Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA OTAK BERAT (COB)

Oleh :

SHOFI NUR RIZKI


NIM 21101092

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL (JIS)
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
Cedera Otak Berat (COB)

A. Cidera Otak Berat


1. Anatomi dan Fisiologi Otak
a. Sistem saraf pusat

Gambar 1. Bagian-bagian otak


Otak terdiri dari neuron, glia, dan berbagai sel pendukung. Otak manusia
mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3 pon), menerima 20%
curah jantung, memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh, dan sekitar 400
kilokalori energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling banyak
memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses
metabolisme oksidasi glukosa (Price & Wilson, 2005).
Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu cerebrum, cerebellum, brainstem
(batang otak), dan limbic system (sistem limbik) (Muttaqin, 2008).
1) Cerebrum
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
dengan nama cerebral cortex, forebrain, atau otak depan. Cerebrum membuat
manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran,
perencanaan, memori dan kemampuan visual. Cerebrum secara terbagi menjadi
4 (empat) bagian yang disebut lobus yaitu lobus frontal, lobus parietal, lobus
occipital dan lobus temporal.

2
Lobus frontal merupakan bagian lobus yang terletak pada bagian depan
cerebrum. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,
kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi
penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan
kemampuan bahasa secara umum. Lobus parietal berhubungan dengan proses
sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit. Lobus temporal
berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan
bahasa dalam bentuk suara. Lobus occipital ada di bagian paling belakang,
berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu
melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
2) Cerebellum
Cerebellum atau otak kecil adalah bagian dari sistem saraf pusat yang
terletak di bagian belakang tengkorak (fossa posterior cranial). Semua aktivitas
pada bagian ini di bawah kesadaran (involuntary). Fungsi utama cerebelum
yaitu mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta mengubah tonus
dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh.
Apabila terjadi cedera pada cerebelum, dapat mengakibatkan gangguan pada
sikap dan koordinasi gerak otot sehingga gerakan menjadi tidak terkoordinasi.
3) Brainstem
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga
kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum
tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk
pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses
pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight
(lawan atau lari) saat datangnya bahaya. Batang otak terdiri dari tiga bagian,
yaitu:
a) Mesencephalon atau otak tengah (mid brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebelum. Mesencephalon
berfungsi untuk mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran
pupil mata, mengatur gerakan tubuh, dan fungsi pendengaran.

3
b) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri
badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla
oblongata mengontrol fungsi involunter otak (fungsi otak secara tidak sadar)
seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
c) Pons disebut juga sebagai jembatan atau bridge merupakan serabut yang
menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta menghubungkan midbrain
disebelah atas dengan medula oblongata. Bagian bawah pons berperan
dalam pengaturan pernapasan. Nukleus saraf kranial V (trigeminus), VI
(abdusen), dan VII (fasialis) terdapat pada bagian ini.
4) Limbic system (sistem limbik)
Sistem limbik merupakan suatu pengelompokan fungsional yang
mencakup komponen serebrum, diensefalon, dan mesensefalon. Secara
fungsional sistem limbik berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut.
a) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada tingkah
laku individu
b) Suatu respon sadar terhadap lingkungan
c) Memberdayakan fungsi intelektual dari korteks serebri secara tidak sadar
dan memfungsikan batang otak secara otomatis untuk merespon keadaan
d) Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali kembali simpanan
memori yang diperlukan
e) Merespon suatu pengalaman dan ekspresi suasana hati, terutama reaksi
takut, marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku seksual.
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat penting yang dilindungi
oleh tulang tengkorak yang keras, jaringan pelindung, dan cairan otak. Dua
macam jaringan pelindung utama yaitu meninges dan sistem ventrikular.
Meninges terdiri dari tiga lapisan yaitu:
1) Durameter
Durameter merupakan lapisan paling luar yang tebal, keras, dan fleksibel
tetapi tidak dapat diregangkan (unstrechable).
2) Arachnoid membran

4
Arachnoid membran merupakan lapisan bagian tengah yang bentuknya
seperti jaringan laba-laba. Sifat lapisan ini lembut, berongga-rongga, dan
terletak dibawah lapisan durameter.
3) Piameter
Piameter merupakan lapisan pelindung yang terletak pada lapisan paling
bawah (paling dekat dengan otak, sumsum tulang belakang, dan
melindungi jaringan-jaringan saraf lain). Lapisan ini mengandung
pembuluh darah yang mengalir di otak dan sumsum tulang belakang.
Antara piameter dan membran arachnoid terdapat bagian yang disebut
dengan subarachnoid space (ruang sub-arachnoid) yang dipenuhi oleh
cairan serebrospinal (CSS) (Puspitawati, 2009).

Gambar 2. Lapisan meninges

Otak sangat lembut dan kenyal sehingga sangat mudah rusak. Selain
lapisan meninges, otak juga dilindungi oleh cairan serebrospinal (CSS) di
subarachnoid space. Cairan ini menyebabkan otak dapat mengapung sehingga
mengurangi tekanan pada bagian bawah otak yang dipengaruhi oleh gravitasi dan
juga meilndungi otak dari guncangan yang mungkin terjadi. CSS ini terletak
dalarn ruang-ruang yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Ruang-ruang
ini disebut dengan ventrikel (ventricles). Ventrikel berhubungan dengan bagian
subarachnoid dan juga berhubungan dengan bentuk tabung pada canal pusat
(central canal) dari tulang belakang. Ruang terbesar yang berisi cairan terutama
ada pada pasangan ventrikel lateral (lateral ventricle). Ventrikel lateral

5
berhubungan dengan ventrikel ketiga (third ventricle) yang terletak di otak bagian
tengah (midbrain). Ventrikel ketiga dihubungkan ke ventrikel keempat oleh
cerebral aqueduct yang menghubungkan ujung caudal ventrikel keempat dengan
central canal. Ventrikel lateral juga membentuk ventrikel pertama dan ventrikel
kedua (Puspitawati, 2009).

Gambar 3. Sistem ventrikel otak

Sumsum tulang belakang terletak memanjang didalam rongga tulang


belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang pinggang yang
kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis, yaitu lapisan luar
berwana putih dan lapisan dalam berwarna kelabu. Lapisan luar mengandung
serabut saraf dan lapisan dalam mengandung badan saraf. Pada sumsum tulang
belakang terdapat saraf sensorik, saraf motorik, dan saraf penghubung. Fungsinya
adalah sebagai penghantar impuls dari otakdan ke otak serta sebagai pusat
pengatur gerak refleks.
b. Sistem saraf tepi
Sistem saraf tepi tersusun dari semua saraf yang membawa pesan
dari dan ke sistem saraf pusat. Kerjasama antara sistem pusat dan sistem
saraf tepi membentuk perubahan cepat dalam tubuh untuk merespon
rangsangan dari lingkunganmu. Sistem saraf ini dibedakan menjadi
sistem saraf somatis dan sistem saraf otonom.

6
1) Sistem saraf somatis (saraf sadar)
Sistem saraf somatis terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan
31pasang saraf sumsum tulang belakang (spinal). Kedua belas
pasang saraf otak akan menuju ke organ tertentu, misalnya mata, hidung,
telinga, dan kulit. Saraf sumsum tulang belakangkeluar melalui sela-sela
ruas tulang belakang dan berhubungan dengan bagian-bagian tubuh,
antara lain kaki, tangan, dan otot lurik. Saraf-saraf dari sistem somatis
menghantarkan informasi antara kulit, sistem saraf pusat, dan otot-otot
rangka. Proses ini dipengaruhi saraf sadar sehingga dapat dikontrol
untuk menggerakkan atau tidak menggerakkan bagian-bagian tubuh di
bawah pengaruhsistem ini.

Gambar 4. Saraf kranial


Tabel 1. Ringkasan fungsi saraf kranial

SARAF KRANIAL KOMPONE FUNGSI


N
I Olfaktorius Sensorik Penciuman
II Optikus Sensorik Penglihatan
III Okulomotorius Motorik Mengangkat kelopak mata atas,
konstriksi pupil, sebagian besar
gerakan ekstraokular
IV Troklearis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke
dalam

7
V Trigeminus Motorik Otot temporalis dan maseter
(menutup rahang dan
mengunyah) gerakan rahang ke
lateral
Sensorik - Kulit wajah, 2/3 depan kulit
kepala, mukosa mata, mukosa
hidung dan rongga mulut,
lidah dan gigi
- Refleks kornea atau refleks
mengedip, komponen sensorik
dibawa oleh saraf kranial V,
respons motorik melalui saraf
kranial VI
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateral
VII Fasialis Motorik Otot-otot ekspresi wajah
termasuk otot dahi, sekeliling
mata serta mulut, lakrimasi dan
salivasi
Sensorik Pengecapan 2/3 depan lidah (rasa,
manis, asam, dan asin)
VIII Cabang Sensorik Keseimbangan
Vestibularis
vestibulokoklearis
Cabang koklearis Sensorik Pendengaran
IX Glossofaringeus Motorik Faring: menelan, refleks muntah
Parotis: salivasi
Sensorik Faring, lidah posterior, termasuk
rasa pahit
X Vagus Motorik Faring: menelan, refleks muntah,
fonasi; visera abdomen
Sensorik Faring, laring: refleks muntah,
visera leher, thoraks dan abdomen
XI Asesorius Motorik Otot sternokleidomastoideus dan
bagian atas dari otot trapezius:
pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah

2) Sistem saraf otonom


Sistem saraf otonom mengontrol kegiatan yang tidak bergantung
pada keputusan. Sistem ini mengatur kontraksi otot-otot yang tidak
berada di bawah kontrol kesadaran seperti otot jantung, sekresi semua
digestif atau kelenjar keringat, dan aktivitas organ-organ endokrin.

8
Sistem saraf ototnom mempunyai dua pembagian yaitu secara sistem
saraf simpatis dan system saraf parasimpatik (Smeltzer & Bare,
2001).

a) Sistem saraf simpatis


Fungsi dari sistem saraf simpatik adalah mempercepat denyut
jantung, memperlebar pembuluh darah, memperlebar bronkus,
mempertinggi tekanan darah, memperlambat gerak peristaltik,
memperlebar pupil, meningkatkan sekresi adrenalin, menghambat
sekresi empedu, dan menurunkan sekresi ludah.
b) Sistem saraf parasimpatik
Susunan saraf parasimpatik berupa jaring-jaring yang berhubung-
hubungan dengan ganglion yang tersebar di seluruh tubuh.Urat
sarafnya menuju ke organ tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf
simpatik. Sistem saraf parasimpatik memiliki fungsi yang berkebalikan
dengan fungsi sistem saraf simpatik.
2. Definisi Cedera Otak Berat
Cidera kepala adalah cidera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak
dan otak. Cidera kepala adalah gangguan neurologic yang paling sering terjadi
dan gangguan neurologik yang serius di antara gangguan neurologik dan
merupakan proporsi epidemik sebagai akibat kecelakaan di jalan raya (Smeltzer &
Bare 2002). Cidera otak berat atau COB adalah kerusakan neurologis yang terjadi
akibat adanya trauma pada otak secara langsung maupun efek sekunder dari
trauma yang terjadi (Price, 1995). Cedera otak berat merupaka keadaan dimana
struktur lapisan otak mengalami cedera berkaitan dengan edema, hyperemia,
hipoksia dimana pasien tidak dapat mengikuti perintah, dengan GCS < 8 dan tidak
dapat membuka mata.

1. Etiologi

9
Cidera kepala paling sering akibat dari trauma. Mekanisme terjadinya
cidera kepala berdasarkan terjadinya benturan terbagi menjadi beberapa menurut
Nurarif dan Kusuma (2013) yaitu sebagai berikut:
a. Akselerasi
Jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada orang yang
diam kemudian dipukul atau dilempari batu.
b. Deselerasi
Jika kepala bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada kepala
yang terbentur benda padat.
c. Akselerasi-deselerasi
Terjadi pada kcelakaan bermotor dengan kekerasan fisik antara tubuh dan
kendaraan yang berjalan
d. Coup-counter coup
Jika kepala terbentur dan menyebabkan otak bergerak dalam ruang
intracranial dan menyebabkan cedera pada area yang berlawanan dengan
yang terbentur dan area yang pertama terbentur
e. Rotasional
Benturan yang menyebabkan otak berputar dalam rongga tengkorak, yang
mengakibatkan meregang dan robeknya pembuluh darah dan neuron yang
memfiksasi otak dengan bagian dalam tengkorak

2. Tanda dan gejala


Menurut Mansjoer (2008) tanda dan gejala dan beratnya cidera kepala
dapat diklasifikasikan berdasarkan skor GCS yang dikelompokkan menjadi tiga
yaitu :
a. Cidera kepala ringan dengan nilai GCS = 14-15
Klien sadar, menuruti perintah tetapi disorientasi, tidak kehilangan
kesadaran, tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang, klien dapat
mengeluh nyeri kepala dan pusing, klien dapat menderita laserasi, dan
hematoma kulit kepala.
b. Cidera kepala sedang dengan nilai GCS = 9-13

10
klien dapat atau bisa juga tidak dapat menuruti perintah, namun tidak
memberi respon yang sesuai dengan pernyataan yang diberikan, amnesia
pasca trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle,
mata rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal), dan
kejang.
c. Cidera kepala berat dengan nilai GCS ≤ 8.
Penurunan kesadaran secara progresif, tanda neurologis fokal, cidera
kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium, kehilangan kesadaran
lebih dari 24 jam, disertai kontusio cerebral, laserasi, hematoma
intrakrania dan edema serebral. Perdarahan intrakranial dapat terjadi
karena adanya pecahnya pembuluh darah pada jaringan otak. Lokasi yang
paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat
terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi lainnya (countrecoup).
3. Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2
proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder.Cedera otak
primer adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian
trauma dan merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan
lesi permanen. Tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat fungsi
stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses
penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu
benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi
alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan
trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh
sistem dalam tubuh.
Cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan
sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena
metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan
autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cidera kepala
terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstrakranial akan dapat
menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan

11
karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus-
menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah
pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasiarterial,
semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan
tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi namun bila trauma mengenai
tulang kepala akan menyebabkanrobekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera
kepala intrakranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan
jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama
motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.
4. Penatalaksanaan
a. Perawatan sebelum ke Rumah Sakit
1) Stabilisasi terhadap kondisi yang mengancam jiwa dan lakukan terapi
suportif dengan mengontrol jalan nafas dan tekanan darah.
2) Berikan O2 dan monitor
3) Berikan cairan kristaloid untuk menjaga tekanan darah sistolik tidak kurang
dari 90 mmHg.
4) Pakai intubasi, berikan sedasi dan blok neuromuskuler
5) Stop makanan dan minuman
6) Imobilisasi
7) Kirim kerumah sakit.
b. Perawatan di bagian Emergensi
1) Pasang oksigen (O2), monitor dan berikan cairan kristaloid untuk
mempertahankan tekanan sistolik diatas 90 mmHg.
2) Pakai intubasi, dengan menggunakan premedikasi lidokain dan obat-obatan
sedative misalnya etomidate serta blok neuromuskuler. Intubasi digunakan
sebagai fasilitas untuk oksigenasi, proteksi jalan nafas dan hiperventilasi
bila diperlukan.
3) Elevasikan kepala sekitar 30O setelah spinal dinyatakan aman atau gunakan
posis trendelenburg untuk mengurangi tekanan intra kranial dan untuk
menambah drainase vena.

12
4) Berikan manitol 0,25-1 gr/ kg iv. Bila tekanan darah sistolik turun sampai
90 mmHg dengan gejala klinis yang berkelanjutan akibat adanya
peningkatan tekanan intra kranial.
5) Hiperventilasi untuk tekanan parsial CO2 (PCO2) sekitar 30 mmHg apabila
sudah ada herniasi atau adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
(TIK).
6) Berikan phenitoin untuk kejang-kejang pada awal post trauma, karena
phenitoin tidak akan bermanfaat lagi apabila diberikan pada kejang dengan
onset lama atau keadaan kejang yang berkembang dari kelainan kejang
sebelumnya.
c. Terapi obat-obatan:
1) Gunakan Etonamid sebagai sedasi untuk induksi cepat, untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik, dan menurunkan tekanan
intrakranial dan metabolisme otak. Pemakaian tiophental tidak dianjurkan,
karena dapat menurunkan tekanan darah sistolik. Manitol dapat digunakan
untuk mengurangi tekanan intrakranial dan memperbaiki sirkulasi darah.
Phenitoin digunakan sebagai obat propilaksis untuk kejang – kejang pada
awal post trauma. Pada beberapa pasien diperlukan terapi cairan yang cukup
adekuat yaitu pada keadaan tekanan vena sentral (CVP) > 6 cmH 2O, dapat
digunakan norephinephrin untuk mempertahankan tekanan darah sistoliknya
diatas 90 mmHg.
2) Diuretik Osmotik
Misalnya Manitol : Dosis 0,25-1 gr/ kg BB iv.
Kontraindikasi pada penderita yang hipersensitiv, anuria, kongesti paru,
dehidrasi, perdarahan intrakranial yang progreasiv dan gagal jantung yang
progresiv.
Fungsi : Untuk mengurangi edema pada otak, peningkatan  tekanan
intrakranial, dan mengurangi viskositas darah, memperbaiki sirkulasi darah
otak dan kebutuhan oksigen. 
3) Antiepilepsi

13
Misalnya Phenitoin :  Dosis 17 mg/ kgBB iv, tetesan tidak boleh berlebihan
dari 50 (Dilantin) mg/menit.
Kontraindikasi; pada penderita hipersensitif, pada penyakit dengan blok
sinoatrial, sinus bradikardi, dan sindrom Adam-Stokes.Fungsi  : Untuk
mencegah terjadinya kejang pada awal post trauma.

d. Terapi yang perlu diperhatikan


a. Airway dan Breathing
Perhatikan adanya apneu. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen
100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat
terhadap FiO2.Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi
asidosis dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil
yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmhg.
b. Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya
perburukan pada cedera otak sedang. Hipotensi merupakan petunjuk adanya
kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi
hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah menormalkan tekanan
darah. Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang
sementara penyebab hipotensi dicari.
c. Disability (pemeriksaan neurologis)
Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dinilai sebagai
data akurat, karena penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon
terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal kembali segera tekanan
darahnya normal. Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan
reflek cahaya pupil. GCS diukur untuk menilai respon pasien yang
menunjukkan tingkat kesadaran pasien. GCS didapat dengan berinteraksi
dengan pasien, secara verbal atau dengan rangsang nyeri pada pangkal kuku
atau anterior ketiak. Pada pasien dengan cedera otak sedang perlu dilakukan
pemeriksaan GCS setiap setengah jam sekali idealnya. Untuk mendapatkan
keseragaman dari penilaian tingkat kesadaran secara kwantitatif (yang

14
sebelumnya tingkat kesadaran diukur secara kwalitas seperti apatis,
somnolen dimana pengukuran seperti ini didapatkan hasil yang tidak
seragam antara satu pemeriksaan dengan pemeriksa yang lain) maka
dilakukan pemeriksaan dengan skala kesadaran secara glasgow, ada 3
macam indikator yang diperiksa yaitu reaksi membuka mata, reaksi verbal,
reaksi motorik.
Glasgow Coma Scale Nilai
Respon membuka mata (E)
Buka mata spontan 4
Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara 3
Buka mata bila dirangsang nyeri 2
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1
Respon verbal (V)
Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5
Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang 4
Kata-kata tidak teratur 3
Suara tidak jelas 2
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun 1
Respon motoric (M)
Mengikuti perintah 6
Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan 5
Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan 4
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal 3
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal 2
Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi 1

5. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Adapun pemeriksaan laboratorium darah yang berguna pada kasus cedera
kepala yaitu :
a) Hemoglobin sebagai salah satu fungsi adanya perdarahan yang berat

15
b) Leukositosis untuk salah satu indikator berat ringannya cedera
kepala yang terjadi.
c) Golongan Darah persiapan bila diperlukan transfusi darah pada
kasus perdarahan yang berat.
d) GDS memonitor agar jangan sampai terjadi hipoglikemia maupun
hiperglikemia.
e) Fungsi Ginjal memeriksa fungsi ginjal, pemberian manitol tidak
boleh dilakukan pada fungsi ginjal yang tidak baik.
f) Analisa Gas Darah PCO2 yang tinggi dan PO2 yang rendah akan
memberikan prognosis yang kurang baik, oleh karenanya perlu
dikontrol PO2 tetap > 90 mmHg, SaO2 > 95 % dan PCO2 30-50
mmHg. Atau mengetahui adanya masalah ventilasi perfusi atau
oksigenisasi yang dapat meningkatkan TIK.
g) Elektrolit adanya gangguan elektrolit menyebabkan penurunan
kesadaran.
h) Toksikologi mendeteksi obat yang mungkin menimbulkan
penurunan kesadaran.
2) Pemeriksaan Radiologi
a) CT Scan adanya nyeri kepala, mual, muntah, kejang, penurunan kesadaran,
mengidentifikasi adanya hemoragi, pergeseran jaringan otak.
b) Angiografi Serebral menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral seperti
pergeseran cairan otak akibat oedema, perdarahan, trauma.
c) EEG (Electro Encephalografi) memperlihatkan keberadaan/perkembangan
gelombang patologis.
d) MRI (Magnetic Resonance Imaging) mengidentifikasi perfusi jaringan
otak, misalnya daerah infark, hemoragik.
e) Sinar X mendeteksi adanya perubahan struktur tulang tengkorak.
f) Test Orientasi dan Amnesia Galveston (TOAG) untuk menentukan apakah
pasien trauma kepala sudah pulih daya ingatnya.

16
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian
a) Data yang perlu dikaji
a. Identitas Klien: untuk mengkaji status klien (nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, alamat, pekerjaan, status perkawinan)
b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari
penyakit yang pernah dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan/pola
hidup, obat-obatan yang digunakan, riwayat penyakit keluarga
c. Genogram
d. Pengkajian Keperawatan (11 pola Gordon)
e. Pemeriksaan fisik

17
1) Keadaan umum, tanda vital
2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala,
mata, telinga, hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital,
ekstremitas, kulit dan kuku, dan keadaan lokal.
Perlu dilakukan pengkajian yang lebih menyeluruh dan
mendalam dari berbagai aspekuntuk mengetahui permasalahan
yang ada pada klien dengan cidera otak berat dan trauma pada
abdomen, sehingga dapat ditemukan masalah-masalah yang ada
pada klien. Prinsip umum yang dapat dilakukan untuk mengkaji
permasalahan pada pasien yaitu dengan B6:
a.Breathing : Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan
gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola
napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa
Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor,
ronkhi, wheezing (kemungkinankarena aspirasi), cenderung
terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas. Trauma
tumpul pada abdomen dapat menimbulkan munculnya
pembengkakan organ intraabdomen sehingga terjadi kompresi
diafragma yang dapat menimbulkan frekuensi pernapasan
meningkat.
b. Blood:Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan
darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan
meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung
yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat,
merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi
dengan bradikardia, disritmia). Kerusakan jaringan vaskuler
pada abdomen dapat menyebabkan terjadinya perdarahan masif
sehingga terjadi potensial komplikasi perdarahan
intraabdomen.

18
c. Brain :Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk
manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala.
Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada
ekstrimitas.
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan
terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
1. Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah
laku dan memori)
2. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia
3. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi
pada mata.
4. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
5. Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada
nervus vagusmenyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
6. Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah
jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan
menelan.
7. Pemeriksaan GCS

19
8. Pengkajian saraf kranial :

d. Bladder : Pada cidera kepala dan abdomen sering terjadi


gangguan berupa retensi, inkontinensia urin, ketidakmampuan
menahan miksi.
e. Bowel : Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus
lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan
mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan
terganggunya proses eliminasi alvi.
f. Bone :Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan
parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi
kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas
atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi
karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak

20
dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi
penurunan tonus otot.
g. Terapi, pemeriksaan penunjang & laboratorium

2) Diagnosa Keperawatan
a) Risiko perfusi jaringan serebral ditandai dengan cedera kepala
(D. 0017)
b) Gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan penurunan
fungsi ventrikel ditandai dengan kedasaran menurun atau tidak
sadar, frekuensi napas <6 menit/ >30 menit, tekanan darah
sistolik <60 mmHg/ >200 mmHg (D. 0007)
c) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler (cedera kepala) ditandai dengan penggunaan otot
bantu napas, pola napas abnormal (takipnea, bradipnea,
hiperrventilasi) (D. 0005)
d) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi
yang tertahan ditandai dengan sputum berlebih, suara napas
tambahan (D. 0001)
e) Risiko perdarahan ditandai dengan trauma (D. 0012)
f) Risiko syok ditandai dengan hipoksia (D. 0039)
g) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)
ditandai dengan tekanan darah meningat, pola napas berubah
(D. 0077)
h) Risiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasive (D. 0142)
i) Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
ditandai dengan nadi terasa lemah, membran mjkosa kering
(D. 0023)
j) Deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan ditandai dengan bising usus hiperaktif, membran
mukosa pucat, serum albumin turun (D. 0019)
k) Risiko luka tekan ditandai dengan riwayat trauma (D. 0144)

21
l) Deficit perawatan diri berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler ditandai dengan tidak mampu mandi/mengenakan
pakaian/ ke toilet (D. 0109)
m) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan
metabolisme ditandai dengan fisik lemah, gerakan tidak
terkordinasi (D. 0054)
n) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan efek tindakan
medis atau anastesi ditandai dengan volume residu urin
meningkat (D. 0040)

22
3) Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa SLKI dan Kriteria Hasil SIKI


1 Risiko perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pemantauan intra kranial (1.06198)
serebral ditandai dengan diharapkan risiko perfusi jaringan O :
 Identifikasi penyebab peningkatan TIK
cedera kepala (D. 0017) serebral tidak efektif membaik dengan
 Montor peningkatan TD
kriteria hasil :  Monitor penurunan frekuensi jantung
Perfusi Serebral (L. 02014)  Monitor penurunan tingkat kesadaran
Indikator SA ST  Monitor tekanan perfusi serebral
Tekanan intra kranial 1 4 T:
Sakit kepala 1 4  Ambil sampel cairan serebrospinal
Keterangan :  Kalibrasi transduser
1. Me  Pertahankan posisi kepala dan leher
nin netral
gka  Anjurkan interval pemantauan sesuai
t kondiri
2. Cuk  Dokumentasi hasil pemantauan
up E:
me  Jelaskan tujuan dan prosedur
nin pemantauan
gka  Informasikan hasil pemantauan
t
3. Sed

23
ang
4. Cuk
up
me
nur
un
5. Me
nur
un
Indikator SA ST
Kesadaran 1 4
Tekanan darah sistolik 1 4
Tekanan darah diastolik 1 4
Reflek saraf 1 4
Keterangan :
1. Memburuk
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
2 Gangguan sirkulasi spontan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Resusitasi cairan (1.03139)
berhubungan dengan diharapkan gangguan sirkulasi spontan O :
 Identifikasi kelas syok untuk estimasi
penurunan fungsi meningkat dengan kriteria hasil :
kehilangan darah

24
ventrikel ditandai dengan Sirkulasi spontan (L. 02015)  Monitor status oksigen
kedasaran menurun atau Indikator SA ST  Monitor output caran tubuh
 Monitor nilai BUN, kratinin, dan
tidak sadar, frekuensi Ferkuensi nadi 1 4
albumin
napas <6 menit/ >30 menit, Tekanan darah 1 4 T:
tekanan darah sistolik <60 Frekuensi napas 2 4  Pasang jalur iv berukuran besar
mmHg/ >200 mmHg (D. Saturasi oksigen 4 2  Berikan infus kristaloid
 Lakukan cross matching produk darah
0007) Keterangan : E:
1. Meningkat -
2. Cukup meningkat K:
3. Sedang

Kolaborasi penentuan jenis dan jumalh
4. Cukup menurun
cairan
5. Menurun
 Kolaborasi pemberian produk darah
3 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajenem jalan napas (1.01011)
berhubungan dengan diharapkan Pola napas tidak efektif O :
 Monitor pola napas (frekuensi,
kerusakan neuromuskuler membaik dengan kriteria hasil :
kedalaman, usaha napas)
(cedera kepala) ditandai Pola napas (L. 01004)  Monitor bunyi napas
dengan penggunaan otot Indikator SA ST tambahan(gurgling, mengi, ronchi)
bantu napas, pola napas  Monitor sputum (jumalh, warna dan
Dipsnea 1 4
aroma)
abnormal (takipnea, T:
bradipnea, hiperrventilasi)  Pertahankan kepatenan jalan napas

25
(D. 0005) Penggunaan otot bantu 1 4  Posisikan semi fowler atau fowler
napas  Lakukan penghisapan lender kurang dari
15 detik
Pemanjangan fase 1 4
 Berikan oksigenasi
ekspirasi E:
Keterangan :  Anjurkan asupan cairan 2000/hari
1. Meningkat  Ajarkan teknik batuk efektif
2. Cukup meningkat K:
3. Sedang  Kolaborasi pemberian bronkodilator,
4. Cukup menurun ekspektoran, mukolitik jika perlu
5. Menurun

4 Risiko perdarahan ditandai Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pencegahan perdarahan (1. 02067)
dengan trauma (D. 0012) diharapkan Risiko perdarahan menurun O :
 Monitor tanda dan gejala perdarahan
dengan kriteria hasil :
 Monitor nilai HT DAN hb sebelum dan
Tingkat cedera (L. 14136) sesudah kehilangan darah
Indikator SA ST  Monitor tnda-tanda vital ortostatik
T:
Kejadian cedera 1 4
 Pertahankan bedrest selama perdarahan
Luka/lecet 1 4
 Batasi tindakan invasf
Perdarahan 1 4 E:
Gangguan mobilitas 1 4  Jelaskan tanda dan gejala perdarahan

26
Gangguan kognitif 1 4  Anjurkan meningkatkan asupan
Keterangan : makanan dan vit K
1. Meningkat K:
2. Cukup meningkat  Kolaborasi pemberian obat pengontrol
3. Sedang perdarahan
4. Cukup menurun  Kolaborasi pemberian produk darah
5. Menurun
5 Risiko syok ditandai Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pencegahan syok (1.02068)
dengan hipoksia (D. 0039) diharapkan Risiko syok menurun dengan O :
 Monitor status kardiopulmonal
kriteria hasil :
(frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
Tingkat syok (L. 03032) napas, TD.MAP)
Indikator SA ST  Monitor status oksigenasi (oksimetri
nadi, AGD)
Kekuatan nadi 1 4
 Monitor status cairan (turgor kulit,
Outpun urine 1 4 CRT)
Tingkat kesadaran 1 4  Monitor tingkat kesadaran dan respon
Saturasi oksigen 1 4 pupil
T:
Keterangan :  Berikan oksigenasi dan pertahankan
1. Menurun saturasi oksigen >94%
2. Cukup menurun
 Persiapan intubasi dan ventilasi mekanis
3. Sedang
jika perlu
4. Cukup meningkat

27
5. Meningkat  Pasang jalur iv ika perlu
 Pasang kateter urine untuk mengetahui
produksi urine
E:
 Jelaskan penyebab/faktor syok
 Jelaskan tanda dan gejala awal syok
K:
 Kolaborasi pemberian iv jika perlu
 Kolaborasi pemberian tranfusi darah
 Kolaborasi pemberian antiinflamasi

28
29
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi III. Jakarta: Media
Aesculapius FK UI.
Moorhead, Sue., et al. Tanpa tahun. Nursing Outcomes Classification (NOC).
Mosby Elsevier.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi
dan Indikator Diagnostik ((cetakan III 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi
dan tindakan keperawatan ((cetakan II 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan ((cetakan II 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI
Price, Sylvia Anderson, dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume II. Edisi VI. Jakarta: EGC.

30

Anda mungkin juga menyukai