Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Cedera Kepala Sedang


Cedera Kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).

Cedera Kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan


otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial (Smeltzer, 2000 : 2210).

Cedera Kepala sedang adalah suatu trauma yang menyebabkan Kehilangan


kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam dapat
mengalami fraktur tengkorak dengan GCS 9-12.

1.2 Etiologi Cedera Kepala Sedang


a) Trauma tumpul

Kecepatan tinggi : tabrakan motor dan mobil

Kecepatan rendah : terjatuh atau dipukul

b) Trauma tembus

luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya

(Mansjoer, 2000:3)

c) Jatuh dari ketinggian

d) Cedera akibat kekerasan

e) Cedera otak primer

adanya kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari
trauma. Dapat terjadi memar otak dan laserasi

f) cedera otak sekunder


kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia metabolisme,
fisiologi yang timbul setelah trauma.

1.3 Patofisiologi Cedera Kepala Sedang


Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi
kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar
metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan


oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan
asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 60 ml /


menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.

Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas


atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan
otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia,
fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,


dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan
berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh
darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

1.4 Tanda dan Gejala Cedera Kepala Sedang

a) Keadaan kulit kepala dan tulang tengkorak.

Trauma kepala tertutup

Trauma kepala terbuka

b) Trauma pada jaringan otak

Konkosio : di tandai adanya kehilangan kesadaran sementara tanpa


adanya kerusakan jaringan otak, terjadi edema serebral.

Kontosio : di tandai oleh adanya perlukaan pada permukaan


jaringan otak yang menyebabkan perdarahan pada area yang
terluka, perlukaan pada permukaan jaringan otak ini dapat terjadi
pada sisi yang terkena ( coup) atau pada permukaan sisi yang
berlawanan (contra coup).

Laserasi : ditandai oleh adanya perdarahan ke ruang subaraknoid,


ruang epidural atau subdural.Perdarahan yang berasal dari vena
menyebabkan lambatnya pembentukan hematome, karena
rendahnya tekanan. Laserasi arterial ditandai oleh pembentukan
hematome yang cepat karena tingginya tekanan.

c) Hematom epidural.

Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.

Lokasi tersering temporal dan frontal.

Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.


Katagori talk and die.

Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).

Penurunan kesadaran ringan saat kejadian periode Lucid


(beberapa menit beberapa jam) - penurunan kesadaran hebat
koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala
hebat, reflek patologik positip.

d) Hematom subdural.

Perdarahan antara duramater dan arachnoid.

Biasanya pecah vena akut, sub akut, kronis.

Akut :

- Gejala 24 48 jam.

- Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.

- PTIK meningkat.

- Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil


lambat.

Sub Akut :

- Berkembang 7 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK


meningkat kesadaran menurun.

Kronis :

- Ringan , 2 minggu 3 4 bulan.

- Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.

- Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.

e) Hematom intrakranial.

Perdarahan intraserebral 25 cc atau lebih.


Selalu diikuti oleh kontosio.

Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi


deselerasi mendadak.

Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.

f) Pengaruh Trauma Kepala :

Sistem pernapasan

Sistem kardiovaskuler.

Sistem Metabolisme.

1.5 Pemeriksaan Penunjang

a. CT-Scan (dengan/ tanpa kontras)

mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,


pergeseran jaringan otak.

b. Aniografi Cerebral

Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak


akibat edema, perdarahan, trauma

c. X-Ray

Mengidentifikasi atau mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur),


perubahan struktur garis (perdarahan/ edema)

d. AGD (Analisa Gas Darah)

Mendeteksi ventilasi atau masalah pernapsan (oksigenisasi) jika terjadi


peningkatan intrakranial

e. Elektrolit

Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebgai akibat peningkatan


tekanan intrakranial
1.6 Penatalaksanaan Medis

Konservatif:

Bedrest total

Pemberian obat-obatan

Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)

Obat-obatan :

Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis


sesuai dengan berat ringanya traumTerapi hiperventilasi (trauma kepala
berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.

Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau


glukosa 40 % atau gliserol 10 %.

Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk


infeksi anaerob diberikan metronidasol.

Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel
(18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 3 hari kemudian
diberikan makanan lunak.

Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami


penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit
maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 %
8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga.
Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui
nasogastric tube (2500 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai
ure nitrogen

Pembedahan.
1.7 Komplikasi
a) Cedera otak sekunder akibat hipoksia dan hipotensi

b) Edema Cerebral : Terutama besarnya massa jaringan di otak di dalam


rongga tulang tengkorak yang merupakan ruang tertutup.

c) Peningkatan tekanan intrakranial : terdapat perdarahan di selaput otak

d) infeksi

e) hidrosefalus

f) 8. Prognosis

Tingkat kecelakaan di jalan raya di dunia berdasarkan laporan WHO


mencapai 1, 2 juta korban meninggal dan lebih dari 30 juta korban luka-luka/cacat
akibat kecelakaan lalu lintas per tahun (2.739 jiwa dan luka-luka 63.013 jiwa per
hari)

Cedera kepala bertanggung jawab atas separuh kematian karena cedera.


Ditemukan pada 75% korban tewas karena kecelakaan lalu-lintas, untuk setiap
kematian terdapat dua kasus dengan cacat tetap, biasanya sekunder terhadap
cedera kepala.
2.1 Asuhan keperwatan Cedera Kepala Sedang
1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat

Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.


Tanda : Perubahan kesalahan, letargi, hemisparase, quadriplegia, ataksia cara
berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma) ortopedi,
kehilangan tonus otot, otot spastik.

b. Sirkulasi

Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (Hipertensi), perubahan frekuensi


jantung (bradikardia, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia, distritmia).

c. Integritas Ego

Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).


Tanda : Cemas, mudah tersinggung, Delirium, Agitasi, bingung, depresi dan
impulsif.

d. Eliminasi

Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.

e. Makanan/Cairan

Gejala : Mual/muntah dan mengalami perubahan selera.


Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar,
dispagia), berkeringat, penurunan berat badan, penurunan massa otot/lemak
subkutan.

f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, Amnesia seputar kejadian, Vertigo,
Sinkope, tinnitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstrimitas,
perubahan pola dalam penglihatan seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, fotofobia, gangguan pengecapan dan penciuman
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil (respon terhadap cahaya simetris/deviasi pada mata,
ketidakmampuan mengikuti).

Kehilangan pengindraan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah


tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, reflex tendon dalam tidak ada
atau lemah, apraksia, quadriplegia, kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan
gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh.

g. Nyeri/kenyamanan

Gejala : Sakit kepala intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah tidak dapat beristirahat, merintih.
h. Pernafasan

Tanda : Perubahan pola nafas (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas
berbunyi stridor, tersedak, ronkhi, mengi positif. (kemungkinan adanya aspirasi).

i. Keamanan

Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.


Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
Kulit : laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti raccoon eye tanda battle
disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma), adanya aliran (drainage) dari
telinga/hudung (CSS), gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot
hilang, kekuatan secara umum mengalami pralisis, demam dan gangguan dalam
regulasi suhu tubuh.
j. Interaksi Sosial

Tanda : Afasia motorik atau sensorik, berbicara tanpa arti, bicara berulang-ulang,
disartria.

k. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Penggunaan alkohol atau obat lain.


Rencana pemulangan : membutuhkan bantuan pada perawatan diri, ambulasi,
transportasi, menyiapkan makan, belanja, perawatan, pengobatan, tugas-tugas
rumah tangga, perubahan tata ruang, dan pemanfaatan fasilitas lainnya di rumah
sakit.
2.2 Diagnosis Keperawatan

Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:

1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di
otak.

2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan


sputum.

3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak

4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos


coma)

5. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi,


tidak adekuatnya sirkulasi perifer.

2.3 Intervensi Keperawatan


1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di
otak.

Tujuan :

Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.


Kriteria evaluasi :

Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda
hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.

Rencana tindakan :

Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari
pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat
meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.

Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam


pemberian tidal volume.

Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x


lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi
terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.

Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat


mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan
meningkatkan resiko infeksi.

Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat
menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan
penyebaran udara yang tidak adekuat.

Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan


ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.

2. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan


sputum.

Tujuan :

Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi


Kriteria Evaluasi :

Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena
peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.

Rencana tindakan :

1. Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat
disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau
masalah terhadap tube.

2. Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan


yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang
tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.

3. Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila


sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus
dibatasi untuk mencegah hipoksia.

4. Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk


semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan
sputum.

3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak

Tujuan :

Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.

Kriteria hasil :

Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.

Rencana tindakan :

1) Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.

Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.


Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal
dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.

Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan
refleks batang otak.

Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan
tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata.

2) Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.

Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran


dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang
irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi
terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.

3) Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.

Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena
jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan
tekanan intrakranial.

4) Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan


pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.

Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.

5) Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.

Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan
tekanan intrakrania.

6) Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.

Dapat menurunkan hipoksia otak.

7) Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar


(kolaborasi).

Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti


osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan
udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan inflamasi, menurunkan
edema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk
menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial.
Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian
oksigen otak.

4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos


coma )

Tujuan :

Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.

Kriteria hasil :

Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan


kebutuhan, oksigen adekuat.

Rencana Tindakan :

1) Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.

Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang


dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.

2) Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.

Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan


kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus
dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan
keindahan.

3) Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.

Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi


untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan
kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.

4) Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga


lingkungan yang aman dan bersih.
Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien keluarga.
Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.

5) Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.

Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.

5. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.


Tujuan :

Kecemasan keluarga dapat berkurang

Kriteri evaluasi :

Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan

Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien

Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.

Rencana tindakan :

1. Bina hubungan saling percaya.

Untuk membina hubungan terpiutik perawat keluarga.

Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.

2. Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan
pada pasien.

Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.

3. Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.

Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.

4. Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.

Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan


dan ketabahan dalam menghadapi krisis.
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B.2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem Persarafan.Jakarta:Salemba Medika

Muttaqin Arif.2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persarafan.Jakarta:Salemba Medika

Judha Mohamad dan Hamdani Rahil Nazwar.2011. Sistem Persarafan Dalam


Asuhan Keperawatan.Yogyakarta:Gosyen Publishing

Musliha,S.Kep.,Ns.2010. Keperawatan Gawat Darurat.Yogyakarta:Nuha Medika

Brunner & suddarth.1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah E/3


Vol.3.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai