kelumpuhan UMN (Upper Motor
Neuron) pada otot-otot, kedua lengan yang berasal dari miotoma saraf C6 sampai
miotoma saraf C8, lalu otot-otot toraks dan abdomen serta seluruh otot-otot kedua
ekstremitas.
Akibat terputusnya lintasan somatosensory dan lintas autonom neuro vegetatif
asendens dan desendens, maka dari tingakat lesi kebawah, penderita tidak dapat
melakukan buang air besar dan kecil, serta tidak memperlihatkan reaksi neuro
vegetative.
Lesi transversal yang memotong medulla spinalis pada tingkat thorakal atau
tingkat lumbal atas mengakibatkan kelumpuhan yang pada dasarnya serupa dengan
lesi yang terjadi pada daerah servikal yaitu pada tingkat lesi terjadi gangguan motorik
berupa kelumpuhan LMN (Lower Motor Neuron) pada otot-otot yang merupakan
sebagian kecil dari otot-otot toraks dan abdomen, namun kelumpuhan yang terjadi
tidak begitu jelas terlihat dikarenakan peranan dari otot-otot tersebut kurang menonjol,
hal ini dikarenakan lesi dapat mengenai kornu anterior medulla spinalis. Dan dibawah
tingkat lesi dapat terjadi gangguan motorik berupa kelumpuhan UMN (Upper Motor
Neuron) karena saraf kortikospinal lateral segmen thorakal terputus (Bromley, 2006).

5. Komplikasi
Komplikasi dapat meliputi (Kowalak, 2016):
a. Ulkus dekubitus, yaitu luka yang terjadi pada kulit yang terus tertekan akibat
tidak dapat menggerakan bagian tersebut.
b. Penggumpalan darah pada pembuluh darah tungkai (deep vein thrombosis).
c. Pneumonia atau infeksi paru-paru.
d. Depresi.
e. Kelumpuhan pada otot pernapasan.

6. Pemeriksaan Penunjang dan Hasilnya


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui penyakit paraparese
antara lain (Bromley, 2006).
a. MRI (Magnetic resonance imaging): menunjukkan daerah yang mengalami
fraktur, infark, haemoragik.
b. CT scan: untuk melihat adanya edema, hematoma, iskemi dan infark.
c. Rontgen: menunjukan daerah yang mengalami fraktur, dan kelainan tulang.

7. Pathway

Lesi mendesak medulla spinalis

Kortikospinalis lateral

Kelumpuhan pada otot

terputusnya lintasan somatosensoty dan lintas autonom


neurovegetatif asendens dan desendens

gangguan motorik gangguan sensori gangguan fungsi


autonomi

kelumpuhan otot-otot toraks


dan abdomen
C. KONSEP KEPRAWATAN
1. Pengkajian primer – Primary Survey (A, B, C, D,E)
Keluhan utama : Klien datang ke IGD dengan keluhan kelemahan anggota gerak
bawah
a. Airway (Jalan Nafas)
Tidak ada sekret, tidak ada sumbatan jalan nafas
b. Breathing (Pernafasan)
Gerakan dada simetris, pernpasan normal teratur dengan frekuensi 22x/menit
c. Circulation (Sirkulasi)
Nadi takikardi dengan frekuensi 90x/menit , teraba panas dengan suhu 38,4oC
dan TD 110/80 mmHg.
d. Disability (Ketidakmampuan)
Kesadaran : Composmentis, GCS E=4 M=5 V=6
e. Eksposure
Pasien tampak pucat, edema tidak ada, jejas tidak ada

2. Pengkajian sekunder – pemeriksaan fisik, laboratorium, penunjang lain


A. Pengumpulan Data
1. Identitas penderita
Meliputi : mana, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, no register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa
medis.
2. Keluhan Utama
Orang yang menderita observasi paraparase inferior biasanya mengeluh
kelemahan anggota gerak bawah.
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: lemah
GCS : 4-5-6 composmentis
Tanda vital:
- TD : 130/80 mmHg
- N : 60 x/ menit
- S : 36,5 OC
- RR : 20 x/ menit
a. Kepala
I: bentuk simetris, tidak terdapat jejas, , rambut bersih, distribusi rambut
merata, warna rambut hitam,dan tidak mudah rontok
P: tidak terdapat nyeri tekan tekstur rambut halus dan tidak terdapat
benjolan
b. Mata
I: palpebra tidak edema, sclera tidak ikterus, konjungtiva tidak anemis,
pupil isokor, posisi mata simetris dan penglihatan tidak kabur
P: tidak terdapat nyeri tekan
c. Telinga
I: posisi telinga normal, aurikel normal, bentuk simetris dan tidak
menggunakan alat bantu pendengaran
P: tidak terdapat nyeri tekan
d. Hidung
I: posisi hidung normal, bentuk hidung simetris, tidak ada cairan atau
sekret
P: tidak terdapat nyeri tekan
e. Mulut
I: gigi bersih, tidak memakai gigi palsu, gusi merah muda, lidah bersih,
bibir tidak pucat, basah, dan kemampuan berbicara lancar
P: tidak terdapat nyeri tekan mulut
f. Leher
I: kelenjar tiroid tidak membesar
P: tidak teraba kelenjar tiroid, kelenjar limfe tidak membesar,tidak terdapat
nyeri tekan
g. Dada
I: tidak terdapat jejas, retraksi dada +/+, tidak terdapat kaku kuduk
P: tidak terdapat nyeri tekan, vocal premitus +/+, tidak terdapat
kardiomegali
P: sonor +/+ (paru), pekak (jantung)
A: vaskuler +/+ (paru), BJ 1 BJ 2 tunggal (jantung)
h. Abdomen
I: perut tidak membuncit, tidak ada luka
A: bising usus 9 x/menit
P: tidak terdapat nyeri tekan abdomen dan sekitarnya, tidak terjadi
hepatomegali, hepar dan lien tidak teraba
P: timpani
i. Urogenital
I: tidak terdapat jejas, tidak terpasang alat bantu perkemihan
P: tidak terdapat nyeri tekan
j. Ekstremitas 1234 1234 (ektrimitas atas)

123 123 (ekstremitas bawah)


I: terdapat perubahan bentuk tulang pada kaki kanan dan kiri pada bagian
tulang tibia.
P: tonus otot (5,5,5,5)
k. Kulit dan kuku
I: tidak terdapat sianosis dan kuku pendek bersih
P: tugor kulit baik dan CRT< 2 menit
l. Keadaan lokal
Px mengatakan awalnya badan dan kakinya terasa kaku dan nyeri di
bagian kaki kanan dan kiri, dan sekarang sudah bisa bergerak setelah
dilakukan latihan ROM (range of motion)
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium:
LED 1 jam = 9 w= 0- 20 mm P= 0-10 mm
Hb = 16, 1 gr % P = 14-18 w = 12-15
Lekosit = 7900 /mm 4000-10000
Trombosit = 192.000/mm 150000-400000
Kreatinin = 0,83 mgr% p= 0,6 – 1,1 w= 0,5-0,9
Urea = 31 mgr% 10-50
SGOPT = 29 u/I (tidak normal) p= 37 w= 31
SGPT = 30 u/I p= 42 w= 32

3. Diagnosa Keperawatan utama – minimal 3 Dx, dan lengkap sesuai rumusan


a. Nyeri akut b.d cidera fisik
b. Gangguan eliminasi BAB berhubungan dengan kelemahan neurologis pada
lumbal
c. Retensi urin b.d hambatan dalam refleks berkemih
d. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular

4. Intervensi dan rasional (meliputi intervensi perawat dan kolaboratif, ditulis lengkap
sesuai buku sumber)
Penyusunan intervensi keperawatan berpedoman pada buku Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NOC dan NIC (Nurarif,
2015). Intervensi keperawatan yang dapat disusun pada pasien dengan paraparese
yaitu:
Tgl No Diagnosa RENCANA TINDAKAN Nama
PERAWATAN Perawat/
Mhs
219 Nyeri akut Tujuan:
April berhubungan Setelah dilakukan askep 2x24 jam, Nyeri akut
2014/ dengan cidera fisik dapat teratasi
DX 1 Kriteria hasil:
1. Mampu mengontrol rasa nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu tanpa bantuan
obat untuk mengurangi nyeri) (skala 2)
2. Mampu mengenali nyeri (skala,
frekuensi dan tanda nyeri)
3. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
4. Tanda vital dalam rentang normal
Rencana keperawatan:
1. Kaji skala nyeri dan
lokasi,durasi,frekuensi, kualitas dan
karakteristik
2. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
3. Ajarkan teknik relaksasi progresif
4. Monitor vital sign
5. Kolaborasi pemberian obat analgesik

29 Gangguan Tujuan:
April eliminasi BAB b.d Setelah dilakukan askep selama 2 x 24 jam,
2014/ kerusakan sensori gangguan pola eliminasi dapat teratasi
DX 2 motorik Kriteria hasil:
1. Px mampu BAB tanpa mengalami
kesulitan
Rencana keperawatan:
1. Monitor tanda dan gejala konstipasi
2. Anjurkan pasien untuk makan buah-buahan
dan makanan berserat tinggi
3. Monitor pergerakan usus, frekuensi,
konsistensi
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
makanan dan cairan
5. Kolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian obat pencahar
30 Retensi urin b.d Setelah dilakukan askep selama 2 x 24
April/ hambatan dalam jam,Retensi urin dapat teratasi
Dx 3 refleks berkemih Kriteria hasil:
1. Px mampu BAK dengan baik tanpa
hambatan
Rencana Keperawatan:
1. Anjurkan pasien untuk miksi pada interval
yang ditentukan
2. Anjuran awal dan akhir jadwal waktu untuk
toileting
3. Monitor intake dan output cairan
4. Pantau tingkat distensi kandung kemih
5. Anjurkan pasien untuk banyak minum

30 Gangguan Setelah dilakukan askep selama 2 x 24 jam,


April/ mobilitas fisik b.d Gangguan mobilitas fisik dapat teratasi
Dx 4 kerusakan Kriteria hasil:
neuromuscular 1. Px mampu meningkatkan aktivitas fisik
dengan baik
Rencana Keperawatan:
1. Ajarkan pasien untuk ambulasi ROM
2. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
3. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
aktivitas sehari-hari
4. Monitor nutrisi dan sumber energi yang
adekuat
5. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
dalam merencanakan program latihan yang
tepat

DAFTAR PUSTAKA
Doenge ME (2010).Nursing Careplans. Guidelines for Individualizing client
care across the life span. Edition 8. Lphiladelphia F.A Davis company.

Hidayat, A. A. A. (2006). Pengantar kebutuhan dasar manusia :

aplikasi konsep dan proses keperawatan. Jakarta. Salemba medika.

Iskandar.(2006). Metodologi penelitian pendedidikan dan social.


Jakarta: gaung persada press.

Ngastiyah, 2005, keperawatan.Edisi 2. EGC, Jakarta .

Nanda (2015-2017). Nursing The seris for clinical Excellence. Jakarta: EGC.
potter, P.A, perry, A.G.Buku ajara fundamental keperawatan : konsep,
proses, dan praktik.Edisi 4.volume 2. Alih bahasa : renata komalasari,
dkk.Jakarta : EGC.2006).

Anda mungkin juga menyukai