Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GADAR & KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J DENGAN DIAGNOSA MEDIS


TRAUMA KEPALA BERAT DI RUANG ICU

Disusun Oleh :

Erlyana Rahayu Fibriani


NIM : 01.3.20.00446

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS. BAPTIS KEDIRI


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
STIKES RS. BAPTIS KEDIRI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J DENGAN DIAGNOSA MEDIS


TRAUMA KEPALA BERAT DI RUANG ICU

Mengetahui, Kediri, Maret 2021


PJMK Keperawatan Gadar Kritis Pembimbing Keperawatan Gadar Kritis

Desi Natalia T. I. S.Kep., Ns., M.Kep Fidiana Kurniawati. S.Kep., Ns., M.Kep
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Tinjauan Medis


1.1.1 Definisi
Trauma kepala berat adalah trauma kepala yang mengakibatkan penurunan
kesadaran dengan skor GCS 3-8, mengalami amnesia > 24 jam (Haddad, 2012).
Menurut Brain Injury Association Of America (2011), trauma kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital atau degenerative, tetapi
disebabkan oleh benturan fisik dari luar yang dapat mengakibatkan kerusakan
kemampuan kognitif maupun fisik.
Trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekanya
subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta edema serebral
disekitar jaringan otak (Batticaca,2012).

1.1.2 Etiologi
Trauma kepala dapat disebabkan oleh beberapa peristiwa diantaranya:
a. Kecelakaan lalu lintas.
b. Benturan pada kepala.
c. Jatuh dari ketinggian dengan dua kaki.
d. Menyelam di tempat yang dalam.
e. Olahraga yang keras.
f. Anak dengan ketergantungan.
Cedera pada trauma capitis dapat terjadi akibat tenaga dari luar (Arif
Musttaqin, 2008) berupa:
a. Benturan/jatuh karena kecelakaan
b. Kompresi/penetrasi baik oleh benda tajam, benda tumpul, peluru dan ledakan
panas. Akibat cedera ini berupa memar, luka jaringan lunak, cedera
muskuloskeletal dan kerusakan organ.

1.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi Cedera Kepala ( Arif Muttaqin, 2008 )
a. Cedera Kepala Primer
Cedera Kepala Primer mencakup: Fraktur tulang, cedera fokal, cedera
otak difusa, yang masing-masing mempunyai mekanisme etiologis dan
fatofisiologis yang unik.
b. Kerusakan Otak Sekunder
Cedera kepala berat seringkali menampilkan gejala
abnormalitas/gangguan sistemik akibat hipoksia dan hipotensi, dimana
keadaan-keadaan ini merupakan penyebab yang sering pada kerusakan
otak sekunder.
c. Edema Serebral
Tipe yang terpenting pada kejadian cedera kepala adalah edema
vasogenik dan edema iskemik
d. Pergeseran Otak (Brain Shift)
Adanya sat massa yang berkembang membesar (Haematoma, abses atau
pembengkakan otak) disemua lokasi dalam kavitas Intra Kranial, biasanya
akan menyebabkan pergerakan dan distorsi otak.

1.1.4 Patofisiologi
Fase pertama kerusakan serebral paska terjadinya trauma kepala ditandai oleh
kerusakan jaringan secara langsung dan juga gangguan regulasi peredaran darah serta
metabolisme otak. Pola ischaemia-like ini menyebabkan asumsi asam laktat sebagai
akibat dari terjadinya glikolisis anaerob. Selanjutnya, terjadi peningkatan
permeabilitas pembuluh darah diikuti dengan pembentukan edema. Akibat
berlangsungnya metabolism anaerob, sel-sel otak kekurangan cadangan energy yang
turut menyebabkan kegagalan pompa ion di membrane sel yang bersifat energy-
dependent (Werner dan Engelhard, 2007). Fase kedua dapat dijumpai depolarisasi
membrane terminal yang diikuti dengan pelepasan neurotransmitter eksitatori
(glutamate dan asparat) yang berlebihan (Werner dan Engelhard, 2007).
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala
primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses
biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi
dampak kerusakan jaringan otat. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari
cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural
hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdural
hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan
subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah didalam
jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi
karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi
jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak (Tarwoto, 2007).
PATHWAY

Cidera kepala TIK - oedem

- hematom

Respon biologi Hypoxemia

Kelainan metabolisme

Cidera otak primer Cidera otak sekunder

Kontusio

Laserasi Kerusakan cel otak 

Gangguan autoregulasi  rangsangan simpatis Stress

Aliran darah keotak   tahanan vaskuler  katekolamin

Sistemik & TD   sekresi asam lambung

O2   ggan metabolisme  tek. Pemb.darah Mual, muntah

Pulmonal

Asam laktat   tek. Hidrostatik Asupan nutrisi kurang

Oedem otak kebocoran cairan kapiler

Ggan perfusi jaringan oedema paru  cardiac out put 

Cerebral

Difusi O2 terhambat Ggan perfusi jaringan

Pola nafas tidak efektif  hipoksemia, hiperkapnea


1.1.6 Masifestasi Klinis
Tanda gejala pada TKB adalah:
a. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
b. Kebingungan
c. Iritabel
d. Pucat
e. Mual dan muntah
f. Pusing kepala
g. Terdapat hematoma
h. Kecemasan
i. Sukar untuk dibangunkan
j. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

1.1.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Foto polos kepala
Indikasi dilakukannya pemeriksaan meliputi jejas lebih dari 5 cm, luka
tembus (peluru/tajam), deformasi kepala (dari inspeksi dan palpasi), nyeri
kepala yang menetap, gejala fokal neurologis, gangguan kesadaran.
b. b. CT-Scan
Indikasi CT-Scan adalah:
1) Nyeri kepala menetap atau muntah-muntah yang tidak menghilang setelah
pemberian obat-obatan analgesia.
2) Adanya kejang-kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat pada
lesi intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
3) Penurunan GCS lebih dari 1 dimana factor-faktor ekstrakranial telah
disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena syok, febris, dll).
4) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai.
5) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
6) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS
(Sthavira, 2012).
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI digunakan untuk pasien yang memiliki abnormalitas status mental yang
digambarkan oleh CT-Scan. MRI telah terbukti lebih sensitive daripada CT-
Scan, terutama dalam mengidentifikasi lesi difus non hemoragig cedera
aksonal.
d. X-Ray
X-Ray berfungsi mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan /edema), fragmen tulang (Rasad,2011).
e. BGA ( Blood Gas Analyze)
Mendeteksi masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan
intra kranial (TIK).
f. Kadar elektrolit
Mengoreksi keseimbangan elektrolit sebgai akibat peningkatan
tekanan intra kranial (Musliha, 2010).

1.1.8 Penatalaksanaan
Konservatif
a. Bedrest total
b. Pemberian obat-obatan
c. Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.

1.2 Asuhan Keperawatan


1.2.1 Pengkajian
1. Airway
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan
adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur
tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur larinks atau trachea.
Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama
memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak
boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
2. Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas
yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik
meliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
3. Circulation
a. Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap
disebabkan oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik
dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu
kesadaran, warna kulit dan nadi.
b. Kontrol Perdarahan
4. Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil.
5. Eksposure
Dilakukan pemeriksaan fisik head to toe untuk memeriksa jejas.
1.2.2 Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan
membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital
2) Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
3) Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Score (GCS)
4) Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung,
pemantauan EKG
5) Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul
abdomen
6) Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan
cedera yang lain
7) Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan. Tanda : Perubahan
kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia, ataksia, cara berjalan tidak
tegang.
8) Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.
9) Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian. Tanda : Cemas, mudah
tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan impulsif.
10) Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera. Tanda : muntah,
gangguan menelan.
11) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus ataumengalami gangguan
fungsi.
12) Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope,
kehilangan pendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman, perubahan
penglihatan seperti ketajaman. Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai
koma, perubahan status mental, konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah
laku dan memoris.
13) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala. Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada
rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
14) Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi
nafas berbunyi)
15) Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak,
tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam,
gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
16) Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang, disartria.
1.2.3 Diagnosa Keperawatan
1.2.3.1 Diagnosa Keperawatan I : Penurunan Adaptif intrakranial berhubungan
dengan Edema serebral (akibat cidera kepala).
Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial D.0066
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Neurosis
Definisi :
Gangguan mekanisme dinamika intrakranial dalam melakukan kompensasi
terhadap yang dapat menurunkan kapasitas intrakranial.
Faktor Risiko :
1. Lesi menempati ruang (mis. space occupayong lesion-akibat tumor, abses)
2. Gangguan metabolisme (mis. akibat ketoasidosis diabetik, septikemia
hematoma subdural, hematomad, hematoma iskemik, pascaoperasi)
3. Edema serebral (mis. akibat cidera kepala, hematoma epidural, hematoma
subdural, hematoma subarachnoid, hematoma intraserebral, store iskemik,
stoke hemoragik, hipoksia, ensefalopati iskemik, pascaoperasi)
4. Peningkatan tekanan vena (mis. akibat trombosis sinus vena serebral, gagal
jantung, trombosis/obstruksi vena juguralis atau vena kava superior)
5. Obstruksi aliran cairan serebraspinalis (mis. hidosefalus)
6. Hipertensi intrakranial idiotik
Gejala dan tanda mayor:
Subjektif :
Sakit kepala
Objektif:
1. Tekanan darah meningkat (pulse pressure)
2. Bradikardi
3. Pola nafas ireguler
4. Tingkat kesadaran menurun
5. Respon pupil melambat atau tidak sama
6. Refleks neurologis terganggu
Gejala dan tanda minor:
Subjektif:
Tidak tersedia
Objektif:
1. Gelisah
2. Agitasi
3. Muntah
4. Tampak lesu/lemah
5. Fungsi kognitif terganggu
6. Tekanan intrakranial TIK kurang dari 20 mmHg
7. Papiledema
8. Postur deserebrasi (ektensi)

SLKI
PERFUSI SEREBRAL L. 02014
Definisi:
Keadekuatan aliran darah serebral untuk menunjang fungsi otak
Ekspektasi: Meningkat
Kriteria hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
menurun meningkat
Tingkat kesadaran 1 2 3 4 5
Kognitif 1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
meningkat meningkat
Tekanan intra 1 2 3 4 5
kranial
Sakit kepala 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Kecemasan 1 2 3 4 5
Agitasi 1 2 3 4 5
Demam 1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
memburuk baik
Nilai rata-rata 1 2 3 4 5
tekanan darah
Kesadaran 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
sistolik
Tekanan darah 1 2 3 4 5
diastolik
Refleks saraf 1 2 3 4 5
MANAJEMEN PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL I.06194
Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola peningkatan tekanan dalam rongga kranial
Indakan
Observasi
 Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi gangguan metabolisme,
edema serebral)
 Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah meningkat,
tekanan nadi melebar, bradikardi, pola napas ireguler, kesadaran menurun)
 Monitor MAP (Mean Atrial Pressure)
 Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika perlu
 Monitor PAWP, jika perlu
 Monitor PAP, jika perlu
 Monitor ICP (Intra Cranial Pressusre), jika perlu
 Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
 Monitor gelombang ICP
 Monitor status pernapasan
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna, konsistensi)
Terapeutik
 Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
 Berikan posisi semi fowler
 Hindari manuver vaisava
 Cegah terjadinya kejang
 Hindari penggunaan PEEP
 Hindari pemberian cairan IV hipotonik
 Atur ventilator agar PaCO2 optimal
 Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian sedasi dan snti konvulsan, jika perlu
 Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
 Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

1.2.3.2 Diagnosa Keperawatan II : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan


penggunaan otot bantu pernapasan
Pola Napas Tidak Efektif
Kategori : Fisiologis D.0005
Subkategori : Respirasi
Definisi : inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
Penyebab
Fisiologis
1. Depresi pusat pernapasan
2. Hambatan upaya napas (mis. Kelemahan otot pernapasan)
3. Deformitas dinding dada
4. Deformitas tulang dada
5. Gangguan neuromuscular
6. Gangguan neurologis
7. Imaturitas neurologis
8. Obesitas
9. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
10. Sindrom hipoventilasi
11. Penurunan energy
12. Kerusakan inervasi diafragma
13. Cedera pada medulla spinalis
14. Efek agen farmakologi
15. Kecemasan
Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
Dispnea 1. penggunaan otot bantu pernapasan
2. fase ekspirasi memanjang
3. pola napas abnormal (mis. Takipnea,
bradipnea, hiperventilasi, kussmaul
dan cheyne-stokes)
Gejala dan tanda minor
Subjektif Objektif
1. ortopnea 1. pernapasan pursed-lip
2. pernapasn cuping hidung
3. diameter thoraks anterior-posterior
meningkat
4. ventilasi semenit menurun
5. kapasitas vital menurun
6. tekanan ekspirasi menurun
7. tekanan inspirasi menurun
8. ekskursi dada berubah
Kondisi klinis terkait
1. depresi system saraf pusat
2. cedera kepala
3. trauma thoraks
4. gullian barre syndrome
5. multiple sclerosisis
6. myasthenia gravis
7. stroke
8. kuadriplegia
9. intoksikaki alcohol

Pola Napas Tidak Efektif


Luaran Utama :
Pola napas
Luaran Tambahan :
Berat Badan
Keseimbangan Asam Basa
Konservasi Energy
Status Neurologis
Tingkat Ansietas
Tingkat Keletihan
Tingkat Nyeri

Pola Napas L.01004


Definisi : inspirasi dan/atau ekspirasi yang memberikan ventilasi adekuat
Ekspekta Membaik
si
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Seda Cukup Meningk
menurun ng meningk at
at
Ventilasi 1 2 3 4 5
semenit 1 2 3 4 5
Kapasitas 1 2 3 4 5
vital
Diameter 1 2 3 4 5
thoraks 1 2 3 4 5
anterior-
posteilor
Tekanan
ekspirasi
Tekanan
inspirasi
Meningk Cukup Seda Cukup Menuru
at Meningk ng menuru n
at n
Penggunaa 1 2 3 4 5
n otot
bantu 1 2 3 4 5
napas 1 2 3 4 5
Dyspnea
Pemanjang 1 2 3 4 5
an fase 1 2 3 4 5
ekspirasi
Ortopnea 1 2 3 4 5
Pernapasan
pursed-tip
Pernapasan
cuping
hidung
Membur Cukup Seda Cukup Membai
uk membur ng membai k
uk k
Frekuensi 1 2 3 4 5
napas 1 2 3 4 5
Kedalaman 1 2 3 4 5
napas
Ekskursi
dada
Status Neurologis L.06053
Definisi : kemampuan system saraf perifer dan pusat menerima, mengolah, dan
merespon stimulus internal dan eksterna
Ekspekta Membaik
si
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Seda Cukup Meningk
menurun ng meningk at
at
Tingkat 1 2 3 4 5
kesadaran 1 2 3 4 5
Reaksi 1 2 3 4 5
pupil
Orientasi 1 2 3 4 5
kognitif
Status 1 2 3 4 5
kognitif
Control 1 2 3 4 5
motoric
pusat 1 2 3 4 5
Fungsi
sensorik 1 2 3 4 5
kranial
Fungsi 1 2 3 4 5
sensorik 1 2 3 4 5
spinal
Fungsi
motoric
kranial
Fungsi
motoric
spinal
Fungsi
otonom
Komunikas
i
Meningk Cukup Seda Cukup Menuru
at Meningk ng menuru n
at n
Sakit 1 2 3 4 5
kepala 1 2 3 4 5
Frekuensi 1 2 3 4 5
kejang 1 2 3 4 5
Hipertermi 1 2 3 4 5
a 1 2 3 4 5
Diaphoresi 1 2 3 4 5
s 1 2 3 4 5
Pucat 1 2 3 4 5
Kongesti 1 2 3 4 5
konjungtiv
a 1 2 3 4 5
Kongesti 1 2 3 4 5
nasal 1 2 3 4 5
Parastesia
Sensasi
logam
dimulut
Sindrom
horner
Pandangan
kabur
Penile
erection
Membur Cukup Seda Cukup Membai
uk membur ng membai k
uk k
Tekanan 1 2 3 4 5
darah 1 2 3 4 5
sistolik 1 2 3 4 5
Frekuensi 1 2 3 4 5
nadi 1 2 3 4 5
Ukuran 1 2 3 4 5
pupil 1 2 3 4 5
Gerakan 1 2 3 4 5
mata 1 2 3 4 5
Pola napas
Pola 1 2 3 4 5
istirahat
tidur 1 2 3 4 5
Frekuensi
napas
Denyut
jantung
apical
Denyut
nadi
radialis
Reflex
pilomotori
k

Pola Napas Tidak Efektif


Intervensi utama :
Manajemen jalan napas Pemantauan respirasi
Intervensi pendukung :
Dukungan emosional Pemberian obat inhalasi
Dukungan kepatuhan program Pemberian obat interpleura
pengobatan Pemberian obat intradermal
Dukung ventilasi Pemberian obat intravena
Edukasi pengukuran respirasi Pemberian obat oral
Konsultasi via telepon Pencegahan aspirasi
Manajemen energy Pengaturan posisi
Manajemen jalan napas buatan Perawatan selang dada
Manajemen medikasi Perawatan trakheostomi
Manajemen ventilasi mekanik Redaksi ansietas
Pemantauan neurologis Stabilisasi jalan napas
Pemberian analgesic Terapi relaksasi otot progresif
Pemberian obat

Manajemen Jalan Napas 1.01011


Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas
Tindakan
Observasi
 Monitor pola napas
 Monitor bunyi napas tambahan
 Monitor sputum
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
 Posisikan semi fowler dan fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
 Berikan oksigen
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik
Pemantauan Respirasi 1.01014
Definisi
Mengumpulkan dan menganalisa data untuk memastikan kepatenan jalan napas
dan keefektifan pertukaran gas
Tindakan
Observasi
 Monitor frekuensi,irama, kedalaman dan upaya napas
 Monitor pola napas
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya produk sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantuan
 Informasikan hasil pemantauan
DAFTAR PUSTAKA

Brashers, Valentina L. (2007). Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan


Manajemen Edisi 2. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.

Hidayat, Azis Alimul. 2008. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Kasanah. 2011. Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Paru Obstruksi


Kronis Eksasebrasi Akut B Berdasarkan ICD 10 Pada Dokumen Rekam

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik. Edisi 3. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai