Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

FARINGITIS

A. Definisi
Faringitis adalah inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring atau dapat
juga tonsilo palatina. Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari infeksi akut
orofaring yaitu tonsilofaringitis akut atau bagian dari influenza (rinofaringitis) baik
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013)
Faringitis adalah inflamasi atau peradangan pada faring yakni, salah satu organ di
dalam tenggorokan yang menghubungkan rongga belakang hidung dengan bagian
belakang mulut. Dalam kondisi ini tenggorokan akan terasa gatal dan sulit menelan,
(Medicinenet 2017).
Faringitis akut adalah radang akut pada mukosa faring dan jaringan limfoid pada
dinding faring (Rospa, 2011)
Faringitis merupakan peradangan akut membran mukosa faring dan struktur lain
di sekitarnya. Karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung dan tonsil, jarang terjadi
hanya infeksi local faring atau tonsil. Oleh karena itu, pengertian faringitis secara luas
mencakup tonsillitis, nasofaringitis, dan tonsilofaringitis. (Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2012)
Faringitis (bahasa Latin: pharyngitis), adalah suatu penyakit peradangan yang
menyerang tenggorok atau hulu kerongkongan (pharynx). Kadang juga disebut sebagai
radang tenggorok (Acerra, 2010)

B. Anatomi Fisiologi (Lyndon. 2010)


Faring atau tekak merupakan suatu saluran yang bermula dari dasar tengkorak dan
berakhir dibelakang laring di ruas vertebra servikal keenam. Saluran ini merupakan
bagian dari sistem pernapasan dan sistem pencernaan. Faring berbentuk seperti corong,
bagian atas lebih besar dari bagian bawah. Panjang faring sekitar 13 cm pada orang
dewasa. Dinding faring tersusun atas otot lurik yang bertindak secara otomatis. Otot yang
penting dibagian faring adalah otot sfingter yang bertanggung jawab pada saat kita
menelan. Otot-otot ini dilapisi dengan membrane mukosa yang tersusun atas jaringan
epitel.
Faring dapat dibagi menjadi tiga bagian :
a. Nasofaring (faring dibelakang hidung) – dari dasar tengkorak hingga dasar anak tekak
atau uvula (anak lidah). Bagian depan menyambung terus dengan lubang hidung
belakang. Di dinding belakang terdapat suatu kumpulan jatingan limfa yang dikenal
dengan jaringan adenoid. Di dinding sampingnya terdapat dua lubang untuk
Eustachius yang menghubungkan nasofaring dengan telinga bagian tengah. Saluran
ini menyeimbangkan tekanan udara di dalam telinga bagian tengah dengan udara luar.
Biasanya lubang tuba Eustachius selalu tertutup, kecuali pada saat menguap atau
menelan.
b. Orofaring (faring dibelakang mulut) – bagian ini terletak dibelakang rongga mulut,
yaitu dari mulut uvula hingga epiglottis. Walaupun ororfaring memungkinkan udara
beredar didalamnya, struktur ini sebenarnya merupakan bagian dari sistem
pencernaan yang berperan pada saat menelan. Tonsil terdapat di dinding sampingnya;
setiap tonsil terletak diantara selaput mulut depan dan belakang.
c. Faring-laringeal (faring dibelakang laring) – bagian ini terletak dibelakang (posterior)
laring dan dibawah orofaring. Di ruas vertebra servikal keenam saluran faring
berakhir dan saluran esophagus di mulai.

C. Etiologi
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus
(40−60%), bakteri (5−40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain baik (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun
bakteri.
Virus yaitu Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenza, Coxsackievirus, Epstein –
Barr virus, Herpes virus. - Bakteri yaitu, Streptococcus ß hemolyticus group A,
Chlamydia, Corynebacterium diphtheriae, Hemophilus influenzae, Neisseria
gonorrhoeae. - Jamur yaitu Candida jarang terjadi kecuali pada penderita
imunokompromis yaitu mereka dengan HIV dan AIDS, Iritasi makanan yang merangsang
sering merupakan faktor pencetus atau yang memperberat.
Faktor risiko lain penyebab faringitis akut yaitu udara yang dingin, turunnya daya
tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza, konsumsi makanan yang kurang
gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan, merokok dan seseorang yang tinggal di
lingkungan kita yang menderita sakit tenggorokan atau demam (Gore, 2013).

D. Klasifikasi
Klasifikasi faringitis menurut Kemenkes RI (2013), yaitu :
1. Faringitis akut
a. Faringitis bakterial
Infeksi Streptococcus β-hemolyticus Group A merupakan penyebab faringitis akut
pada anak-anak sebanyak 20% - 30%.
2. Faringitis Kronik
a. Faringitis kronik atrofi
Faringitis kronik atrofi timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis
atrofi, udara pernapasan tidak diatur suhu dan kelembabannya sehingga
menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring
3. Faringitis Spesifik
a. Faringitis luetika
Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring seperti penyakit
lues di organ lain. Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakitnya

E. Manifestasi Klinis
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2012) Faringitis streptokokus sangat mungkin
jika di jumpai tanda dan gejala berikut:
1. Awitan akut, disertai mual dan muntah
2. Faring hiperemis
3. Demam
4. Nyeri tenggorokan
5. Tonsil bengkak dengan eksudasi
6. Kelenjar getah bening leher anterior bengkak dan nyeri
7. Uvula bengkak dan merah
8. Ekskoriasi hidung disertai lesi impetigo sekunder
9. Ruam skarlantina
10. Petikie palatum mole

Menurut Wong (2010) manifestasi klinik dari faringitis akut :


1. Demam (mencapai 40°C)
2. Sakit kepala
3. Anorexia
4. Dysphagia
5. Mual, muntah
6. Faring edema atau bengkak

F. Patofisiologi dan Patoflow


Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara
langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman
menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi
yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian
cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi,
pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning,
putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel
limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral,
menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus
dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal.
Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan
pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan
yang hebat karena fragmen M protein dari Group A streptococcus memiliki struktur yang
sama dengan sarkolema pada myocard dan dihubungkan dengan demam rheumatic dan
kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan akut glomerulonefritis
karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Biopsi
Contoh jaringan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dari saluran pernapasan (sekitar
faring) dengan menggunakan teknik endoskopi. Jaringan tersebut akan diperiksa
dengan mikroskop untuk mengetahui adanya peradangan akibat bakteri atau virus.
2. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum makroskopik, mikroskopik atau bakteriologik penting dalam
diagnosis etiologi penyakit.Warna bau dan adanya darah merupakan petunjuk yang
berharga.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Sel darah putih (SDP)
b. Peningkatan komponen sel darah putih dapat menunjukkan adanya infeksi atau
inflamasi.
c. Analisa Gas Darah
d. Untuk menilai fungsi pernapasan secara adekuat, perlu juga mempelajari hal-hal
diluar paru seperti distribusi gas yang diangkut oleh sistem sirkulasi.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan komprehensif penyakit faringitis akut, yaitu (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2013) :
1. Medis
a. Topikal
1) 25 Obat kumur antiseptic
2) Pada faringitis fungal diberikan nystatin 100.000−400.000 2 kali/hari.
3) Faringitis kronik hiperplastik terapi lokal dengan melakukan kaustik faring
dengan memakai zat kimia larutan nitras argentin 25%.
b. Oral
1) Anti virus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi virus dengan
dosis 60−100 mg/kgBB dibagi dalam 4−6 kali pemberian/hari pada orang
dewasa dan pada anak kurang dari lima tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi
dalam 4−6 kali pemberian/hari.
2) Faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya Streptococcus
group A diberikan antibiotik yaitu penicillin G benzatin 50.000 U/kgBB/IM
dosis tunggal atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama
sepuluh hari dan pada dewasa 3x500 mg selama 6−10 hari atau eritromisin
4x500 mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena steroid
telah menunjukkan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi.
Steroid yang dapat diberikan berupa deksametason 3x0,5 mg pada dewasa
selama tiga hari dan pada anak-anak 0,01 mg/kgBB/hari dibagi tiga kali
pemberian selama tiga hari.
3) Faringitis gonorea, sefalosporin generasi ke-tiga, Ceftriakson 2 gr IV/IM
single dose. - Pada faringitis kronik hiperplastik, jika diperlukan dapat
diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran. Penyakit hidung dan sinus
paranasal harus diobati.
4) Faringitis kronik atrofi pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofi. - Untuk
kasus faringitis kronik hiperplastik dilakukan kaustik sekali sehari selama 3−5
hari.
2. Keperawatan
a. Menjaga kebersihan mulut
b. Istirahat cukup
c. Minum air putih yang cukup
d. Berkumur dengan air yang hangat
e. Konseling dan Edukasi :
1) Memberitahu keluarga untuk menjaga daya tahan tubuh dengan
mengkonsumsi makan bergizi dan olahraga teratur.
2) Memberitahu keluarga untuk berhenti merokok.
3) Memberitahu keluarga untuk menghindari makan-makanan yang dapat
mengiritasi tenggorok.
4) Memberitahu keluarga dan pasien untuk selalu menjaga kebersihan mulut.
5) Memberitahu keluarga untuk mencuci tangan secara teratur
I. Komplikasi
Komplikasi umum pada faringitis adalah sinusitis, otitis media, epiglottitis, mastoiditis,
dan pneumonia. Faringitis yang disebabkan oleh infeksi Streptococcus jika tidak segera
diobati dapat menyebabkan peritonsillar abses, demam reumatik akut, toxic shock
syndrome, peritonsillar sellulitis, abses retrofaringeal dan obstruksi saluran pernasafan
akibat dari pembengkakan laring. Demam reumatik akut dilaporkan terjadi pada satu dari
400 infeksi GABHS yang tidak diobati dengan baik (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2013).

J. Daftar Pustaka
Acerra J. 2010. Pharyngitis. Retrivied from Medscape :
http://emedicine.medscape.com/article
Davis, C. Medicinenet. 2017. Is Sore Throat (Pharingitis) Contagious ?
Gore Jill. 2013. Acute Pharyngitis. Journal of the American Academy of Physician
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2012. 2012. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi 2. Jakarta
: Ikatan Dokter Anak Indonesia
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Penyakit Menular. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta :
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
Lyndon Saputra, Evi Luvina Dwisang. 2010. Anatomi & Fisiologi Untuk Perawat dan
Paramedis. Yogyakarta : Binarupa Aksara
Rospa H, Sri Mulyani. 2011. Tenggorokan Atas (Faring dan Tonsil) Dalam Asuhan
Keperawatan Gangguan THT. Jakarta : TIM 11. Edisi pertama : 99-100, 154-156
Wong. D. L, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan pediatrik. Edisi 6. Volume. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai