Anda di halaman 1dari 14

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition.
Mosby Elsevier.
Mansjoer, Arif. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius
FK UI.
Moorhead, Sue., et al. Tanpa tahun. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby Elsevier.
NANDA. 2018. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. Wiley-Blackwell.
Price, Sylvia Anderson, dan Wilson, Lorraine M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Volume II. Edisi VI. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. F DENGAN
CEDERA OTAK BERAT (COB) DI RUANG
ICCU RSUD BANGIL

oleh:
Wadzifatu Qurrotu Aini
1601470057

KEMENTRIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG
Februari 2020
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN CEDERA OTAK BERAT

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Cidera kepala adalah cidera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak.
Cidera kepala adalah gangguan neurologic yang paling sering terjadi dan gangguan neurologik
yang serius di antara gangguan neurologik dan merupakan proporsi epidemik sebagai akibat
kecelakaan di jalan raya (Smeltzer & Bare 2013).
Cidera otak berat atau COB adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya
trauma pada otak secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Price, 2012).
Cedera otak berat merupakan keadaan dimana struktur lapisan otak mengalami cedera berkaitan
dengan edema, hyperemia, hipoksia dimana pasien tidak dapat mengikuti perintah, dengan GCS
< 8 dan tidak dapat membuka mata.

2. Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2 proses yaitu
cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder.Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi
saat atau bersamaan dengan kejadian trauma dan merupakan suatu fenomena mekanik.
Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat
fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang
optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul,
kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh
sistem dalam tubuh.
Cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau
berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera
sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area
cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstrakranial akan dapat
menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai
pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia,
hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasiarterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan
tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi namun bila trauma mengenai tulang kepala akan
menyebabkanrobekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intrakranial dapat
mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan
susunan syaraf kranial terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam
mobilitas.

3. Tanda dan Gejala


Menurut Mansjoer (2014) tanda dan gejala dan beratnya cidera kepala dapat
diklasifikasikan berdasarkan skor GCS yang dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
a. Cidera kepala ringan dengan nilai GCS = 14-15
Klien sadar, menuruti perintah tetapi disorientasi, tidak kehilangan kesadaran, tidak ada
intoksikasi alkohol atau obat terlarang, klien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing, klien
dapat menderita laserasi, dan hematoma kulit kepala.
b. Cidera kepala sedang dengan nilai GCS = 9-13
klien dapat atau bisa juga tidak dapat menuruti perintah, namun tidak memberi respon yang
sesuai dengan pernyataan yang diberikan, amnesia pasca trauma, muntah, tanda
kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea
cairan serebro spinal), dan kejang.
c. Cidera kepala berat dengan nilai GCS ≤ 8.
Penurunan kesadaran secara progresif, tanda neurologis fokal, cidera kepala penetrasi atau
teraba fraktur depresi cranium, kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam, disertai kontusio
cerebral, laserasi, hematoma intrakrania dan edema serebral. Perdarahan intrakranial dapat
terjadi karena adanya pecahnya pembuluh darah pada jaringan otak. Lokasi yang paling
sering adalah lobus frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan
(coup) atau pada sisi lainnya (countrecoup).

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Adapun pemeriksaan laboratorium darah yang berguna pada kasus cedera kepala yaitu :
 Hemoglobin sebagai salah satu fungsi adanya perdarahan yang berat
 Leukositosis untuk salah satu indikator berat ringannya cedera kepala yang terjadi.
 Golongan Darah persiapan bila diperlukan transfusi darah pada kasus perdarahan yang
berat.
 GDS memonitor agar jangan sampai terjadi hipoglikemia maupun hiperglikemia.
 Fungsi Ginjal memeriksa fungsi ginjal, pemberian manitol tidak boleh dilakukan pada
fungsi ginjal yang tidak baik.
 Analisa Gas Darah PCO2 yang tinggi dan PO2 yang rendah akan memberikan prognosis
yang kurang baik, oleh karenanya perlu dikontrol PO2 tetap > 90 mmHg, SaO2 > 95 %
dan PCO2 30-50 mmHg. Atau mengetahui adanya masalah ventilasi perfusi atau
oksigenisasi yang dapat meningkatkan TIK.
 Elektrolit adanya gangguan elektrolit menyebabkan penurunan kesadaran.
 Toksikologi mendeteksi obat yang mungkin menimbulkan penurunan kesadaran.
b. Pemeriksaan Radiologi
 CT Scan adanya nyeri kepala, mual, muntah, kejang, penurunan kesadaran,
mengidentifikasi adanya hemoragi, pergeseran jaringan otak.
 Angiografi Serebral menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral seperti pergeseran cairan
otak akibat oedema, perdarahan, trauma.
 EEG (Electro Encephalografi) memperlihatkan keberadaan/perkembangan gelombang
patologis.
 MRI (Magnetic Resonance Imaging) mengidentifikasi perfusi jaringan otak, misalnya
daerah infark, hemoragik.
 Sinar X mendeteksi adanya perubahan struktur tulang tengkorak.
 Test Orientasi dan Amnesia Galveston (TOAG) untuk menentukan apakah pasien trauma
kepala sudah pulih daya ingatnya.

5. Penatalaksanaan
a. Perawatan sebelum ke Rumah Sakit
1. Stabilisasi terhadap kondisi yang mengancam jiwa dan lakukan terapi suportif dengan
mengontrol jalan nafas dan tekanan darah.
2. Berikan O2 dan monitor
3. Berikan cairan kristaloid untuk menjaga tekanan darah sistolik tidak kurang dari 90
mmHg.
4. Pakai intubasi, berikan sedasi dan blok neuromuskuler
5. Stop makanan dan minuman
6. Imobilisasi
7. Kirim kerumah sakit.
b. Perawatan di bagian Emergensi
1. Pasang oksigen (O2), monitor dan berikan cairan kristaloid untuk mempertahankan
tekanan sistolik diatas 90 mmHg.
2. Pakai intubasi, dengan menggunakan premedikasi lidokain dan obat-obatan sedative
misalnya etomidate serta blok neuromuskuler. Intubasi digunakan sebagai fasilitas untuk
oksigenasi, proteksi jalan nafas dan hiperventilasi bila diperlukan.
3. Elevasikan kepala sekitar 30O setelah spinal dinyatakan aman atau gunakan posis
trendelenburg untuk mengurangi tekanan intra kranial dan untuk menambah drainase
vena.
4. Berikan manitol 0,25-1 gr/ kg iv. Bila tekanan darah sistolik turun sampai 90 mmHg
dengan gejala klinis yang berkelanjutan akibat adanya peningkatan tekanan intra kranial.
5. Hiperventilasi untuk tekanan parsial CO2 (PCO2) sekitar 30 mmHg apabila sudah ada
herniasi atau adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (ICP).
6. Berikan phenitoin untuk kejang-kejang pada awal post trauma, karena phenitoin tidak
akan bermanfaat lagi apabila diberikan pada kejang dengan onset lama atau keadaan
kejang yang berkembang dari kelainan kejang sebelumnya.
Cedera kepala

Ekstra Kranial Tulang Kranial Intra Kranial

Terputusnya Terputusnya Cedera otak


kontinuitas jaringan kontinuitas (kontusio,
kulit, otot & Vaskuler jaringan tulang laserasi)

Gangguan Perubahan
8. Pathway
Perdarahan Gangguan Resiko Nyeri neurologis autoregulasi
suplai darah infeksi fokal
Hematoma Edema serebral
WOC
Perubahan Resiko Bersihan jalan
Iskemia Kejang
sirkulasi CSS ketikdaefektifan napas
perfusi jaringan Gangguan
Hipoksia Dispnea
PTIK serebral pola napas
Henti napas
Girus medialis Gangguan Gangguan fungsi luhur
lobus temporalis fungsi otak
tergeser Perubahan perilaku

Lobus Frontal Gangguan fungsi


Herniasi unkus motorik
Gangguan fungsi
Lobus oksipital Afasia penglihatan
Mesensefalon
tertekan
Lobus temporal Gangguan
keseimbangan
Gangguan
kesadaran Lobus parietal Gangguan memori
Gangguan fungsi
sensorik (anosmia,
Resiko Immobilisasi Cemas hipestesi, parestesi, dll)
injury

Resiko gangguan Defisit perawatan diri


integritas kulit
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Data yang perlu dikaji
a. Identitas Klien: untuk mengkaji status klien (nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, alamat, pekerjaan, status perkawinan)
b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah dialami, alergi, imunisasi,
kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan, riwayat penyakit keluarga
c. Genogram
d. Pengkajian Keperawatan (11 pola Gordon)
e. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum, tanda vital
 Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata, telinga, hidung,
mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit dan kuku, dan keadaan lokal.
Perlu dilakukan pengkajian yang lebih menyeluruh dan mendalam dari berbagai
aspekuntuk mengetahui permasalahan yang ada pada klien dengan cidera otak berat dan
trauma pada abdomen, sehingga dapat ditemukan masalah-masalah yang ada pada klien.
Prinsip umum yang dapat dilakukan untuk mengkaji permasalahan pada pasien yaitu
dengan B6:
a. Breathing : Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi,
stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinankarena aspirasi), cenderung terjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas. Trauma tumpul pada abdomen
dapat menimbulkan munculnya pembengkakan organ intraabdomen sehingga
terjadi kompresi diafragma yang dapat menimbulkan frekuensi pernapasan
meningkat.
b. Blood : Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat,
merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia). Kerusakan
jaringan vaskuler pada abdomen dapat menyebabkan terjadinya perdarahan masif
sehingga terjadi potensial komplikasi perdarahan intraabdomen.
c. Brain :Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia
seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada
ekstrimitas.
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi :
 Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori)
 Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia
 Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
 Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
 Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus
vagusmenyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
 Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu
sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
 Pemeriksaan GCS

 Pengkajian saraf kranial :


d. Bladder : Pada cidera kepala dan abdomen sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia urin, ketidakmampuan menahan miksi.
e. Bowel : Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan
menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.
f. Bone :Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada
kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi
spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena
rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal
selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
g. Terapi, pemeriksaan penunjang & laboratorium
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan aliran darah ke otak
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, kompresi diafragma, ekspansi paru tidak maksimal
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
akumulasi sekret
4. Ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan kesadaran dan mual muntah yang terus
menerus
5. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan, penekanan reseptor nyeri
3. Rencana Keperawatan (Intervensi)
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1 Gangguan perfusi NOC: Tissue Perfusion: NIC: 1. Mengetahui status sirkulasi


jaringan serebral Cerebral Circulatory Precaution perifer dan adanya kondisi
berhubungan dengan 1. Kaji sirkulasi perifer secara abnormal pada tubuh
penurunan aliran Kriteria hasil:
komprehensif (nadi perifer, edema,
darah ke otak 2. Mengetahui adanya perubahan
1. menunjukkan perfusi CRT, warna, dan suhu ekstremitas)
akibat gangguan sirkulasi
jaringan membaik TD dalam 2. Kaji kondisi ekstremitas meliputi
perifer
batas normal, tidak ada kemerahan, nyeri, atau
3. Menghindari cedera untuk
keluhan sakit kepala. pembengkakan
meminimalkan luka
2. Tanda-tanda vital stabil 3. Hindarkan cedera pada area 4. Posisi trendelenberg akan
3. Tidak menunjukkan adanya dengan perfusi yang minimal meningkatkan TIK sehingga
gangguan perfusi meliputi 4. Hindarkan klien dari posisi memperparah kondisi klien
disorientasi, kebingungan, trendelenberg yang meningkatkan 5. Mengurangi penekanan agar
maupun nyeri kepala TIK perfusi tidak terganggu
5. Hindarkan adanya penekanan pada 6. Obat-obatan untuk
area cedera meningkatkan sattus perfusi
6. Pertahankan cairan dan obat- 7. Mengurangi kecemasan
obatan sesuai program keluarga
7. Health education tentang keadaan 8. Membantu mempercepat
dan kondisi pasien kepada keluarga kesembuhan klien
8. Kolaborasi pemberian terapi
medikamentosa

