Anda di halaman 1dari 15

Laporan Pendahuluan

OF atau Observasi Febris

A. Definisi
Demam adalah peningkatan titik patokan (set point) suhu di hipotalamus (Elizabeth J.
Corwin, 2010). Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang
sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme
atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi
(Sjaifoellah Noer, 2008). Demam berarti suhu tubuh diatas batas normal biasa, dapat
disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang mempengaruhi pusat
pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi. Demam adalah
keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 38⁰C atau lebih. Ada juga yang yang
mengambil batasan lebih dari 37,8⁰C.Sedangkan bila suhu tubuh lebih dari 40⁰C disebut
demam tinggi atau hiperpireksia. (Saputra Eka, 2016).

B. Klasifikasi
Menurut Saputra Eka (2016), tipe demam yang mungkin kita jumpai antara lain terbagi
menjadi beberapa jenis, antara lain yaitu :
1. Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun
kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan
berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan
juga demam hektik.
2. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal.
Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar
perbedaan suhu yang dicatat demam septik.
3. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila
demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari
terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.
4. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat
demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
5. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa
periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu
seperti semula. Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit
tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan
demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas seperti abses,
pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat
dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari para
pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit
yang self-limiting seperti influensa atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini
tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap infeksi bakterial.

C. Etiologi
Menurut Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal tahun 2000 dalam Saputra Eka
(2016), bahwa etiologi febris diantaranya yaitu :
1. Suhu lingkungan.
2. Adanya infeksi.
3. Pneumonia.
4. Malaria.
5. Otitis media.
6. Imunisasi

D. Manifestasi
Menurut Saputri Rosi (2018), tanda dan gejala terjadinya febris bermacam-macam yaitu :
1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8⁰C - 40⁰C)
2. Kulit kemerahan
3. Hangat pada sentuhan
4. Peningkatan frekuensi pernapasan
5. Menggigil
6. Dehidrasi
7. Kehilangan nafsu makan
Sedangkan menurut Saputra Eka (2016), pada saat terjadi demam, gejala klinis yang
timbul bervariasi tergantung pada fase demam antara lain yaitu :
1. Fase 1 awal (awitan dingin atau menggigil)
a. Peningkatan denyut jantung
b. Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan
c. Mengigil akibat tegangan dan kontraksi otot
d. Peningkatan suhu tubuh
e. Pengeluaran keringat berlebih
f. Rambut pada kulit berdiri
g. Kulit pucat dan dingin akibat vasokontriksi pembuluh darah
2. Fase 2 ( proses demam)
a. Proses mengigil hilang
b. Kulit terasa hangat atau panas
c. Peningkatan nadi
d. Peningkatan rasa haus
e. Dehidrasi
f. Kelemahan
g. Kehilangan nafsu makan ( jika demam meningkat)
h. Nyeri pada otot akibat katabolisme protein.
3. Fase 3 (pemulihan)
a. Kulit tampak merah dan hangat
b. Berkeringat
c. Kemungkinan mengalami dehidrasi
d. Mengigil ringan

E. Patofisiologi
Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh atau respon imun anak terhadap
infeksi atau zat asing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada infeksi atau zat asing masuk
ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan tubuh dengan dilepaskannya pirogen. Pirogen
adalah zat penyebab demam, ada yang berasal dari dalam tubuh (pirogen endogen) dan luar
tubuh (pirogen eksogen) yang bisa berasal dari infeksi oleh mikroorganisme atau merupakan
reaksi imunologik terhadap benda asing atau non infeksi. Zat pirogen ini dapat berupa protein,
pecahan protein, dan zat lain, terutama toksin polisakarida, yang dilepas oleh bakteri toksik
yang dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh menyebabkan demam selama keadaan sakit.
Mekanisme demam dimulai dengan timbulnya reaksi tubuh terhadap pirogen. Pada
mekanisme ini, bakteri atau pecahan jaringan akan difagositosis oleh leukosit darah,
makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya
mencerna hasil pemecahan bakteri ke dalam cairan tubuh, yang disebut juga zat pirogen
leukosit. Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima (reseptor) yang terdapat
pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di hipotalamus. Dalam hipotalamus
pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan
produksi prostaglandin. Ini akan menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara
menyempitkan pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar keringat. Pengeluaran
panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan pembentukan dan pengeluaran panas. Inilah
yang menimbulkan demam pada anak. Suhu yang tinggi ini akan merangsang aktivitas tentara
tubuh (sel makrofag dan sel limfosit T) untuk memerangi zat asing tersebut dengan
meningkatkan proteolisis yang menghasilkan asam amino yang berperan dalam pembentukan
antibodi atau sistem kekebalan tubuh.

F. Komplikasi
Menurut Saputri Rosi (2018), komplikasi yang dapat ditumbulkan dari febris yaitu :
1. Dehidrasi : demam menyebabkan peningkatan penguapan cairan tubuh
2. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering terjadi pada anak
usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam pertama demam dan umumnya
sebentar, tidak berulang. Kejang demam ini juga tidak membahayakan otak.
G. Pathway

Infeksi Bakteri Gangguan Otak Virus Imunisasi Bahan Toksis

Masuk kedalam tubuh

Tubuh melepaskan pirogen


atau zat pengatur panas

Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui


reseptor untuk disampaikan ke pusat pengaturan
panas di Hipotalamus

Suhu tubuh meningkat, vasokontriksi


pembuluh darah

Ketidakseimbangan pembentukkan dan


pengeluaran panas

Demam Dehidrasi Kelemahan Tidak nafsu makan

Hipertermi Ketidakseimbangan nutrisi


Defisit volume kurang dari kebutuhan
cairan tubuh

Sumber : Saputra Eka (2016)


H. Penatalaksanaan
1. Secara Fisik
Mengawasi kondisi klien dengan pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam.
Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula
apakah mata anak cenderung melirik ke atas atau apakah anak mengalami kejang-kejang.
Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak,
karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya suplai oksigen ke otak akan
berakibat rusaknya sel-sel otak. Dalam keadaan demikian, cacat seumur hidup dapat
terjadi berupa rusaknya fungsi intelektual tertentu.
a. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
b. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
c. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak yang
akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
d. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak-banyaknyaMinuman yang
diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air
teh. Tujuannnya adalah agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh
memperoleh gantinya.
e. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
f. Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak, lipat paha. Tujuannya untuk
menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh anak. Turunnya suhu tubuh
dipermukaan tubuh ini dapat terjadi karena panas tubuh digunakan untuk
menguapkan air pada kain kompres. Jangan menggunakan air es karena justru akan
membuat pembuluh darah menyempit dan panas tidak dapat keluar. Menggunakan
alkohol dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi (keracunan).
g. Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat suam-suam kuku.
Kompres air hangat atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat dan
tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan demikian
tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan
pengatur suhu tubuh lagi. Di samping itu lingkungan luar yang hangat akan
membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar atau mengalami vasodilatasi, juga
akan membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan mempermudah pengeluaran
panas dari tubuh.
2. Obat-obatan Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di
hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin dengan
jalan menghambat enzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus direndahkan
kembali menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas diatas normal dan
mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi. Petunjuk pemberian antipiretik antara lain
yaitu :
1. Bayi 6 – 12 bulan : ½ - 1 sendok the sirup parasetamol
2. Anak 1 – 6 tahun : ¼ - ½ parasetamol 500 mg atau 1 - 1½ sendokteh sirup
parasetamol
3. Anak 6 – 12 tahun : ½ - 1 tablet parasetamol 500 mg atau 2 sendok teh sirup
parasetamol.
Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu dilarutkan dengan air atau teh
manis. Obat penurun panas ini diberikan 3 kali sehari. Gunakan sendok takaran obat
dengan ukuran 5 ml setiap sendoknya.
Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam menurunkan demam
dan sangat berguna khususnya pada pasien berisiko, yaitu anak dengan kelainan
kardiopulmonal kronis kelainan metabolik, penyakit neurologis dan pada anak yang
berisiko kejang demam. Tujuannya menurunkan set point hipotalamus melalui
pencegahan pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim
cyclooxygenase. Dosis terapeutik antara 10-15 mgr/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali
sehari. Dosis maksimal 90 mgr/kbBB/hari. Pada umumnya dosis ini dapat ditoleransi
dengan baik. Dosis besar jangka lama dapat menyebabkan intoksikasi dan kerusakkan
hepar. Pemberiannya dapat secara per oral maupun rektal. Turunan asam propionat
seperti ibuprofen juga bekerja menekan pembentukan prostaglandin. Obat ini bersifat
antipiretik, analgetik dan antiinflamasi. Efek samping yang timbul berupa mual, perut
kembung dan perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin. Efek samping
hematologis yang berat meliputi agranulositosis dan anemia aplastik. Efek terhadap
ginjal berupa gagal ginjal akut (terutama bila dikombinasikan dengan asetaminopen).
Dosis terapeutik yaitu 5-10 mgr/kgBB/kali tiap 6 sampai 8 jam. Metamizole (antalgin)
bekerja menekan pembentukkan prostaglandin. Mempunyai efek antipiretik, analgetik
dan antiinflamasi. Efek samping pemberiannya berupa agranulositosis, anemia aplastik
dan perdarahan saluran cerna. Dosis terap eutik 10 mgr/kgBB/kali tiap 6 - 8 jam dan tidak
dianjurkan untuk anak kurang dari 6 bulan. Pemberiannya secara per oral, intramuskular
atau intravena. Asam mefenamat suatu obat gol ongan fenamat, khasiat analgetiknya
lebih kuat dibandingkan sebagai antipiretik. Efek sampingnya berupa dispepsia dan
anemia hemolitik. Dosis pemberiannya 20 mgr/kgBB/hari dibagi 3 dosis. Pemberiannya
secara per oral dan tidak boleh diberikan anak usia kurang dari 6 bulan.

I. Pemeriksaan Penunjang
Sebelum meningkat ke pemeriksaan-pemeriksaan yang mutakhir, yang siap tersedia
untuk digunakan seperti ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat diperiksa
bebrapa uji coba darah, pembiakan kuman dari cairan tubuh atau lesi permukaan atau sinar
tembus rutin. Dalam tahap berikutnya dapat dipikirkan untuk membuat diagnosis dengan
lebih pasti melalui biopsy pada tempat - tempat yang dicurigai. Juga dapat dilakukan
pemeriksaan seperti angiografi, aortografi, atau limfangiografi

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, status perkawinan,
suku bangsa, no register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis
b. Keluhan Utama
Orang yang menderita observasi febris biasanya mengeluh suhu badannya naik atau
panas, keluarnya keringat berlebih, batuk-batuk dan tidak nafsu makan
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang : pada umumnya didapatkan peningkatan suhu tubuh
diatas 37,5°C atau ada masalah psikologis (rasa takut dan cemas terhadap
penyakitnya)
2) Riwayat penyakit dahulu : umumnya dikaitkan dengan riwayat medis yang
berhubungan dengan penyakit febris
3) Riwayat penyakit keluarga : dalam susunan keluarga adalah riwayat penyakit febris
yang pernah diderita atau penyakit turunan dan menular yang pernah diderita atau
anggota keluarga
d. Pola-pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat : umunya pada pola penderita penyakit
febris mengalami perubahan dalam perawatan dirinya yang diakibatkan oleh
penyakitnya
2) Pola nutrisi dan metabolik : umumnya terjadi penurunan nafsu makan atau tidak
3) Pola eliminasi : pada pola ini bisa terjadi perubahan karena asupan yang kurang
sehingga klien tidak bisa BAB atau BAK secara normal
4) Pola istirahat tidur : pada pola ini tidur pasien biasanya mengalami gangguan
karena adanya rasa tidak nyaman dengan meningkatnya suhu
5) Pola aktifitas dan latihan : aktifitas klien bergantung karena biasanya klien lemah
karena kurangnya asupan serta meningkatnya suhu
6) Pola persepsi dan konsep diri : klien merasa cemas dengan keadaan suhu tubuhnya
yang meningkat dan ketakutan sehingga mengalami metabolisme seperti diare
7) Pola sensori dan kognitif : tidak terjadi gangguan pada pola ini dan biasanya hanya
sebagian klien yang mengetahuinya
8) Pola hubungan peran : bisa terjadi hubungan yang baik atau kekeluargaan dan tidak
mengalami gangguan
9) Pola penanggulangan stres : dukungan keluarga sangat berarti untuk kesembuhan
klien
10) Pola tata nilai dan kepercayaan : adanya perubahan dalam melaksanakan ibadah
sebagai dampak dari penyakitnya
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : kesadaran (baik, gelisah, apatis atau koma), badan lemah,
frekuensi pernafasan tinggi, suhu badan meningkat dan nadi meningkat
2) Kepala dan leher : bentuk, kebersihan, ada bekas trauma atau tidak
3) Kulit, rambut dan kuku : turgor kulit (baik atau buruk), tidak ada gangguan atau
kelainan
4) Mata : umumnya mulai terlihat cowong atau tidak
5) Telingga, hidung, tenggorokkan dan mulut : bentuk, kebersihan, fungsi indranya
adanya gangguan atau tidak
6) Thorak dan abdomen : tidak didapatkan adanya sesak, abdomen biasanya nyeri dan
ada peningkatan bising usus
7) Sistem respirasi : umumnya fungsi pernafasan lebih cepat dan dalam
8) Sistem kardiovaskuler : pada kasus ini biasanya denyut pada nadi nya meningkat
9) Sistem muskuloskeletal : terjadi gangguan atau tidak
10) Sistem pernafasan : pada kasus ini tida terdapat nafas yang tertinggal atau gerakan
nafas dan biasanya kesadarannya gelisah, apatis atau koma
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertemi berhubungan dengan proses penyakit
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi tidak adekuat, mual, nafsu makan menurun
c. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume aktif

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Intervensi
Hipertemi berhubungan NOC : NIC :
dengan proses penyakit Thermoregulation Fever treatment
1. Monitor suhu sesering
Setelah dilakukan asuhan mungkin
keperawatan selama 1x24 jam 2. Monitor warna dan suhu
diharapkan suhu tubuh dalam kulit
rentang normal 3. Monitor tekanan darah,
Kriteria hasil : nadi dan RR
1. Suhu tubuh dalam rentang 4. Monitor penurunan
normal tingkat kesadaran
2. Nadi dan RR dalam 5. Monitor intake dan
rentang normal output
3. Tidak ada perubahan 6. Berikan anti piretik
warna kulit dan tidak ada 7. Berikan pengobatan
pusing, merasa nyaman untuk mengatasi
penyebab demam
8. Selimuti pasien
9. Berikan cairan intravena
10. Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
11. Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil
Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC : Nutrition Monitoring
kurang dari kebutuhan tubuh Nutritional Status : food and 1. BB pasien dalam batas
berhubungan dengan intake Fluid Intake normal
nutrisi tidak adekuat, mual, Setelah dilakukan asuhan 2. Monitor adanya
nafsu makan menurun keperawatan selama ...x24 jam penurunan berat badan
diharapkan nutrisi adekuat 3. Monitor tipe dan jumlah
Kriteria hasil : aktivitas yang biasa
1. Adanya peningkatan dilakukan
berat badan sesuai dengan 4. Monitor interaksi anak
tujuan atau orangtua selama
2. Berat badan ideal sesuai makan
dengan tinggi badan 5. Monitor lingkungan
3. Mampu mengidentifikasi selama makan
kebutuhan nutrisi 6. Jadwalkan pengobatan
4. Tidak ada tanda tanda dan tindakan tidak selama
malnutrisi jam makan
5. Tidak terjadi penurunan 7. Monitor kulit kering dan
berat badan yang berarti perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
10. Monitor mual dan
muntah
11. Monitor makanan
kesukaan
12. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
13. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
14. Monitor kalori dan intake
nuntrisi
15. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral.
16. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
Risiko defisit volume cairan NOC: NIC : Fluid management
berhubungan dengan Nutritional Status : Food and 1. Timbang
kehilangan volume aktif Fluid Intake popok/pembalut jika
diperlukan
Setelah dilakukan asuhan 2. Pertahankan catatan
keperawatan selama 1x24 jam intake dan output yang
diharapkan cairan adekuat akurat
Kriteria hasil : 3. Monitor status hidrasi (
1. Mempertahankan urine kelembaban membran
output sesuai dengan usia mukosa, nadi adekuat,
dan BB, BJ urine normal, tekanan darah ortostatik
HT normal ), jika diperlukan
2. Tekanan darah, nadi, suhu 4. Monitor vital sign
tubuh dalam batas normal 5. Monitor masukan
3. Tidak ada tanda tanda makanan atau cairan dan
dehidrasi, Elastisitas hitung intake kalori
turgor kulit baik, harian
membran mukosa lembab, 6. Lakukan terapi IV
tidak ada rasa haus yang 7. Monitor status nutrisi
berlebihan 8. Berikan cairan
9. Berikan cairan IV pada
suhu ruangan
10. Dorong masukan oral
11. Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
12. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
13. Tawarkan snack (jus
buah, buah segar )
14. Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul meburuk
4. Implementasi Keperawatan
a. Diagnosa 1 :
1) Memonitor suhu sesering mungkin
2) Memonitor warna dan suhu kulit
3) Memonitor tekanan darah, nadi dan RR
4) Memonitor penurunan tingkat kesadaran
5) Memonitor intake dan output
6) Memberikan anti piretik
7) Memberikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
8) Menyelimuti pasien
9) Memberikan cairan intravena
10) Mengompres pasien pada lipat paha dan aksila
11) Memberikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
b. Diagnosa 2 :
1) BB pasien dalam batas normal
2) Memonitor adanya penurunan berat badan
3) Memonitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
4) Memonitor interaksi anak atau orangtua selama makan
5) Memonitor lingkungan selama makan
6) Menjadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
7) Memonitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
8) Memonitor turgor kulit
9) Memonitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
10) Memonitor mual dan muntah
11) Memonitor makanan kesukaan
12) Memonitor pertumbuhan dan perkembangan
13) Memonitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
14) Memonitor kalori dan intake nuntrisi
15) Mencatat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
16) Mencatat jika lidah berwarna magenta, scarlet
c. Diagnosa 3 :
1) Menimbang popok atau pembalut jika diperlukan
2) Mertahankan catatan intake dan output yang akurat
3) Memonitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
darah ortostatik ), jika diperlukan
4) Memonitor vital sign
5) Memonitor masukan makanan atau cairan dan hitung intake kalori harian
6) Melakukan terapi IV
7) Memonitor status nutrisi
8) Memberikan cairan
9) Memberikan cairan IV pada suhu ruangan
10) Mendorong masukan oral
11) Memberikan penggantian nesogatrik sesuai output
12) Mendorong keluarga untuk membantu pasien makan
13) Menawarkan snack (jus buah, buah segar )
14) Mengkolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk

5. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, selanjutnya yaitu tahap evaluasi yang
merupakan aktifitas yang direncanakan, berkelanjutan dan terarah ketika klien dan
profesional kesehatan menentukan kemajuan klien menuju pencapaian tujuan atau hasil
dan keefektifan asuhan keperawatan (Kozier, et all, 2010). Hasil biasanya menggunakan
format SOAP.
Referensi

Biront Lex Nealz. 2013. Askep Febris. https://www.scribd.com/doc/150523415/askep-febris.


Di akses pada 11 Maret 2019.
Bulechek, G. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). 6th Edition. Missouri : Elseiver
Mosby
Herdman T.H and Komitsuru. S. 2014. Nanda Internasional Nursing Diagnosis, Definition and
Clasification 2015-2017. EGC : Jakarta
Moorhead, S. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) : Measurement of Health
Outcomes. 5th Edition. Missouri : Elsevier Saunder
Nawza, Aswan. 2012. Partway Febris. https://www.scribd.com/doc/146012967/Pathway-
Febris. Diaskes 11 Maret 2019
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta : EGC
Perry & Potter. 2005. Buku ajar: Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta: EGC
Saputra Eka. 2016. LAPORAN PENDAHULUAN FEBRIS.
https://id.scribd.com/document/320622238/LAPORAN-PENDAHULUAN-FEBRIS.
Diakses pada 11 Maret 2019
Saputri Rosi. 2018. Lp of (Observasi Febris)-Karose.
https://id.scribd.com/document/372580157/LP-of-Observasi-Febris-Karose.rosi.
Diakses pada 11 Maret 2019

Anda mungkin juga menyukai