Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

DSS (DENGUE SYOK SINDROM)

Disusun Oleh:
Siti Fatimah Tus Zahroh
(14201.10.18035)

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN PROBOLINGGO
TAHUN AKADEMIK 2020-2021
A. ANATOMI FISIOLOGI

Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali
tumbuhan) ting at tinge yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang
dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan
juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Darah memiliki warna merah
yang berasal dari kandungan oksigen dan karbon dioksida di dalamnya. Adanya oksigen
dalam darah diambil dengan jalan bernafas, dan zat ini sangat berguna pada peristiwa
pembakaran/metabolisme di dalam tubuh. Viskositas/kekentalan darah lebih kental
daripada air yang mempunyai BJ 1,041-1,067, temperature 38°C, dan pH 7,37-7,45.
Warna darah bervariasi dari merah terang sampai merah tua kebiruan,
tergantung pada kadar oksigen yang di bawa sel darah merah. Darah pada tubuh
manusia mengandung 55% plasma darah (cairan darah) dan 45% sel-sel darah (darah
padat). Jumlah darah pada tubuh orang dewasa sebanyak kira-kira 1/13 dari berat
badan atau sekitar 4-5 liter. Jumlah darah tersebut pada setiap orang berbeda-beda.
Tergantung kepada umur, ukuran tubuh, dan berbanding terbalik dengan jumlah
jaringan adiposa pada tubuh.
Darah manusia adalah cairan Jernigan tubuh. Fungsi utamanya adalah
mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga
menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan
mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan
tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan
melalui darah. (Guyton, Arthur C. 2018).
Fungsi Darah Pada Tubuh Manusia :
1. Alat pengangkut air dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
2. Alat pengangkut oksigen dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
3. Alat pengangkut sari makanan dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
4. Alat pengangkut hasil oksidasi untuk dibuang melalui alat ekskresi
5. Alat pengangkut getah hormon dari kelenjar buntu
6. Menjaga suhu temperatur tubuh
7. Mencegah infeksi dengan sel darah putih, antibodi dan sel darah beku8. Mengatur
keseimbangan asam basa tubuh, dll.
Bagian darah
Air 91%
Protein 3% (albumin, globulin, protombin dan fibrinogen)
Mineral 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam fosfat, magnesium,
kalsium dan zat besi)
Bahan 0,1% (glukosa, lemak, asam urat, kreatinin, kolesterol dan asam
Organik amino)
Komposisi darah:
1. Air : 91%
2. Protein : 3% (albumin, globulin, protombin, dan fibrinogen)
3. Mineral : 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam fosfat, magnesium,
kalsium, dan zat besi)
4. Bahan organic :0,1% (glukosa, lemak, asam urat, kreatinin, kolesterol dan
asam amino)
1. Pengertian Plasma Darah (Cairan Darah)
Plasma darah adalah cairan darah berbentuk butiran-butiran darah yang
tidak berwarna dalam darah Di dalamnya terkandung benang-benang fibrin /
fibrinogen yang berguna untuk menutup luka yang terbuka. Plasma darah juga
mengandung berbagai macam zat organik, anorganik, dan air.
2. Komponen Penyusun Plasma Darah
Air : 91%,Protein plasma darah : 7%, Komponen lainya (Asam amino, lemak,
glukosa, urea, garam,0,9%). Hormon, antibody.0,1%
3. Fungsi Plasma Daraheran Plasma darah sangatlah bervariasi yaitu
1. berfungsi mengangkut air
2. mengangkut mineral, ion ion misalnya ion karbonat
3. mengangkut sari-sari makanan ke seluruh jaringan tubuh.
4. mengangkut panas hasil oksidasi , sehingga panas tubuh kita bisa merata dan bisa
mempertahankan suhu tubuh itu (37o) dengan membuang panas yang berlebihan itu
lewat keringat
5. mengangkut hasil sisa oksidasi sel CO2 yang diangkut dalam bentuk HCO3 -
6. mengangkut hormon
7. mengangkut antibody / zat immun
8. mengangkut zat ekskresi dari jaringan tubuh ( urea) ke ginjal
Bagian plasma darah yang mempunyai fungsi penting adalah serum. Serum
merupakan plasma darah yang dikeluarkan atau dipisahkan fibrinogennya dengan cara
memutar darah dalam sentrifuge. Serum tampak sangat jernih dan mengandung zat
antibodi. Antibodi merupakan protein yang dapat mengenali dan mengikat antigen
( protein asing) tertentu. Antibodi ini berfungsi untuk membinasakan protein asing yang
masuk ke dalam tubuh. Protein asing yang masuk ke dalam tubuh disebut antigen.
Antigen adalah molekul Protein asing yang tidak dikenal yang masuk ke plasma darah ,
adanya antigen maka akan terbentuk antibody ( Antibody jumlahnya berbanding lurus
dengan antigen yang ada) maka orang yang sakit karena adanya kuman ( antigen
asing) , dan bisa sehat dipastikan di tubuhnya (plasma darahnya) banyak antibody
special kuman tersebut sehingga ia sudah kebal terhadap kuman yang menyebabkan
penyakit tersebut.
Berdasarkan cara kerjanya, antibodi dalam plasma darah dapat dibedakan sebagai
berikut.
1) Aglutinin : menggumpalkan antigen.
2) Presipitin : mengendapkan antigen.
3) Antitoksin : menetralkan racun.
4) Lisin : menguraikan antigen.
5) Netralisasi : antigenik menutup tempat yang toksik ( beracun)
Di dalam darah terdapat dua jenis aglutinogen, yaitu aglutinogen A dan aglutinogen B.
Berdasarkan ada tidaknya aglutinogen dalam darah, Landsteiner membagi empat
macam golongan darah, yaitu darah golongan A, B, AB, dan O. Sistem penggolongan
darah ini dinamakan sistem ABO.
Macam-macam Sel Darah
a. Sel Darah Merah (Eritrosit)
Sel darah merah di bentuk di dalam sumsum tulang, terutama dari tulang
pendek, pipih dan tak beraturan, dari jaringan kanselus pada ujung tulang pipa dan
dari sumsum dalam batang iga-iga dan dari sternum. Di dalam sumsum tulang
terdapat banyak sel pluripoten hemopoietik stem yang dapat membentuk berbagai
jenis sel Darah.
Sel-sel ini akan terus menerus direproduksikan selama hidup manusia,
walaupun jumlahnya akan semakin berkurang sesuai dengan bertambahnya usia.
Rata-rata panjang hidup darah merah kira-kira 115 hari. Sel menjadi usang, dan
dihancurkan dalam sistema retikulo-endotelia, terutama dalam limpa dan hati. Globin
dari hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan sebagai protein dalm
jaringan-jaringan dan zat besi dalam hem dari hemoglobin dikeluarkan untuk
digunakan dalam pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem dari hemoglobin
diubah menjadi bilirubin (pigmen kuning) dan biliverdin yaitu yang berwarna kehijau-
hijauan yang dapat dilihat pada perubahan warna hemoglobin yang rusak pada luka
memar.
Konsentrasi sel-sel darah merah di dalam darah, pada pria normal jumlah
rata-rata sel-sel darah merah per millimeter kubik adalah 5.200.000 (± 300.000) dan
pada wanita normal jumlahnya 4.700.000 (±300.000). Jumlah sel-sel darah merah ini
bervariasi pada kedua jenis kelamin dan pada perbedaan umur, pada ketinggian
tempat seseorang itu tinggal akan mempengaruhi jumlah sel darah merah.
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi
sebagai media transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan
membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru paru. Kadar hemoglobin
menggunakan satuan gram/dl. Yang artinya banyaknya gram hemoglobin dalam 100
mililiter darah.(Hardiono,2019).
Nilai normal hemoglobin tergantung dari umur pasien :
 Bayi baru lahir : 17-22 gram/dl
 Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl
 Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl
 Anak anak : 11-13 gram/dl
 Lelaki dewasa : 14-18 gram/dl
 Perempuan dewasa : 12-16 gram/dl
 Lelaki tua : 12.4-14.9 gram/dl
 Perempuan tua : 11.7-13.8 gram/dl
Eritroposis Pembentukan sel darah merah (eritroposis) adalah subyek
pengaturan “feedback”. Eritroposis diatur oleh suatu hormone glikoprotein yang
beredar yang dinamakan eritropoeitin yang dibentuk oleh kerja dari faktor ginjal pada
globulin plasma. Hormone ini mempermudah diferensiasi sistem sel menjadi
proeritroblast. Kerapuhan sel darah merah.Faktor penghambat pembentukan
eritroposis adalah kenaikan sel darah merah dalam sirkulasi yang mencapai nilai
diatas normal sedangkan pembentukan eritroposis dirangsang oleh anemia, hipoksia,
dan kenaikan jumlah sel darah merah yang beredar adalah gambaran yang menonjol
dari aklimanisasi pada dataran tinggi.
b. Sel Darah Putih (Leukosit)
Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Sistem
perthanan ini sebagian dibentuk di dalam sumsum tulang (granulosit dan monosit dan
sedikit limfosit) dan sebagian lagi di salam jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma),
tapi setelah dibentuk sel-sel ini kana diangkut didalam darah menuju ke bermacam-
macam bagian tubuh untuk dipergunakan. Granulosit atau sel polimorfonuklear
merupakan hampir 75% dari seluruh jumlah sel darah putih. Mereka terbentuk dalam
sumsum merah tulang. Sel ini berisi sebuah nukleus yang berbelah banyak dan
protoplasmanya berbulir. Karena itu disebut sel berbulir atau granulosit. Kekurangan
granulosit disebut granulositopenia. Sedangkan tidak adanya granulosit disebut
agranulositosis yang timbul setelah makan obat tertentu, termasuk juga beberapa
antibiotika.
Fungsi sel darah putih , granulosit dan monosit mempunyai peranan penting
dalam perlindungan badan terhadap mikroorganisme. Dengan kemampuannya
sebagai fagosit (fago-saya makan), mereka memakan bakteri-bakteri hidup yang
masuk ke peredaran darah. Dengan kekuatan gerakan amuboidnya ia dapat bergerak
bebas di dalam dan dapat keluar pembuluh darah dan berjalan mengitari seluruh
bagian tubuh. Dengan demikian sel darah putih mempunyai fungsi :
1. Mengepung daerah yang terkena infeksi atau cedera
2. Menangkap organisme hidup dan menghancurkannya
3. Menyingkirkan bahan lain seperti kotoran-kotoran, serpihan kayu, benang jahitan
(catgut), dll dengan cara yang sama.
c. Sel Pembeku Darah (Trombosit)/ Platelet
Trombosit merupakan benda-benda kecil yang mati yang bentuk dan ukurannya
bermacam-macam, ada yang bulat ada juga yang berbentuk lonjong, memilik warna
putih. Pada orang dewasa terdapat 200.000-300.000 trombosit per millimeter kubik.
Fungsinya memegang peranan penting dalam pembekuan darah. Jika banyaknya
kurang dari normal, maka apabila terdapat luka dan darah tidak segera membeku
sehingga timbul pendarahan yang terus menerus. Trombosit lebih dari 300.000
disebut trombositosis. Trombosit yang kurang dari 200.000 disebut trombositopenia.
Di dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut membantu terjadinya peristiwa
pembekuan darah, yaitu Ca2+ dan fibrinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh
mendapat luka.

B. DEFINISI
Penyakit Dengue adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
( arthropod-borne virus ) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes
Albopictus dan Aedes Aegypti ).Penyakit Dengue Haemoragie Fever (DHF) adalah
penyakit Demam Dengue dengan manifestasi perdarahan .Dengue Haemoragic Fever
(DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi
perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan
kematian (Mansjoer, 2018).
Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus demam berdarah dengue disertai
dengan manifestasi kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan. Dengue Syok Syndrome (DSS)
adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
atau Demam Berdarah Dengue (DBD).
C. ETIOLOGI
1. Mekanisme Penularan

Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan


manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan
melalui nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok arthropod
borne diseases. Virus dengue berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan
berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk. Terdapat tiga faktor yang
memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor
perantara. Virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk pada saat menggigit
manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian virus dengue ditularkan kepada
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang infeksius.
Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue (infektif) merupakan
sumber penular DBD.
2. Tempat Potensial Bagi Penularan Penyakit DBD
Penularan penyakit DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk
penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah :
a. Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis)
b. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang
dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe
virus dengue cukup besar. Tempat-tempat umum itu antara lain :
1. Sekolah Anak murid sekolah berasal dari berbagai wilayah, merupakan
kelompok umur yang paling rentan untuk terserang penyakit DBD.
2. Rumah Sakit/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya : Orang
datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya adalah penderita
DBD, demam dengue atau carier virus dengue.
3. Tempat umum lainnya seperti : Hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat-tempat
ibadah dan lain-lain.
c. Pemukiman baru di pinggiran kota karena di lokasi ini, penduduk umumnya berasal
dari berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau
carier yang membawa tipe virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi
awal.
Penularan penyakit DBD dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu agent (virus), host
ejamu), dan lingkungan, yaitu :
1. Agent (penyebab penyakit) adalah semua unsur atau elemen hidup atau mati yang
kehadirannya, apabila diikuti dengan kontak yang efektif dengan manusia rentan
dalam keadaan yang memungkinkan akan menjadi stimuli untuk mengisi dan
memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Dalam hal ini yang menjadi agent
dalam penyebaran DBD adalah virus dengue.
2. Karakteristik host (pejamu) adalah manusia yang kemungkinan terjangkit penyakit
DBD. Faktor-faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia yaitu Mobilitas
penduduk akan memudahkan penularan dari suatu tempat ke tempat yang lainnya,
Pendidikan akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan dan
cara pemberantasan yang dilakukan, hal ini berkaitan dengan pengetahuan,
Kelompok umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit DBD.
3. Lingkungan, lingkungan yang terkait dalam penularan penyakit DBD adalah Tempat
penampungan air / keberadaan kontainer, sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes
aegypti, Curah hujan, pada musim hujan (curah hujan diatas normal) tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi air,
mulai terisi air, dan Kebersihan lingkungan / sanitasi lingkungan.(Sutaryo,2018).
D. MANIFESTASI KLINIS
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun
menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam,
gejala-gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung, nyeri tulang
dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya (Soedarto, 2019).
1. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya
terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi
perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. Perdarahan ringan hingga
sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan
haematemesis (Soedarto, 2019).
2. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak
yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati
teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita
(Soedarto, 2019).
3. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai
dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung
hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada
masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk (Soedarto,2019).
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan
gejala lain adalah :
1. Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.
2. Asites.
3. Cairan dalam rongga pleura (kanan).
4. Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma (Soedarto,2019).
Manifestasi klinis dari DHF dapa dilihat dari klasifikasi atau derajatnya. Menurut
derajat ringannya penyakit,
Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4 tingkat yaitu :
1. Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif.
2. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala-gejala pendarahan spontan seperti
petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi
telinga dan sebagainya.
3. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran dare seperti nadi lemah
dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan dare menurun
(120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan dare tidak terukur (denyut jantung > – 140 mmHg) anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
WHO (2008) mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan,
yaitu :
1. Derajat I
Demam dengan test rumple leed positif.
2. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran dare seperti nadi lemah dan cepat(>120
x/menit), tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan
pasien menjadi gelisah
4. Derajat IV
Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan dare tidak teratur anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
Menurut (Vyas et. Al 2014), gejala awal demam berdarah dengue yang mirip
dengan demam berdarah. Tapi setelah beberapa hari orang yang terinfeksi menjadi
mudah marah, gelisah, dan berkeringat.
Terjadi perdarahan: muncul bintik-bintik kecil seperti dare pada kulit dan patch
lebih besar dari dare di bawah kulit. Luka ringan dapat menyebabkan perdarahan. Syok
dapat menyebabkan kematian.
Jika orang tersebut bertahan, pemulihan dimulai setelah masa krisis 1-hari.
I. Gejala awal termasuk:
a. Nafsu makan menurun
b. Demam
c. Sakit kepala
d. Nyeri sendi atau otot
e. Perasaan sakit umum
f. Muntah
II. Gejala fase akut termasuk kegelisahan diikuti oleh:
a. Bercak dare di bawah kulit
b. Bintik-bintik kecil dare di kulit
c. Ruam Generalized
d. Memburuknya gejala awal
III. Fase akut termasuk seperti shock ditandai dengan:
a. Dingin, lengan dan kaki berkeringat
b. Berkeringat.

E. PATOFISIOLOGI
Penderita DHF adalah yang utama pada meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
yang mengakibatkan terjadinya perembesan atau kebocoran plasma, peningkatan
permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma yang secara
otomatis jumlah trombosit berkurang, terjadinya hipotensi (tekanan darah rendah) yang
dikarenakan kekurangan haemoglobin, terjadinya hemokonsentrasi (peningkatan
hematocrit > 20%) dan renjatan (syok). Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke
dalam tubuh penderita adalah penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal-pegal di seluruh tubuh, ruam atau bitnik-bintik merah pada kulit (petekie),
sakit tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran limpa
(splenomegali). Hemokonsentrasi menunjukkan atau menggambarkan adanya
kebocoran atau perembesan plasma ke ruang ekstra seluler sehingga nilai hematocrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Oleh karena itu, pada
penderita DHF sangat dianjurkan untuk memantau hematocrit darah berkala untuk
mengetahuinya. Setelah pemberian cairan intravena peningkatan jumlah trombosit
menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian cairan intravena
harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan
gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan
bisa mengalami renjatan dan apabila tidak segera ditangani dengan baik maka akan
mengakibatkan kematian. Sebelumnya terjadinya kematian biasanya dilakukan
pemberian transfusi guna menambah semua komponen. komponen di dalam darah
yang telah hilang.

F. PATHWAY
Nyamuk
Mengandung virus dengue

Menggigit manusia

Virus masuk kealiran Darah


Masuk kepembuluh darah
Mekanisme tubuh viremia otak melalui aliran Darah sehingga
Melawan virus mempengaruhi hipotalamus
Komplemen antigen
Peningkatan asam lambung antibodi meningkat Suhu tubuh meningkat

Mual, muntah pelepasan peptida

Gangguan pemenuhan nutrisi pembebasan


Kurang dari kebutuhan tubuh histamin

Peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah


Plasma banyak mengumpal
Kekurangan volume Kebocoran plasma pada Jaringan interstitial
cairan tubuh
HB turun perdarahan
Ekstraseluler oedema
Nutrisi dan o2 ke jaringan
Menurun Resiko syok menekan saraf c
hipovolemik
tubuh lemas Gangguan rasa nyaman

Intoleransi aktivitas Nyeri

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan renjatan pada DBD merupakan suatu masalah yang sangat
penting yang harus diperhatikan, oleh karena angka kematian akan sangat tinggi apabila
penanganan DHF/DBD dengan renjatan tidak ditanggulangi secara adekuat.
Prinsip utama penanganan DSS :
a. Atasi segera hipovolemia
b. Lanjutkan p'nggantian cairan yg msh trs keluar dr pabulum dare slama 12 -24 jam
paling lama 48 jam
c. Koreksi keseimbangan asam-basa
d. Beri dare segar bila ada perdarahan hebat
Pada dasarnya pengobatan DHF hanya bersifat simptomatis dan suportif, karena
obat yang spesifik untuk mengobati virus belum ada.sedangkan untuk menjaga
kestabilan sirkulasi perlu pemantauan intensif mengenai TTV, hasil laboratorium
(Ht,Tromb,Hb)setiap 4 jam kalau perlu.
Untuk mengatasi renjatan diperlukan terapi cairan/volume replacement karena
biasanya shock/renjatan pada kasus DBD karena terjadi deficit volume cairan hingga
kejadian shock hipovolemia
a. Mengatasi renjatan
b. Cairan maintenance/rumatan
c. Plasma/plasma expander.jenisnya a.l
d. Tranfusi dare
e. Obat-obat yg diberikan

Tidak ada terapi yang spesifik untuk DD dan DBD, prinsip utama adalah terapi
suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga
kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling
penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga,
terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka
dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan
hemokonsentrasi (Depkes RI, 2016).
Tatalaksana DBD dibagi atas 3 fase berdasarkan perjalanan penyakitnya (Hardiono,
2016):
1. Fase Demam  terapi simptomatik dan suportif.
a. Parasetamol 10 mg/kgBB.dosis setiap 4-6 jam (aspirin dan ibuprofen
dikontraindikasikan). Kompres hangat diberikan apabila pasien masih tetap
panas.
b. Terapi suportif yang dapat diberikan antara lain larutan oralit, jus buah atau
susu dan lain-lain.
c. Apabila pasien memperlihatkan tanda-tanda dehidrasi dan muntah hebat,
berikan cairan sesuai kebutuhan dan apabila perlu berikan cairan intravena.
Setelah bebas demam selama 24 jam tanpa antipiretik, pasien DBD akan memasuki
fase kritis. Sebagian pasien sembuh setelah pemberian cairan intravena, sedangkan
kasus berat akan jatuh ke dalam fase syok.
2. Fase Kritis (berlangsung 24-48 jam), sekitar hari ke-3 sampai dengan hari ke-5
perjalanan penyakit. Umumnya pada fase ini pasien tidak dapat makan dan minum
oleh karena anoreksia atau dan muntah.
a. Tatalaksana umum
- Rawat di bangsal khusus atau sudut tersendiri sehingga pasien mudah
diawasi. Catat tanda vital, asupan dan keluaran cairan dalam lembar khusus.
- Berikan oksigen pada kasus dengan syok.
- Hentikan perdarahan dengan tindakan yang tepat.
b. Kewaspadaan perlu ditingkatkan pada pasien dengan risiko tinggi, seperti:
- Bayi.
- DBD derajat III dan IV.
- Obesitas.
- Perdarahan masif.
- Penurunan kesadaran.
- Mempunyai penyulit lain, seperti Thalasemia dll.
c. Tatalaksana cairan
Indikasi pemberian cairan intravena:
- Trombositopenia, peningkatan Ht 10-20%, pasien tidak dapat makan dan
minum melalui oral.
- Syok.
- Jenis cairan pilihan:
- Kristaloid (jenis cairan pilihan diantaranya: ringer laktat dan ringer asetat
terutama pada fase syok)
- Koloid (diindikasikan pada keadaan syok berulang atau syok berkepanjangan)
- Jumlah Cairan:
- Selama fase kritis pasien harus menerima sejumlah cairan rumatan ditambah
defisit 5-8% atau setara dehidrasi sedang.
- Pasien dengan berat badan (BB) lebih dari 40kg, total cairan intravena setara
dengan 2 kali rumatan.
- Pada pasien obesitas,perhitungkancairan intravena berdasar atas BB ideal.
- Tetesan:
- Pada kasus non syok
- BB < 15 kg  6-7 ml/kgBB/jam
- BB 15-40 kg  5 ml/kgBB/jam
- BB > 40 kg  3-4 ml/kgBB/jam
- Pada kasus DBD derajat III mulai dengan tetesan 10 ml/kgBB/jam.
- Pada kasus DBD derajat IV, untuk resusitasi diberikan cairan RL 10 ml/kgBB
dengan tetesan lepas secepat mungkin (10-15 menit) kalau perlu dengan
tekanan positif, sampai tekanan darah dan nadi dapat diukur, kemudian
turunkan sampai 10 ml/kgBB/jam.
d. Pemantauan
Pemantauan terhadap syok dilakukan dengan ketat selama 1-2 jam setelah
resusitasi. Apabila pemberian cairan tidak dapat dikurangi menjadi 10 ml/kg/jam,
oleh karena tanda vital tidak stabil (tekanan nadi sempit, nadi teraba cepat dan
lemah), syok belum teratasi, maka segera diberikan cairan koloidal 10 ml/
kgBB/jam.
Pada kasus-kasus dengan syok persisten, yang tidak bisa diatasi dengan
pemberian cairan kristaloid maupun koloidal, maka perlu dicurigai adanya
perdarahan internal. Untuk keadaan ini diberikan transfusi darah segar.
Pada kasus-kasus DBD derajat IV (DSS) yang pada waktu masuk rumah sakit
nilai awal hematokritnya rendah, dipikirkan kemungkinan perdarahan internal,
sehingga pemantauan nilai Ht harus lebih sering.
Apabila Ht tetap rendah, berikan transfusi darah segar, koreksi gangguan
metabolit dan elektrolit, seperti hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia dan
asidosis. Apabila terjadi asidosis, cairan infus sebaiknya diberikan Ringer
Acetate.
Enam sampai 12 jam pertama setelah syok, tekanan darah dan nadi
merupakan parameter penting untuk pemberian cairan selanjutnya. Akan tetapi
kemudian, semua parameter sekaligus harus diperhatikan sebelum mengatur
jumlah cairan yang akan diberikan.
- Parameter pemberian cairan yang harus diperhatikan adalah :
 Kondisi klinis : penampilan umum, pengisian kapiler, nafsu makan dan
kemampuan minum pasien.
 Tanda vital : Tekanan darah, suhu tubuh, frekuensi nafas.
 Hematokrit
 Jumlah urine
- Indikasi transfusi darah adalah :
 Perdarahan saluran cerna berat (melena).
 Kehilangan darah bermakna, yaitu > 10% volume darah total. (Total
volume darah = 80 ml/kg). Berikan darah sesuai kebutuhan. Apabila
packed red cell (PRC) tidak tersedia, dapat diberikan sediaan darah
segar.
 Pasien dengan perdarahan tersembunyi. Penurunan Ht dan tanda vital
yang tidak stabil meski telah diberi cairan pengganti dengan volume
yang cukup banyak, berikan sediaan darah segar 10 ml/kg/kali atau
PRC 5 ml/kgBB/kali
- Indikasi transfusi trombosit adalah :
Hanya diberikan pada perdarahan masif. Dosis: 0.2 μ/kgBB.dosis
3. Fase penyembuhan
Setelah masa kritis terlampaui maka pasien akan masuk dalam fase
maintenance/penyembuhan, pada saat ini akan ada ancaman timbul keadaan
“overload” cairan. Sehingga pemberian cairan intravena harus diberikan dalam jumlah
minimal hanya untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi intra vaskuler, sebab apabila
jumlah cairan yang diberikan berlebihan, akan menimbulkan kebocoran ke dalam
rongga pleura, abdominal, dan paru yang akan menyebabkan distres pernafasan
yang berakibat fatal.
Secara umum, sebagian besar pasien DBD akan sembuh tanpa komplikasi dalam
waktu 24-48 jam setelah syok. Indikasi pasien masuk ke dalam fase penyembuhan
adalah:
a. Keadaan umum membaik
b. Meningkatnya nafsu makan
c. Tanda vital stabil
d. Ht stabil dan menurun sampai 35-40%
e. Diuresis cukup
4. Indikasi Pulang
a. 24 jam tidak pernah demam tanpa antipiretik
b. Secara klinis tampak perbaikan
c. Nafsu makan baik
d. Nilai Ht stabil
e. Tiga hari sesudah syok teratasi
f. Tidak ada sesak nafas atau takipnea
g. Trombosit ≥ 50.000/μl.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi berupa syok berulang, kegagalan pernafasan
akibat edema paru atau kolaps paru, efusi pleura, acssites, ensefalopati dengue,
kegagalan jantung dan sepsis. (Herdman , 2019).

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar hematokrit,
jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif
disertai gambaran limfosit plasma biru. Parameter laboratori yang dapat diperiksa:
1. Leukosit: dapat normal atau menurun.
Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit)
disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang
pada fase syok akan meningkat.
2. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8 akibat depresi
sumsum tulang.
3. Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal. Sering ditemukan mulai hari ke-3.
4. Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP
pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
5. Imunoserologi
a. Pemeriksaan anti-dengue IgG, IgM
IgM IgG Interpretasi
+ - Infeksi primer
+ + Infeksi sekunder
- + Riwayat terpapar/ dugaan infeksi sekunder
- - Bukan infeksi Flavivirus, ulang 3-5 hari bila curiga.
b. Uji HI: ≥ 1: 2560 Infeksi sekunder Flavivirus
6. Protein/Albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
7. SGOT/SGPT dapat meningkat.
8. Ureum, Kreatinin: dapat meningkat pada keadaan gagal ginjal akut.
9. Gas darah: terdapat gangguan pada konsentrasi gas darah sesuai dengan
keadaan pasien.
10. Elektrolit: sebagai parameter pemberian cairan.
11. Golongan darah dan cross match: dilakukan sebelum tindakan tranfusi darah
untuk keamanan pasien.
b. Pemeriksaan Radiologis
1. Pemeriksaan foto roentgen dada, bisa didapatkan efusi pleura terutama pada
hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi dapat
dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto dada sebaiknya dalam posisi
lateral dekubitus kanan. Pemeriksaan foto dada dilakukan atas indikasi dalam
keadaan klinis ragu-ragu dan pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian
cairan.
2. USG: untuk mendeteksi adanya asites dan juga efusi pleura. (WHO Indonesia.
2018).

J. ASKEP TEORI
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematis untuk
mengumpulkan data atau informasi dan menganalisa sehingga dapat
diketahui kebutuhan penderita tersebut.
1. Data Biografi
Identitas : Umur, Alamat (daerah endemis, lingkungan rumah / sekolah ada
yang terkena DB)
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas,
muntah, epistaksis, pendarahan gusi.
b. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat
masuk rumah sakit) : kapan mulai panas
c. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit
lain yang pernah diderita oleh pasien)
d. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik
atau tidak)
e. Riwayat tumbuh kembang: adakah keterlambatan tumbuh kembang
f. Riwayat imunisasi
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan, panjang
badan, usia)
b. Pemeriksaan per sistem
- Sistem persepsi sensori :
 Penglihatan : edema palpebra, air mata ada/tidak, cekung/normal
 Pengecapan : rasa haus meningkat/tidak, tidak lembab/kering
- Sistem persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing
- Sistem pernafasan : epistaksis, dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung,
odem pulmo, krakles
- Sistem kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat/tak teraba, kapilary
refill lambat, akral hangat/dingin, epistaksis, sianosis perifer, nyeri dada
-  Sistem gastrointestinal :
 Mulut : membrane mukosa lembab/kering, pendarahan gusi
 Perut : turgor, kembung/meteorismus, distensi, nyeri, asites, lingkar perut
 BAB : warna (merah, hitam), volume, bau, konsistensi, darah, melena
- Sistem integument : petekie, ekimosis, kulit kering/lembab, adakah
pendarahan bekas tempat injeksi
- Sistem perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria/anuria
4. Gejala klinis didapatkan :
a. Derajat I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas,
manifestasi perdarahan hanya berupa uji torniquet positif dan atau mudah
memar, trombositopeni dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II : Manifestasi klinik pada derajat derajat I disertai perdarahan
spontan dibawah kulit seperti ptekhie, hematoma dan perdarahan dari
tempat lain.
c. Derajat III : Manifestasi klinik pada penderita derajat II ditambah dengan
terdapat kegagalan sistem sirkulasi, nadi cepat dan lemah atau hipotensi,
disertai kulit dingin dan sembab atau gelisah.
d. Derajat IV : Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan
renjatan yang berat ditandai tekanan darah tidak terukur dan nadi tidak
teraba.
B. Diagnosa
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd. mual,
muntah,tidak ada nafsu makan hipertermia b/d proses inflamasi virus dengue.
2. Kekurangan volumecairan b/d kebocoran plasma darah
3. Hipertermi b.d proses infeksi virus dengue (viremia)
4. Resiko syok ( hypovolemik ) b/d perdarahan yang berlebihan ,pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler .
5. Nyeri berhubungan dengan gangguan metabolisme pembuluh darah perifer.

C. Intervesi
1. Dx.1 Hipertermia b/d proses inflamasi virus dengue
Tujuan:hipertemidapatteratasi
Intervensi:
 Monitor suhu sesering mungkin.
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tekanan darah, nadi dan RR.
 Monitor tanda-tanda hipertermi.
 Berikan anti piretik
 Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam.
 Kolaborasi pemberian cairan intravena.
 Selimuti pasien unuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh.
 Ajarkan indikasi dari hipertermi dan penanganan yang diperlukan.
 Gantikan pakaian yang telah basah oleh keringat.
2. Dx. 2 Kekurangan volume cairan bd. peningkatan permeabilitas kapiler,
perdarahan, muntah dan demam.
Tujuan :
Gangganan volume cairan dapat teratasi.
Kriteria hasil:
Volume cairan tubuh kembali normal.
Intervensi :
 Monitor vital sign.
 Monitor status nutris
 Monitor intake dan output.
 Pertahankan intake dan output yang akurat.
 Monitor status hidrasi (membran mukosa) yang adekuat.
 Monitor hasil laboratorium berhubungan dengan retensi cairan
(peningkatan BUN, penurunan hematokrit, dan peningkataan osmolaritas
urine).
3. Dx. 3 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd.
mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
Tujuan:
Gangguan penurunan pola nutrisi teratasi
Kriteria hasil:
 Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
b. Intake nutrisi klien meningkat.
Intervensi :
 Kaji adanya alergi makanan.
 Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
 Timbang berat badan klien tiap hari.
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
 Yakinkan nutrisi yang dimakan mengandung tinggi serat konstipasi
 Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi).
 Anjurkan klien untuk meningkatkan protein dan vitamin C.
 Berikan kalori tentang kebutuhan nutrisi.
 Berikan klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit
tapi sering.
 Berikan minum hangat bila klien mengeluh mual.
D. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini perawat
menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia
(komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan, penemuan perubahan
pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan komplikasi, penemuan
perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan lingkungan,
implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa aman, nyaman dan
keselamatan klien.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana
mengenai kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan
secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
C.Pearce, Evelyn. 2020. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Depkes RI. 2019. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan kesehatan.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.
Guyton, Arthur C. 2018. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 7 bagian 1. Jakarta: EGC.
Hardiono, dkk. 2019. Standar pelayanan medis kesehatan anak. Ed.I. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI.
Soedarto. 2019. Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga :Surabaya
Sumarmo,s dkk. 2016. Buku Ajar Infeksi & Penyakit Tropis pada Anak,IDAI Jakarta.
Sutaryo. 2018. Dengue. Medika Fak.Kedokteran UGM : Yogyakarta.
Syaifuddin, Drs. H.2017. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: EGC.
WHO Indonesia. 2018. Pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit rujukan tingkat
pertama di kabupaten/kota. Alih bahasa: Tim Adaptasi Indonesia. Jakarta: Depkes RI.

Anda mungkin juga menyukai