Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

”ACUTE FEBRILLE ILLNESS”

DI RUANG MARWAH RUMAH SAKIT ISLAM MASYITOH BANGIL

Di Susun Oleh:

Mufidah
14201.10.18025

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN HAFSHAWATY ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO
LEMBAR KONSULTASI

NAMA : mufidah

NIM : 14201.10.18025

No Tanggal Pembimbing Evaluasi Paraf


LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN ACUTE FEBRILLE ILLNESS

Telah disahkan pada


Hari :
Tanggal :

Probolinggo Januari 2022

Mahasiswa

Pembimbing Lahan pembimbing Akademik

Kepala Ruangan
A. DEFINISI
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang
berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus (Dinarello &
Gelfand, 2005). Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2°C. Derajat suhu yang
dapat dikatakan demam adalah rectal temperature ≥38,0°C atau oral temperature
≥37,5°C atau axillary temperature ≥37,2°C.
Istilah lain yang berhubungan dengan demam adalah hiperpireksia. Hiperpireksia
adalah suatu keadaan demam dengan suhu >41,5°C yang dapat terjadi pada pasien
dengan infeksi yang parah tetapi paling sering terjadi pada pasien dengan perdarahan
sistem saraf pusat.
Demam berarti suhu tubuh diatas batas normal biasa, dapat disebabkan oleh
kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan
suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi. Demam adalah keadaan
dimana terjadi kenaikan suhu hingga 38⁰C atau lebih. Ada juga yang yang mengambil
batasan lebih dari 37,8⁰C.Sedangkan bila suhu tubuh lebih dari 40⁰C disebut demam
tinggi atau hiperpireksia. (Saputra Eka, 2016).
B. KLASIFIKASI
Menurut Saputra Eka (2016), tipe demam yang mungkin kita jumpai antara lain terbagi
menjadi beberapa jenis, antara lain yaitu :
1. Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan
turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan
menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang
normal dinamakan juga demam hektik.
2. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan
normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan
tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.
3. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari.
Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila
terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut
kuartana.
4. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat
demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
5. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa
periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan
suhu seperti semula. Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu
penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien
dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu
sebab yang jelas seperti abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria,
tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab
yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja
dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti
influensa atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita
tidak harus tetap waspada terhadap infeksi bakterial.
C. ETIOLOGI
Menurut Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal tahun 2000 dalam Saputra Eka
(2016), bahwa etiologi febris diantaranya yaitu :

1. Suhu lingkungan.
2. Adanya infeksi.
3. Pneumonia.
4. Malaria.
5. Otitis media.
6. Imunisasi
D. MANIFESTASI
Menurut Saputri Rosi (2018), tanda dan gejala terjadinya febris bermacam-macam yaitu
:
1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8⁰C - 40⁰C)
2. Kulit kemerahan
3. Hangat pada sentuhan
4. Peningkatan frekuensi pernapasan
5. Menggigil
6. Dehidrasi
7. Kehilangan nafsu makan
Sedangkan menurut Saputra Eka (2016), pada saat terjadi demam, gejala klinis yang
timbul bervariasi tergantung pada fase demam antara lain yaitu :
1. Fase 1 awal (awitan dingin atau menggigil)
a. Peningkatan denyut jantung
b. Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan
c. Mengigil akibat tegangan dan kontraksi otot
d. Peningkatan suhu tubuh
e. Pengeluaran keringat berlebih
f. Rambut pada kulit berdiri
g. Kulit pucat dan dingin akibat vasokontriksi pembuluh darah
2. Fase 2 ( proses demam
a. Proses mengigil hilang
b. Kulit terasa hangat atau panas
c. Peningkatan nadi
d. Peningkatan rasa haus
e. Dehidrasi
f. Kelemahan
g. Kehilangan nafsu makan ( jika demam meningkat)
h. Nyeri pada otot akibat katabolisme protein.
3. Fase 3 (pemulihan)
a. Kulit tampak merah dan hangat
b. Berkeringat
c. Kemungkinan mengalami dehidrasi
d. Mengigil ringan

E. PATOFISIOLOGI
Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh atau respon imun anak
terhadap infeksi atau zat asing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada infeksi atau
zat asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan tubuh dengan
dilepaskannya pirogen. Pirogen adalah zat penyebab demam, ada yang berasal dari
dalam tubuh (pirogen endogen) dan luar tubuh (pirogen eksogen) yang bisa berasal
dari infeksi oleh mikroorganisme atau merupakan reaksi imunologik terhadap benda
asing atau non infeksi. Zat pirogen ini dapat berupa protein, pecahan protein, dan zat
lain, terutama toksin polisakarida, yang dilepas oleh bakteri toksik yang dihasilkan
dari degenerasi jaringan tubuh menyebabkan demam selama keadaan sakit.
Mekanisme demam dimulai dengan timbulnya reaksi tubuh terhadap pirogen.
Pada mekanisme ini, bakteri atau pecahan jaringan akan difagositosis oleh leukosit
darah, makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini
selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri ke dalam cairan tubuh, yang disebut
juga zat pirogen leukosit. Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat
penerima (reseptor) yang terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur
panas di hipotalamus. Dalam hipotalamus pirogen ini akan dirangsang pelepasan
asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin. Ini akan
menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara menyempitkan pembuluh
darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar keringat. Pengeluaran panas menurun,
terjadilah ketidakseimbangan pembentukan dan pengeluaran panas. Inilah yang
menimbulkan demam pada anak. Suhu yang tinggi ini akan merangsang aktivitas
tentara tubuh (sel makrofag dan sel limfosit T) untuk memerangi zat asing tersebut
dengan meningkatkan proteolisis yang menghasilkan asam amino yang berperan
dalam pembentukan antibodi atau sistem kekebalan tubuh.
F. KOMPLIKASI
Menurut Saputri Rosi (2018), komplikasi yang dapat ditumbulkan dari febris yaitu :
1. Dehidrasi : demam menyebabkan peningkatan penguapan cairan tubuh
2. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi pada anak usia
6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama demam dan umumnya sebentar,
tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak membahayakan otak.
G. PATHWAY

Agen infeksius mediator


inflamsi

Monosit/makrofag dehidrasi

Sitokin pirogen Tubuh kehilangan cairan

Mempengaruhi
Penurunan cairan intrasel
hipotalamus anterior

Acut febrill ilnes

Peningkatan Meningkatnya Ph kurang Peningktan suhu


evaporasi mettabolik tubuh

Anoreksia
Hipertermiia
Resiko kelemahan
hipovolemi Nutrisi kurang dari
krbutuhan
Intolerasni
aktivitas
H. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan keperawatan
Mengawasi kondisi klien dengan pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6
jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan
pula apakah mata anak cenderung melirik ke atas atau apakah anak mengalami kejang-
kejang. Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi
perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya suplai
oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel-sel otak. Dalam keadaan demikian, cacat
seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya fungsi intelektual tertentu.
a. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
b. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
c. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak
yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
d. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak-banyaknyaMinuman yang diberikan
dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh.
Tujuannnya adalah agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh
memperoleh gantinya.
e. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
f. Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak, lipat paha. Tujuannya untuk
menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh anak. Turunnya suhu tubuh
dipermukaan tubuh ini dapat terjadi karena panas tubuh digunakan untuk
menguapkan air pada kain kompres. Jangan menggunakan air es karena justru
akan membuat pembuluh darah menyempit dan panas tidak dapat keluar.
Menggunakan alkohol dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi (keracunan).
g. Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat suam-suam kuku.
Kompres air hangat atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat dan
tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan demikian
tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan
pengatur suhu tubuh lagi. Di samping itu lingkungan luar yang hangat akan
membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar atau mengalami vasodilatasi, juga
akan membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan mempermudah pengeluaran
panas dari tubuh.
h. Tekhnik tepid sponge
Yaitu merupakan kombinasintekhnik blok dengan seka.tekhnik tepid sponge
menggunakan kompres blok langsung di beberpa tempat seprti di leher,ketiak,dan
liapatan paha Selain itu teknik ini ditambah dengan dengan memberikan seka
dibeberapa area tubuh sehingga perlakuan yang diterapkan akan lebih
kompleks. Kompres blok langsung diberbagai tempat ini akan menyampaikan
sinyal ke hipotalamus dengan lebih cepat dan pemberian seka akan
mempercepat vasodilatasi pembuluh darah perifer serta memfasilitasi
perpindahan panas di tubuh ke lingkungan sekitar sehingga terjadi penurunan
suhu tubuh
2. Penataalaksanaan medis
a. Obat-obatan Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di
hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin
dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus
direndahkan kembali menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas
diatas normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi. Petunjuk
pemberian antipiretik antara lain yaitu :
1. Bayi 6 – 12 bulan : ½ - 1 sendok the sirup parasetamol
2. Anak 1 – 6 tahun : ¼ - ½ parasetamol 500 mg atau 1 - 1½ sendokteh sirup
parasetamo
3. Anak 6 – 12 tahun : ½ - 1 tablet parasetamol 500 mg atau 2 sendok teh sirup
parasetamol.
Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu dilarutkan
dengan air atau teh manis. Obat penurun panas ini diberikan 3 kali sehari.
Gunakan sendok takaran obat dengan ukuran 5 ml setiap sendoknya.
Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam
menurunkan demam dan sangat berguna khususnya pada pasien berisiko,
yaitu anak dengan kelainan kardiopulmonal kronis kelainan metabolik,
penyakit neurologis dan pada anak yang berisiko kejang demam. Tujuannya
menurunkan set point hipotalamus melalui pencegahan pembentukan
prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase. Dosis
terapeutik antara 10-15 mgr/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali sehari.
Dosis maksimal 90 mgr/kbBB/hari. Pada umumnya dosis ini dapat ditoleransi
dengan baik. Dosis besar jangka lama dapat menyebabkan intoksikasi dan
kerusakkan hepar. Pemberiannya dapat secara per oral maupun rektal.
Turunan asam propionat seperti ibuprofen juga bekerja menekan
pembentukan prostaglandin. Obat ini bersifat antipiretik, analgetik dan
antiinflamasi. Efek samping yang timbul berupa mual, perut kembung dan
perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin. Efek samping
hematologis yang berat meliputi agranulositosis dan anemia aplastik. Efek
terhadap ginjal berupa gagal ginjal akut (terutama bila dikombinasikan
dengan asetaminopen). Dosis terapeutik yaitu 5-10 mgr/kgBB/kali tiap 6
sampai 8 jam. Metamizole (antalgin) bekerja menekan pembentukkan
prostaglandin. Mempunyai efek antipiretik, analgetik dan antiinflamasi. Efek
samping pemberiannya berupa agranulositosis, anemia aplastik dan
perdarahan saluran cerna. Dosis terap eutik 10 mgr/kgBB/kali tiap 6 - 8 jam
dan tidak dianjurkan untuk anak kurang dari 6 bulan. Pemberiannya secara
per oral,
intramuskular atau intravena. Asam mefenamat suatu obat gol ongan fenamat,
khasiat analgetiknya lebih kuat dibandingkan sebagai antipiretik. Efek
sampingnya berupa dispepsia dan anemia hemolitik. Dosis pemberiannya 20
mgr/kgBB/hari dibagi 3 dosis. Pemberiannya secara per oral dan tidak boleh
diberikan anak usia kurang dari 6 bulan.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Sebelum meningkat ke pemeriksaan-pemeriksaan yang mutakhir, yang siap tersedia


untuk digunakan seperti ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat
diperiksa bebrapa uji coba laboratorium darah, pembiakan kuman dari cairan tubuh
atau lesi permukaan atau sinar tembus rutin. Dalam tahap berikutnya dapat dipikirkan
untuk membuat diagnosis dengan lebih pasti melalui biopsy pada tempat - tempat
yang dicurigai. Juga dapat dilakukan pemeriksaan seperti angiografi, aortografi, atau
limfangiografi

J. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas Penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, status


perkawinan, suku bangsa, no register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa
medis

b. Keluhan Utama

Orang yang menderita observasi febris biasanya mengeluh suhu badannya naik
atau panas, keluarnya keringat berlebih, batuk-batuk dan tidak nafsu makan

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat penyakit sekarang : pada umumnya didapatkan peningkatan suhu tubuh


diatas 37,5°C atau ada masalah psikologis (rasa takut dan cemas terhadap
penyakitnya)
2) Riwayat penyakit dahulu : umumnya dikaitkan dengan riwayat medis yang
berhubungan dengan penyakit febris
3) Riwayat penyakit keluarga : dalam susunan keluarga adalah riwayat penyakit
febris yang pernah diderita atau penyakit turunan dan menular yang pernah
diderita atau anggota keluarga
d. Pola-pola Fungsi Kesehatan

1) Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat : umunya pada pola penderita
penyakit febris mengalami perubahan dalam perawatan dirinya yang diakibatkan
oleh penyakitnya
2) Pola nutrisi dan metabolik : umumnya terjadi penurunan nafsu makan atau tidak

3) Pola eliminasi : pada pola ini bisa terjadi perubahan karena asupan yang kurang
sehingga klien tidak bisa BAB atau BAK secara normal
4) Pola istirahat tidur : pada pola ini tidur pasien biasanya mengalami gangguan
karena adanya rasa tidak nyaman dengan meningkatnya suhu
5) Pola aktifitas dan latihan : aktifitas klien bergantung karena biasanya klien lemah
karena kurangnya asupan serta meningkatnya suhu
6) Pola persepsi dan konsep diri : klien merasa cemas dengan keadaan suhu
tubuhnya yang meningkat dan ketakutan sehingga mengalami metabolisme
seperti diare
7) Pola sensori dan kognitif : tidak terjadi gangguan pada pola ini dan biasanya
hanya sebagian klien yang mengetahuinya
8) Pola hubungan peran : bisa terjadi hubungan yang baik atau kekeluargaan dan
tidak mengalami gangguan
9) Pola penanggulangan stres : dukungan keluarga sangat berarti untuk
kesembuhan klien
10) Pola tata nilai dan kepercayaan : adanya perubahan dalam melaksanakan
ibadah sebagai dampak dari penyakitnya
e. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum : kesadaran (baik, gelisah, apatis atau koma), badan lemah,
frekuensi pernafasan tinggi, suhu badan meningkat dan nadi meningkat
2) Kepala dan leher : bentuk, kebersihan, ada bekas trauma atau tidak

3) Kulit, rambut dan kuku : turgor kulit (baik atau buruk), tidak ada gangguan atau
kelainan
4) Mata : umumnya mulai terlihat cowong atau tidak

5) Telingga, hidung, tenggorokkan dan mulut : bentuk, kebersihan, fungsi indranya


adanya gangguan atau tidak
6) Thorak dan abdomen : tidak didapatkan adanya sesak, abdomen biasanya nyeri
dan ada peningkatan bising usus
7) Sistem respirasi : umumnya fungsi pernafasan lebih cepat dan dalam

8) Sistem kardiovaskuler : pada kasus ini biasanya denyut pada nadi nya
meningkat

9) Sistem muskuloskeletal : terjadi gangguan atau tidak


10) Sistem pernafasan : pada kasus ini tida terdapat nafas yang tertinggal atau
gerakan nafas dan biasanya kesadarannya gelisah, apatis atau koma

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertemia
b. Deficit nutrisi
c. Resiko hipovolemi
3. Intervensi keperawatan
a. Hipertermia
Kriteria hasil:
Indicator SA ST
Kuli merah
Kejang
Takikardi
Suhu tubuh

 Manajemen hipertermia
1. Observasi
b. Identifikasi penyebab hipertermia
c. Monitor suhu tubuh
d. Monitor elektrolit
e. Monitor luaran urin
f. Monitor komplikasi akbat hipertermia

2. Terapeutik
a. Sediakan lingkungan yang dingin
b. Longgarkan atau lepaskan pakaian
c. Basahi atau kibasi pernukaan tubuh
d. Berikan cairan oral
e. Berikan oksigen jika perlu

3. Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
b. Deficit nutrisi
Kriteria hasil
Indicator SA ST
Porsi maknan yang dihabiskan
Kekuatan otot pengunyah
Kekuatan otot menelan
Sariawan
Frekuensi makan
Nafsu makan
Berat badan

 Manajemen nutrisi
1. Observasi
a. Identifikasi status nutrisi
b. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c. Identifkasi makanan yang disuakai
d. Idetifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
e. Identikasi perlunya penggunaan selang nasogatrik
f. Monitor asupan maknan
g. Monitor berat badan
h. Monitor hasil pemriksaan laboratorium
2. Terapeutik
a. Lakukan oral hygiene sebelum makan , jika perlu
b. Fasilitasi menentukan pediman diet (mis; piramida makan)
c. Sajikan maknan secara menarik dan suhu yang sesuai
d. Berikan makanan yag tinggi serat untuk mencegah konstipasi
e. Berikan makanna tinggi kaloti dan tinggi protein
f. Berikan suplemen makann
3. Edukasi
a. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
b. Ajarkan diet yang diprogramkan
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan numlah kalori dan jenis
nutren yang dibutuhkan, jika perlu
c. Resiko ketidakseimbangan cairan
Kriteria hasil
Indicator SA ST
Asupan cairan
Haluaran urin
Dehidrasi
Tekanan darah
Denyut nadi
Mata cekung
Berat badan

 Manajemen cairan
1. Obsrvasi
a. Monitor status hidrasi
b. Monitor berat badan harian
c. Monitor berat badan seblum dan sesudah dialysis
d. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
e. Monitor status hemodinamik
2. Terapeutik
a. Catat intake dan ouput dan hitung balance cairan
b. Berikan asupan cairan,sesuai kebutuhan
c. Berikan cairan intravena
3. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian diuretik
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A.2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017. Satandar Diagnosis Keperawatan Indonesia.


Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018. Satandar Intervensi Keperawatan Indonesia.


Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2018. Satandar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI

Perry & Potter. 2005. Buku ajar: Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai