Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Demam terjadi karena ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas
untuk mengimbangi produksi panas yang berlebih sehingga terjadi peningkatan
suhu tubuh.Demam tidk berbahaya jika dibawah 39oC, dan pengukuran tunggal
tidak menggambarkan demam.Selain adanya tanda klinis, penentuan demam juga
berdasarkan pada pembacaan suhu pada waktu yang berbeda dalam satu hari dan
dibandingkan dengan nilai normal individu tersebut(Potter dan Perry, 2009).
Gejala demam dapat dipastikan dari pemeriksaan suhu tubuh yang lebih
tinggi dari rentang normal. Dikatakan demam, apabila pada pengukuran suhu
rektal >38 0C atau suhu oral >37,80C atau suhu aksila >37,20C sedangkan pada
bayi berumur kurang dari 3 bulan, dikatakan demam apabila suhu rektal > 38 0C
dan pada bayi usia lebih dari 3 bulan apabila suhu aksila dan oral lebih dari 38,3
0C (Greg kelly, 2006)
2%-5% dari seluruh anak di dunia yang berumur ≤ 5 tahun pernah
mengalami demam, lebih dari 90% terjadi ketika anak berusia < 5 tahun
(Christopher, 2012). Insiden tertinggi demam terjadi pada usia dua tahun pertama
(Vestergaard, 2006). Di Asia sekitar 70%-90% anak yang memiliki kasus demam
Insiden kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa berkisar 4%-5% pada anak
usia ≤ 5 tahun (Shinnar dan Glauser, 2002). Berdasarkan hasil penelitian
prospektif Sillanpaa, M., dkk (2008) di Finlandia diperoleh insidens rate kejang
demam 6,9% pada anak usia 4 tahun (Sillanpaa, 2008).
Di Indonesia, Lumbantobing melaporkan 5 (6,5%) diantara 83 pasien yang
mengalami demam bahkan sampai kejang demam (epilepsy). Menurut Depkes RI
(2006), menyatakan angka kejadian kejang demam 3%-4% dari anak yang berusia
6 bulan – 5 tahun pada tahun 2012 – 2013. Sejak awal Januari 2019, Kementerian
Kesehatan menerima laporan sebanyak 12.240 orang terjangkit DBD di sejumlah
daerah, meningkat bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, menurut Kepala
Biro Humas Kementerian Kesehatan, Widyawati Rokom. Di ibu kota Jakarta yang

1
merupakan daerah endemis DBD, angka kasus terus mengalami pelonjakan dalam
beberapa pekan terakhir. Dari 613 kasus di ibu kota, paling banyak terjadi di
Jakarta Selatan, Jakarta Barat dan Jakarta Timur
Peningkatan suhu tubuh merupakan tanda bahwa tubuh sedang terinfeksi
oleh sesuatu. Setelah sembuh dari infeksi, suhu tubuh akan menurun lagi. Infeksi
biasa terjadi akibat bakteri dan virus yang masuk ke dalam tubuh. Beberapa
bakteri dan virus yang menyebabkan infeksi dapat tumbuh subur pada suhu tubuh
normal. Namun peningkatan suhu tubuh dapat menyebabkan metabolisme basal
meingkat sehingga suplai oksigen ke otak menurun, yang dapat menyebabkan
kejang demam pada seseorang. Kejang demam dapat menyebabkan sesorang
mengalami pergerakan tidak terkontrol, muntah, rigiditas, risiko lidah tergigit dan
bahkan dapat terjadi hilangnya kesadaran (Adi, 2012).

B. RUMUSAN MASALAH
` Berdasarkan latar belakang penulis ,maka dapat merumuskan,“Asuhan
Keperawatan Pada An.K Dengan Demam Di Poli Anak Rumah Sakit Pondok
Indah Bintaro Jaya.

