Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN FEBRIS DIRUANG INTALASI

GAWAT DARURAT PUSKESMAS KLAMBU

DI SUSUN OLEH :

Meri Mardiana (18012328)


Mira Sisilawati (18012329)
Muflicatul Azizah (18012330)

PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI

TAHUN AJARAN 2021


A. FEBRIS

1. Pengertian

Demam merupakan proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke
dalam tubuh. Demam terajadi pada suhu > 37, 2°C, biasanya disebabkan oleh
infeksi (bakteri, virus, jamu atau parasit), penyakit autoimun, keganasan , ataupun
obat – obatan (Surinah dalam Hartini, 2015).

Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada
anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di
hipotalamus. Penyakit – penyakit yang ditandai dengan adanya demam dapat
menyerang sistem tubuh. Selain itu demam mungkin berperan dalam
meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan non spesifik dalam membantu
pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Sodikin dalam Wardiyah, 2016).

Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pencernaan
dan gangguan kesadaran. Demam thypoid merupakan penyakit infeksi usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan saluran
pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Demam typoid biasanya suhu
meningkat pada sore atau malam hari kemudian turun pada pagi harinya (Lestari,
2016).

2. Klasifikasi

Menurut Nurarif (2015) klasifikasi demam adalah sebagai berikut:

a. Demam septik

Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam
hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering
disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi
tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam septik.

b. Demam remiten

Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu
badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua
derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.

c. Demam intermiten

Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam
satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut
tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan
demam disebut kuartana.

d. Demam kontinyu

Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada
tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.

e. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa
periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan
suhu seperti semula. Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu
penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien
dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab
yang jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi
kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang
jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja dialami,
pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa atau
penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap
waspada terhadap infeksi bakterial. (Nurarif, 2015)

3. Etiologi

Demam sering disebabkan karena infeksi. Penyebab demam selain infeksi juga
dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap
pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya
perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis
penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian pengambilan riwayat penyakit
pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi
pemeriksaan laboratorium, serta penunjang lain secara tepat dan holistic (Nurarif,
2015)

Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat


berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik
maupun penyakit lain. Demam dapat disebabkan karena kelainan dalam otak
sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-
penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi (Guyton dalam Thabarani, 2015).

Demam sering disebabkan karena; infeksi saluran pernafasan atas, otitis


media, sinusitis, bronchiolitis,pneumonia, pharyngitis, abses gigi, gingi
vostomatitis, gastroenteritis, infeksi saluran kemih, pyelonephritis, meningitis,
bakterimia, reaksi imun, neoplasma, osteomyelitis (Suriadi, 2006).

Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam


diperlukan antara lain: ketelitian penggambilan riwayat penyakit pasien,
pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi
pemeriksaan laboratorium serta penunjang lain secara tepat dan holistik. Beberapa
hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah cara timbul demam, lama
demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala yang menyertai demam.

Sedangkan menurut Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal dalam


Thobaroni (2015) bahwa etiologi febris,diantaranya :

a. Suhu lingkungan.

b. Adanya infeksi.

c. Pneumonia.

d. Malaria.

e. Otitis media.
f. Imunisasi

Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri
salmonella thypi adalah berupa basil gram negative, bergerak dengan rambut
getar, tidak berspora, mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O, antigen H
dan antigen VI (Lestari, 2016)

4. Patofisiologi

Dengan peningkatan suhu tubuh terjadi peningkatan kecepatan metabolisme


basa. Jika hal ini disertai dengan penurunan masukan makanan akibat anoreksia, maka
simpanan karbohidrat, protein serta lemak menurun dan metabolisme tenaga otot dan
lemak dalam tubuh cendrung dipecah dan terdapat oksidasi tidak lengkap dari lemak,
dan ini mengarah pada ketosis (Sacharin. 1996 ).

Dengan terjadinya peningkatan suhu, tenaga konsentrasi normal, dan pikiran


lobus hilang. Jika tetap dipelihara anak akan berada dalam keaadaan bingung,
pembicaraan menjadi inkoheren dan akirnya ditambah dengan timbulnya stupor dan
koma (Sacharin. 1996 ).

Kekurang cairan dan elektrolit dapat mengakibatkan demam, karna cairan dan
eloktrolit ini mempengaruhi keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior. Jadi
apabila terjadi dehidrasi atau kekurangan cairan dan elektrolit maka keseimbangan
termoregulasi di hipotalamus anterior mengalami gangguan. Pada pasien febris atau
demam pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, yaitu dengan pemeriksaan darah
lengkap misalnya : Hb, Ht, Leokosit. Pada pasienfebris atau demam biasanya pada Hb
akan mengalami penurunan, sedangkan Ht dan Leokosit akan mengalami
peningkatan. LED akan meningkat pada pasien observasi febris yang tidak diketahui
penyebabnya,( pemeriksaan sputum diperlukan untuk pasien yang menderita demam
dan disertai batuk – batuk ) ( Isselbacher. 1999 )
Patway

Agen Infeksius Dehidrasi

Mediator inflamasi
Tubuh kehilangan cairan
elektrolit

Monosit / makrofag

Penurunan cairan
intrasel dan ekstra sel
Sitokin pirogen

Mempengaruhi Demam

Hipotalamus anterior

Gg. rasa nyaman

Aksi antipiretik
Peningkatan evaporasi Meningkatnya
Anoreksia (5)Efek keluarga
Metabolik tubuh
kurang pengetahuan

Rewel
Input makanan -
Monosit / makrofag tugor kulit menurun
Berkurang
Resiko defisit Volume
cairan(2)
(4)Intoleransi Risiko nutrisi kurang
aktivitas dari kebutuhan
Ditandai dengan : tubuh(3)

-Tugor kulit menuru


-Mukosa bibir kerin
-Konjungtiva anemis
5. Manifestasi Klinis

Menurut Nurarif (2015) tanda dan gejala terjadinya febris adalah:

a. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,5⁰C - 39⁰C)

b. Kulit kemerahan

c. Hangat pada sentuhan

d. Peningkatan frekuensi pernapasan

e. Menggigil

f. Dehidrasi

g. Kehilangan nafsu makan

Menurut Lestari (2016) tanda dan gejala demam thypoid yaitu :

a. Demam

b. Gangguan saluran pencernaan

c. Gangguan kesadaran

d. Relaps (kambuh)

e. Komplikasi

Menurut Nurarif (2015) komplikasidari demam adalah:

a. Dehidrasi : demam meningkatkan penguapan cairan tubuh

b. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering


terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam
pertama demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang
demam ini juga tidak membahayakan otak.

Menurut Lestari (2016) komplikasi yang dapat terjadi pada anak dmam

thypoid yaitu :

a. Perdarahan usus, perporasi usus dan illius paralitik

b. Miokarditis, thrombosis, kegagalan sirkulasi

c. Anemia hemolitik

d. Pneumoni, empyema dan pleuritis

e. Hepatitis, koleolitis

6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan fisik pada anak demam secara kasar dibagi atas status generalis
danefaluasi secara detil yang menfokuskan pada sumber infeksi. Pemerksaan status
generalis tidak dapat diabaikan karena menentukan apakah pasientertolong tokis atau
tidak toksis. Skala penilaian terdiri dari evaluasi secara menagis, reaksi terhadap
orang tua, variasikeadaan, respon social, warna kulit, dan status hidrasi. Pemeriksaan
awal : Pemeriksaan atas indikasi, kultur darah, urin atau feses, pengembalian cairan,
Serebrospinal, foto toraks, Darah urin dan feses rutin, morfolografi darah tepi, hitung
jenis leokosit

7. Penatalaksanaan

Menurut Kania dalam Wardiyah, (2016) penanganan terhadap demam dapat


dilakukan dengan tindakan farmakologis, tindakan non farmakologis maupun
kombinasi keduanya. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani
demam pada anak :

a. Tindakan farmakologis

Tindakan farmakologis yang dapat dilakukan yaitu memberikan antipiretik


berupa:

1) Paracetamol

Paracetamol atau acetaminophen merupakan obat pilihan pertama untuk


menurunkan suhu tubuh. Dosis yang diberikan antara 10-15 mg/Kg BB
akan menurunkan demam dalam waktu 30 menit dengan puncak pada 2
jam setelah pemberian. Demam dapat muncul kembali dalam waktu 3-4
jam. Paracetamol dapat diberikan kembali dengan jarak 6-8 jam dari dosis
sebelumnya. Penurunan suhu yang diharapkan 1,2 – 1,4 oC, sehingga jelas
bahwa pemberian obat paracetamol bukan untuk menormalkan suhu
namun untuk menurunkan suhu tubuh. Paracetamol tidak dianjurkan
diberikan pada bayi < 2 bulan karena alasan kenyamanan. Bayi baru lahir
umumnya belum memiliki fungsi hati yang sempurna, sementara efek
samping paracetamol adalah hepatotoksik atau gangguan hati. Selain itu,
peningkatan suhu pada bayibaru lahir yang bugar (sehat) tanpa resiko
infeksi umumnya diakibatkan oleh factor lingkungan atau kurang cairan.

Efek samping parasetamol antara lain : muntah, nyeri perut, reaksi, alergi
berupa urtikaria (biduran), purpura (bintik kemerahan di kulit karena
perdarahan bawah kulit), bronkospasme (penyempitan saluran napas),
hepatotoksik dan dapat meningkatkan waktu perkembangan virus seperti
pada cacar air (memperpanjang masa sakit).

2) Ibuprofen

Ibuprofen merupakan obat penurun demam yang juga memiliki efek anti
peradangan. Ibuprofen merupakan pilihan kedua pada demam, bila alergi
terhadap parasetamol. Ibuprofen dapat diberikan ulang dengan jarak antara
6-8 jam dari dosis sebelumnya. Untuk penurun panas dapat dicapai dengan
dosis 5mg/Kg BB. Ibu profen bekerja maksimal dalam waktu 1jam dan
berlangsung 3-4 jam. Efek penurun demam lebih cepat dari parasetamol.
Ibuprofen memiliki efek samping yaitu mual, muntah, nyeri perut, diare,
perdarahan saluran cerna, rewel, sakit kepala, gaduh, dan gelisah. Pada
dosis berlebih dapat menyebabkan kejang bahkan koma serta gagal ginjal.

b. Tindakan non farmakologis


Tindakan non farmakologis terhadap penurunan panas yang dapat
dilakukan seperti (Nurarif, 2015):

1) Memberikan minuman yang banyak

2) Tempatkan dalam ruangan bersuhu normal

3) Menggunakan pakaian yang tidak tebal

4) Memberikan kompres.

Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan


cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian
tubuh yang memerlukan. Kompres meupakan metode untuk menurunkan
suhu tubuh (Ayu, 2015).

Ada 2 jenis kompres yaitu kompres hangat dan kompres dingin. Pada
penelitian ini Peneliti menerapkan penggunaan kompres hangat. Kompres
hangat adalah tindakan dengan menggunakan kain atau handuk yang telah
dicelupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu
sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan menurunkan suhu tubuh
(Maharani dalam Wardiyah 2016).

Kompres hangat yang diletakkan pada lipatan tubuh dapat membantu


proses evaporasi atau penguapan panas tubuh (Dewi, 2016). Penggunaan
Kompres hangat di lipatan ketiak dan lipatan selangkangan selama 10 – 15
menit dengan temperature air 30-32oC, akan membantu menurunkan
panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit melalui proses
penguapan. Pemberian kompres hangat pada daerah aksila lebih efektif
karena pada daerah tersebut lebih banyak terdapat pembuluh darah yang
besar dan banyak terdapat kelenjar keringat apokrin yang mempunyai
banyak vaskuler sehingga akan memperluas daerah yang mengalami
vasodilatasi yang akan memungkinkan percepatan perpindahan panas dari
tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak (Ayu, 2015)

B. Asuhan Keperawatan

Menurut Nurarif (2015) proses keperawatan pada anak demam/febris adalah sebagai
berikut :

1. Pengkajian

a. Identitas: Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, umur, jenis kelamin,


nama orang tua, perkerjaan orang tua, alamat, suku, bangsa, agama

b. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : Klien


yang biasanya menderita febris mengeluh suhu tubuh panas > 37,5 °C,
berkeringat, mual/muntah.

c. Riwayat kesehatan sekarang Pada umumnya didapatkan peningktan suhu


tubuh diatas 37,5 °C, gejala febris yang biasanya yang kan timbul
menggigil, mual/muntah, berkeringat, nafsu makan berkurang, gelisah,
nyeri otot dan sendi.
d. Riwayat kesehatan dulu Pengakjian yang ditanyakan apabila klien pernah
mengalmi penyakit sebelumnya.

e. Riwayat kesehatan keluarga Penyakit yang pernah di derita oleh keluarga


baik itu penyakit keturunan ataupun penyakit menular, ataupun penyakit
yang sama.

f. Genogram

Petunjuk anggota keluarga klien.

g. Riwayat kehamilan dan kelahiran

Meliputi : prenatal, natal, postnatal, serta data pemebrian imunisasi pada


anak.

h. Riwayat sosial

Pengkajian terhadap perkembangan dan keadaan sosial klien

i. Kebutuhan dasar

1) Makanan dan minuman

Biasa klien dengan febris mengalami nafsu makan, dan susuh untuk
makan sehingga kekurang asupan nutrisi.

2) Pola tidur

Biasa klien dengan febris mengalami susah untuk tidur karena klien
merasa gelisah dan berkeringat.

3) Mandi

4) Eliminasi

Eliminasi klien febris biasanya susah untuk buang air besar dan juga
bisa mengakibatkan terjadi konsitensi bab menjadi cair.

j. Pemeriksaan fisik

1) Kesadaran

Biasanya kesadran klien dengan febris 15 – 13, berat badan serta tinggi
badan

2) Tanda – tanda vital

Biasa klien dengan febris suhunya > 37,5 °C, nadi > 80 x i

3) Head to toe

a) Kepala dan leher

Bentuk, kebersihan, ada bekas trauma atau tidak

b) Kulit, rambut

kuku Turgor kulit (baik-buruk), tidak ada gangguan / kelainan.


c) Mata

Umumnya mulai terlihat cekung atau tidak.

d) Telingga, hidung, tenggorokan dan mulut

Bentuk, kebersihan, fungsi indranya adanya gangguan atau


tidak, biasanya pada klien dengan febris mukosa bibir klien
akan kering dan pucat.

e) Thorak dan abdomen

Biasa pernafasan cepat dan dalam, abdomen biasanya nyeri dan


ada peningkatan bising usus bising usus normal pada bayi 3 – 5
x i.

f) Sistem respirasi

Umumnya fungsi pernafasan lebih cepat dan dalam.

g) Sistem kardiovaskuler

Pada kasus ini biasanya denyut pada nadinya meningkat

h) Sistem musculoskeletal

Terjadi gangguan apa tidak.

i) Sistem pernafasan

Pada kasus ini tidak terdapat nafas yang tertinggal / gerakan


nafas dan biasanya kesadarannya gelisah, apatis atau koma

k. Pemeriksaan tingkat perkembangan

1) Kemandirian dan bergaul

Aktivitas ,sosial klien

2) Motorik halus

Gerakan yang menggunakan otot halus atau sebagian anggota


tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar
dan berlatih. Misalnya : memindahkan benda dari tangan satu
ke yang lain, mencoret – coret, menggunting

3) Motorik kasar

Gerakan tubuh yang menggunakan otot – otot besar atau


sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang di pengaruhi
oleh kematangan fisik anak contohnya kemampuan duduk,
menendang, berlari, naik turun tangga ( Lerner & Hultsch.
1983)

4) Kognitif dan bahasa

Kemampuan klien untuk berbicara dan berhitung.


l. Data penunjang

Biasanaya dilakukan pemeriksaan laboratorium urine, feses, darah, dan


biasanya leokosit nya > 10.000 ( meningkat ) , sedangkan Hb, Ht menurun.

m. Data pengobatan

Biasanya diberikan obat antipiretik untuk mengurangi suhu tubuh klien,


seperti ibuprofen, paracetamol.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Hipertemia berhubungan dengan proses pengobatan / infeksi

b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang dan
kehilngan volume cairan aktif

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


faktor biologis, ketidak mampuan makan dan kurang asupan.

d. Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan anggota tubuh.

e. Kurangnya penegetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.

3. Rencana Asuhan Keperawatan

a. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi bakteri


salmonella typhosa) (D 0130)

Rencana Keperawatan pada Hipertermi (Sue Moorhead dkk, 2016)

1) Batasan karakteristik

Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal, serangan atau konvulsi (kejang),
kulit memerah, pertambahan respirasi, takikardia, saat di sentuh tangan terasa
hangat.

2) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang


normal.

3) Termoregulation(Sue Moorhead dkk, 2016)

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan


termoregulasi membaik, dengan kriteria hasil :

Kriteria hasil:

a) Suhu tubuh dalam rentang normal

b) Nadi dan respirasi dalam rentang normal

c) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak pusing

4) Intervensi

 Manajemen hipertermi

Observasi
a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan incubator)

b) Monitor suhu tubuh

c) Monitor kadar elektrolit

d) Monitor haluaran urine

e) Monitor komplikasi akibat hipertermia

Terapeutik

a) Sediakan lingkungan yang dingin

b) Longgarkan atau lepaskan pakaian

c) Basahi dan kipasi permukaan tubuh

d) Pemberian diit atau dehidrasi peroral

e) Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami


hiperhidrosis (Keringat berlebihan).

f) Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau


kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)

g) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin

h) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

a) Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu

a. Manajemen Kejang

Observasi

a) Monitor terjadinya kejang berulang

b) Monitor karakteristik kejang (mis. Aktivitas motorik, dan


progresi kejang)

c) Monitor status neurologis

d) Monitor tanda tanda vital

Terapeutik

a) Baringkan pasien agar tidak terjatuh

b) Pertahankan kepatenan jalan nafas

c) Longgarkan pakaian, terutama di bagian leher


d) Dampingi selama periode kejang

e) Jauhkan benda benda berbahaya terutama benda tajam

f) Catat durasi kejang

g) Reorientasikan setelah periode kejang

h) Dokumentasikan periode terjadinya kejang

i) Pasang akses IV, jika perlu

j) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

a) Anjurkan keluarga menghindari memasukkan apapun ke dalam


mulut pasien saat periode kejang

b) Anjurkan keluarga tidak menggunakan kekerasan untuk


menahan gerakan pasien

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian antikonvulsan, jika perlu

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang dan


kehilangan volume cairan aktif.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan, fluid


balance Hydration Nutritional Status Food and Fluid Intake dengan KH :

1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB,BJ urine, pH,
urine normal

2) TTV dalam batas normal

3) Tidak ada tanda – tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

4) Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal

5) Intake oral dan intravena adekeuat

6) Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal

7) Intake oral dan intravena adekeuat

b. Manajemen cairan

a) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

b) Monitor status hidrasi ( kelembaban membaran mukosa , nadi


adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan

c) Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan ( BUN,


Hmt, osmolalitas urin, albumin, totol protein )

d) Monitor vital sign setiap 15 menit – 1 jam.


e) Monitor intake dan output setiap hari

f) Berikan cairan oral

g) Kaloborasi pemberian cairan IV

h) Timbangan BB/ hari

i) Berikan larutan oralit

j) Lakukan penggantian nasogatrik sesuai output

k) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk

l) Konsultasikan dengan dokter jika tandatanda dan gejala


ketidakseimbangan cairan dan atau elektrolit menetap atau
memburuk

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan faktor biologis, ketidakmampuan makan dan kurang asupan makanan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan, Status


Nutrisi : Asupan Nutrisi dengan KH:

1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

4) Tidak ada tanda – tanda malnutrisi

5) Menunjukan peningkatan fungsi pengecaoan dan menelan

6) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

c. Manajemen nutrisi

1) Kaji adanya alergi makanan

2) Kaloborasi dengan ahli gizi untuk mentukan jumlah kalori dan


nutrisi yang dibutuhkan pasien

3) Anjurkan keluarga untuk meningkatkan intake Fe ,protein dan


vitamin C pada pasien

4) Berikan substansi gula

5) Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk


mencegah konstipasi

6) Berikan makanan yang terpilih

7) Anjurkan keluarga untuk memberikan makanan pasien dalam


porsi sedikit tapi sering

8) Anjurkan keluarga untuk memberi makana dalam porsi hangat


pada pasien
9)

d. Monitoring nutrisi

1) Monitor adanaya penurunan berat badan

2) Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang bisa dialakukan

3) Monitor interaksi anak dan orang tua selama makan

4) Monitor mual dan muntah

5) Monitor kadar albumin, total protein, Hb

6) Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan jaringan kunjungtiva

d. Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan anggota


tubuh.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan, SEKF


CARE, toleransi aktivitas, konservasi energi dengan KH:

1) Berpatisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan


darah, nadi dan RR.

2) Mampu melakukan aktivitas sehari hari ( ADLs ) secara mandiri.


Keseimbangan aktivitas dan istirahat

3) Observasi adanya pembatas klien dalam melakukan aktivitas.

4) Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan.

5) Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.

6) Monitor klien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara


berlebihan.

7) Monitor respon kardiovaskular terhadap aktivitas

8) Monitor pola tidur dan lamayan pola tidur.

9) Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai

e. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan,


Knowledge : Disease Process, Knowledge : Health Hehavior dengan KH:

1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,


kondisi, prognosis, dan program pengobatan

2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan


secara benar

3) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan


perawat/tim kesehatan lainnya
Teaching : Disease Proses

1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses


penyakit yang spesifik

2) Jelaskan patofisiologidari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan


dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan
cara yang tepat

4) Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat

5) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang


tepat

6) Hindari jaminan yang kosong

7) Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien


dengan cara yang tepat

8) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk


mencegah komplikasi dimasa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
Daftar Pustaka

http://repo.stikesperintis.ac.id/132/1/10%20M%20AZMI%20YAHYA.pdf

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/1413/4/4.%20BAB%202.pdf

http://repository.poltekkes denpasar.ac.id/2359/3/BAB%20II%20TINJAUAN
%20PUSTAKA.pdf

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/4882/3/BAB%20II%20Tinjauan
%20Pustaka.pdf
Cara Mengukur Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadaran tertinggi atau bisa dibilang terjaga sepenuhnya, berada di


skala 15. Sementara yang terendah atau yang dikatakan koma, berada di skala 3.

Untuk mengetahuinya skala GCS, tim medis akan melakukan pengecekan sebagai
berikut:

1. Pemeriksaan respons mata (eye)

Nilai GCS yang dievaluasi melalui pemeriksaan mata:

a. Nilai 1 : tim medis meminta membuka mata dan merangsang seseorang


dengan nyeri tapi mata orang tersebut tidak bereaksi dan tetap terpejam.

b. Nilai 2 : Jika mata terbuka akibat rangsang nyeri saja.

c. Nilai 3 : Jika mata seseorang terbuka hanya dengan mendengar suara atau
dapat mengikuti perintah untuk membuka mata.

d. Nilai 4 : Jika mata terbuka secara spontan tanpa perintah atau sentuhan.

2. Pemeriksaan respons verbal

Nilai GCS yang dievaluasi dalam pemeriksaan respons suara:

a. Nilai 1 : Jika seseorang tidak mengeluarkan suara sedikitpun, meski sudah


dipanggil atau dirangsang nyeri.

b. Nilai 2 : Jika suara yang keluar seperti rintihan tanpa kata-kata.

c. Nilai 3 : Seseorang dapat berkomunikasi tapi tidak jelas atau hanya


mengeluarkan kata-kata tapi bukan kalimat yang jelas.

d. Nilai 4 : Jika seseorang dapat menjawab pertanyaan dari tim medis tapi pasien
seperti kebingungan atau percakapan tidak lancer.

e. Nilai 5 : Seseorang dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan


benar dan sadar penuh terhadap orientasi lokasi, lawan bicara, tempat, dan
waktu.

3. Pemeriksaan respons motorik

Nilai GCS yang dievaluasi dalam pemeriksaan respons gerakan:

a. Nilai 1 : Tidak ada respons gerakan tubuh walau sudah diperintahkan atau
diberi rangsangan nyeri

b. Nilai 2 : Seseorang hanya dapat mengepalkan jari tangan dan kaki, atau
menekuk kaki dan tangan saat diberi rangsangan nyeri

c. Nilai 3 : Seseorang hanya menekuk lengan dan memutar bahu saat diberi
rangsangan nyeri.

d. Nilai 4 : Seseorang dapat menggerakkan tubuh menjauhi sumber nyeri ketika


dirangsang nyeri. Contohnya, seseorang dapat menjauhkan tangan ketika
dicubit.
e. Nilai 5 : Bagian tubuh yang tersakiti dapat bergerak dan orang yang diperiksa
dapat menunjukkan lokasi nyeri. Contohnya ketika tangan diberi rangsangan
nyeri, tangan akan mengangkat.

f. Nilai 6 : Seseorang dapat melakukan gerakan ketika diperintahkan

Skala GCS didapat dari menjumlahkan tiap poin yang diperoleh dari ketiga
aspek pemeriksaan di atas. Skala ini dipakai sebagai tahap awal mengevaluasi
kondisi seseorang yang pingsan atau baru mengalami kecelakaan kemudian tidak
sadarkan diri, sebelum diberi pertolongan lebih lanjut. Meski bisa dilakukan untuk
menentukan tingkat kesadaran, GCS tidak bisa dipakai untuk mendiagnosis
penyebab penurunan kesadaran atau koma.

Survey Primer

Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan adalah
mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABCDE (Airway, Breathing, Circulation,
Disability Limitation, Exposure).

1. A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran
jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas oleh adanya benda
asing atau fraktus di bagian wajah. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus
memproteksi tulang cervikal, karena itu teknik Jaw Thrust dapat digunakan. Pasien
dengan gangguan kesadaran atau GCS kurang dari 8 biasanya memerlukan
pemasangan airway definitive.

2. B : Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus menjamin


ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi dari paru paru yang baik,
dinding dada dan diafragma. Beberapa sumber mengatakan pasien dengan fraktur
ektrimitas bawah yang signifikan sebaiknya diberi high flow oxygen 15 l/m lewat
non-rebreathing mask dengan reservoir bag.

3. C : Circulation. Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan di sini


adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac output. Pendarahan sering menjadi
permasalahan utama pada kasus patah tulang, terutama patah tulang terbuka. Patah
tulang femur dapat menyebabkan kehilangan darah dalam paha 3 – 4 unit darah dan
membuat syok kelas III. Menghentikan pendarahan yang terbaik adalah menggunakan
penekanan langsung dan meninggikan lokasi atau ekstrimitas yang mengalami
pendarahan di atas level tubuh. Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan
pendarahan secara nyata dengan mengurangi gerakan dan meningkatkan pengaruh
tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang terbuka, penggunaan balut tekan
steril umumnya dapat menghentikan pendarahan. Penggantian cairan yang agresif
merupakan hal penting disamping usaha menghentikan pendarahan.

4. D : Disability. menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat


terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal.

5. E : Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara


menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien. setelah pakaian dibuka, penting
bahwa pasien diselimuti agar pasien tidak hipotermial.
6. F : Foley Cateter. Pemasangan foley cateter adalah untuk evaluasi cairan yang masuk.
Input cairan harus dievaluasi dari hasil output cairan urin. Output urine normal

Dewasa: 0.5 cc/kg bb/jam

Anak: 1 cc /kg bb/jam

Bayi: 2 cc/kg bb/jam

Namun pemasangan cateter tidak dapat dipasang pada penderita dengan adanya
hematoma skrotum, perdaraha di OUE (Orifisium Uretra External), dan pada Rektal
Touch (RT) posisi prostat melayang/tidak teraba.

7. G : Gastic Tube. Pemasangan kateter lambung dimaksudkan untuk mengurangi


distensi lambung dan mencegah aspirasi jika terjadi muntah sekaligus mempermudah
dalam pemberian obat atau makanan. Kontraindikasi pemasangan NGT adalah untuk
penderita yang mengalami fraktur basis crania atau diduga parah, jadi pemasangan
kateter lambung melalui mulut atau OGT.

8. H : Hearth Monitro/ECG Monitor Dapat dipasang untuk klien yang memiliki riwayat
jantung ataupun pada kejadian klien tersengat arus listrik.

Anda mungkin juga menyukai