2 Pola napas tidak Respiratory status : Ventilation Respiratory monitoring


efektif berhubungan 1. Monitor kecepatan, frekuensi, 1. Mengetahui kondisi pernapasan
Status sistem pernapasan :
dengan kerusakan kedalaman dan kekuataan ketika pasien
ventilasi
neuromuskuler pasien bernapas 2. Mengetahui keadaaan paru dan
Pola napas pasien adekuat 2. Monitor hasil pemeriksaan jantung pasien
rontgen dada 3. Mengetahui suara napas pasien
ditandai dengan:
3. Monitor suara napas pasien 4. Mengetahui kondisi pasien
1. Pasien bernapas tanpa
4. Kaji dan pantau adanya perubahan untuk menentukan intervensi
kesulitan
2. Menunjukkan perbaikan dalam pernapasan selanjutnya sesuai indikasi
5. Monitor sekret yang dikeluarkan 5. Untuk memantau kondisi
pernapasan
3. Paru-paru bersih pada oleh pasien pasien (suara napas pasien)
pemeriksaan auskultasi 6. Health education tentang keadaan untuk menentukan intervensi
4. Kadar PO2 dan PCO2 dan kondisi pasien kepada sesuai indikasi
dalam batas normal keluarga 6. Mengurangi kecemasan
7. Kolaborasi pemberian terapi keluarga
medikamentosa 7. Membantu penyembuhan klien
3 Ketidakefektifan NOC : NIC :
bersihan jalan napas
berhubungan dengan 1. Respiratory status : Airway suction
akumulasi sekret Ventilation
2. Respiratory status : Airway 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal 1. Menjaga kebersihan oral
patency suctioning mencegah penumpukan sputum
3. Aspiration Control 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan 2. Mengetahui ada tidaknya
Kriteria Hasil : sesudah suctioning. sputum
3. Informasikan pada klien dan 3. Informed consent tindakan
1. Mendemonstrasikan batuk keluarga tentang suctioning 4. Menampung O2 sebagai
efektif dan suara nafas yang 4. Minta klien nafas dalam sebelum cadangan
bersih, tidak ada sianosis dan suction dilakukan. 5. O2 masih ada untuk pernapasan
dyspneu (mampu 5. Berikan O2 dengan menggunakan 6. Mencegah infeksi
mengeluarkan sputum, nasal untuk memfasilitasi suksion 7. Memberikan waktu pasien
mampu bernafas dengan nasotrakeal untuk istirahat
mudah, tidak ada pursed 6. Gunakan alat yang steril setiap 8. Mengetahui status oksigen
lips) melakukan tindakan pasien
2. Menunjukkan jalan nafas 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan 9. Mencegah hipoksia yang
yang paten (klien tidak napas dalam setelah kateter berlebihan
merasa tercekik, irama nafas, dikeluarkan dari nasotrakeal
frekuensi pernafasan dalam 8. Monitor status oksigen pasien
rentang normal, tidak ada 9. Hentikan suction dan berikan
suara nafas abnormal) oksigen apabila pasien
3. Mampu mengidentifikasikan menunjukkan bradikardi,
dan mencegah factor yang peningkatan saturasi O2, dll.
dapat menghambat jalan Airway Management
nafas
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
chin lift atau jaw thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya 1. Membuat jalan napas paten
pemasangan alat jalan nafas buatan 2. Memposisikan yang nyaman
4. Pasang mayo bila perlu untuk ventilasi
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 3. Mengetahui status respirasi
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau pasien adekuat atau tidak
suction 4. Membantu jalan napas supaya
7. Auskultasi suara nafas, catat paten
adanya suara tambahan 5. Membantu mengeluarkan
8. Lakukan suction pada mayo sputum
9. Berikan bronkodilator bila perlu 6. Mencegah penumpukan sputum
10. Berikan pelembab udara kassa didalam paru
basah NaCl lembab 7. Mengetahui adanya suara
11. Atur intake untuk cairan tambahan
mengoptimalkan keseimbangan. 8. Mencegah jalan napas tidak
12. Monitor respirasi dan status O2 buntu
9. Vasodilatasi paru
10. Mencegah gesekan yang
berlebihan
11. Menjaga balance cairan
12. Mengetahui status oksigen
pasien
4 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
pemenuhan
kebutuhan nutrisi 1. Nutritional Status : Food Nutrition Management
kurang dari and Fluid Intake
Kriteria Hasil : 1. Pasang pipa lambung sesuai 1. Memenuhi kebuthan nutrisi
kebutuhan tubuh indikasi, periksa posisi pipa pasien
berhubungan dengan 1. Adanya peningkatan berat lambung setiap akan memberikan 2. Untuk mencegah terjadinya
penurunan kesadaran badan sesuai dengan tujuan makanan regurgitasi dan aspirasi
2. Berat badan ideal sesuai 2. Tinggikan bagian kepala tempat 3. Mengetahui jumlah intake
dengan tinggi badan tidur setinggi 30 derajat harian pasien
3. Mampu mengidentifikasi 3. Catat makanan yang masuk 4. Mengetahui adanya tidaknya
kebutuhan nutrisi 4. Kaji cairan gaster, muntahan perdarahan gastrointestinal
4. Tidak ada tanda tanda 5. Health education tentang diet 5. Meningkatkan pengetahuan
malnutrisi dengan keluarga keluarga
5. Tidak terjadi penurunan 6. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam 6. Memenuhi kebutuhan nutrisi
berat badan yang berarti pemberian diet yang sesuai dengan harian pasien
kondisi pasien

5 Nyeri akut NOC : NIC : a. Membantu dalam menentukan


berhubungan dengan status nyeri pasien dan menjadi
terputusnya - Pain level Pain Management data dasar untuk intervensi dan
- Pain control
kontinuitas jaringan - Comfort level a. Kaji karakteristik pasien secara monitoring keberhasilan
Kriteria hasil: PQRST intervensi
b. Lakukan manajemen nyeri sesuai b. Meningkatkan rasa nyaman
a. Mampu mengontrol nyeri skala nyeri misalnya pengaturan dengan mengurangi sensasi
(tahu penyebab nyeri, posisi fisiologis tekan pada area yang sakit
c. Hipoksemia lokal dapat
mampu menggunakan teknik c. Ajarkan teknik relaksasi seperti menyebabkan rasa nyeri dan
nonfarmakologi untuk nafas dalam dan distraksi pada saat peningkatan suplai oksigen
mengurangi nyeri) rasa nyeri datang (jika pasien sadar pada area nyeri dapat
b. Melaporkan bahwa nyeri dan kooperatif) membantu menurunkan rasa
berkurang dengan d. Beri manajemen sentuhan berupa nyeri
menggunakan manajemen pemijatan ringat pada area sekitar d. Meningkatkan respon aliran
nyeri nyeri darah pada area nyeri dan
c. Mampu mengenali nyeri e. Kolaborasi dengan pemberian merupakan salah satu metode
(skala, intensitas, frekuensi analgesik secara periodik pengalihan perhatian
dan tanda nyeri) e. Mempertahankan kadar obat
d. Menyatakan rasa nyaman dan menghindari puncak
setelah nyeri berkurang periode nyeri

Anda mungkin juga menyukai