Anda di halaman 1dari 18

1

LAPORAN PENDAHULUAN

FEBRIS

DISUSUN OLEH :

NAMA PRECEPTEE : RIRIN FEBRIYANTI

NIM : PO0220218042

TEMPAT PRAKTIK : PERAWATAN ANAK

TANGGAL PRAKTIK : 22-27 FEBRUARI 2021

JUDUL KASUS : FEBRIS

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PALU

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN POSO

T.A 2021
2

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Febris (demam) yaitu meningkatnya suhu tubuh yang melewati batas normal
yaitu lebih dari 380C (Hidayat, 2005). Demam berarti suhu tubuh diatas batas normal
biasa, dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang
mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau
dehidrasi (Hidayat, 2005).
Demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 38° C atau
lebih. Ada juga yang yang mengambil batasan lebih dari 37,8°C. Sedangkan bila suhu
tubuh lebih dari 40°C disebut demam tinggi (hiperpireksia) (Ngastiah, 2005).

2. Etiologi
Menurut Pelayanan kesehaan maternal dan neonatal 2000 bahwa etiologi
febris,diantaranya
a. Suhu lingkungan.
b. Adanya infeksi.
c. Pneumonia.
d. Malaria.
e. Otitis media.
f. Imunisasi
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat
berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun
penyakit lain (Ngastiah, 2005). Demam dapat disebabkan karena kelainan dalam
otak sendiri atau zat toksik yang mem-pengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit-
penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi (Ngastiah, 2005).
3

3. Klasifikasi Febris
Klasifikasi febris/demam menurut Suriadi dan Yuliani (2001), adalah :

Fever Keabnormalan elevasi dari suhu tubuh, biasanya karena proses


patologis

Hyperthermi Keabnormalan suhu tubuh yang tinggi secara intensional pada


a makhluk hidup sebagian atau secara keseluruhan tubuh, seringnya
karena induksi dari radiasi (gelombang panas, infrared), ultrasound
atau obat – obatan

Malignant Peningkatan suhu tubuh yang cepat dan berlebihan yang menyertai
Hyperthermi kekakuan otot karena anestesi total
a

Tipe - tipe demam.diantaranya :


1. Demam Septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan
turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan
menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang
normal dinamakan juga demam hektik
2. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan
normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan
tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik
3. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu
hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila
terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana
4. Demam intermiten
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat
demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
4

5. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa
periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan
suhu seperti semula
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu
misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan
demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jela seperti :
abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali
tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas.
Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja dialami,
pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa atau
penyakit virus sejenis lainnya.

4. Patofisiologi
Nukleus pre-optik pada hipotalamus anterior berfungsi sebagai pusat pengatur
suhu dan bekerja mempertahankan suhu tubuh pada suatu nilai yang sudah ditentukan,
yang disebut hypothalamus thermal set point. Pada demam hypothalamic thermal set
point meningkat dan mekanisme pengaturan suhu yang utuh bekerja meningkatkan suhu
tubuh ke suhu tertentu yang baru.Terjadinya demam disebabkan oleh pelepasan zat
pirogen dari dalam lekosit yang sebelumnya telah terangsang baik oleh zat pirogen
eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi
imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi Pirogen eksogen ini juga dapat karena
obat-obatan dan hormonal, misalnya progesterone.Secara skematis mekanisme
terjadinya febris atau demam dapat digambarkan sebagai berikut :Stimulus eksogen
(endotoksin, staphylococcal erythoxin dan virus) à menginduksi sel darah putih untuk
produksi pirogen endogen àyang paling banyak keluar IL-1 dan TNF-a, selain itu ada
IL-6 dan IFN à bekerja pada sistem saraf pusat di level organosum vasculosum pada
lamina terminalis (OVLT) à OVLT dikelilingi oleh porsio medial dam lateral pada pre-
optic nucleus, hipotalamus anterior dan septum pallusolum. Mekanisme sirkulasi sitokin
di sirkulasi sistemik berdampak pada jaringan neural masih belum jelas. hipotesanya
adanya kebocoran di sawar darah otak di level OVLT menyediakan sistem saraf pusat
untuk merasakan adanya pirogen endogen. Mekanisme pencetus tambahan termasuk
5

transport aktif sitokin ke dalam OVLT atau aktivasi reseptor sitokin di sel endotel di
neural vasculature, yang mentranduksi sinyal ke otak.OVLT mensintesa prostaglandin,
khususnya prostaglandin E2, yang merespons pirogen endogen. PG E2 bekerja secara
langsung ke sel pre-optic nucleus untuk menurunkan rata pemanasan pada neuron yang
sensitif pada hangat dan ini salah satu cara menurunkan produksi pada arachidonic acid
pathway. Kejadian yang lebih luas pada cyclooxygenase-2 (COX-2) di neural
vasculature yang penting pada formasi febris. Induksi pada respons febris oleh
lipopolisakarida, TNF-a dan IL-1b yang menghasilkan kenaikan COX-2 mRNA pada
cerebral vasculature pada beberapa model eksperimental febris (Corwin, 2000).
Peningkatan suhu dikenal untuk menginduksi perubahan pada banyak sel efektor
pada respons imun. Demam menginduksi terjadinya respons syok panas. Pada respons
syok panas terjadi reaksi kompleks pada demam, untuk sitokin atau beberapa stimulus
lain. Hasil akhir dari reaski ini adalah produksi heat shock protein (HSPs), sebuah kelas
protein krusial untuk penyelamatan seluler.Sitokin proinflamotori à masuk ke sirkulasi
hipotalamik à stimulasi pengeluaran PG lokal, resetting set point termal
hipotalamik àsitokin proinflamatori vs kontrainflamatori (misalya seperti IL-10 dan
substansi lain seperti arginin vasopresin, MSH, glukokortikoid) àmembatasi besar dan
lamanya demam (Corwin, 2000).

5. Manifestasi Klinis
Pada saat terjadi demam, gejala klinis yang timbul bervariasi tergantung pada fase
demam (Corwin, 2000), meliputi:
Fase 1 awal (awitan dingin/ menggigil)
Tanda dan  gejala
a. Peningkatan denyut jantung
b. Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan
c. Mengigil akibat tegangan dan kontraksi otot
d. Peningkatan suhu tubuh
e. Pengeluaran keringat berlebih
f. Rambut pada kulit berdiri
g. Kulit pucat dan dingin akibat vasokontriksi pembuluh darah
6

  Fase 2 ( proses demam)


Tanda dan gejala
a. Proses mengigil lenyap
b. Kulit terasa hangat / panas
c. Merasa tidak panas / dingin
d. Peningkatan nadi
e. Peningkatan rasa haus
f. Dehidrasi
g. Kelemahan
h. Kehilangan nafsu makan ( jika demam meningkat)
i. Nyeri pada otot akibat katabolisme protein.
Fase 3 (pemulihan)
Tanda dan gejala
a. Kulit tampak merah dan hangat
b. Berkeringat
c. Mengigil ringan
d. Kemungkinan mengalami dehidrasi

6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) :
a. Uji coba darah,
Contoh pada Demam Dengue terdapat leucopenia pada hari ke-2 atau hari ke-
3. Pada DBD dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Masa pembekuan
masih normal, masa perdarahan biasanya memanjang, dapat ditemukan penurunan
factor II,V,VII,IX, dan XII. Pada pemeriksaan kimia darah tampak
hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia. SGOT, serum glutamit
piruvat(SGPT), ureum, dan pH darah mungkin meningkat, reverse
alkali menurun.
b. Pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus rutin.
Contoh pada DBD air seni mungkin ditemukan albuminuria ringan.
c. Dalam tahap melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga dapat
dilakukan pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau limfangiografi.
7

d. Ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat diperiksa

7. Penatalaksanaan
Menurut Hidayat, (2005) :
a. Secara Fisik
1) Anak demam ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal
2) Pakaian anak diusahakan tidak tebal
3) Memberikan minuman yang banyak karena kebutuhan air meningkat
4) Memberikan kompres
Berikut ini cara mengkompres yang benar :
1) Kompres dengan menggunakan air hangat, bukan air dingin atau es
2) Kompres di bagian perut, dada dengan menggunakan sapu tangan yang telah
dibasahi air hangat
3) Gosok-gosokkan sapu tangan di bagian perut dan dada
4) Bila sapu tangan sudah kering, ulangi lagi dengan membasahinya dengan air
hangat
b. Obat- obat Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di
hipotalamus.Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin
dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus
direndahkan kembali menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas
diatas normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi.
Penderita tifus perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi (agar penyakit ini
tidak menular ke orang lain). Penderita harus istirahat total minimal 7 hari bebas
panas. Istirahat total ini untuk mencegah terjadinya komplikasi di usus. Makanan
yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak berserat. Sayuran dengan
serat kasar seperti daun singkong harus dihindari, jadi harus benar-benar dijaga
makanannya untuk memberi kesempatan kepada usus menjalani upaya
penyembuhan.
Pengobatan yang diberikan untuk pasien febris typoid
adalah antibiotika golongan Chloramphenicol dengan dosis 3-4 x 500 mg/hari;
Petunjuk pemberian antipiretik:
8

1) Bayi 6 – 12 bulan : ½ – 1 sendok the sirup parasetamol


2) Anak 1 – 6 tahun : ¼ – ½ parasetamol 500 mg atau 1 – 1 ½ sendokteh sirup
parasetamol
3) Anak 6 – 12 tahun : ½ 1 tablet parasetamol 5oo mg atau 2 sendok the sirup
parasetamol.
Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu dilarutkan
dengan air atau teh manis. Obat penurun panas in diberikan 3 kali sehari.
Gunakan sendok takaran obat dengan ukuran 5 ml setiap sendoknya.
Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam menurunkan
demam dan sangat berguna khususnya pada pasien berisiko, yaitu anak
dengan kelainan kardiopulmonal kronis kelainan metabolik, penyakit
neurologis dan pada anak yang berisiko kejang demam.

8. Komplikasi Febris                                                    
Menurut Corwin (2000),komplikasi febris diantaranya:
a. Takikardi
b. Insufisiensi jantung
c. Insufisiensi pulmonal
d. Kejang demam

B. Konsep Keperawatan
Menurut Doenges, (2000) :
1. Pengkajian
a. Identitas: umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas.
2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk
rumah sakit): sejak kapan timbul demam, sifat demam, gejala lain yang
menyertai demam (misalnya: mual, muntah, nafsu makn, eliminasi, nyeri otot
dan sendi dll), apakah menggigil, gelisah.
9

3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh pasien).
4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau
tidak)
c. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: kesadaran, vital sign, status nutrisi
d. Pemeriksaan persistem
1) Sistem persepsi sensori
2) Sistem persyarafan: kesadaran
3) Sistem pernafasan
4) Sistem kardiovaskuler
5) Sistem gastrointestinal
6) Sistem integument
7) Sistem perkemihan
e. Pada fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
2) Pola nutrisi dan metabolism
3) Pola eliminasi
4) Pola aktivitas dan latihan
5) Pola tidur dan istirahat
6) Pola kognitif dan perseptual
7) Pola toleransi dan koping stress
8) Pola nilai dan keyakinan
9) Pola hubungan dan peran
f. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
2) Foto rontgent
3) USG
10

PATHWAY
Exogenous pyrogens

(seperti : bakteri, virus, kompleks antigen antibody)

Sel host inflamasi

(seperti : makrofag, netrofil, sel kuffer, makrofag splenic dan alveolar)

Memproduksi endogenous pyrogens

(interleukin 1, interieukin 6, factor nekrosis tumor, dan cytokine pyrogenic lain)

Sintesis PGE2 dalam hipotalamus

Pusat termoregulator

(neuron preoptik pada hipotalamus anterior)

Perubahan fisiologi dan tingkah laku

Hipertermia Napsu makan

Agen infeksius Defisit nutrisi

Modiator inflamsi

Sitokin pirogen

Mempengaruhi hipotalamus anterior

Aksi antipiretik Peningkatan evaporasi

Rewel

Resiko ketidakseimbangan cairan


11

2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
c. Resiko ketidakseimbangan cairan

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan / Rencana Keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

SDKI SLKI : SIKI :


Hipertermia b.d proses Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipertermia (I.I5506)
penyakit Setelah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan selama 2x24  Identifikasi penyebab hipertermia
jam diharapkan masalah (mis, dehidrasi, terpapar
hipertermia dapat teratasi lingkungan panas)
dengan kriteria hasil :  Monitor suhu tubuh
 Suhu diatas rentan  Monitor kadar elektrolit
o o
normal (37,2 C-375 C)  Monitor haluaran urine
 Nadi dan RR dalam  Monitor komplikasi akibat
rentang normal hipertermia
 Tidak ada
perubahan Terapeutik
warna kulit dan merasa
 Sediakan lingkungan yang dingin
nyaman.
 Longgarkan atau lepaskan
 Mukosa lembab
pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
 Lakukan pendinginan eksternal
(mis, selimut atau kompres dingin
12

pada dahi/leher)
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu

Diagnosa Keperawatan/ Rencana Keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

SDKI : SLKI : SIKI :


Defisit nutrisi b.d Status nutrisi (L.03030) Manajemen gangguan makan
ketidakmampuan menelan Setelah dilakukan tindakan (I.03111)
makanan keperawatan selama 2x24 jam Observasi
diharapkan masalah defisit  Monitor asupan dan
nutrisi dapat teratasi dengan keluarnya makanan dan
kriteri a hasil : cairan serta kebutuhan kalori
 Kekuatan otot mengunyah Terapeutik
 Frekuensi makan  Timbang berat badan secara
 Nafsu makan rutin
 Membrane mukosa  Diskusikan perilaku makan
dan jumlah aktivitas fisik
(mis, olaraga)
 Dampingi ke kamar mandi
untuk pengamatan perilaku
memuntahkan kembali
makanan
Pemberian makanan (I.03125)
Observasi
 Identifikasi kemampuan
menelan
 Periksa mulut untuk residu
13

pada akhir makan


 Identifikasi makanan yang
diprogramkan
Terapeutik
 Lakukan kebersihan tangan
dan mulut sebelum makan
 Sediakan lingkungan yang
menyenangkan selama waktu
makan
 Berikan posisi duduk atau
semi fowler saat makan
 Berikan makanan hangat
 Tawarkan mencium aroma
makanan untuk merangsang
nafsu makan
Edukasi
 Anjurkan orangtua atau
keluarga membantu member
makan kepada pasien

Diagnosa Keperawatan/ Rencana Keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

SDKI SLKI: SIKI :


Resiko ketidakseimbangan Keseimbangan cairan Manajemen cairan (I.03098)
cairan (L.05020) Observasi
Setelah dilakukan tindakan  Monitor status dehidrasi (mis,
keperawatan selama 2x24 frekuensi nadi, kelembapan
14

jam masalah resiko membran mukosa, turgor kulit)


ketidakseimbangan cairan  Monitor berat badan harian
dapat teratasi dengan kriteria  Monitor berat badan sebelum dan
hasil : sesudah dianalisis
 Keluaran urine Terapeutik
 Kelembapan membran  Catat intake-output dan hitung
mukosa balans cairan 24 jam
 Asupan makanan  Berikan asupan cairan, sesuai
 Dehidrasi kebutuhan
 Turgor kulit  Berikan cairan intravena, jika
perlu

4. Implementasi Keperawatan
N Diagnosa Implementasi
O
1. Hipertermia b.d proses penyakit Manajemen Hipertermia (I.I5506)
Observasi :
 Mengidentifikasi penyebab hipertermia (mis,
dehidrasi, terpapar lingkungan panas)
 Memonitor suhu tubuh
 Memonitor kadar elektrolit
15

 Memonitor haluaran urine

Terapeutik
 Menyediakan lingkungan yang dingin
 Menglonggarkan atau lepaskan pakaian
 Membasahi dan kipasi permukaan tubuh
 Memberikan cairan oral
 Mengganti linen setiap hari atau lebih sering jika
mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih)
 Melakukan pendinginan eksternal (mis, selimut atau
kompres dingin pada dahi/leher)
Edukasi
 Menganjurkan tirah baring
Kolaborasi
 Mengkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

2. Defisit nutrisi b.d SIKI :


ketidakmampuan menelan Manajemen gangguan makan (I.03111)
makanan Observasi
 Memonitor asupan dan keluarnya makanan dan
cairan serta kebutuhan kalori
Terapeutik
 Menimbang berat badan secara rutin
 Mendiskusikan perilaku makan dan jumlah
aktivitas fisik (mis, olaraga)
 Mendampingi ke kamar mandi untuk pengamatan
perilaku memuntahkan kembali makanan
Pemberian makanan (I.03125)
Observasi
 Mengidentifikasi kemampuan menelan
 Memeriksa mulut untuk residu pada akhir makan
16

 Mengidentifikasi makanan yang diprogramkan


Terapeutik
 Melakukan kebersihan tangan dan mulut sebelum
makan
 Meyediakan lingkungan yang menyenangkan
selama waktu makan
 Memberikan posisi duduk atau semi fowler saat
makan
 Memberikan makanan hangat
 Menawarkan mencium aroma makanan untuk
merangsang nafsu makan
Edukasi
 Menganjurkan orangtua atau keluarga membantu
member makan kepada pasien
3. Resiko ketidakseimbangan cairan SIKI :
Manajemen cairan (I.03098)
Observasi
 Memonitor status dehidrasi (mis, frekuensi nadi,
kelembapan membran mukosa, turgor kulit)
 Memonitor berat badan harian
 Memonitor berat badan sebelum dan sesudah dianalisis
Terapeutik
 Mencatat intake-output dan hitung balans cairan 24
jam
 Memberikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
 Memberikan cairan intravena, jika perlu
17

DAFTAR PUSTAKA

Corwin.(2000). Hand Book Of Pathofisiologi.Jakarta:EGC.


Doenges,M.E. Geisler, A.C. Moorhouse, M.F.(2000). Rencana Keperawatan
Hidayat,A. A.(2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:
Ngastiah.(2005). Buku keperawatan anak sakit.Jakarta:EGC.   
Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan klasifikasi. 2014. Jakarta: Prima Medika.
Suriadi dan Yuliani, R.(2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak.  Jakarta:CV. Sagung Seto.
18

Poso, …………..……….2021

Preceptor Klinik Preceptee

(……………………………………………….) (……………………………………………………..)

Preceptor Institusi
(……………………………………)

Anda mungkin juga menyukai