TONSILITIS
DI RUANG LAVENDER RSUD DR. R. GOETENG TAROENADIBRATA
PURBALINGGA
B. Etiologi
Penyebab tonsillitis adalah infeksi kuman streptococcus beta hemolyticus,
streptococcus viridans, dan streptococcus pyogens (Judarwanto, 2010).
C. Faktor Resiko
a. Kebersihan mulut dan gigi yang buruk
Rusmarjono (2003) menjelaskan hygiene mulut harus dijaga agar
mulut tidak menjadi media pembiakan kuman, apabila hygiene mulut
tidak dijaga dan jarang gosok gigi, kuman streptococcus beta hemolitikus
mudah masuk melalui makanan, minuman dan sisa-sisa makanan yang di
sela-sela gigi juga dapat membawa bakteri di mulut. hygiene mulut yang
buruk berperan dalam kekambuhan tonsilitis, untuk itu agar tetap gigi
bersih dari sisa-sisa makanan dan bau mulut sebaiknya hygiene mulut
dijaga dengan cara menggosok gigi pada waktu pagi, sore, setiap habis
makan dan malam hari sebelum tidur. Pada penelitian ini banyak anak
yang kebersihan mulutnya kurang karena tidak menggosok gigi sebelum
tidur dan setelah makan. Berdasarkan Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Sari (2014) diperoleh p-value sebesar 0,011 yang menunjukkan ada
hubungan antara hygiene mulut dengan kejadian tonsillitis.
b. Kebiasaan merokok
Perubahan panas akibat merokok, menyebabkan perubahan
vaskularisasi, sekresi kelenjar liur dan fungsi tonsil. Terdapat
peningkatan laju aliran saliva dan konsentrasi ion kalsium pada salive,
selama proses merokok. Senyawa kalsium fosfatase yang ditemukan pada
kalkulus supragingiva, berasal dari saliva.Hal tersebut dapat dijadikan
dasar, mengapa skor kalkulus pada perokok lebih tinggi disbanding
bukan perokok. Merokok juga menyebabkan penurunan antibody pada
tonsil, fungsi tonsil yaitu apabila pathogen menembus lapisan epitel maka
sel-sel fagositik mononuclear akan mengenal dan mengeliminasi antigen,
sehingga terjadi gangguan fungsi sel-sel pertahanan tubuh. Kemudian
partikel dalam asap rokok merangsang tonsil untuk produksi antibodi.
Jika berlangsung terus menerus tonsil akan mengalami peradangan
(Pejcic, 2007)
c. Kebiasaan makan
Kebiasaan Makanan Gorengan
Makanan yang tidak diproses dengan hyginis serta tempat
penyimpanan makanan yang terbuka dapat tertempel oleh
kuman.Apabila dikonsumsi terus menerus dapat menjadikan anak
mengalami tonsillitis.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Sari (2014) diperoleh p-value sebesar 0,047 yang menyimpulkan ada
hubungan antara pola makan dengan kejadian tonsilitis.
Mengkonsumsi Minuman Dingin
Penelitian Bundahembing (2005) menyimpulkan minuman yang
didinginkan lebih segar dari pada minuman biasa tetapi justru
minuman yang didinginkan malah dapat menyebabkan terjadi
vasokonstriksi sehingga pembuluh darah mengecil dan jumlah sel
darah putih berkurang. Pada penelitian ini banyak responden
mempunyai kebiasaan minum es marimas atau sejenisnya karena
murah dan segar dibandingkan soft drink. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Sari (2014) didapatkan hasil p-value sebesar 0,002
yang menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan mengkonsumsi
minuman dingin dengan kejadian tonsillitis.
d. Stres
Stres adalah suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang
dalam mencapai suatu kesempatan dimana untukn mencapai kesempatan
tersebut terdapat batasan atau penghalang yang menghasilkan perubahan
fisik yang mengakibatkan 8 kemampuan meniru dan efek negatif respons
neuroendokrin yang mengakibatkan kegagalan fungsi sistemn
imun.Sistem kekebalan tubuh sebagai proteksi tubuh dari unsur luar
berupa antigen.Selain itu juga menetralisir dan menyingkirkan antigen
dari tubuh. Tonsila palatine merupakan jaringan limfoepitel yang
berperan penting sebagai sistem pertahanan tubuh. Dimana jika
seseorang mengalami stres akan memicu timbulnya peradangan pada
tonsil. (Robbins, 2006).
e. Kelelahan fisik
f. Pengaruh cuaca
D. Patofisiologi
Bakteri dan virus masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas,
akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar
melalui sistem limfa ke tonsil.
Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya
proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat
menghambat keluar masuknya udara.
Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring
serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga
menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi bau
mulut serta otalgia.
E. Tanda Gejala
Menurut Seopardi (2007) tanda dan gejala tonsilitis merupakan sebagai
berikut:
1. Gejala lokal, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit
tenggorok, sulit sampai sakit menelan.
2. Gejala sistemis, seperti rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala,
demam subfebris, nyeri otot dan persendian.
3. Gejala klinis, seperti tonsil dengan debris di kriptenya (tonsillitis
folikularis kronik), tonsil fibrotic dan kecil ( tonsillitis fibrotic kronis),
plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe
regional. Pada pemeriksaan tampak tonsil 9 membesar dengan
permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kriptus terisi
oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorokan, dirasakan
kering di tenggorokan dan nafas berbau
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes masase tonsil : salah satu tonsil digosok-gosok selama kurang lebih 5
menit dengan kain kasa, jikalau 3 jam kemudian didapati kenaikan
leukosit lebih dari 10.000/mm³ atau kenaikan laju endap darah ( LED)
lebih dari 10 mm dibandingkan sebelum tes dilakukan, maka tes
dianggap positif.
2. Penyinaran dengan UKG : tonsil mendapat UKG selama 10 menit dan 4
jam kemudian diperiksa jumlah leukosit dan LED. Jika terdapat kenaikan
jumlah leukosit lebih dari 2000/mm³ atau kenaikan LED lebih dari 10
mm dibandingkan sebelum tes dilakukan, maka tes dianggap positif.
3. Tes hialuronidase : periksa terlebih dahulu jumlah leukosit, LED dan
temperature oral. Injeksikan hialuronidase ke dalam tonsil. Satu jam
setelah diinjeksi, jika didaptai kenaikan temperature 0,30C, kenaikan
jumlah leukosit lebih dari 1000/mm³ serta kenaikan LED lebih dari 10
mm maka tes ini dianggap positif (Herawati, 2004).
G. Pathway
H. Pengkajian
Anand, B. (2014). Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP Haji Adam Malik
Medan. Repositori Institusi Universitas Sumatera Utara tahun 2014.
Bulecheck, G., Howard, K., Joanne, M., & Cheryl M. (2013). Nursing interventions
classification (NIC) 6th edition. USA: Elsevier.
Herawati S. (2004). Buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorokan : anatomi faring.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Herdman, T. Heather. (2015). NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan : Definisi
dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.
Judarwanto W. (2010). Operasi amandel atau tonsilektomi : komplikasi dan kontroversi
indikasi. Indonesian Children dalam Koran Indonesia Sehat.
Khan, A. R., Khan, S. A., Arif, A. U., & Waheed, R. (2013). Analysis of ENT Diseases at
Khyber Teaching Hospital, Peshawar. Jornal of Medical Sciences, 21(1),
7–9.
Kurien, M., Sheelan, S., Jeyaseelan, L., Bramhadathan, & Thomas, K. (2003). Fine
needle aspiration in chronic tonsillitis: reliable and valid diagnostic test. The
Journal of Laryngology & Otology, 117(12), 973–975. Cambridge
University Press.
Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran jilid ke-2. Jakarta: Media Aesculapius.
Pejcic A , Obradovic R, Kesic L, Kojovic D. (2007). Smoking and periodontal disease : A
review. Medicine and Biology.;14(2) : 53-9
Robbins, Stephen P. (2006). Perilaku organisasi edisi bahasa Indonesia. Jakarta : PT.
Indeks Kelompk Gramedia.
Rusmarjono & Soepardi, E.A. (2014). Buku Ajar Penyakit THT UI. (E. A. Soepardi, N.
Iskandar, J. Bashiruddin, & R. D. Restuti, Eds.(7th ed.). Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 119-123.
Sari, L. (2014). Faktor pencetus tonsillitis pada anak usia 5-6 tahun di wilayah kerja
puskesmas bayat kabupaten klanten. Naskah publikasi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Soepardi E. (2007). Buku ajar ilmu kesehatan telinga-hidung-tenggorokankepala leher.
6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tahun, P., Shalihat, A.O., Irawati, L. (2013). Hubungan Umur, Jenis Kelamin, dan
Perlakuan Penatalaksanaan dengan Ukuran Tonsil pada Penderita Tonsilitis
Kronis di Bagian THT-KL RSUP DR.M Djamil Padang Tahun 2013.
Fakultas Kedokteran Andalas, 4(3), 6-9.