Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

CEDERA KEPALA

A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstisial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak (Arif Muttaqin, 2008).
Kerusakan neurologis yang diakibatkan oleh suatu benda atau serpihan tulang
yang menembus atau merobek suatu jaringan otak oleh suatu pengaruh kekuatan atau
energi yang diteruskan ke otak daan akhirnya oleh efek percepatan perlambatan pada
otak yang terbatas pada kompartemen yang kaku (Price, 1995).
Cederakepala merupakan adanya pukulan/ benturan mendadak pada kepala
dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Susan Martin, 1996 : 496)

B. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala,
dan lebih dari 700.000 mengalami cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah
sakit. Pada kelompok ini antara 50.000 dan 90.000 orang tiap tahun mengalami
penurunan intelektual atau tingkah laku yang menghambat kembalinya mereka
menuju kehidupan normal.
Dua pertiga dari kasus ini berusia di bawah 30 tahun, dengan jumlah laki-laki
lebih banyak dari wanita. Adanya kadar alkohol dalam darah dideteksi lebih dari 59%
pasien cedera kepala yang diterapi di ruang rawat darurat. Lebih dari setengah semua
pasien cedera kepala berat mempunyai signifikansi terhadap cedera bagian tubuh
lainnya. Adanya syok hipovolemia pada pasien cedera kepala biasanya karena cedera
bagian tubuh lainnya.

C. ETIOLOGI
1. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera
lokal. Kerusakan lokal meliputi contusion serebral, hematom serebral, kerusakan
otak sekunder dan disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
2. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi) dimana
kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu cedera
akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil
multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral,
batang otak atau kedua – duanya. (Wijaya & Putri , 2013 : 60)

Akibat trauma tergantung pada :


1. Kekuatan benturan, menentukan besarnya kerusakan
2. Akselerasi dan deselerasi
3. Cup dan kontra cup
 Cedera cup menyebabkan kerusakan pada daerah dekat yang terbentur
 Cedera kontra cup menyebabkan kerusakan cedera berlawanan pada sisi
desakan benturan
4. Lokasi benturan
5. Rotasi, menyebabkan pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma
regangan dan robekan substansia alba dan batang otak
6. Depresi fraktur, adalah kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun menekan
otak lebih dalam. Akibatnya CSS mengalir keluar ke hidung, telinga. Jika masuk
kuman dapat berkontaminasi dengan CSS dan dapat menyebabkan infeksi dan
kejang.
D. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan keparahan cedera
1.1 Cedera kepala ringan (CKR)
 Tidak ada fraktur tengkorak
 Tidak ada kontusio serebri, hematom
 GCS 13-15
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran < 30
menit
1.2 Cedera kepala sedang (CKS)
 Kehilangan kesadaran (amnesia) > 30
menit dan < 24 jam
 Muntah
 GCS 9-12
 Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan (bingung)
1.3 Cedera Kepala Berat (CKB)
 GCS 3-8
 Hilang kesadaran > 24 jam
 Adanya kontusio serebri, laserasi/hematoma intracranial
2. Menurut jenis cedera
2.1 Cedera kepala terbuka
Dapat menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak dan jaringan otak
2.2 Cedera kepala tertutup
Dapat disamakan dengan keluhan geger otak ringan dan oedem serebral yang
luas (Wijaya & putrid, 2013 : 61)
E. PATOFISIOLOGI
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang
dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 %
dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan
asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 – 60 ml / menit /
100 gr. Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala
meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial,
perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel
adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel,
takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan
arteriol otak tidak begitu besar.

F. MANIFESTASI KLINIS
1) Cedera kepala ringan – sedang
 Disorientasi ringan
 Amnesia post traumatik
 Hilang memori sesaat
 Sakit kepala
 Mual dan muntah
 Vertigo dalam perubahan posisi
 Gangguan pendengaran
2) Cedera kepala sedang – berat
 Oedema pulmonal
 Kejang
 Infeksi
 Tanda herniasi otak
 Hemiparese
Manifestasi klinis spesifik :
1) Gangguan otak
a. Comotio serebri/ geger otak
 Tidak sadar < 10 menit
 Muntah-muntah, pusing
 Tidak ada tanda deficit neurologis
b. Contusio cerebri / memar otak
 Tidak sadar > 10 menit, bila area yang terkena luas dapat
berlangsung > 2-3 hari setelah cedera
 Muntah-muntah, amnesia retrograde
 Ada tanda-tanda deficit neurologis
2) Perdarahan epidural/hematoma epidural
a) Suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian dalam
dan meningen paling luar. Terjadi akibat robekan arteri meningeal
b) Gejala : penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis dari kacau
mental sampai koma
c) Peningkatan TIK yang mengakibatkan gangguan pernapasan, bradikardia,
penurunan TTV
d) Herniasi otak yang menimbulkan :
 Dilatasi pupil dan reaksi cahaya hilang
 Isokor dan anisokor
 Ptosis
3) Hematoma subdural
a) Akumulasi darah antara duramater dan araknoid, karena robekan vena
b) Gejala : Sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfasia
c) Akut : gejala 24-48 jam setelah cedera, perlu intervensi segera
Sub akut : gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu setelah cedera
Kronis : 2 minggu sampai dengan 3-4 bulan setelah cedera
4) Hematoma 4intracranial
 Pengumpulan darah > 25 ml dalam parenkim otak
 Penyebab : fraktur depresi tulang tengkorak, cedera penetrasi
peluru, gerakan akselerasi-deselerasi tiba-tiba
5) Fraktur tengkorak
a) Fraktur liner/ simple
 Melibatkan Os temporal dan parietal
 Jika garis fraktur meluas kearah orbital/ sinus paranasal dapat
menyebabkan resiko perdarahan
b) Fraktur basiler
 Fraktur pada dasar tengkorak
 Bisa menimbulkan kontak CSS dengan sinus, memungkinkan
bakteri masuk
(Wijaya & Putri, 2013 : 62)

G. PENATALAKSANAAN
1) Penatalaksanaan keperawatan
a. Pertolongan pertama
Menilai jalan napas : bersihkan jalan napas dari debris dan muntah, lepaskan
gigi palsu jika ada, pertahankan tulang cervical segaris dengan badan dengan
cara pasang neck kolar, pasang gudel bila dapat ditolelir
a) Menilai pernapasan : tentukan apakah pasien bernapas spontan atau
tidak, jika tidak beri oksigen melalui masker oksigen
b) Menilai sirkulasi : otak yang rusak tidak mentolelir hypotensi, maka
hentikan semua perdarahan dengan cara menekan arterinya. Perhatikan
secara khusus adanya cedera intra abdomen atau dada. Ukur dan catat
frekwensi denyut jantung dan tekanan darah serta monitor EKG
c) Obati kejang : kejang konvulsiv dapat terjadi setelah cedera kepala dan
harus segera ditangani.
b. Perawatan di rumah sakit bila GCS 13 -15
a) Infuse dengan cairan normostatik
b) Diberikan analgesia, anti muntah secara intra vena
c) Mobilisasi dilakukan sedini mungkin, dimulai dengan memberi bantal
selama 6 jam kemudian setengah duduk, pada 12 jam kemudian duduk
penuh dan dilatih berdiri
d) Jika memungkinkan dapat diberikan obat nerotropik seperti citicholine
e) Minimal penderita MRS selama 2x24 jam karena komplikasi dini dari
cedera kepala paling sering terjadi 6 jam setelah cedera dan berangsur-
angsur berkurang sampai 48 jam pertama.
c. Perawatan di Rumah sakit bila GCS kurang dari 8
a) Posisi terlentang kepala miring kekiri degan diberi bantal tipis (head
up 15-30 derajat)
b) Beri masker oksigen 6-8 liter/menit
c) Atasi hipotensi, usahakan systole diatas 100 mmHg, jika tidak dapat
diberikn obat vasopressor
d) Beri cairan parenteral
e) Pasang NGT untuk pasien yang memerlukan perawatan lama.
f) Sedini mungkin penderita dilakukan mobilisasi
g) Pada penderita yang gelisah harus dicari dulu penyebabnya, jangan
langsung diberi obat penenang
2) Adapun obat-obatan yang dapat diberikan untuk penatalaksanaan medis non
pembedahan :
a. Glukokortikoid (dexamethason) untuk mengurangi edema
b. Diuretic osmotic (manitol) diberikan melalui jarum dengan filter untuk
mengeluarkan Kristal-kristal mikroskopis
c. Diuretic Loop (misalnya furosemid) untuk mengatasi peningkatan tekanan
intracranial
d. Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan ventilasi
mekanik untuk mengontrol kegelisahan atau agitasi yang dapat
meningkatkan resiko peningkatan tekanan intracranial
3) Penatalaksanaan medis pembedahan
Kraniotomi diindikasikan untuk :
a. Mengatasi subdural atau epidural hematoma
b. Mengatasi peningkatan tekanan intracranial yang tidak terkontrol
c. Mengobati hidrosefalus.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan 6diagnostik
 CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
 Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
 X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
 BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : Menentukan fungsi korteks dan
batang otak
 PET (Positron Emission Tomography) : Menunjukkan perubahan aktifitas
metabolisme pada otak
2. Pemeriksaan laboratorium
 Analisa gas darah : Untuk mengkaji keadekuatan ventilasi (mempertahankan
AGD dalam rentang normal untuk menjamin aliran darah serebral adekuat)
atau untuk melihat maslah oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK
 Elektrolit serum : Cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan
regulasi natrium, retensi Na berakhir dapat beberapa hari, diikuti dengan
diuresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan kejang akibat
ketidakseimbangan elektrolit
 Hematologi : Leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum
 CSS : Menentukan kemungkinan adanya perdarahan subarakhnoid (warna,
komposisi, tekanan)
 Pemeriksan toksikologi : Mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan
kesadaran
 Kadar antikonfulsan darah : Untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup
efektif mengatasi kejang
(Wijaya & Putri, 2013 : 69)
I. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Pengkajian primer
1. Airway
Kaji adanya obstruksi jalan napas antara lain suara stridor, gelisah karena
hipoksia, penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis
2. Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus dada,
fail chest, gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji adanya suara nafas
tambahan seperti ronchi, wheezing.
3. Sirkulasi
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea,
hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi
urin.
4. Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.
5. Eksposure
Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.

b. Pengkajian sekunder
- Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan
membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital
- Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
- Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan GCS
- Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung,
pemantauan EKG
- Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul
abdomen
- Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan
cedera yang lain

breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing.
Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
blood:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia).
brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan
otak akibat cedera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas.
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi :
 Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
 Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
 Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
 Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
 Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
 Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu
sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
blader
Pada cedera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia urin,
ketidakmampuan menahan miksi.
bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan
menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.

bone
Pasien cedera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada
kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula
terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang
terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan
refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

Diagnosa keperawatan
1) Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi,
hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia,
disritmia jantung)
2) Gangguan pertukaran gas b.d hipoventilasi, difusi oksigen terhambat
3) Nyeri b.d trauma jaringan akibat cedera dan refleks spasme otot sekunder
4) Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan
kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah
baring, imobilisasi.
5) Gangguan eliminasi urin b.d gangguan dalam persarafan kandung kemih,
atoni kandung kemih
6) Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur
invasif, perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d
perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat
kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan.
status hipermetabolik.
8) Resiko tinggi terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d
adanya perdarahan

B. Rencana tindakan keperawatan


1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran
darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
Goal :
Setelah mendapat perawatan 3x24 jam pasien akan menunjukkan perfusi jaringan
yang adekuat
Objektif :
Dalam waktu 3x24 jam pasien akan menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat
yang ditandai dengan :
 Tidak ada edema serebral
 Tidak ada tanda-tanda hipoksia
 Irama jantung normal
 TD normal 120/80 mmHg
Kriteria hasil:
 Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi Rasional
Tentukan faktor-faktor yg Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan
menyebabkan dalam pemulihannya setelah serangan awal,
koma/penurunan perfusi menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan
jaringan otak dan potensial intensif.
peningkatan TIK.

Pantau /catat status Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan


neurologis secara teratur TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi,
dan bandingkan dengan perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
nilai standar GCS.

Evaluasi keadaan pupil, Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III)
ukuran, kesamaan antara berguna untuk menentukan apakah batang otak masih
kiri dan kanan, reaksi baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan
terhadap cahaya. antara persarafan simpatis dan parasimpatis.

Pantau tanda-tanda vital: Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang


TD, nadi, frekuensi nafas, terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan
suhu. okulomotor (III).
Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan
TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda
terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan
kesadaran.Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan
kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat
mencerminkan kerusakan pada hipotalamus.

Pantau intake dan out put, Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi
turgor kulit dan membran oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil)
mukosa. yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh
yang terintegrasi dengan perfusi jaringan.
Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes
insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada
masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah
yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap
tekanan serebral.

Turunkan stimulasi Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi


eksternal dan berikan fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk
kenyamanan, seperti mempertahankan atau menurunkan TIK.
lingkungan yang tenang.

Bantu pasien untuk Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak


menghindari /membatasi dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
batuk, muntah, mengejan
.
Tinggikan kepala pasien Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga
15-45 derajad sesuai akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko
indikasi/yang dapat terjadinya peningkatan TIK.
ditoleransi.

Batasi pemberian cairan Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan


sesuai indikasi. edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler
TD dan TIK.
Berikan oksigen tambahan Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat
sesuai indikasi. meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral
yang meningkatkan TIK.

Berikan obat sesuai Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan
indikasi, misal: diuretik, air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,.
steroid, antikonvulsan, Steroid menurunkan inflamasi, yang selanjutnya
analgetik, sedatif, menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk
antipiretik. mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang.
Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif
digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi.
Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam
yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme
serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.

2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoventilasi, difusi oksigen


terhambat
Goal :
Setelah diberikan perawatan 3x24 jam diharapkan pasien akan bebas dari
gangguan pertukaran gas
Objektif :
 Tidak sianosis
 Irama napas teratur
 Frekuensi napas normal yaitu 12-20x/menit
 Tidak ada gangguan hipoventilasi
Kriteria evaluasi:
 bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Intervensi Rasional
Pantau frekuensi, irama, Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi
kedalaman pernapasan. pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan
Catat ketidakteraturan otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat
pernapasan. menandakan perlunya ventilasi mekanis.

Berikan posisi yang Memungkinkan inspirasimaksimal, meningkatkan


nyaman, biasanya dengan ekspansi paru, dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit
peninggian kepala tempat serta menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang
tidur. menyumbat jalan napas

Lakukan penghisapan Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau


dengan ekstra hati-hati, dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat
jangan lebih dari 10-15 membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada
detik. Catat karakter, trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra
warna dan kekeruhan dari hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau
sekret. meningkatkan hipoksia yang menimbulkan
vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh
cukup besar pada perfusi jaringan
.
Auskultasi suara napas, Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti
perhatikan daerah atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang
hipoventilasi dan adanya membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau
suara tambahan yang tidak menandakan terjadinya infeksi paru.
normal misal: ronkhi,
wheezing, krekel.

Pantau analisa gas darah, Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan


tekanan oksimetri asam basa dan kebutuhan akan terapi.

Lakukan ronsen thoraks Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-


ulang. tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau
bronkopneumoni.

Berikan oksigen. Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan


membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat
pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi
mekanik.
.

3) Nyeri b.d trauma jaringan akibat cedera dan refleks spasme otot sekunder
Goal :
Setelah mendapat perawatan 3x24 jam pasien akan menunjukkan nyeri hilang
atau terkontrol
Objektif :
Setelah perawatan 3x24 jam nyeri pasien akan hilang yang ditandai dengan :
 Ekspresi wajah rileks
 Skala nyeri berkurang 1-2
 TD normal 120/80 mmHg
Kriteria Evaluasi :
 Melaporkan nyeri berkurang dan dapat diadaptasi
 Klien tidak gelisah

Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu klien Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
dengan tindakan pereda nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan
nyeri non farmakologi dan keefektifan dalam mengurangi nyeri
noninvasif

Lakukan manajemen nyeri


keperawatan :
a. Atur posisi fisiologis Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan
oksigen ke jaringan yang mengalami iskemia
b. Istirahatkan klien Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 perifer
sehingga akan meningkatkan kebutuhan suplai
darah dan oksigen ke otak yang membutuhkan
O2 untuk menurunkan iskemia sekunder dari
edema otak dan proses supurasi otak
c. Manajemen lingkungan, Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus
kurangi cahaya dan batasi nyeri eksternal atau sensitifan terhadap cahaya
pengunjung dan menganjurkan klien untuk beristirahat dan
pembatasan pengunjung akan membantu
meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan
berkurang apabila banyak pengunjung yang
berda dalam ruangan
d.Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan O2 sehingga akan
pernapasan dalam menurunkan nyeri sekunder dari iskemia jaringan
otak
e.Ajarkan teknik distraksi Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
pada saat nyeri menurunkan stimulus internal dengan
mekanisme peningkatan produksi endorfin dan
enkefalin yang dpt memblok reseptor nyeri untuk
tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga
menurunkan persepsi nyeri
f.Lakukan managemen Mnagemen sentuhan pada saat nyeri berupa
sentuhan sentuhan dukungan psikologis dapat membantu
menurunkan nyeri. Masase ringan dapat
meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis
membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri
dan menurunkan sensasi nyeri

Berikan kesempatan waktu Istirahat akan merelaksasi semua jaringan


istirahat bila terasa nyeri sehingga akan meningkatkan kenyamanan
dan berikan posisi yang
nyaman, misalnya waktu
tidur, belakangnya
dipasang bantalan kecil

Tingkatkan pengetahuan Pengetahuan akan membantu mengurangi nyeri


tentang sebab-sebab nyeri yang dirasakan dan membantu mengembangkan
dan menghubungkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik
berapa lama nyeri akan
berlangsung

Observasi tingkat nyeri Pengkajian yang optimal akan memberikan


dan respons motorik klien perawat data yang objektif untuk mencegah
30 menit setelah kemungkinan komplikasi dan melakukaqn
pemberian obat analgetik intervensi yang tepat
untuk mengkaji
efektifitasnya dan setiap 1-
2 jam setelah tindakan
perawatan selama 1-2 hari

Kolaborasi dengan dokter Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga


tentang pemberian nyeri akan berkurang
analgetik
4) Gangguan mobilitas fisik b. d ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk
ambulasi, kerusakan neuromuskuler dan imobilisasi
Goal :
Setelah mendapat perawatan 3x24 jam pasien akan menunjukkan perbaikan
mobilitas fisik
Objectif :
Setelah perawatan 3x24 jam mobilitas fisik pasien akan mengalami perbaikan
yang ditandai dengan :
 Pasien dapat melakukan ambulasi dengan kekuatannya
 Kerusakan neuromuskuler dapat diperbaiki
 Pasien dapat melakukan mobilisasi kembali
Kriteria evaluasi :
 Tidak adanya kontraktur
 Meningkatkan kekuatan tubuh yang sakit/ kompensasi
 Mendemonstrasikan teknik/ perilaku yang memungkinkan melakukan
kembali aktifitas
Intervensi Rasional
Kaji teratur fungsi motorik Mengevaluasi keadaan secara khusus (gangguan
(jika timbul suatu sensori-motorik dapat bermacam-macam dan tidak
keadaan/edema yang jelas). Pada beberapa lokasi trauma mempengaruhi tipe
berubah) dengan dan pemilihan intervensi
menginstruksikan
melakukan gerakan seperti
mengankat, meregangkan
jari-jari, menggenggam
tangan, periksa atau
melepas genggaman
pemeriksa

Berikan suatu alat agar Membuat pasien memiliki rasa aman, dapat mengurangi
pasien mampu untuk ketakutan karena ditinggal sendirian.
meminta pertolongan
seperti bel atau lampu
pemanggil

Bantu/ lakukan latihan rom Meningkatkan sirkulasi, mempertahankan tonus otot,


pada semua ekstremitas mobilisasi sendi, meningkatkan mobilisasi sendi,
dan sendi, pakailah mencegah kontraktur dan atrofi otot
gerakan perlahan dan
lembut. Lakukan
hiperekstensi pada paha
secara teratur

Letakkan tangan dalam


posisi (melipat) ke dalam Mencegah kontraktur pada daerah bahu
menuju pusaran 90 derajat
dengan teratur

Buat rencana aktifitas Mencegah kelelahan, memberikan kesempatan untuk


untuk pasien sehingga peran serta/ melakukan upaya yang maksimal
pasien dapat beristirahat
tanpa terganggu.Anjurkan
pasien untuk berperan
serta dalam aktifitas sesuai
dengan kemampuan/
sesuai dengan toleransi

Ukur/pantau tekanan darah Hipotensi ortostatik dapat terjadi sebagai akibat dari
sebelum dan sesudah bendungan vena (sekunder akibat hilangnya tonus
melakukan aktifitas dalam vaskuler). Memiringkan/meninggikan kepala dapat
fase akut/ sampai keadaan menimbulkan hipotensi dan bahkan pingsan
pasien stabil. Ganti posisi
dengan perlahan .
Gunakan tempat tidur
kardiak/tempat tidur
sirkoeleltrik(dapat
berputar) jika ingin
meningkatkan pola
aktifitas

Gantilah posisi secara Mengurangi tekanan pada salah satu area dan
periodik walaupundalam mempertahankan sirkulasi perifer
keadaan duduk. Ajarkan
pasien untuk
mengguanakan teknik
memindahkan berat badan
Anjurkan pasien untuk Mengurangi tekanan otot/ kelelahan dapat mengurangi
menggunakan teknik nyeri, spasme otot, spastisitas/ kejang
relaksasi

5) Gangguan eliminasi urin b.d gangguan dalam persarafan kandung kemih,


atoni kandung kemih
Goal :
Setelah mendapat perawatan 3x24 jam pasien akan menunjukkan perbaikan
pola eliminasi urin
Objektif :
Dalam waktu 3x24 jam pola eliminasi urin pasien akan kembali normal yang
ditandai dengan :
 Gangguan persarafan kandung kemih dapat diperbaiki
Kriteria evaluasi :
 Mempertahankan keseimbangan masukan/ haluaran dengan urin bebas
bau
 Mengungkapkan / mendemonstrasikan perilaku dan teknik untuk
mencegah retensi/ infeksi urinarius

Intervensi Rasional
Kaji pola berkemih, seperti Mengidentifikasi fungsi kandung kemih (fungsi
frekuensi dan jumlahnya. ginjal dan keseimbangan cairan)
Bandingkan haluaran urin dan
masukan cairan dan catat berat
jenis urin

Palpasi adanya distensi kandung \Disfungsi kandung bervariasi, ketidakmampuan


kemih dan observasi hubungan dengan hilangnya kontraksi kandung
pengeluaran urine kemih untuk merilekskan sfingter urinarius
(retensi/refluks)

Anjurkan pasien untuk minum/ Membantu mempertahankan fungsi ginjal,


masukkan cairan 2-4L/hari mencegah infeksi dan pembentukkan batu.
termasuk juice yang Catatan : cairan dibatasi hanya untuk beberapa
mengandung asam askorbat saat selama fase awal kateterisasi intermiten
Mulailah latihan kandung kemih Waktu dan jenis latihan kandung kemih
jika diperlukan, contoh dengan tergantung pada tipe trauma (UMN atau LMN),
pemberian cairan diantara Catatan : Manuver crede harus digunakan dengan
beberapa jam, lakukan stimulasi hati-hati karena dapat menyebabkan disrefleksia
digital pada bagian tubuh yang autonomik
sensitif, kontraksi otot abdomen,
manuver crede

Observasi adanya urin seperti Tanda-tanda infeksi saluran perkemihan atau


awan atau berdarah, bau yang ginjal dapat menyebabkan sepsis
tidak enak

Bersihkan daerah perineum dan Menurunkan resiko terjadinya iritasi kulit/


jaga agar tetap kering, lakukan kerusakan kulit/ infeksi ke atas menuju ginjal
perawatan kateter jika perlu

Jangan biarkan kandung kemih Kateter folley digunakan selama fase akut untuk
penuh, jika awalnya memakai mencegah retensi urin dan untuk memantau
kateter, mulai melakukan haluaran. Kateter intermiten digunakan untuk
kateterisasi secara intermiten mengurangi komplikasi yang biasanya
jika diperlukan berhubungan dengan penggunaan kateter yang
lama, kateter suprapubik dapat digunakan untuk
jangka waktu yang lama

Pantau BUN, Kreatin, SDP Menggambarkan fungsi ginjal, dan


mengidentifikasi komplikasi

Berikan pengobatan sesuai Mempertahankan lingkungan asam dan


indikasi seperti vitamin dan menghambat pertumbuhan bakteri
antiseptik urinarius, contohnya
methamin mandelate
(mandelamine.
6) Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur
invasif, perubahan integritas sistem tertutup (cairan CSS)
Goal :
Setelah mendapat perawatan 3x24 jam pasien akan menunjukkan tidak terjadi
infeksi
Objektif :
 Kulit kembali normal
 Tidak ada tanda-tanda infeksi
Kriteria evaluasi :
 Pasien mengenal faktor-faktor resiko infeksi
 Pasien mengenal tindakan pencegahan/ mengurangi faktor resiko infeksi
 Pasien menunjukkan/mendemonstrasikan teknik-teknik untuk
meningkatkan lingkungan yang aman
Intervensi Rasional
Catat faktor-faktor resiko untuk Intubasi, penggunaan ventilator yang lama,
terjadinya infeksi kelemahan umum dan malnutrisi merupakan faktor-
faktor yang memungkinkan terjadinya infeksi dan
penyembuhan yang lama

Observasi warna, bau, dan Kuning/hijau, bau sputum yang purulen merupakan
karakteristik sputum. Catat indikasi infeksi. Sputum yang kental dan sulit
drainase di sekitar daerah dikeluarkan menunjukkan adanya dehidrasi. Faktor-
trakeostomy. Kurangi faktor faktor ini tampak sederhana tetapi sangat penting
resiko infeksi nosokomial terhadap pencegahan infeksi nosokomial
seperti cuci tangan sebelum
dan sesudah melakukan
tindakan keperawatan.
Pertahankan teknik suction
secara steril

Berikan perawatan aseptik dan Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
antiseptik, pertahankan tehnik nosokomial
cuci tangan yang baik.

Observasi daerah kulit yang Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan


mengalami kerusakan, daerah untuk melakukan tindakan dengan segera dan
yang terpasang alat invasi, pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
catat karakteristik dari drainase
dan adanya inflamasi.

Pantau suhu tubuh secara Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang


teratur, catat adanya demam, selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan
menggigil, diaforesis dan dengan segera.
perubahan fungsi mental
(penurunan kesadaran).

Monitor/batasi kunjungan,
hindari kontak dengan orang
yang menderita infeksi saluran
napas atas

Lakukan teknik isolasi sesuai


indikasi

Bantu perawatan diri dan Individu dengan infeksi saluran napas atas
keterbatasan aktivitas sesuai meningkatkan resiko berkembangnya infeksi
toleransi, bantu program
latihan

Sesuai dengan diagnosis yang spesifik harus


memperoleh perlindungan dari infeksi orang lain
seperti TB

Menunjukkan kemampuan secara umum dan


kekuatan otot serta merangsang pengembalian
sistem imun
7) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d
perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat
kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan.
status hipermetabolik.
Goal :
Setelah mendapat perawatan 3x24 jam pasien akan menunjukkan kenutuhan
nutrisi terpenuhi
Objektif :
Dalam waktu 3x24 jam kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi yang ditandai
dengan :
 Pasien sadar baik dan dapat mencerna nutrient
 Pasien dapat mengunyah dan menelan makanan dengan baik
Kriteria evaluasi :
Intervensi Rasional
Evaluasi kemampuan makan Klien dengan trakeostomy tube mungkin sulit
klien untuk makan, tetapi klien dengan endotrakel tube
dapat menggunakan mag slang atau member
makan parenteral

Observasi dan timbang berat Tanda kehilangan berat badan (7-10%) dan
badan jika memungkinkan kekurangan intake nutrisi menunjang terjadinya
masalah katabolisme, kandungan glikogen dalam
otot, dan kepekaan terhadap pemasangan
ventilator

Monitor keadaan otot menurun Menunjukkan indikasi kekurangan energy otot


dan kehilangan lemak subkutan dan mengurangi fungsi otot-otot pernapasan

Catat pemasukan peroral jika Nafsu makan biasanya berkurang dan nutrisi
diindikasikan. Anjurkan klien yang masuk pun berkurang. Menganjurkan
untuk makan pasien memilih makanan yang disenangi dapat
dimakan (bila sesuai)

Berikan makanan kecil dan lunak Mencegah terjadinya kelelahan, memudahkan


masukknya makanan dan mencegah gangguan
pada lambung

Kaji fungsi gastrointestinal yang Fungsi system gastrointestinal sangat penting


meliputi suara bising usus, catat untuk memasukkan makan. Ventilator dapat
bila terjadi perubahan di dalam menyebabkan kembung pada lambung dan
lambung seperti mual,muntah. perdarahan lambung
Obserbasi perubahan pergerakan
usus misalnya diare dan
konstipasi

Aturlah diet yang diberikan sesuai Diet tinggi kalori, protein, karbohidrat, sangat
keadaan klien diperlukan selama pemasangan ventilator untuk
mempertahankan fungsi otot-otot respirasi.
Karbohidrat dapat berkurang dan penggunaan
lemak meningkat untuk mencegah terjadinya
produksi CO2 dan pengaturan sisa respirasi

Lakukan pemeriksaan Memberikan informasi yang tepat tentang


laboratorium yang diindikasikan keadaan nutrisi yang dibutuhkan klien
seperti serum, transferin,
BUN/Creatin dab glukosa

8) Resiko tinggi terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d


adanya perdarahan
Goal :
Setelah mendapat perawatan 3x24 jam pasien akan menunjukkan
keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi
Objektif :
Setelah perawatan 3x24 jam keseimbangan cairan dan elektrolit terpenuhi
yang ditandai dengan :
 Perdarahan berhenti
Kriteria evaluasi :
 Intake dan output cairan dalam batas normal
 TTV normal : TD 120/80 mmHg, N 70-80x/menit, RR 12-20x/menit S
36-37°C.
Intervensi Rasional
Pertahankan secara ketat intake Untuk mencegah dan mengidentifikasi secara
dan output dini terjadi kelebihan cairan

Timbang berat badan setiap hari Peningkatan berat badan merupakan indikasi
berkembangnya atau bertambahnya edema
sebagai manifestasi dari kelebihan cairan

Monitor tanda vital seperti Kekurangan cairan dapat menunjukkan gejala


tekanan darah dan nadi peningkatan nadi dan tekanan darah menurun

Catatlah perubahan turgor kulit, Penurunan kardiak output berpengaruh pada


kondisi mukosa mulut, dan perfusi fungsi otak. Kekurangan cairan selalu
karakter sputum diidentifikasikan dengan kulit berkurang,
mukosa mulut kering, dan sekret yang kental
Hitunglah jumlah cairan yang Memberikan informasi tentang keadaan cairan
masuk dan keluar tubuh secara umum untuk mempertahankannya
tetap seimbang

Kolaborasi pemberian per infus Mempertahankan volume sirkulasi dan tekanan


jika diindikasikan osmotik

Monitor kadar elektrolit jika Elektrolit khususnya potasium dan sodium dapat
diindikasikan berkurang jika klien mendapatkan obat diuretik

IMPLEMENTASI
Disesuaikan dengan intervensi

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hafid, 1989, Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak, PKB Ilmu Bedah XI
– Traumatologi , Surabaya.

Doenges M.E,2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 . EGC. Jakarta.

Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. EGC,
Jakarta.

Arif Muttqin,2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Persarafan,


Salemba Medika, Jakarta

Doengoes & Geisster, 2002, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai