Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TRAUMA KEPALA

1. DEFINISI

Trauma kepala berat adalah trauma kepala yang mengakibatkan


penurunan kesadaran dengan skor GCS 3-8, mengalami amnesia > 24 jam
(Haddad, 2012).
Menurut Brain Injury Association Of America (2009), trauma kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital atau
degenerative, tetapi disebabkan oleh benturan fisik dari luar yang dapat
mengakibatkan kerusakan kemampuan kognitif maupun fisik.
Trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma
baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena
robekanya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik,
serta edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).

2. ETIOLOGI

Trauma kepala dapat disebabkan oleh beberapa peristiwa,


diantaranya:
a. Kecelakaan lalu
lintas. b. Benturan pada
kepala.
c. Jatuh dari ketinggian dengan dua
kaki. d. Menyelam di tempat yang
dalam.
e. Olahraga yang keras.
f. Anak dengan ketergantungan.

Cedera pada trauma capitis dapat terjadi akibat tenaga dari luar
(Arif
Musttaqin, 2008) berupa:
a. Benturan/jatuh karena kecelakaan
b. Kompresi/penetrasi baik oleh benda tajam, benda tumpul, peluru
dan ledakan panas. Akibat cedera ini berupa memar, luka jaringan lunak,
cedera muskuloskeletal dan kerusakan organ.

3. ANATOMI DAN
FISIOLOGI

a. Anatomi

Tengkorak dibentuk oleh beberapa tulang, masing-masing tulang


kecuali mandibula disatukan pada sutura. Sutura dibentuk oleh selapis
tipis jaringan fibrosa yang mengunci piringan tulang yang bergerigi.
Sutura mengalami osifikasi setelah umur 35 tahun. Pada atap tengkorak,
permukaan luar dan dalam dibentuk oleh tulang padat dengan
lapisan spongiosa yang disebut diploie terletak diantaranya.
Terdapat variasi yang cukup besar pada ketebalan tulang tengkorak
antar individu. Tengkorak paling tebal dilindungi oleh otot.
(Westmoreland,
1994).

Jenis-jenis Tulang tengkorak:


 Os Frontale
 Os Parietal dextra dan sinistra
 Os Occipital
 Os Temporal dextra dan sinistra
 Os Ethmoidale
 Os spenoidale
 Maxila
 Mandibula
 Os Zigomatikum dextra dan sinistra
 Os Platinum dextra dan sinistra
 Os Nasal dextra dan sinistra
 Os Lacrimale dextra dan sinistra
 Vomer
 Concha dextra dan sinistra

b. Fisiologi

Fungsi tengkorak (Westmoreland, 1994) adalah:


1. Melindungi otak , indra penglihatan dan indra pendengaran
2. Sebagai tempat melekatnya otot yang bekerja pada kepala
3. Sebagai tempat penyangga gigi

4. PATOFISIOLOGI

Fase pertama kerusakan serebral paska terjadinya trauma kepala


ditandai oleh kerusakan jaringan secara langsung dan juga gangguan regulasi
peredaran darah serta metabolisme otak. Pola ischaemia-like ini
menyebabkan asumsi asam laktat sebagai akibat dari terjadinya glikolisis
anaerob.
Selanjutnya, terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah
diikuti dengan pembentukan edema. Akibat berlangsungnya metabolism
anaerob, sel- sel otak kekurangan cadangan energy yang turut
menyebabkan kegagalan pompa ion di membrane sel yang bersifat
energy-dependent (Werner dan Engelhard, 2007).
Fase kedua dapat dijumpai depolarisasi membrane terminal yang
diikuti dengan pelepasan neurotransmitter eksitatori (glutamate dan
asparat) yang berlebihan (Werner dan Engelhard, 2007).
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera
kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan
suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur
dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otat. Pada cedera kepala
sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari
hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural
hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter
subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter
dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya
darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala
terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi
autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada
iskemia jaringan otak (Tarwoto, 2007)

5. TANDA DAN GEJALA

Tanda gejala pada TKB adalah:


a. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau
lebih b. Kebingungan
c.
Iritabel
d. Pucat
e. Mual dan
muntah f. Pusing
kepala
g. Terdapat
hematoma h.
Kecemasan
i. Sukar untuk dibangunkan
j. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal
6. PATOFLOW
7.
KOMPLIKASI

Komplikasi trauma kepala berat dapat meliputi :


a. Perdarahan intra cranial
b. Kejang
c. Parese saraf cranial
d. Meningitis atau abses otak
e. Infeksi
f. Edema cerebri
g. Kebocoran cairan serobospinal
100
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Foto polos kepala Indikasi dilakukannya pemeriksaan meliputi jejas lebih


dari 5 cm, luka tembus (peluru/tajam), deformasi kepala (dari inspeksi dan
palpasi), nyeri kepala yang menetap, gejala fokal neurologis, gangguan
kesadaran.
b. CT-Scan
Indikasi CT-Scan adalah:
1) Nyeri kepala menetap atau muntah-muntah yang tidak menghilang
setelah pemberian obat-obatan analgesia.
2) Adanya kejang-kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat
pada lesi intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
3) Penurunan GCS lebih dari 1 dimana factor-faktor ekstrakranial
telah disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena syok,
febris, dll).
4) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai.
5) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
6) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari
GCS (Sthavira, 2012).

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI digunakan untuk pasien yang memiliki abnormalitas status mental
yang digambarkan oleh CT-Scan. MRI telah terbukti lebih sensitive
daripada CT-Scan, terutama dalam mengidentifikasi lesi difus non
hemoragig cedera aksonal.
d. X-Ray

101
X-Ray berfungsi mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan /edema), fragmen tulang (Rasad,
2011).
e. BGA ( Blood Gas Analyze)
Mendeteksi masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan
tekanan intra kranial (TIK).
f. Kadar elektrolit
g. Mengoreksi keseimbangan elektrolit sebgai akibat peningkatan tekanan
intra kranial (Musliha, 2010).

9. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penanganan kasus-kasus cedera kepala di unit gawat darurat didasarkan atas


patokan pemantauan dan penanganan terhadap ―6 B‖(Arif Muttaqin
2008),
yakni:
a. Breathing
Perlu diperhatikan mengenai frekuensi dan jenis pernafasan
penderita. Adanya obstruksi jalan nafas perlu segera dibebaskan
dengan tindakan-tindakan : suction, inkubasi, trakheostomi.
Oksigenasi yang cukup atau hiperventilasi bila perlu, merupakan
tindakan yang berperan penting sehubungan dengan edema cerebri.
b. Blood
Mencakup pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan
laboratorium darah (Hb, leukosit). Peningkatan tekanan darah dan
denyut nadi yang menurun mencirikan adanya suatu peninggian
tekanan intracranial, sebaliknya tekanan darah yang menurun dan
makin cepatnya denyut nadi menandakan adanya syok
hipovolemik akibat perdarahan dan memerlukan tindakan transfusi.

c. Brain
102
Penilaian keadaan otak ditekankan terhadap respon-respon mata,
motorik dan verbal (GCS). Perubahan respon ini merupakan
implikasi perbaikan/perburukan kiranya perlu pemeriksaan lebih
mendalam mengenai keadaan pupil (ukuran, bentuk dan reaksi
terhadap cahaya) serta gerakan-gerakan bola mata.
d. Bladder
Kandung kemih perlu selalu dikosongkan (pemasangan kateter)
mengingat bahwa kandung kemih yang penuh merupakan suatu
rangsangan untuk mengedan sehingga tekanan intracranial
cenderung lebih meningkat.
e. Bowel
Produksi urine perlu dipantau selama pasien dirawat. Bila produksi
urine tertampung di vesika urinaria maka dapat meningkatkan
tekanan intra cranial (TIK).
f. Bone
Mencegah terjadinya dekubitus, kontraktur sendi dan sekunder
infeksi

TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN


PASIEN DENGAN TRAUMA KEPALA

1. PENGKAJIAN

a. Indentitas Pasien

Meliputi nama, jenis kelamin (laki-laki beresiko dua kali lipat lebih
besar daripada risiko pada wanita), usia (bisa terjadi pada anak usia 2
103
bulan, usia 15 hingga 24 tahun, dan lanjut usia), alamat, agama, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, no. register, tanggal
MRS, dan diagnosa medis.

b. Riwayat Kesehatan

Keluhan Utama

Biasanya terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, adanya lesi/luka


dikepala
Riwayat Kesehatan SekarangBiasanya pasien datang dengan keadaan
penurunan kesadaran, konvulsi, adanya akumulasi sekret pada saluran
pernafasan, lemah, paralisis, takipnea.
Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Biasanya klien memiliki riwayat jatuh.

Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang sama
sebelumnya

104
c. Pemeriksaan Primer

1. Airway management/penatalaksanaan jalan napas:

Kaji obstruksi dengan menggunakan tangan dan mengangkat dagu

(pada pasien tidak sadar).

Kaji jalan napas dengan jalan napas orofaringeal atau


nasofaringeal (pada pasien tidak sadar).
Kaji adanya obstruksi jalan nafas antara lain suara stridor, gelisah
karena hipoksia, penggunaan oto bantu pernafasan, sianosis.
Kaji jalan napas definitive (akses langsung melalui oksigenasi
intratrakeal).
Kaji jalan napas dengan pembedahan (krikotiroidotomi).

2. Breathing/pernapasan:

Kaji pemberian O2.

Kaji nilai frekuensi napas/masuknya udara (simetris)/pergerakan


dinding dada (simetris)/posisi trakea.
Kaji dengan oksimetri nadi dan observasi.

3. Circulation/sirkulasi:
Kaji frekuensi nadi dan karakternya/tekanan darah/pulsasi
apeks/JVP/bunyi jantung/bukti hilangnya darah.
Kaji darah untuk cross match, DPL, dan ureum + elektrolit.

Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,


hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan
produksi urin.

d. Pemeriksaan Sekunder

1. Penampilan atau keadaan umum

Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada gerakan, lemah, lemas.


2. Tingkat kesadaran

Kesadaran klien mengalami penurunan GCS< 15.

3. Tanda-Tanda Vital

Suhu Tubuh : Biasanya meningkat saat terjadi benturan (Normalnya

36,5-37,5°C)

Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak dengan


tekanan darah sistolik <90 mmHg (Normalnya 110/70- 120/80
mmHg)
Nadi : Biasanya cepat dan lemah pada keadaan
kesakitan dan TIK meningkat (Normalnya 60-100 x/menit
RR : Biasanya menurun saat TIK meningkat (Normalnya 16-

22)

4. Pemeriksaan Nervus Cranial

Nervus I : Penurunan daya penciuman.

Nervus II : Pada trauma frontalis terjadi penurunan


penglihatan karena edema pupil.
Nervus III, IV, VI : Penurunan lapang pandang, reflex cahaya
menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti
perintah, anisokor.
Nervus V : Gangguan mengunyah karena terjadi anastesi
daerah dahi.
Nervus VII, XII : Lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya
rasa pada 2/3 anterior lidah.
Nervus VIII : Penurunan pendengaran dan
keseimbangan tubuh.
Nervus IX, X, XI : Jarang ditemukan.

Nervus XII : Jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia


dan disartia.
e. Pemeriksaan Head to Toe

1. Pemeriksaan Kepala

Tulang tengkorak : Inspeksi (bentuk mesocepal, ukuran kranium,


ada deformitas, ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran
kepala) Palpasi (ada nyeri tekan, ada robekan)
Kulit kepala : Inspeksi (kulit kepala tidak bersih, ada lesi, ada
skuama, ada kemerahan)
Wajah : Inspeksi (ekspresi wajah cemas dan menyeringai nyeri,
keadaan simetris, tidak ada lesi) Palpasi : (tidak ada kelainan
sinus)
Rambut : Inspeksi (rambut tidak bersih, mudah putus, ada ketombe,
ada uban) Palpasi (rambut mudah rontok)
Mata : Inspeksi (simestris, konjungtiva warna pucat, sclera putih,
pupil anisokor, reflex pupil tidak teratur, pupil tidak bereaksi
terhadap rangsangan cahaya, gerakan mata tidak normal, banyak
sekret) Palpasi (bola mata normal, tidak ada nyeri tekan)
Hidung : Inspeksi (keadaan kotor, ada rhinorhoe (cairan
serebrospinal keluar dari hidung), ada pernafasan cuping hidung,
tidak ada deviasi septum) Palpasi sinus (ada nyeri tekan)
Telinga : Inpeksi (Simetris, kotor, fungsi pendengaran tidak baik,
ada otorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari telinga), battle
sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os
mastoid), dan memotipanum (perdarahan di daerah membrane
timpani telinga)) Palpasi (tidak ada lipatan, ada nyeri)
Mulut : Inspeksi (keadaan tidak bersih, tidak ada stomatitis,
membran mukosa kering pucat, bibir kering, lidah simetris, lidah
bersih, gigi tidak bersih, gigi atas dan bawah tanggal 3/2, tidak
goyang, faring tidak ada pembekakan, tonsil ukuran normal, uvula
simetris, mual-muntah) Palpasi (tidak ada lesi, lidah tidak ada
massa)
Leher dan Tenggorok : Inspeksi dan Palpasi (Tidak ada pembesaran
jvp, tidak ada pembesaran limfe, leher tidak panas, trakea normal,
tidak ditemukan kaku kuduk)

2. Pemeriksaan Dada dan Thorak


a) Paru-paru
▪ Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada batuk,

nafas dada cepat dan dangkal, sesak nafas, frekuensi nafas

<16 x/meni

▪ Palpasi : Suara fremitus simetris, tidak ada nyeri tekan

▪ Perkusi : Sonor pada kedua paru

▪ Auskultasi : Suara nafas tidak baik, ada weezing.


b) Jantung
▪ Inspeksi : Bentuk simetris, Iktus kordis tidak tampa

▪ Palpasi : Iktus kordis teraba pada V±2cm, tidak ada nyeri


tekan, denyut nadi Bradikardia
▪ Perkusi : Pekak, batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4

sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5 axilla
anterior kanan
▪ Auskultasi : BJ I-II tunggal, tidak ada gallop, ada murmur,

Irama nafas tidak teratur, tekanan darah menurun

3. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Permukaan simetris, warna cokelat, permukaan normal

Auskultasi : Bising usus normal


Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, Hepar
tidak teraba, limpa tidak teraba, Ginjal tidak teraba, tidak ada
ascites, tidak ada nyeri pada Titik Mc. Burney.
Perkusi : Tidak ada cairan atau udara suara redup

4. Pemeriksaan Genetalia

Inspeksi : Terjadi penurunan jumlah urin dan peningkatan cairan

5. Pemeriksaan Ekstremita

Inspeksi : Adanya perubahan-perubahan warna kulit, kelemahan


otot, adanya sianosi
Palpasi : Turgor buruk, kulit kering

f. Pemeriksaan Penunjang

CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi,


perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan
pada 24 - 72 jam setelah injuri.
MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
Pungsi lumbal untuk memastikan adanya meningitis bila pasien
memperlihatkan tanda-tanda iritasi meningeal (demam, rigiditas nukal,
kejang).
Cerebral Angiography : Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti

: perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan


trauma.
Serial EEG : Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis.

X-Ray : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan


struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil.

PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.

CSF, Lumbal Punksi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan


subarachnoid.
ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan

(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial.

Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai


akibat peningkatan tekanan intrkranial.
Screen Toxicologi : Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Ketidakefektifan pola napas b.d gangguan neurologis (mis., trauma


kepala).
b. Kekurangan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi.

c. Penurunan curah jantung b.d perubahan frekuensi jantung.


d. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d agen cedera fisik.
e. Gangguan eliminasi urine b.d penyebab multipel.
f. Intoleran aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen

3. INTERVENSI

Rencana keperawatan
Diagnose Tujuan dan kriteria
NO keperawatan hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan NOC NIC
Tujuan: Manajemen jalan
pola napas b.d
gangguan Setelah dilakukan napas
neurologis tindakan 1) Observasi TTV
(mis., trauma keperawatan 2) Monitar aliran oksigen
kepala) selama 2x24 3) Buka jalan napas
diharapkan pola dengan tekhnik chin lift
napas kembali atau jaw thrust
efektif 4) Posisikan pasien untuk

Dengan KH: ventilasi


1) Kedalaman inspirasi 5) Masukkan alat
dalam kisaran normal nasoparyngeal airway
(RR : 16-24 x/menit) atau oropharyngeal
2) Kepatenan jalan napas airway
dalam kisaran normal, 6) Informasikan pada
klien tidak merasa pasien dan keluarga
tercekik, tidak ada tentang teknik relaksasi

memaksimalkan suara nafas abnormal untuk memperbaiki pola


3) Frekuensi dan irama nafas
pernapasan dalam 7) Kolaborasi dengan
keadaan normal dokter dalam
pemberian terapi obat
dan pemberian oksigen
2 Kekurangan Tujuan: Manajemen cairan
volume cairan Setelah dilakukan 1) Obsersavi TTV
b.d gangguan tindakan 2) Monitor status hidrasi
mekanisme keperawatan (mis., membrane
regulasi selama 1x24 jam mukosa lembab denyut
diharapkan nadi adekuat, dan
107
kekurangan tekanan darah
volume cairan ortostatik)
teratasi 3) Berikan cairan IV
4) Pertahankan catatan
Dengan KH: intake dan output yang
1) Mempertahankan akurat
urine output sesuai 5) Dorong pasien dan
dengan usia dan BB keluarga untuk
2) Tidak ada tanda-tanda menambah intake oral
dehidrasi, elastisitas misalnya minum
turgor kulit baik, 6) Kolaborasi pemberian
membran mukosa cairan IV
lembab, tidak rasa
haus yang berlebihan
TTV dalam batas
3) normal

3 Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan jantung


jantung b.d tindakan 1) Monitor EKG, adakah
perubahan keperawatan perubahan segmen ST
frekuensi selama …. 2) Monitor TTV
jantung diharapkan 3) Atur periode latihan
penurunan curah dan istirahat untuk
jantung teratasi menghindari
kelelahan
Dengan KH: 4) Evaluasi adanya nyeri
1) Tekanan darah sistol dada
dan diastol dalam 5) Anjurkan untuk
kisaran normal menurunkan stress
108
(110/70-120/80 6) Kolaborasi untuk
mmHg) menyediakan terapi
2) Denyut nadi perifer antiaritmia sesuai
dalam kisaran normal kebijakan unit (mis.,
(60-100 x/menit) obat antiaritmia,
3) Denyut jantung apikal kardioversi, atau
dalam kisaran normal defibrilasi)

(16-24 x/menit)

4 Gangguan rasa 4) Setelah


Tidak ada penurunan
dilakukan Manajemen nyeri
nyaman nyeri tindakan 1) Lakukan pengkajian
b.d gejala keperawatan nyeri secara
terkait selama …. komprehensif
penyakit Diharapkan rasa 2) Tingkatkan istirahat
nyaman kembali 3) Kontrol lingkungan
yang dapat
Dengan KH: mempengaruhi nyeri
1) Mengontrol nyeri seperti suhu ruangan,
(mengetahui pencahayaan, dan
penyebab nyeri, kebisingan
mengetahui cara 4) Ajarkan tentang teknik
mengurangi nyeri) non farmakologi
2) Rasa nyaman tidak 5) Kolaborasi dengan
terganggu dokter pemberian
3) Mengontrol gejala analgetik
nyeri
5 Gangguan Setelah dilakukan Irigasi kandung kemih
109
eliminasi urine tindakan 1) Lakukan penilaian
b.d penyebab keperawatan kemih yang
multipel selama …. komprehensif
diharapkan 2) Siapkan peralatan
gangguan irigasi yang steril, dan
eliminasi urine pertahankan tekhnik
teratasi steril setiap kali
tindakan
Dengan KH: 3) Bersihkan sambungan
1) Jumlah urin tidak kateter atau ujung Y
terganggu dengan kapas alcohol
2) Warna urin tidak 4) Catat jumlah cairan
terganggu yang digunakan,
3) Tidak ada darah karakteristik cairan,
dalam urin jumlah cairan yang
4) Intake cairan dalam keluar
rentang normal 5) Ajarkan pasien atau
keluarga untuk
mencatat urin
6) Kolaborasi dengan
dokter dengan
penberian obat
6 Intoleransi Setelah dilakukan Terapi aktivitas
aktivitas b.d tindakan 1) Monitor respon fisik,
ketidakseimba keperawatan emosi, social dan
ngan antara selama …. spiritual
suplai dan diharapkan 2) Bantu klien untuk
kebutuhan intoleransi mengidentifikasi
110
oksigen aktivitas teratasi aktivitas yang mampu

Dengan KH: 3) Bantu pasien dan


1) Berpartisipasi dalam keluarga untuk
aktivitas fisik tanpa mengidentifikasi
disertai peningkatan kekurangan dalam
ttv beraktivitas
2) Hemoglobin, 4) Kolaborasi dengan
hematocrit, glukosa Tenaga Rehabilitasi
darah, serum Medik dalam
elektrolit darah tidak merencanakan program
terganggu terapi yang tepat
3) Mampu melakukan
aktivitas sehari-hari
secara mendiri

DAFTAR PUSTAKA

111
Aghakhani, N., Azami, M., Jasemi, M. et al.(2013). Epidemiology of Traumatic
Brain Injur in Urmia, Iran. Iranian Red Crescent Medical Journal,
vol.15(no.2), pp.173-4.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Batticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem

Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

112
Brain Injury Association of America. (2009). Types of Brain Injury.
http://www.biausa.org/pages/type of brain injury. html. [Accessed 20 Juni
2018].

Dharma, K.K. 2011. Metode Penelitian Keperawatan. Jakarta: Panduan

MelaksanakanMenerapkan Hasil Penelitian.

Deswani. 2009. Asuhan Keperawatan dan Berdikir Kritis. Jakarta: Salemba

Medika.

Haddad, S.H., & Arabi, Y.M. 2010. Critical care manajementof severe traumatic brain
injury in adults. Scan J Trauma ResuscEmerg Med 20 (12) :1-15.
Irawan H, Setiawan F, Dewi, DewantoG . (2010). Perbandingan Glasgow Coma Scale
dan Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas Pasien Trauma Kepala
di Rumah Sakit Atma Jaya. Majalah Kedokteran
Indonesia.http://indonesia.digitaljournals.org/diakses 20 Juni 2018
Moleong, lexy j. 2010. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : Remaja Rosda
karya
Muttaqin, A. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika. NANDA.

2015. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia: NANDA International

Anda mungkin juga menyukai