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Menjelaskan gambaran asuhan keperawatan pada An. K dengan demam di
Poli Anak Rumah Sakit Pondok Indah Bintaro Jaya.
2. Tujuan Khusus :
a. Mendeskripsikan konsep dasar penyakit demam
b. Mendeskripsikan pengkajian pada An. K dengan demam di Poli Anak
Rumah Sakit Pondok Indah Bintaro Jaya.
.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Demam adalah peningkatan titik patokan (set point) suhu di hipotalamus
(Elizabeth J. Corwin, 2010). Dikatakan demam jika suhu orang menjadi lebih dari
37,5 ºC (E. Oswari, 2009). Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam
leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat
berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang
tidak berdasarkan suatu infeksi (Sjaifoellah Noer, 2008).
Demam berarti suhu tubuh diatas batas normal biasa, dapat disebabkan oleh
kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat
pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi.
Demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 38⁰C atau
lebih. Ada juga yang yang mengambil batasan lebih dari 37,8⁰C.Sedangkan bila
suhu tubuh lebih dari 40⁰C disebut demam tinggi (hiperpireksia)(Julia, 2000).
Tipe demam yang mungkin kita jumpai antara lain:
a. Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan
turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan
menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang
normal dinamakan juga demam hektik.
b. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan
normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan
tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.
c. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari.
Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila
terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.

3
d. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat
demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
e. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa
periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan
suhu seperti semula. Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu
penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien
dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab
yang jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi
kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang
jelas.

2. Etiologi
Menurut Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal 2000 bahwa etiologi
febris,diantaranya
a. Suhu lingkungan.
b. Adanya infeksi.
c. Pneumonia.
d. Malaria.
e. Otitis media.
f. Imunisasi
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam
dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit
metabolik maupun penyakit lain (Julia, 2010).
Menurut Guyton (2010) demam dapat disebabkan karena kelainan dalam
otak sendiri atau zat toksik yang mem-pengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-
penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi.

4
3. Patofisiologi
Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon imun) anak
terhadap infeksi atau zat asing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada infeksi
atau zat asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan tubuh dengan
dilepaskannya pirogen. Pirogen adalah zat penyebab demam, ada yang berasal
dari dalam tubuh (pirogen endogen) dan luar tubuh (pirogen eksogen) yang bisa
berasal dari infeksi oleh mikroorganisme atau merupakan reaksi imunologik
terhadap benda asing (non infeksi). Zat pirogen ini dapat berupa protein, pecahan
protein, dan zat lain, terutama toksin polisakarida, yang dilepas oleh bakteri toksik
yang dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh menyebabkan demam selama
keadaan sakit.
Mekanisme demam dimulai dengan timbulnya reaksi tubuh terhadap
pirogen. Pada mekanisme ini, bakteri atau pecahan jaringan akan difagositosis
oleh leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh bergranula besar.
Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri ke dalam cairan
tubuh, yang disebut juga zat pirogen leukosit.
Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima (reseptor) yang
terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di hipotalamus.
Dalam hipotalamus pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam arakidonat serta
mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin (PGEZ). Ini akan
menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara menyempitkan pembuluh
darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar keringat. Pengeluaran panas
menurun, terjadilah ketidakseimbangan pembentukan dan pengeluaran panas.
Inilah yang menimbulkan demam pada anak.

4. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala terjadinya febris adalah:
a. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8⁰C - 40⁰C)
b. Kulit kemerahan
c. Hangat pada sentuhan
d. Peningkatan frekuensi pernapasan

5
e. Menggigil
f. Dehidrasi
g. Kehilangan nafsu makan
Banyak gejala yang menyertai demam termasuk gejala nyeri punggung,
anoreksia dan somlolen. Batasan mayornya yaitu suhu tubuh lebih tinggi dari
37,5⁰C - 40⁰C, kulit hangat, takichardi, sedangkan batasan karakteristik minor
yang muncul yaitu kulit kemerahan, peningkatan kedalaman pernapasan,
menggigil/merinding perasaan hangat dan dingin, nyeri dan sakit yang spesifik
atau umum (misal: sakit kepala verigo), keletihan, kelemahan, dan berkeringat
(Carpenito. 2000).

6
5. Pathway
Bakteri Virus

Reaksi obat Infeksi Endotoksin Zat peradangan Pirogenik lain

Monosit makrofag
sel kupfer

Respon hipotalamus
anterior Kesan psikis tidak enak

Gangguan psikis

Penigkatan titik
penyetelan suhu Demam Dx. Cemas

Vasidolatasi
kulit Berkeringat

Dx. Resiko volume


Dx. Hipertermi cairan kurang dari
7
kebutuhan tubuh
F. Pemeriksaan penunjang
1. Uji coba darah
Contoh pada Demam Dengue terdapat leucopenia pada hari ke-2 atau hari ke-3.
Pada DBD dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Masa pembekuan
masih normal, masa perdarahan biasanya memanjang, dapat ditemukan penurunan
factor II,V,VII,IX, dan XII. Pada pemeriksaan kimia darah tampak
hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia. SGOT, serum glutamit piruvat
(SGPT), ureum, dan pH darah mungkin meningkat, reverse alkali menurun.
2. Pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus rutin.
Contoh pada DBD air seni mungkin ditemukan albuminuria ringan.
3. Dalam tahap melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga dapat
dilakukan pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau limfangiografi
4. Ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat diperiksa
5. Pemeriksaan CBC, dan C-reactive protein (CRP)

6. Procalcitonin Procalcitonin (PCT)

7. Urinalisis

Hasil urinalisis membantu identifikasi ISK sebagai fokus infeksi dan jika
didapatkan kecurigaan ISK, maka keadaan ini merupakan indikasi untuk
dilakukan kultur urin. Urinalisis direkomendasikan pada anak usia <2 tahun yang
mengalami demam tanpa sebab yang jelas, karena insidensi ISK yang tinggi pada
anak perempuan dan anak laki-laki yang belum disirkumsisi pada kelompok usia
tersebut.

8. Pemeriksaan rontgen toraks

Adanya distres napas, suara pernapasan yang menurun, dan takipne (berdasarkan
kriteria WHO) dapat menegakkan diagnosis pneumonia secara akurat. Penelitian
lain berpendapat kriteria ini hanya mampu mendeteksi 45% kasus pneumonia
anak usia <5 tahun. Indikasi pemeriksaan rontgen toraks pada anak demam usia
>3 bulan meliputi: adanya takipnea, pernapasan cuping hidung, retraksi dinding
dada, suara merintih, suara pernafasan yang menurun, dan ronkhi. Suatu

8
penelitian menyarankan pemeriksaan rontgen toraks pada anak yang mengalami
demam (>39,0 0
C) dan leukositosis ≥20.000/mm3 tanpa temuan gangguan
respiratori untuk menyingkirkan suatu occult pneumonia

9. kultur darah dan kultur fese.

Baraff merekomendasikan pemeriksaan kultur darah pada anak demam


≥39°C berusia 3‒36 bulan, terutama bila jumlah leukosit ≥15.000/mm3 Kultur
darah tidak direkomendasikan pada kasus dengan diagnosis presumtif viral
syndrome. Viral syndrome didukung dengan keadaan umum tampak sakit ringan
dan adanya kontak dengan penderita viral syndrome (infeksi saluran napas atas,
gastroenteritis).

Mayoritas etiologi diare adalah virus. Penelitian mengenai kultur feses


pada anak yang menderita demam masih sangat sedikit. Sebuah penelitian pada
anak usia <1 tahun yang mengalami diare melaporkan 3 prediktor klinis etiologi
bakteri yaitu: adanya darah pada feses (sensitivitas 39%, spesifisistas 88%), suhu
tubuh >39,0 0C (sensitivitas 34%, spesifisitas 85%), frekuensi diare ≥10 kali/24
jam (sensitivitas 28%, spesifisitas 85%).

G. Penatalaksanaan
a. Secara Fisik
Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-
6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau.
Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik ke atas atau apakah anak
mengalami kejang-kejang. Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan
berbahaya bagi perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak.
Terputusnya suplai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel-sel otak. Dalam
keadaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya fungsi
intelektual tertentu.
1. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
2. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan

9
3. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak
yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
4. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak-banyaknyaMinuman yang
diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air
teh. Tujuannnya adalah agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu
tubuh memperoleh gantinya.
5. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
6. Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak,lipat paha. Tujuannya untuk
menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh anak. Turunnya suhu tubuh
dipermukaan tubuh ini dapat terjadi karena panas tubuh digunakan untuk
menguapkan air pada kain kompres. Jangan menggunakan air es karena justru
akan membuat pembuluh darah menyempit dan panas tidak dapat keluar.
Menggunakan alkohol dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi (keracunan).
7. Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat suam-suam
kuku. Kompres air hangat atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat
dan tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan
demikian tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak
meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi. Di samping itu lingkungan luar yang
hangat akan membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar atau mengalami
vasodilatasi, juga akan membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan
mempermudah pengeluaran panas dari tubuh.

b. Obat-obatan Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu
di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin
dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus
direndahkan kembali menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas
diatas normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi. Petunjuk
pemberian antipiretik:

10
1. Bayi 6 – 12 bulan : ½-1 sendok the sirup parasetamol
2. Anak 1 – 6 tahun : ¼-½ parasetamol 500 mg atau 1-1½ sendokteh sirup
parasetamol
3. Anak 6 – 12 tahun : ½-1 tablet parasetamol 500 mg atau 2 sendok teh sirup
parasetamol.
Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam menurunkan
demam dan sangat berguna khususnya pada pasien berisiko, yaitu anak dengan
kelainan kardiopulmonal kronis kelainan metabolik, penyakit neurologis dan pada
anak yang berisiko kejang demam.Obat-obat anti inflamasi, analgetik dan
antipiretik terdiri dari golongan yang bermacam-macam dan sering berbeda dalam
susunan kimianya tetapi mempunyai kesamaan dalam efek pengobatannya.
Tujuannya menurunkan set point hipotalamus melalui pencegahan pembentukan
prostaglandin dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase. Asetaminofen
merupakan derivat para -aminofenol yang bekerja menekan pembentukan
prostaglandin yang disintesis dalam susunan saraf pusat. Dosis terapeutik antara
10-15 mgr/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Dosis maksimal 90
mgr/kbBB/hari Pada umumnya dosis ini dapat d itoleransi dengan baik.Dosis
besar jangka lama dapat menyebabkan intoksikasi dan kerusakkan
hepar.Pemberiannya dapat secara per oral maupun rektal.Turunan asam propionat
seperti ibuprofen juga bekerja meneka n pembentukan prostaglandin.Obat ini
bersifat antipiretik, analgetik dan antiinflamasi. Efek samping yang timbul berupa
mual, perut kembung dan perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin.
Efek samping hematologis yang berat meliputi agranulositosis dan anemia
aplastik.Efek terhadap ginjal berupa gagal ginjal akut (terutama bila
dikombinasikan dengan asetaminopen).Dosis terapeutik yaitu 5-10 mgr/kgBB/kali
tiap 6 sampai 8 jam.Metamizole (antalgin) bekerja menekan pembentukkan
prostaglandin.Mempunyai efek antipiretik, analgetik da n antiinflamasi. Efek
samping pemberiannya berupa agranulositosis, anemia aplast ik dan perdara han
saluran cerna. Dosis terap eutik 10 mgr/kgBB/kali tiap 6 -8 jam dan tidak
dianjurkan unt uk anak kurang dari 6 bulan.Pemberiannya secara per oral,
intramuskular atau intravena. Asam mefenamat suatu obat gol ongan

11
fenamat.Khasiat analgetiknya lebih kuat dibandingkan sebagai antipiretik.Efek
sampingnya berupa dispepsia dan anemia hemolitik.Dosis pemberiannya 20
mgr/kgBB/hari dibagi 3 dosis. Pemberiannya secara per oral dan tidak boleh
diberikan anak usia kurang dari 6 bulan.

H. Komplikasi
a. Dehidrasi : demam ↑penguapan cairan tubuh
b. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi
pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama
demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak
membahayakan otak

12
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DEMAM

A. PENGKAJIAN
1. ANAMNESA
a. Identitas klien / status kesehatan umum: berisi nama, jenis kelamin, agama,
bahasa, pendidikan, pekerjaan, status dan alamat. demam dapat menyerang
pada anak-anak, remeja hingga lansia, dan umur untuk menentukan jumlah
cairan yang diperlukan
b. keluhan utama
Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas.
c. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk
rumah sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain yang
menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makn, eliminasi, nyeri
otot dan sendi dll), apakah menggigil, gelisah.
e. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh pasien).
f. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau
tidak)
g. Pola Fungsi Kesehatan
1) Aktifitas/istirahat:
Keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus/kekuatan otot

2) Sirkulasi:

Peningkatan nadi, sinosis, TTV tidak normal, peningkatan frekwensi pernapasan.

3) Integritas ego:

Peka terhadap rangsangan, stressor internal/eksternal yang berhubungan dengan


keasdaan dan perangsangan.

13
4) Elminasi

Konstipasih

5). Makan/cairan:

Sensifitas terhadap makan,mual/muntah.

6). Neorosensori

Tidak ada riwayat troma kepala dan infeksi serebral.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk
kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-
ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau
belum ?
 Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang
jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.

 Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik
ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ?
Apakah ada gangguan nervus cranial ?

 Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil
dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?

14
 Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.

 Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat
jalan napas? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya,
jumlahnya ?

 Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana
keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang
tumbuh? Apakah ada caries gigi ?

b. Leher

Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah


pembesaran vena jugulans ?

c. Thorax

Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,


frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale ? Pada
auskultasi, adakah suara napas tambahan ?

d. Jantung

Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi


tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?

e. Abdomen

Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana


turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah
pembesaran lien dan hepar ?

15
f. Kulit

Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah


terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?

g. Ekstremitas

Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?


Bagaimana suhunya pada daerah akral ?

h. Genetalia

Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-
tanda infeksi ?

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, proses penyakit.


2. Resiko injuri berhubungan dengan infeksi mikroorganisme.
3. Resiko kurang cairan berhubungan dengan intake yang kurang dan
diaforesis.
4. Ansietas berhubungan dengan hipertermi, efek proses penyakit

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (NOC) (NIC)
1. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan  Fever treatment
berhubungan dengan keperawatan selama…x24jam  Monitir suhu sesering
proses infeksi, proses klien menunjukkan temperatur mungkin Monitor IWL
penyakit. dalam batas normal dengan  Monitor warna dan
Batasan karakeristik : kriteria hasil: suhu kulit
Kenaikan suhu Suhu Tubuh dalam batas

16
tubuh diatas rentang normal  Monitor tekanan darah,
normal Bebas dari kedinginan nadi dan RR
Serangan atau Suhu tubuh stabil 36,50-37,50c  Monitor penurunan
konvulsi (kejang) Termoregulasi dbn tingkat kesadaran
Kulit kemerahan Nadi dbn  Monitor WBC, HB dan
Pertambahan RR <1 bln : 90-170 HCT
Takikardi <1 thn : 80-160  Monitor intake dan
Saat disentuh 2 thn : 80-120 output
tangan terasa hangat 6 thn : 75-115  Kolaborasikan
10 thn : 70-110 pemberian antipiretik
14 thn : 65-100  Berikan pengobatan
>14thn : 60-100 untuk mengatasi
Respirasi dbn penyebab demam
BBL : 30-50 x/m
 Selimuti pasien
Anak-anak : 15-30 x/m
 Berikan cairan
Dewasa : 12-20 x/m
intravena
 Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi
udara
 Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil
2. Resiko kurang cairan Setelah dilakukan tindakan Fluid management:
berhubungan dengan keperawatan selama …x24jam Pertahankan catatan intake
intake yang kurang volume cairan adekuat dengan dan output yang akurat
dan diaphoresis, kriteria hasil: Monitor status dehidrasi
faktor yang Mempertahankan urine output (kelembaban membrane
mempengaruhi sesuai dengan usia dan BB, BJ mukosa, nadi adekuat, tekanan
kebutuhan cairan urine normal, HT normal darah ortostatik)

17
(hipermetabolik). Tekanan darah, nadi, suhu Monitor vital sign
tubuh dalam batas normal Monitor asupan makanan/
Tidak ada tanda- tanda cairan dan hitung intake kalori
dehidrasi, elastisitas turgor kulit harian
baik, membrane mukosa lembab, Lakukan terapi IV
tidak ada rasa haus yang Monitor status nutrisi
berlebihan. Berikan cairan
Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
Dorong masukan oral
Berikan penggantian
nasogastrik sesuai output
Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
Anjurkan minum kurang
lebih 7-8 gelas belimbing
perhari
Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul
memburuk
Atur kemungkinan transfusi
3. Ansietas Setelah dilakukan tindakan Kaji dan identifikasi serta
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24jam luruskan informasi yang
hipertermi, efek ansietas klien/keluarga hilang dimiliki klien/keluarga
proses penyakit dengan kriteria hasil: mengenai hipertermi
Klien/keluarga dapat Berikan informasi pada
mengidentifikasi hal-hal yang klien/keluarga yang akurat
dapat meningkatkan dan tentang penyebab hipertermi
menurunkan suhu tubuh Validasi perasaan
Klien/keluarga mau klien/keluarga dan yakinkan
berpartisipasi dalam setiap klien/keluarga bahwa

18
tidakan yang dilakukan kecemasan merupakan respon
Klien/keluarga yang normal
mengungkapkan penurunan Diskusikan dengan
cemas yang berhubungan dengan klien/keluarga rencana
hipertermi, proses penyakit tindakan yang dilakukan
berhubungan dengan
hipertermi dan keadaan
penyakit

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan
mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan
keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat serta bukan atas
petunjuk tenaga kesehatan yang lain. Sedangkan tindakan kolaborasi adalah
tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan
dokter atau petugas kesehatan lain.

E. Evaluasi Keperawatan
Merupakan penilaian perkembangan ibu hasil implementasi keperawatan yang
berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai.
F. Discharge Planning
a. Ajarkan pada orang tua mengenal tanda-tanda kekambuhan dan laporkan
dokter/perawat
b. Instruksikan untuk memberikan pengobatan sesuai dengan dosis dan waktu
c. Ajarkan bagaimana mengukur suhu tubuh dan intervensi
. Instruksikan untuk control ulang
e. Jelaskan factor penyebab demand an menghindari factor pencetus

19
BAB IV
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Demam merupakan keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 38⁰C
atau lebih. Ada juga yang yang mengambil batasan lebih dari 37,8⁰C.Sedangkan
bila suhu tubuh lebih dari 40⁰C disebut demam tinggi (hiperpireksia). manifestasi
klinis Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8⁰C - 40⁰C), Kulit kemerahan,
Hangat pada sentuhan, Peningkatan frekuensi pernapasan, Menggigil,, Dehidrasi,
Kehilangan nafsu makan.
Diagnosa keperawatan yang akan muncul di antaranya Hipertermia
berhubungan dengan proses infeksi, proses penyakit., Resiko injuri berhubungan
dengan infeksi mikroorganisme., Resiko kurang cairan berhubungan dengan
intake yang kurang dan diaphoresis, Ansietas berhubungan dengan hipertermi,
efek proses penyakit.

20
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Doenges, M.E, Marry F. MandAlice, C.G. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:
EGC.
Guyton, Arthur C. (2008). Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Ed. 3. Jakarta,
EGC.
Guyton, Arthur C. (2010). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 9. Jakarta, EGC.
NANDA NIC-NOC. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA.
Yogyakarta: Media Hardy
Wong, Dona L, dkk,. 2003. Maternal child nursing care 2nd edition. Santa Luis: Mosby
Inc.
Alimul Azis H, (2010). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.

Donna L. Wong. ...... et all. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pedriatik. Cetakan
pertama. Jakarta : EGC

Nanda.2009. Diagnosa Keperawatan Keluarga. EGC. Jakarta.

Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta : Salemba


Medika

21

Anda mungkin juga menyukai