Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

HERNIA INGUINALIS LATERALIS

Disusun Oleh :
Putri Ani Eka Pratiwi, S.Kep
NIM 2030088

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA


PRODI PROFESI NERS
2020/2021
1.1 KONSEP HERNIA

1.1.1 Definisi Hernia

Hernia merupakan produksi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek

atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen isi perut

menonjol melalui defek atau bagian-bagian lemah dari lapisan muscular aponeurotik

dinding perut. Hernia terdiri dari cincin, kantong dan isi hernia (Wim Dejong, 2008).

Hernia merupakan penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian

lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol

melalui defek atau bagian lemah dari lapisan dinding perut (Nurarif, 2013).

1.1.2 Etiologi

Hal-hal yang dapat mengakibatkan timbulnya hernia secara umum adalah

mengendong barang yang sangat berat, batuk, kegemukan, mengedan, asites (terjadi

kumpulan cairan abnormal di daerag rongga perut), aktifitas fisik yang berlebihan.

Etiologi terjadinya hernia yaitu :

1. Hernia Inguinal

Menurut Black,J dkk (2002) penyebab Hernia Inguinal adalah

a. Terjadi penurunan kekuatan otot dinding abdomen.

1) Kelemahan jaringan

2) Terdapat tempat dibagian lebar diligamen inguinal

3) Trauma
b. terjadi tekanan pada intra abdominal.

1) Obesitas

2) Mengaambil barang berat

3) Mengejan Konstipasi

4) Kehamilan

5) Batuk dalam jangka waktu lama

6) prostate Hipertropi

c. Hernia Hiatal

Faktor Hernia Hiatal biasanya belum diketahui, namun bisa terjadi karena

adanya kelemahan pada jaringan penyokong. Faktor resiko terjadinya

Hernia Hiatal adalah: Pertambahan usia, kegemukan, dan Merokok.

d. Hernia Umbilical

Hernia Umbilical/Umbilikus terdapat jika penutupan umbilicus (didapat

tali pusar) tidak sempurna.

e. Hernia Femoralis

1) Akibat adanya hernia Femoralis adalah kehamilan multipara,

kegemukan dan keturunan penahan ikat.

2) Faktor kekurangan bagan fascia dan aponeurosis tranversa,

degenerasi/atropi, tekanan intra abdomen meningkat, pekerjaan

mengangkat benda-benda berat, batuk kronik, gangguan BAB, dan

gangguan BAK.
1.1.3 Anatomi Fisiologi

1.1.3.1 Anatomi

Gambar 1.1.3 Anatomi Hernia Inguianl

1.1.3.2 Fisiologi

Musculus rectus abdominis, musculus, obliqus abdominis internus, musculus

transversus abdominis bagian dari Otot-otot dinding perut. Kanalis inguinalis terjadi

bahwa descensus testiculorum, diantara testis tidak bisa menembus dinding perut

melainkan menolak dinding ventral perut ke depan. Saluran ini berjalan dari kranio-

lateral ke medio-kaudal, sejajar ligamentum inguinalis, panjangnya : + 4 cm.

(Brunner & Suddarth, 2000) Kanalis inguinalis dipisahkan di kraniolateral oleh

anulus inguinalis internus yang menyebabkan bagian terbuka dari fasia transversalis

dan aponeurosis muskulus transversus abdominis di medial bawah, di atas

tuberkulum pubikum. Kanal ini dipisahkan oleh anulus eksternus. Atap yaitu

aponeurosis muskulus ablikus eksternus dan awalnya menjadi ligamentum inguinal.

Kanal berisi tali cairan sperma serta sensitibilitas kulit regio inguinalis, tungkai atas

bagian proksimedial skrotum dan sebagian kecil kulit (Martini, H 2001).


Dalam kondisi pergerakan otot dinding perut, bagian yang menghalangi

anulus internus turut kendur. Pada kondisi itu tekanan intra abdomen tidak meningkat

dan kanalis inguinalis melangkah melalui vertikal. Sebaiknya jika otot dinding perut

terjadi penekanan kanalis inguinalis melangkah lebih transversal dan anulus

inguinalis tertutup sehingga dapat menghambat masuknya usus melalui rongga

kanalis inguinalis. Pada orang yang sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah

terjadinya hernia inguinalis yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya

struktur muskulus oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis

internus ketika bertekanan dan adanya fasia transversal yang kuat bisa menutupi

triganum hasselbaeh yang umumnya hampir tidak berotot sehingga adanya gangguan

yang terjadi di mekanisme ini dapat mengakibatkan terjadinya hernia inguinalis

(Martini, H 2001).

1.1.4 Patofisiologi

Tonjolan yang semakin besar, lama kelamaan tidak bisa masuk kembali secara

spontan maupun dengan berbaring tetapi membutuhkan dorongan dengan jari yang

disebut hernia reponable. Jika kondisi seperti ini dibiarkan saja maka dapat terjadi

perlengketan dan lama kelamaan perlengketan tersebut menyebabkan tonjolan yang

tidak dapat dimasukkan kembali dan disebut hernia irreponable. Untuk mencegah

terjadinya komplikasi pada hernia maka dilakukan pembedahan. Dari pembedahan

tersebut terdapat luka insisi yang biasanya dapat menimbulkan nyeri yang dapat

membuat tidak nyaman sehingga mengurangi pergerakan dan resiko infeksi (Liu &

Campbell, 2011).
1.1.5 Klasifikasi

Hernia dapat diklasifikasikan berdasarkan letaknya, terjadinya, dan sifatnya.

Berikut klasifikasi yang dimaksudkan:

1.1.5.1 Klasifikasi hernia berdasarkan letaknya

1. Hernia Femoralis Pintu masuk hernia femoralis adalah anulus femoralis.

Selanjutnya, isi hernia masuk ke dalam kanalis femoralis yang berbentuk

corong sejajar dengan vena femoralis sepanjang kurang lebih 2 cm dan

keluar pada fosa ovalis.

2. Hernia Umbilikalis merupakan hernia kongenital pada umbilikus yang

hanya tertutup peritoneum dan kulit akibat penutupan yang inkomplet dan

tidak adanya fasia umbilikalis.

3. Hernia Paraumbilikus merupakan hernia melalui suatu celah di garis

tengah di tepi kranial umbilikus, jarang terjadi di tepi kaudalnya.

Penutupan secara spontan jarang terjadi sehingga umumnya diperlukan

tindakan operasi untuk dikoreksi.

4. Hernia Epigastrika atau hernia linea alba adalah hernia yang keluar

melalui defek di linea alba antara umbilikus dan prosessus xifoideus.

5. Hernia Ventralis adalah nama umum untuk semua hernia di dinding perut

bagian anterolateral; nama lainnya adalah hernia insisional dan hernia

sikatriks.

6. Hernia Lumbalis Di daerah lumbal antara iga XII dan krista iliaka, ada dua

trigonum masing-masing trigonum kostolumbalis superior (ruang


Grijinfelt/lesshaft) berbentuk segitiga terbalik dan trigonum kostolumbalis

inferior atau trigonum iliolumbalis berbentuk segitiga.

7. Hernia Littre yang sangat jarang dijumpai ini merupakan hernia berisi

divertikulum Meckle. Sampai dikenalnya divertikulum Meckle, hernia

littre dianggap sebagai hernia sebagian dinding usus.

8. Hernia Spiegheli adalah hernia vebtralis dapatan yang menonjol di linea

semilunaris dengan atau tanpa isinya melalui fasia spieghel.

9. Hernia Obturatoria adalah hernia melalui foramen obturatorium.

10. Hernia Perinealis merupakan tonjolan hernia pada perineum melalui otot

dan fasia, lewat defek dasar panggul yang dapat terjadi secara primer

pada perempuan multipara atau sekunder pascaoperasi

pada perineum, seperti prostatektomi, reseksi rektum secara

abdominoperineal, dan eksenterasi pelvis. Hernia keluar melalui dasar

panggul yang terdiri atas otot levator anus dan otot sakrokoksigeus beserta

fasianya dan dapat terjadi pada semua daerah dasar panggul.

11. Hernia Pantalon merupakan kombinasi hernia inguinalis lateralis dan

medialis pada satu sisi.

12. Hernia Inguinalis sebagian usus keluar dari rongga perut melalui dinding

bawah perut ke arah sekitar kelamin. Hal ini membuat munculnya

benjolan pada kantung buah zakar (skrotum) yang dapat terasa sakit atau

panas.

1.1.5.2 Klasifikasi hernia berdasarkan terjadinya

1. Hernia bawaan atau kongenital.


2. Hernia dapatan atau akuisita (acquisitus = didapat) adalah hernia yang

timbul karena berbagai faktor pemicu.

1.1.5.3 Klasifikasi hernia berdasarkan sifatnya

1. Hernia reponibel apabila isi hernia dapat keluar-masuk. Usus keluar ketika

berdiri atau mengejan, dan masuk lagi ketika berbaring atau bila didorong

masuk ke dalam perut. Selama hernia masih reponibel, tidak ada keluhan

nyeri atau obstruksi usus.

2. Hernia irreponibel apabila isi hernia tidak dapat direposisi kembali ke

dalam rongga perut. Biasanya disebabkan oleh pelekatan isi kantong

kepada peritoneum kantong hernia.

3. Hernia Inkaserata atau Hernia strangulate apabila isi hernia terjepit oleh

cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali

ke dalam rongga perut. Akibatnya terjadi gangguan pasase atau

vaskularisasi. Hernia inkaserata lebih dimaksudkan untuk hernia

ireponibel yang di sertai gangguan pasase, sedangkan hernia strangulata

digunakan untuk menyebut hernia ireponibel yang disertai gangguan

vaskularisasi.

4. Hernia Richter apabila strangulasi hanya menjepit sebagian dinding usus.

Komplikasi dari hernia richter adalah strangulasi sampai terjadi perforasi

usus.

5. Hernia Interparietalis yang kantongnya menjorok ke dalam celah antara

lapisan dinding perut.


6. Hernia Eksterna apabila hernia menonjol keluar melalui dinding perut,

pinggang atau perineum.

7. Hernia Interna apabila tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu

lubang dalam rongga perut, seperti foramen winslow, resesus retrosekalis

atau defek dapatan pada mesenterium setelah operasi anastomosis usus.

8. Hernia Insipiens yang membalut merupakan hernia indirect pada kanalis

inguinalis yang ujungnya tidak keluar dari anulus eksternus.

9. Hernia Sliding yang isi kantongnya berasal dari organ yang letaknya

ekstraperitoneal.

10. Hernia Bilateral Defek terjadi pada dua sisi.

1.1.6 Komplikasi

Akibat dari hernia dapat menimbulkan beberapa komplikasi antara lain :

1. Terjadi perlengketan berupa isi hernia sama isi kantung hernia sehinggaisi

kantung hernia belum diketahui kembalinya lagi, keadaan ini disebut

hernia inguinalis lateralis ireponibilis. Saat kondisi ini tidak gangguan

penyaluran isi usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan

keadaan ireponibilis, adalah omentum, karena mudah melekat pada dinding

herniadan isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak.

Usus besar lebih sering menyebabkanireponibilisdaripada usus halus.

2. Terjadi tekanan pada cincin hernia maka terjadi banyaknya usus yang masuk.

Kondisi ini mengakibatkan terjadinya isi usus diikuti dengan gangguan


vascular (proses strangulasi). Keadaan ini di sebut hernia inguinalis

strangulata (Mansjoer, 2002).

1.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Suratan dan Lusianah (2010:321) pemeriksaan diagnostik pada klien

hernia yaitu :

1. Pemeriksaan darah lengkap

Menunjukan peningkatan sel darah putih, serum elektrolit dapat

menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit), dan

ketidakseimbangan elektrolit. Pemeriksaan koagulasi darah: mungkin

memanjang, mempengaruhi homeostastis intraoperasi atau post operasi.

2. Pemeriksaan urine

Munculnya sel darah merah atau bakteri yang mengidentifikasikan infeksi.

3. Elektrokardiografi (EKG)

Penemuan akan sesuatu yang tidak normal memberikan prioritas perhatian

untuk memberikan anestesi.

4. Sinar X abdomen

Menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/obstruksi usus.

1.1.8 Penatalaksanaan

Menurut Amin & Kusuma (2015) penanganan hernia ada dua macam:

1. Konservatif. Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan

reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan


isi hernia yang telah direposisi. Bukan merupakan tindakan definitif

sehingga dapat kambuh kembali. Adapun tindakannya terdiri atas:

1) Reposisi adalah suatu usaha untuk mengembalikan isi hernia ke

dalam kavum peritoneum atau abdomen. Reposisi dilakukan secara

manual. Reposisi dilakukan pada pasien dengan hernia reponibilis

dengan cara memakai dua tangan. Reposisi tidak dilakukan pada

hernia inguinalis strangulata kecuali pada anak-anak.

2) Suntikan Dilakukan penyuntikan cairan sklerotik berupa alkohol

atau kinin di daerah sekitar hernia, yang menyebabkan pintu hernia

mengalami sklerosis atau penyempitan sehingga isi hernia keluar

dari kavum peritoneum.

3) Sabuk hernia Diberikan pada pasien yang hernia masih kecil dan

menolak dilakukan operasi.

2. Operasi merupakan tindakan paling baik dan dapat dilakukan pada hernia

reponibilis, hernia irreponibilis, hernia strangulasi, hernia inkarserata.

Operasi hernia ada 3 macam:

1) Herniotomy

Membuka dan memotong kantong hernia serta mengembalikan isi

hernia ke kavum abominalis

2) Hernioraphy

Mulai dari mengangkat leher hernia dan menggantungkannya pada

conjoint tendon (penebalan antara tepi bebas musculus obliquus


intra abominalis dan musculus tranversus abdominalis yang

berinsersio di tuberculum pubicum).

3) Hernioplasty

Menjahitkan conjoint tendon pada ligementum inguinale agar

LMR hilang/ tertutup dan dinding perut jadi lebih kuat karena

tertutup otot. Hernioplasty pada hernia inguinalis lateralis ada

bermacam-macam menurut kebutuhannya (Ferguson, Bassini,

halst, hernioplasty, pada hernia inguinalis media dan hernia

femoralis dikerjakan dengan cara Mc.Vay).

Penatalaksanaan Pasca Operasi

Penatalaksanaan setelah operasi diantaranya adalah hindari hal-hal yang

memicu tekanan di rongga perut, tindakan operasi dan pemberian analgesik pada

hernia yang menyebabkan nyeri, berikan obat sesuai resep dokter, hindari mengejan,

mendorong atau mengangkat benda berat. Jaga balutan luka operasi tetap kering dan

bersih, mengganti balutan seteril setiap hari pada hari ketiga setelah operasi kalau

perlu. Hindari faktor pendukung seperti konstipasi dengan mengkonsumsi diet tinggi

serat dan masukan cairan yang adekuat (Amin & Kusuma, 2015 ).
Batuk Kronis,
mengangkat beban
berat, mengejan
PATHWAY pada saat defekasi
Masuknya Proses Inflamasi
mikroorganisme
Peningkatan tekanan intra abdomen

Risiko Infeksi
Defek pada dinding otot
ligament inguinal melemah
Defisit
Hernia inguinalis Perawatan Diri

Kurang terpapar
infomasi Perubahan status kesehatan Herniorafi/herniotomi
kesehatan

Pre Operasi Intra Operasi Post Operasi


Defisit
Pengetahuan
Jumlah crew operasi dan Insisi bedah
Tekanan Proses kontaminasi lainnya
Ansietas intra Pembedahan
abdomen Diskontinuitas jaringan
Risiko Infeksi
Ansietas
Nyeri Akut

Gangguan Pola Tidur


Takut Gerak Defisit
Pengetahuan
Gangguan Mobilitas Fisik Tirah baring
1.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1.2.1 Pengkajian

1.2.1.1 Pengumpulan Data

1) Identitas Klien

Pada pasien hernia adalah riwayat pekerjaan biasanya mengangkat benda

berat, nyeri seperti tertusuk pisau yang akan semakin memburuk dengan

adanya batuk dan bersin Discharge Planing pasien adalah hindari mengejan,

mengangkat benda berat, menjaga balutan luka operasi tetap kering dan

bersih, biasanya penderita hernia yang sering terkena adalah laki-laki pada

hernia inguinalis dan pada heria femoralis yang sering terkena adalah

perempuan untuk usia antara 45-75 tahun (Baradero, 2005).

2) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus hernia adalah terasa nyeri. Nyeri

tersebut adalah akut karena disebabkan oleh diskontinuitas jaringan akibat

tindakan pembedahan ( insisi pembedahan ). Dalam mengkaji adanya nyeri,

maka digunakan teknik PQRST.

P= Provoking: Merupakan hal - hal yang menjadi faktor presipitasi timbulnya

nyeri, biasanya berupa trauma pada bagian tubuh yang menjalani prosedur

pembedahan dan biasanya nyeri akan bertambah apabila bersin, mengejan,

batuk kronik dll.

Q= Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien. Apakah seperti terbakar, ditekan, ditusuk-tusuk, diremas.


R= Region: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau

menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.

S= Scale of pain: Biasanya klien hernia akan menilai sakit yang dialaminya

dengan skala 5 - 7 dari skala pengukuran 1 - 10.

T=Time: Merupakan lamanya nyeri berlangsung, kapan muncul dan dalam

kondisi seperti apa nyeri bertambah buruk. (Muttaqin, 2008).

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari hernia, yang

nantinya membantu dalam rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa

kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa di tentukan

kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. merasa ada

benjolan di skrotum bagian kanan atau kiri dan kadang-kadang

mengecil/menghilang. Bila menangis, batuk, mengangkat beban berat akan

timbul benjolan lagi, timbul rasa nyeri pada benjolan dan timbul rasa kemeng

disertai mual-muntah. Akibat komplikasi terdapat shock, demam, asidosis

metabolik, abses, fistel, peritonitis. Pada pasien post operasi hernia juga akan

merasakan nyeri dimana nyeri tersebut adalah akut karena disebabkan oleh

diskontinuitas jaringan akibat tindakan pembedahan ( insisi pembedahan ).

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Latar belakang kehidupan klien sebelum masuk rumah sakit yang menjadi

faktor predisposisi seperti riwayat bekerja mengangkat benda-benda berat,

riwayat penyakit menular atau penyakit keturunan, serta riwayat operasi


sebelumnya pada daerah abdomen atau operasi hernia yang pernah dialami

klien sebelumnya.

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit

yang sama sepert klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan atau

menular dalam keluarga.

6) Perilaku yang Mempengaruhi Kesehatan

Empat faktor yang mempengaruhi kesehatan yakni keturunan, pelayanan

kesehatan, perilaku dan lingkungan. Faktor pelayanan kesehatan meliputi

ketersediaan klinik kesehatan dan fasilitas kesehatan lainya, faktor perilaku

meliputi antara lain perilaku mencari pengobatan dan perilaku hidup bersih

dan sehat, sedangkan faktor lingkungan antara lain kondisi lingkungan yang

sehat dan memenuhi persyaratan ( Notoatmodjo, 2003 ).

Kerja otot yang terlalu kuat, mengangkat beban yang berat, batuk kronik,

mengejan sewaktu miksi dan defekasi, peregangan otot abdomen karena

peningkatan tekanan intra abdomen (TIA). Seperti obesitas dan kehamilan,

kelemahan abdomen bisa disebabkan kerena cacat bawaan atau keadaan yang

didapat sesudah lahir dan usia dapat mempengaruhi kelemahan dinding

abdomen (semakin bertambah usia dinding abdomen semakin melemah).

Peningkatan tekanan intra abdomen diantaranya mengangkat beban berat,

batuk kronis, kehamilan, kegemukan dan gerak badan yang berlebih. (Nuari,

2015).
7) Status Nutrisi dan Cairan

Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan dan

minum klien dalam sehari. Kaji apakah klien mengalami anoreksia,mual atau

muntah dan haus terus menerus. Kaji selera makan berlebihan atau berkurang,

ataupun adanya terapi intravena, penggunaan selang NGT, timbang juga berat

badan, ukur tinggi badan, lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal

klien untuk memperoleh gambaran status nutrisi.

1.2.1.2 Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum

Keadaan klien dengan hernia biasanya mengalami kelemahan serta tingkat

kesadaran composmentis. Tanda vital pada umumnya stabil kecuali akan

mengalami ketidakstabilan pada klien yang mengalami perforasi appendiks.

2) B1 Sistem Pernafasan (Breathing)

Bentuk hidung simetris keadaan bersih tidak ada sekret, pergerakan dada

simetris, Irama nafas regular tetapi ketika nyeri timbul ada kemungkinan

terjadi nafas yang pendek dan cepat. Tidak ada nyeri tekan pada dada, tidak

ada retraksi otot bantu nafas, gerakan fokal fremitus antara kanan dan kiri

sama, pada hernia inkarcerata dan strangulata di jumpai adanya peningkatan

RR (> 24 x /mnt) pada perkusi terdapat bunyi paru resonan, suara nafas

vesikuler tidak ada suara tambahan seperti ronkhi dan whezzing.

3) B2 Sistem Kardiovaskuler (Blood)

Konjungtiva normal tidak terdapat sianosis, tidak ada peningkatan JVP, tidak

ada clubbing finger, CRT < 3 detik, tidak terdapat sianosis, peningkatan
frekuensi dan irama denyut nadi karena nyeri, terdapat bunyi jantung

pekak/redup, bunyi jantung tidak disertai suara tambahan, bunyi jantung

normal S1 S2 tunggal lup dup.

4) B3 Sistem Persyarafan (Brain)

Umumnya pada pasien hernia tidak mengalami gangguan pada

persyarafannya, namun gangguan bisa terjadi dengan adanya nyeri pada post

operasi sehingga perlu dikaji nilai GCS.

5) B4 Sistem Perkemihan (Bladder)

Pada Post Operasi kaji apakah terdapat benjolan pada abdomen bagian

bawah / kandung kemih. Pada hernia inkarcerata dan strangulata di jumpai

penurunan produksi urine. Ada tidaknya nyeri tekan pada kandung kemih.

Kaji PQRST.

P= Provoking: Merupakan hal - hal yang menjadi faktor presipitasi timbulnya

nyeri, biasanya berupa trauma pada bagian tubuh yang menjalani prosedur

pembedahan dan biasanya nyeri akan bertambah apabila berdin mengejan

batuk kronik dll.

Q= Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien. Apakah seperti terbakar, ditekan, ditusuk-tusuk, diremas.

R= Region: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau

menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.

S= Scale of pain: Biasanya klien hernia akan menilai sakit yang dialaminya

dengan skala 5 - 7 dari skala pengukuran 1 - 10.


T=Time: Merupakan lamanya nyeri berlangsung, kapan muncul dan dalam

kondisi seperti apa nyeri bertambah buruk. (Muttaqin, 2008).

6) B5 Sistem Pencernaan (Bowel)

Dikaji mulai dari mulut sampai anus, tidak ada asites, pada pasien post-op

biasanya sudah tidak ada benjolan pada abdomen, pada pasien post-op

biasanya ada nyeri tekan, tidak ada distensi abdomen. Terdapat suara tympani

pada abdomen, Peristaltik usus 5-21x/menit.

7) B6 Sistem Muskuluskeletal (Bone)

Biasanya post operasi herniotomy secara umum tidak memiliki gangguan,

tetapi perlu dikaji kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah,dengan nilai

kekuatan otot (0-5), adanya kekuatan pergerakan atau keterbatasan gerak.

Terdapat lesi/ luka. Kaji keadaan luka apakah terdapat push atau tidak, ada

tidaknya infeksi, keadaan luka bersih atau lembab.

8) B7 Sistem Penginderaan

Pada post herniotomy pada sistem ini tidak mengalami gangguan baik

pengindraan, perasa, peraba, pendengaran dan penciuman semua dalam

keadaan normal.

9) B8 Sistem Endokrin

Pada sistem endokrin tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid dan kelenjar

parotis.
1.2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)

(D.0027 SDKI 2016 Halaman 172)

2. Defisit Pengetahuan tentang perubahan status kesehatan berhubungan

dengan kurangnya terpapar informasi kesehatan (D.0111 SDKI 2016

Halaman 246)

3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi (D.0080

SDKI 2016 Halaman 180)

4. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan Nyeri akut (D.0055 SDKI

2016 Halaman 126)

5. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Nyeri (D.0054 SDKI

2016 Halaman 124)

6. Risiko Infeksi area pembedahan (D.0142 SDKI 2016 Halaman 304)


1.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria


Intervensi Keperawatan Rasional
. Keperawatan Hasil
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Pemberian Analgesik 1. Untuk mengetahui pencetus, pereda,
berhubungan tindakan keperawatan (1.08243 SIKI 2016 kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi,
dengan agen selama 3 x 24 jam Halaman 251) durasi nyeri pasien
pencedera fisik diharapkan pengalaman Definisi: menyiapkan dan 2. Untuk mengetahui apakah ada alergi obat
(prosedur operasi) sensorik atau emosional memberikan agen pada pasien
yang berkaitan dengan farmakologis untuk 3. Untuk mengontrol vital sign
(D.0027 SDKI kerusakan jaringan actual mengurangi atau 4. Untuk menyediakan informasi, data dan
2016 Halaman atau fungsional menurun menghilangkan rasa sakit bukti efek dari pemberian analgesic
172) dengan Kriteria Hasil: Tindakan: 5. Agar pasien mengetahui efek terapi dan
Tingkat Nyeri Observasi: efek samping obat
(L.08066 SLKI 2016 1. Identifikasi 6. bekerja sama dalam tim kesehatan dalam
Halaman 145) karakteristik nyeri upaya perawat mengidentifikasi pelayanan
1. Keluhan nyeri (pencetus, pereda, keperawatan yang dibutuhkan termasuk
menurun dari skala 2 kualitas, lokasi, diskusi atau tukar pendapat dalam
(cukup meningat) intensitas, frekuensi, pemberian analgesik
menjadi 3 (sedang) durasi)
2. Gelisah menurun dari 2. Identifikasi riwayat
skala 2 (cukup alergi obat
meningkat) menjadi 3 3. Monitor tanda-tanda
(sedang) vital sebelum
3. Frekuensi nadi melakukan pemberian
membaik dari skala 2 analgesic
(cukup memburuk) Terapeutik:
menjadi 3 (sedang) 4. Dokumentasikan
repons terhadap efek
analgesic dan efek
yang tidak diinginkan
Edukasi:
5. Jelaskan efek terapi
dan efek samping obat
Kolaborasi:
6. Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis
analgesic, jika perlu
2 Defisit Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan 1. Untuk mengetahui kesiapan dan
Pengetahuan tindakan keperawatan (1.12383 SIKI 2016 kemampuan pasien dalam menerima
tentang perubahan selama 3 x 24 jam Halaman 65) informasi
status kesehatan diharapkan kecukupan Definisi: mengajarkan 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan informasi kognitif yang pengelolaan factor risiko dapat meningkatkan dan menurunkan
dengan kurangnya berkaitan dengan topic penyakit dan perilaku hidup motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
terpapar informasi tertentu meningkat bersih serta sehat 3. Mempersiapkan bahan yang akan
kesehatan dengan Kritaria Hasil : Tindakan: digunakan dalam pendidikan kesehatan
Tingkat Pengetahuan Observasi: 4. Membuat jadwal dengan pasien agar tidak
(D.0111 SDKI (L.12111 SLKI 2016 1. Identifikasi kesiapan mengganggu waktu istirahat pasien
2016 Halaman Halaman 146) dan kemampuan 5. Untuk memberi kesempatan pasien jika
246) 1. Perilaku sesuai menerima informasi ada hal yang ingin ditanyakan tentang
dengan pengetahuan 2. Identifikasi factor- penyakitnya
meningkat dari skala faktor yang dapat 6. Agar pasien mengetahui faktor resiko yang
2 (cukup menurun) meningkatkan dan dapat mempengaruhi kesehatan
menjadi 3 (sedang) menurunkan motivasi 7. Agar pasien bisa dan tau cara berperilaku
2. Perilaku sesuai perilaku hidup bersih hidup bersih dan sehat
anjuran meningkat dan sehat 8. Agar pasien tau strategi yang dapat
dari skala 2 (cukup Terapeutik: digunakan untuk meningkatkan perilaku
menurun) menjadi 3 3. Sediakan materi dan hidup bersih dan sehat
(sedang) media pendidikan
3. Persepsi yang keliru kesehatan
terhadap masalah 4. Jadwalkan pendidikan
menurun dari skala 2 kesehatan sesuai
(cukup meningkat) kesepakatan
menjadi 3 (sedang) 5. Berikan kesempatan
untuk bertanya
Edukasi:
6. Jelaskan factor resiko
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
7. Ajarkan perilaku
hidup bersih dan sehat
8. Ajarkan strategi yang
dapat digunakan
untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih
dan sehat
3 Ansietas Setelah dilakukan Terapi Relaksasi 1. Untuk mengidentifikasi adanya penurunan
berhubungan tindakan keperawatan (1.09326 SIKI 2016 tingkat energy, ketidakmampuan
dengan kurangnya selama 3 x 24 jam Halaman 436) berkonsentrasi, atau gejala lain yang
terpapar informasi diharapkan kondisi emosi Definisi: menggunakan mengganggu kemampuan kognitif
dan pengalaman teknik peregangan untuk 2. Untuk mengetahui teknik relaksai yang
(D.0080 SDKI subyektif terhadap objek mengurangi tanda dan gejala pernah efektif
2016 Halaman yang tidak jelas dan ketidaknyamanan seperti 3. Untuk mengetahui kesediaan, kemampuan,
180) spesifik akibat antisipasi nyeri, ketegangan otot, atau dan penggunaan teknik sebelumnya
bahaya menurun dengan kecemasan 4. Untuk memonitor ketegangan otot,
Kriteria Hasil : Tindakan: frekuensi nadi, tekanan darah, suhu
Tingkat Ansietas Observasi: sebelum dan sesudah melakukan tindakan
(L.09093 SLKI 2016 1. Identifikasi penurunan 5. Lingkungan yang nyaman untuk
Halaman 132) tingkat energy, meningkatkan kenyamanan pasien
1. Perilaku gelisah dan ketidakmampuan 6. Pakaian longgar meningkatkan
tegang menurun dari berkonsentrasi, atau kenyamanan pasien
skala 2 (cukup gejala lain yang 7. Suara yang lembut dari perawat
meningkat) menjadi 3 mengganggu mempermudah pasien dalam menerima
(sedang) kemampuan kognitif informasi yang disampaikan oleh perawat
2. Frekuensi nadi 2. Identifikasi teknik 8. Relaksasi penunjang berperan dalam
membaik dari skala 2 relaksasi yang pernah menunjang tindakan lain
(cukup memburuk) efektif digunakan 9. Agar pasien mengetahui tujuan, manfaat,
menjadi 3 (sedang) 3. Identifikasi kesediaan, batasan, dan jenis relaksasi yang
3. Pucat menurun dari kemampuan, dan digunakan
skala 2 (cukup penggunaan teknik 10. Agar pasien mengetahui relaksasi apa
menurun) menjadi 3 sebelumnya yang akan dilakukan
(sedang) 4. Periksa ketegangan 11. Posisi nyaman berpengaruh dalam
otot, frekuensi nadi, kesembuhan pasien
tekanan darah, suhu 12. Relaksasi yang sering dilakukan dapat
sebelum dan sesudah mempercepat efeknya
latihan 13. Demonstrasi latihan relaksasi agar
Terapeutik: pasien mengerti cara melakukan relaksasi
5. Ciptakan lingkungan
yang tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan
6. Gunakan pakaian
longgar
7. Gunakan nada suara
yang lembut dengan
irama lambat dan
berirama
8. Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau
tindakan medis lain,
jika sesuai
Edukasi:
9. Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan, dan
jenis relaksasi yang
tersedia (missal music
meditasi, napas
dalam, relaksasi otot
progresif)
10. Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi
yang dipilih
11. Anjurkan mengambil
posisi nyaman
12. Anjurkan sering
mengulangi atau
melatih teknik yang
dipilih
13. Demonstrasikan dan
latih teknik relaksasi
4 Gangguan Pola Setelah dilakukan Dukungan Tidur 1. Untuk mengetahui pola aktivitas dan
Tidur tindakan keperawatan (1.05174 SIKI 2016 tidur pasien
berhubungan selama 3 x 24 jam Halaman 48) 2. Untuk mengetahui adakah hal yang
dengan Nyeri diharapkan keadekuatan Definisi: memfasilitasi siklus menganggu tidur pasien
akut kualitas dan kuantitas tidur dan terjaga yang teratur 3. Untuk mengetahui jenis makanan dan
tidur meningkat dengan Tindakan: minuman yang mengganggu tidur pasien
(D.0055 SDKI Kriteria Hasil : Observasi: 4. Memodifikasi lingkungan agar
2016 Halaman Pola Tidur 1. Identifikasi pola menambah tingkat kenyamanan klien dan
126) (L.05045 SLKI 2016 aktivitas dan tidur tidur semakin lelap
Halaman 96) 2. Identifikasi factor 5. Menghilangkan stress seperti relaksasi
1. Keluhan sulit tidur pengganggu tidur agar pasien merasa tenang dalam
menurun dari skala 2 3. Identifikasi makanan istirahatnya
(cukup meningkat) dan minuman 6. Menetapkan jadwal tidur klien agar pola
menjadi 3 (sedang) pengganggu tidur tidurnya konstan
2. Keluhan sering Terapeutik: 7. Memberikan posisi nyaman juga
terjaga menurun dari 4. Modifikasi membantu meningkatan kenyamanan dan
skala 2 (cukup lingkungan (missal ketenangan pada klien
meningkat) menjadi 3 pencahayaan, 8. Menyesuaikan jadwal pemberian obat
(sedang) kebisingan, suhu, dapat membantu pasien tidur tepat waktu
3. Keluhan tidak puas matras, dan tempat sesuai jadwal yang telah disusun
tidur menurun dari 2 tidur) batasi tidur 9. Menerangkan pada klien bahwa istirahat
(cukup meningkat) siang, jika perlu cukup pada saat saat sakit penting untuk
menjadi 3 (sedang) 5. Fasilitasi recovery
menghilangkan stress 10. Menepati tidur tepat waktu agar pola
sebelum tidur tidurnya dapat teratur
6. Tetapkan jadwal tidur 11. Menghindari makanan dan minuman
rutin penyebab kantuk dapat membantu klien
7. Lakukan prosedur tidur tepat waktu
untuk meningkatkan 12. Anjurkan mengkonsumsi obat yang anti
kenyamanan (missal kantuk
memberikan posisi 13. Agar pasien bisa mengetahui faktor-
nyaman) faktor yang berkontribusi terhadap
8. Sesuaikan jadwal gangguan pola tidur
pemberian obat 14. Teknik relaksasi otot membantu tubuh
dan/atau tindakan lebih relaks
untuk menunjang
siklus tidur terjaga
Edukasi:
9. Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama
sakit
10. Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
11. Anjurkan menghindari
makanan/minuman
yang mengganggu
tidur
12. Anjurkan penggunaan
obat tidur yang tidak
mengandung supresor
terhadap tidur
13. Ajarkan factor-faktor
yang berkontribusi
terhadap gangguan
pola tidur
14. Ajarkan relaksasi otot
autogenic atau cara
nonfarmakologi
lainnya
5 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi 1. Untuk mengetahui adanya nyeri dan
Mobilitas Fisik tindakan keperawatan (1.06171 SIKI 2016 keluhan yang dirasakan oleh klien
berhubungan selama 3 x 24 jam Halaman 22) 2. Untuk mengetahui keluhan fisik saat
dengan Nyeri diharapkan kemampuan Definisi: memfasilitasi pasien melakukan ambulasi
dalam gerakan fisik dari untuk meningkatkan aktivitas 3. Untuk memantau frekuensi jantung dan
(D.0054 SDKI satu atau lebih berpindah tekanan darah
2016 Halaman ekstremitas secara Tindakan: 4. Untuk memantau kondisi umum selama
124) mandiri meningkat Observasi: melakukan ambulai
dengan Kriteria Hasil : 1. Identifikasi adanya 5. Memberikan alat bantu pasien saat
Mobilitas Fisik nyeri atau keluhan melakukan ambulasi
(L.05042 SLKI 2016 lainnya 6. Memberikan bantuan kepada pasien
Halaman 65) 2. Identifikasi keluhan untuk mobilisasi fisik
1. Pergerakan fisik melakukan 7. Melibatkan keluarga dalam melakukan
ekstremitas ambulasi ambulasi juga agar mengedukasi
meningkat dari skala 3. Monitor frekuensi keluarga cara membantu ambulasi klien
2 (cukup menurun) jantung dan tekanan 8. Agar klien tau tujuan dan proses
menjadi 3 (sedang) darah sebelum ambulasi
2. Kelemahan fisik memulai ambulasi 9. Agar klien melakukan ambulasi sedini
menurun dari skala 2 4. Monitor kondisi mungkin sesuai kemampuan
(cukup meningkat) umum selama 10. Ambulasi sederhana agar klien tidak
menjadi 3 (sedang) melakukan ambulasi terlalu berat sehingga tenaga klien
3. Kecemasan menurun Terapeutik: banyak terpakai
dari skala 2 (cukup 5. Fasilitasi aktivitas
meningkat) menjadi 3 ambulasi dengan alat
(sedang) bantu
6. Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu
7. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
Edukasi:
8. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
9. Anjurkan melakukan
ambulasi dini
10. Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (missal
berjalan dari tempat
tidur ke kursi roda,
berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi)
6 Risiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi 1. Untuk mengetahui tanda dan gejala
area pembedahan tindakan keperawatan 1.14539 SIKI 2016 Halaman infeksi local dan sistemik
selama 3 x 24 jam 278) 2. Membatasi jumlah pengunjung dapat
(D.0142 SDKI diharapkan keutuhan Definisi: mengidentifikasi mengurangi resiko infeksi
2016 Halaman kulit atau jaringan dan menurunkan risiko 3. Perawatan kulit untuk membersihkan
304) meningkat dengan terserang organisme kulit dari bakteri dan kuman yang
Kriteria Hasil : patogenik menyebabkan infeksi
Integritas Kulit dan Tindakan: 4. Cuci tangan merupakan hal pertama
Jaringan Observasi: mengurangi resiko infeksi
(L.14125 SLKI 2016 1. Monitor tanda dan 5. Teknik aseptic mencegah dan
Halaman 33) gejala infeksi local mengurangi resiko infeksi pada pasien
1. Kerusakan jaringan dan sistemik beresiko tinggi
menurun dari skala 2 Terapeutik: 6. Agar pasien tau tanda dan gejala dari
(cukup meningkat) 2. Batasi jumlah infeksi
menjadi 3 (sedang) pengunjung 7. Agar pasien tau cara mencuci tangan
2. Elastisitas meningkat 3. Berikan perawatan yang baik dan benar
dari skala 2 (cukup kulit pada area edema 8. Agar pasien tau cara memeriksa kondisi
menurun) menjadi 3 4. Cuci tangan sebelum luka atau luka operasi
(sedang) dan sesudah kontak 9. Asupan nutrisi meningkatkan pertahanan
3. Nyeri menurun dari dengan pasien dan diri untuk mencegah infeksi
skala 2 (cukup lingkungan pasien 10. Asupan cairan membantu untuk
meningkat) menjadi 3 5. Pertahankan teknik mencegah infeksi
(sedang) aseptic pada pasien 11. Imunisasi membantu meningkatkan imun
berisiko tinggi dan mencegah infeksi
Edukasi:
6. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
7. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
8. Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
9. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
10. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi:
11. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
1.2.4 Daftar Pustaka

Haryono, R. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Kelainan Bawaan Sistem


Pencernaan.Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Kusuma, H., & Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA. Jogyakarta: Mediaction Jogja.

Liu, Te Campbell,A. (2011). Case Files Ilmu Bedah. Jakarta :Karisma Publishing
Group.

Mary Baradero, S. P. C., Dayrit, M. W., SPC, M., & Siswadi, Y. (2005). Prinsip dan
Praktik Keperawatan Perioperatif. . Jakarta: EGC.

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal.


Jakarta: EGC.

NANDA. (2018). Diagnosa Keperawatan Defisiensi dan klasifikasi 2018 - 2020.


Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, Soekidjo (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta

Nuari, N.A (2015). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Gastrointestinal.


Jakarta: Trans Info Media.

Nurarif A H, Kusuma H. (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose


medisdan NANDA NIC NOC jilid 1 .Yogyakarta: Mediaction publishing.

R. Sjamsuhidayat&Wim de jong .(2004). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2.Jakarta:


EGC.

Sjamsuhidajat & De Jong Wim. (2011). Buku Ajar IlmuBedah Edisi 3. Jakarta: EGC.

Suratun dan Lusianah. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Gatrointestinal. Jakarta: Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai