Anda di halaman 1dari 12

A.

Trauma kepala
a. Pengertian
Trauma kepala merupakan suatu gangguan traumatik pada fungsi otak yang di
sertai atau tanpa di sertai perdarahan intestinal dalam subtansi otak tanpa di ikuti
terputusnya kontuinitas otak dan terjadi karena adanya pukulan atau benturan
mendadak pada kepala dengan atau tanpa di sertai kehilangan kesadaran
(Muttaqin,2008).

Secara umum insiden trauma kepala meningkat dengan tajam karena adanya
peningkatan kendaraan bermotor sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan
lalu lintas dijalan raya (Miranda, 2014). Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan
otak terjadi pada 24 jam pertama trauma kepala yang diakibatkan oleh situasi
oksigen dalam otak dan Glasgow Coma Scale (GCS) menurun, apabila tidak
ditangani dengan baik dan dengan segera akan meningkatkan tekanan intrakranial
(TIK) pada otak sehingga penanganan utamanya harus dengan meningkatkan
suplai oksigen ke otak (Kusuma, 2012).

Peningkatan TIK adalah: Nilai tekanan di dalam rongga kepala. Tekanan


intrakranial berada didalam tulang tengkorak yg artinya meliputi jaringan otak,
cairan serebrospinal dan pembuluh darah otak. Pada tekanan tertentu, tekanan
intrakranial dapat meningkat.

Gejalanya yaitu, sakit kepala, muntah, tekanan darah sistolik meninggi, nadi
melambat (bradikardia).
Ada 3 lapis selaput yg melindungi otak & chorda spinalis

1. durameter
lapisan terluar, membentuk kantong di sepanjang chorda spinalis.
2. Arachnoid
lapisan tengah tengah,terdiri atas serabut kolagen & elastik elastik, , dipisahkan dengan
durameter oleh ruang subdural subdural.
3. Piameter
lapisan terdalam, transparan transparan melekat erat pada otak otak, mengandung
banyak pembuluh darah, dipisahkan dengan arachnoid oleh ruang subarachnoid.

b. Klasifikasi
a. Berdasarkan keparahan cedera:
1. Cedera kepala ringan (CKR) dengan GCS > 13, tidak terdapat kelainan
berdasarkan CT scan otak, tidak memerlukan tindakan operasi, lama dirawat
dirumah sakit <48jam.
2. Cedera kepala sedang (CKS) dengan GCS 9-13, ditemukan kelainan pada CT
scan otak, memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial, dirawat dirumah
sakit setidaknya 48 jam.
3. Cedera kepala berat (CKB) bila dalam waktu > 48 jam setelah trauma, score GCS
<9 (George,2009)

c. Etiologi
1. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam menyebabkan trauma setempat dan menimbulkan trauma
lokal kerusakan lokal meliputi Contosio serebral, hematom serebral, kerusakan otak
sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak.
2. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan trauma menyeluruh kerusakannya
menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson, kerusakan otak
hipoksia, pembekakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma
terjadi karena cedera menyebar pada pada hemisfer serebral, batang otak atau kedua-
duanya.
Akibat trauma tergantung pada:
a. Kekuatan benturan
b. Akselerasi dan deselerasi
3. Lokasi benturan
4. Rotasi meliputi pengubahan posisi rotasi pada kepala mnyebabkan trauma regangan
dan robekan substansia alba dan batang otak
5. Depresi fraktur
Yaitu kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun menekan otak lebih dalam
yang mengakibatkan CSS mengalir ke luar hidung dan telinga.

d. Tanda dan gejala


1. Perdarahan epidural /hematoma epidural
a. Suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian dalam dan
meningen pling luar
b. Gejala penururunan kesadaran ringan, gangguan neurologis, kacau mental
sampai koma.
c. Peningkatan tekanan itrakranial (TIK) yang mengakibatkan gangguan
pernapasan, bradikardi, penurunan ttv.
d. Herniasi otak yang menimbulkan dilatasi pupil dan reaksi cahaya hilang,
isokor dan anisokor, ptosis.
2. Hematoma subduralakumulasi darah antara durameter dan arakhnoid karena
robekan dengan gejala sakit kepala latergi dan kejang.
3. Hematoma subdural akut dengan gejala 24-28 jam setelah cedera, sub akut gejalaa
terjadi 2 hari sampai 2 minggu, kronis 2 minggu sampai dengan 3-4 bulan setelah
trauma.
4. Hematoma intrakranial
a. Pengumpulan darah lebih dari 25ml dalam parenkim otak
b. Penyebab fraktur depresi tulang tengkorak, trauma panetrasi peluru, gerakan
akselerasi secara tiba-tiba.
5. Fraktur tengkorak
a. Fraktur liner melibatkan os temporal dan parietal, jika garis fraktur meluas kearah
orbita/sinus paranasal.
b. Fraktur basiler fraktur pada dasar tengkorak, bisa menimbulkan CSS dengan sinus
dan memungkinkan bakteri masuk.

e. Pathway

Trauma Kepala

Ektra Kranial Tulang Kranial Intra Kranial

Terputusnya Terputusnya Jaringan otak


kontinuitas kontinuitas rusak
jaringan kulit jaringan tulang
otot
Perubahan
Nyeri Akut autoregulasi
Perdarahan oedem serebral
hematom

kejang
Perubahan
sirkulasi CSS

Ketidak
Hipoksia efektifan
bersihan jalan
nafas
Peningkatan
tekanan
intrakranial

Resiko
ketidak
efektifan
perfusi
jaringan otak
f. Komplikasi trauma kepala
1. Defisit neurologi lokal
2. Kejang
3. Pneumonia
4. Perdarahan gastrointestinal
5. Desritmia jantung
6. Syndrom of inappropriate secretion of antidiuretic hormone
7. Hidrosepalus
8. Kerusakan kontrol respirasi
9. Inkontinensiablader dan bowel

g. Penatalaksanaan trauma kepala


1. Penatalaksanaa umum
a. Monitor respirasi
b. Monitor tekanan intrakranial
c. Atasi syok bila ada
d. Kontrol tanda vital
e. Keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Operasi
Dilakukan untuk mengeluarkan darah pada intraserebral, debridemen luka,
kranioplasti, prosedur shunting pada hidrocepalus, kraniotomi.
3. Pengobatan
a. Deuretik untuk mengurangi edema serebral misalnya monitol 20%, furodemid
(lasik).
b. Antikonvulson untuk menghentikan kejang misalnya dengan dilantin, tegretol,
valium.
c. Kartokosteroid untuk menghambat pembentukan edema misalnya deksametason.
d. Antagonis histamin untuk mencegah terjadinya iritasi lambung karena
hipersekresi akibat efek trauma kepala misalnya dengan cemetidin, ranitidine.
e. Antibiotik jika terjadi luka yang besar.
4. Penanganan pertama pada kasus trauma kepala
Pertolongan yang pertama dengan trauma kepala yaitu mengikuti standart yang telah
ditetapkan dalam ATLS yang meliputi anamnesa sampai pemeriksaan fisik secara
seksama dan stimultan pemeriksaan fisik meliputi airway, breating,
circulation,disabillity, (ATLS, 2000).

h. Pemeriksaan penunjang pada trauma kepala


1. Pemeriksaan diagnostik
a. CT scan
b. MRI dengan / tanpa menggunakan kontras
c. Angiografi serebral menunjukan kontras
d. EEG memperlihatkan keadaan atau berkembangnya gelombang patologis
e. BAER menentukan fungsi korteks dan batang otak
f. PET menunjukan perubahan aktivitas metabolisme pada otak
2. Pemeriksaan laboratorium
a. AGD (PO2, PH, HCO3) untuk mengkaji keadekuatan ventilasi agar AGD dalam
rentang normal untuk menjamin aliran darah serebral adekuat atau dapat juga
untuk melihat masalah oksigenasi yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial
b. Elektrolit serum
c. Hematologi meliputi leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum.
d. CSS untuk menentukan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid (warna,
komposisi, tekanan)
e. Pemeriksaan toksikologi untuk mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan
kesadaran
f. Kadar antikonvulsan darah untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif
untuk mengatasi kejang.

B. Fraktur servikal
a. Pengertian
Fraktur servikal adalah terpisahnya kontinuitas tulang pada vertebra servikalis

b. Etiologi
Fraktur servikal paling sering disebabkan oleh benturan kuat atau trauma pukulan
dikepala. Atlet yang terlibat dalam olahraga inpact atau berpartisipasi dalam olahraga
memiliki resiko jatuh akibat benturan di leher (ski, menyelam, sepak bola, persepeda)
terkait dengan fraktur servikal. Setiap cedera kepala atau leher harus di evaluasi adanya
fraktur servikalis. Sebuah fraktur serfikal merupakan suatu keadaan kedaruratan medis
yang membutuhkan perawatan segera. Spine trauma mungkin terkait cidera saraf tulang
belakang dan dapat mengakibatkan kelumpuhan sehingga sangat penting untuk
menjaga leher.

c. Tanda dan gejala


1. Multi trauma
2. Trauma klavikula ke kapitis
3. Penurunan kesadaran
4. Biomekanisme trauma
5. Nyeri pada leher atau tulang belakang.
6. Nyeri tekan ketika dilakukan palpasi di sepanjang tulang belakang

d. penatalaksanaan
penatalaksanaan pertama adalah imobilisasi eksternal untuk stabilisasi sementara,
traksi untuk mendapatkan atau mempertahankan alignment yang baik dan farmakotrapi
untuk meminimalisasi cedera sekunder setelah transportasi dan evaluasi awal telah
lengkap, ekstended eksternal fixation / intervensi bedah dapat dikerjakan. Terakhir,
disfungsi yang berhubungan dapat direhabilitasi.

C. KASUS

Seorang pria usia 45 tahun trauma kepala akibat kecelakaan lalu lintas dibawa ke unit
gawat darurat. Setelah dilakukan pemeriksaan tingkat kesadaran pasien secara kuantitatif
didapatkan pasien membuka mata dengan rangsangan nyeri, verbal kata-kata kacau, dan
motorik fleksi normal terhadap rasangan nyeri. Pada pemeriksaan vital sign diperoleh TD:
90/60 mmHg, RR: 30x/menit, N: 100x/menit, T: 36,7°C.

1. Tahapan Primary Survey

a. 3A: Aman diri, Aman klien, Aman lingkungan.


b. Cek Respon
c. Panggil Bantuan
d. Nilai ABCDE dalam 10 detik

2. Primary Survey

A. Airway
 Bersihan jalan nafas tidak efektif
 Cek obstruksi: Kaji bersihan jalan nafas, adanya bunyi Gargling (cairan), Stridor
(penyempitan)
 Kaji adanya tanda-tanda fraktur cervikal
Diagnosa: Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Intervensi:
1) Posisikan pasien netral
2) Manajemen jalan nafas
3) Terapi oksigen
4) Lakukan suction
5) Pemasangan neck collar
B. Breathing dengan Oksigenasi dan Ventilasi
 RR: 30x/menit
 Pasien terlihat sesak
 Kehilangan kesadaran
Diagnosa: Pola Nafas Tidak Efektif
Intervensi:
1) Manajemen jalan nafas
2) Monitor pola nafas
3) Posisikan netral
4) Berikan terapi oksigen face mask 8 L/menit
C. Circulation
Diagnosa: Resiko Perdarahan Serebral
 IV catheter yang paling besar
 2 jalur (guyur)
 Ringer laktat (dihangatkan) suhu 38-40°C (2 liter)
 Sambil ambil sampel darah
D. Disabilitiy
 Pemeriksaan GCS (8)
1) Eyes : Rangsangan nyeri (2)
2) Verbal : Verbal kata-kata kacau (3)
3) Motorik : Fleksi normal (3)
 Pemeriksaan pupil
1) Saraf otak III, IV, VI (Nervus okulomotorius, Troklearis, Abdusen)
2) Refleks cahaya, Reflek akomodasi, Refleks ciliospinal, Refleks
okulosensorik, dan Refleks terhadap obat-obatan.
 Peningkatan TIK
1) Sakit kepala
2) Muntah
3) Peningkatan TD sistolik meninggi
4) Nadi melambat (bradikardia)

Diagnosa: Penurunan Kapasitas Adaptif Intracranial

Intervensi:

1) Manajemen peningkatan tekanan intrakranial


2) Pemantauan tekanan intrakranial
3) Manajemen kejang
4) Pemantauan tanda-tanda vital
E. Exposure
 Suhu tubuh klien normal
F. Folley Catheter
 Lakukan pemasangan kateter
 Kontra Indikasi
1) Ruptur uretra (uretra ada darah) wanita di perineum, laki-laki di skrotum.
2) Prostat melayang
G. Gastric Tube (NGT)
 Lakukan pemasangan NGT
Untuk memberikan nutrisi, obat, kuras lambung.
H. Heart Monitor dan Oximetry (EKG)
 Pasien dilakukan pemasangan pulse Oximetry karena saturasi oksigennya
<94x/menit.
I. Imaging
 Computed Tomography (CT scan)

3. Re Evaluasi A B C D E F G

Masalah klien teratasi sebagian


4. Secondary Survey

A. Anamnesi KOMPAK
 K (Keluhan): Klien merasakan nyeri
 Kaji PQRST
1) Provokasi
Karena pasien mengalami kecelakaan lalu lintas.
2) Quality
Nyeri terasa ditusuk-tusuk dan nyeri berat
3) Region
Bagian Herniasi Serebral
4) Severity
Skala nyerinya: 8 (berat)
5) Timing
Nyeri menetap
 O (Obat yang terakhir dikonsumsi): -
 M (Makanan yang terakhir dikonsumsi): Nasi goreng
 P (Penyakit penyerta lain): -
 A (Alergi): -
 K (Kejadian): Kecelakaan lalu lintas
 Terjadi peningkatan nilai GCS
 Pemeriksaan TTV
TD : 90/60 mmHg
RR : 30x/menit
N : 100x/menit
S : 36,7°C
 Pemeriksaan fisik (Head to toe)
1) Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan
memmbrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital.
2) Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang.
3) Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Score (GCS
4) Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung,
pemantauan EKG.
5) Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul
abdomen.
6) Pelvis dan Ekstermitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan
cedera yang lain.
7) Nyeri/ kenyamanan
Sakit kepala, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat.
 Pemeriksaan 12 Syaraf Kranial
 Saraf otak I (Nervus Olfaktorius): Untuk mendeteksi adanya gangguan
menghidu,selain itu untuk mengetahui apakah gangguan saraf atau penyakit
hidup lokal.
 Saraf otak II (Nervus Optikus): Untuk mengukur ketajaman penglihatan
(visus) dan menentukan apakah kelainan pada penglihatan disebabkan oleh
kelainan okuler atau oleh kelainan saraf.
 Saraf otak III, IV, VI (Nervus Okulomotorius, Troklearis, Abdusens):
Diperiksa bersama-sama, fungsinya ialah menggerakkan otot mata
ekstraokuler dan mengangkat kelopak mata.
 Saraf otak V (Nervus Trigeminus): Untuk memeriksa motorik, sensorik, dan
refleks kornea, supraorbital, masseter/Jaw reflex.
 Saraf otak VII (Nervus Fasialis): Pasien diperiksa dalam keadaan istirahat.
Perhatikan wajah pasien kiri dan kanan, apakah simetris atau tidak.
 Saraf otak VIII (Nervus Koklearis, Nervus Vestibularis): Keseimbangan
panca indra pendengaran.
 Saraf otak IX dan X (Nervus Glosofaringeus, dan Nervus Vagus): Pasien
diminta untuk membuka mulut dan mengatakan huruf “a”.
 Saraf otak XI (Nervus Aksesorius): Untuk memeriksa tonus kekuatan otot
dari m. Trapezius.
 Saraf otak XII (Nervus Hipoglosus): Untuk memeriksa adanya gangguan
pergerakan lidah.
 Pemeriksaan Reflek Fisiologi
a. Refleks Biceps (kanan dan kiri ++)
b. Refleks Triceps (kanan dan kiri ++)
c. Refleks Patella (kanan dan kiri ++)
d. Refleks Achilles (kanan dan kiri ++)
 Refleks Patologis
a. Babinski (-/-)
b. Hoffman tromner (-/-)
c. Chaddock (-/-)
 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Computed Tomography (CT scan)
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
c. Cerebral Angio Graphy
d. Serial EKG (Elektrokardiogram)
e. Sinar X

Diagnosa: Nyeri Akut

Intervensi: Manajemen Nyeri

1. Identifikasi PQRST
2. Berikan posisi kepala lebih tinggi dari badan
3. Pemberian analgesik
4. Pemantauan nyeri
5. Perawatan kenyamanan

Anda mungkin juga menyukai