Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

Appendisitis Post Laparatomi

Untuk Memenuhi Mata Ajar Keperawatan Medikal Bedah (KMB)

Disusun oleh :

ANITA RAHMAWATI

NIM : 3720210034

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH

JAKARTA T.A 2021


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Appendisitis

1. Defenisi Appendisitis

Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai

cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum(caecum). Infeksi ini bisa

mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera

untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (Wimde Jo ng et al,

2013). Apendisitis merupakan inflamasi akut pada apendisitis verniformis dan

merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.

(Brunner&Suddarth, 2014).

Usus buntu atau apendis merupakan bagian usus yang terletak dalam

pencernaan. Untuk fungsinya secara ilmiah belum diketahui secara pasti, namun

usus buntu ini terkadang banyak sekali sel-sel yang berfungsi untuk

mempertahankan atau imunitas tubuh. Dan bila bagian usus ini mengalami infeksi

akan sangat terasa sakit yang luar biasa bagi penderitanya (Saydam Gozali,

2013).

Apendiks merupakan perluasan sekum yang rata-rata panjang adalah 10

cm. Ujung apendiks dapat terletak di berbagai lokasi, terutama dibelakang sekum.

Apendiksitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi,

walaupun apendiksitis dapat terjadi setiap usia (Gruendemann 2016).

Apendiktomi menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2012) adalah operasi

untuk mengangkat apendiksitis yang dilakukan sesegera mungkin untuk

menurunkan resiko perforasi. Jadi appendiktomi adalah Apendiktomi adalah


suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat apendiks, harus segera dilakukan

tindakan untuk menurunkan risiko perforasi apendiks, peritonitis. Sayatan

dilakukan pada garis tegak lurus pada garis yang menghubungkan spina iliaka

anterior superior (SIAS) dengan umbilicus pada batas sepertiga lateral (titik Mc

Burney).

Laparatomi merupakan suatu potongan pada dinding abdomen dan yang

telah didiagnosa oleh dokter dan dinyatakan dalam status atau catatan medik

klien. Laparatomi adalah suatu potongan pada dinding abdomen seperti caesarean

section sampai membuka selaput perut (Jitowiyono, 2013).

Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen.

Ramali Ahmad (2014) mengatakan bahwa laparatomi yaitu pembedahan perut,

membuka selaput perut dengan operasi. Sedangkan menurut Arif Mansjoer

(2016), laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat

terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus dan usus besar.

Jadi, dari referensi diatas yang di maksud dengan apendisitis merupakan suatu

peradangan pada bagian usus (Caecum) yang disebabkan karena ada obstruksi

yang mengharuskan dilakukannya tindakan bedah.

2. Anatomi Fisiologi
Beberapa struktur organ pencernaan sebagai berikut menurut
(Drs.H.Syaifuddin ,AMK;2011)

1. Mulut
Mulut (Oris) merupakan organ yang pertama kali dari saluran pencernaan
yang meluas dari bibir sampai ke istmus fausium yaitu perbatasan antara mulut
dengan faring, terdiri dari :
a. Vestibulum Oris : Bagian di antara bibir dari pipi di luar,gusi dan bibir
bagian dalam.Bagian atas bawah vestibulum dibatasi oleh lipatan
membrane mukosa bibir, pipi dan gusi.
b. Kavitas oris propia : Bagian di antara arkus alveolaris ,gusi ,dan
gigi,memiliki atap yang dibentuk oleh palantum durum (palatum keras)
bagian depan palantum mole (palantum lunak) bagian belakang.

2. Gigi Anatomi gigi

Gigi dan geraham terletak dalam alveolus dentalis dari tulang maksiladan

mandubula Gigi mempunyai satu akar sedangkan geraham mempunyai 2-3

akarAkar gigi ditutupi oleh semen yang merupakan bagian tebesar dari gigi

yang dilapisi oleh email.

Fisiologi gigi
Menguyah makanan, pemecahan partikel besar menjadi partikel kecil yang

dapat ditelan tampa menimbulkan tersedak.proses ini merupakan proses mekanik

pertama yang dialami makanan pada waktu lincinkan, dan membasahi makanan

yang kering dengan saliva serta mengaduk makanan sampai rata.

3. Lidah
Anatomi lidah
lidah terdapat dalam kavum oris, merupakan susunan otot serat lintang kasa

dilengkapi dengang mukosa.

Fisiologi lidah Lidah berperan dalam proses mekanisme pencernaan di mulut


dengan mengerakan makanan ke segala arah.

a. Pangkal lidah : Terdapat epiglotis yang berfungsi menutup jalan pernafasab

pada waktu menelan supaya makanan tidak masuk ke jala pernafasan.

b. panggal lidah : Fungsinya untuk mentukan rasa manis, pahit, asam dan asin.
c. ujung lidah : Membatu membolakbalikan makanan, proses berbicara,

merasakan makan yang dimakan, dan membantu proses menelan.

4. Farin
Anatomi faring
Faring terbentang lurus antara basis kranii setinggi vertebrae servikalis VI, kebawah

setinggi tulang rawan krikoidea. Faring terbentuk dari jaringan yang kuat (jaringan otot

melingkar). Fisiologi faring merupakan orgzn yang menghubungkan rongga mulut

kerongkongan panjangya (kira –kira 12 cm).

5. Esofagus
Anatomi esophagus
Esofagus (kerongkongan) merupakan saluran pencernaan setelah mulut dan faring.

Panjangya kira –kira 25 cm, Posisi vertikel dimulai dari bagian tengah leher bawah

faring sampai ujung bawah rongga dada di belakang trakea. Fisiologi esophagus,

Esophagus merupakan struktur organ pencernaan setelah mulut yang memiliki fungsi.

6. Lambung Anatomi lambung

Lambung merupakan sebuah kantong muskel yang letaknya antara esophagus dan usus

halus, sebelah kiri abdomen dibagian diagfragma bagian depan pancreas dan limpa.

Lambung merupakan saluran yang dapat mengembang karena adanya gerakan

peristaltic terutama di daerah epigaster.

Fisiologi lambung
a. Fungsi penampungan makanan yang masuk melalui esophagus, menghancurkan
makanan dan menghaluskan makanan dengan gerakan peristaltic lambung dan
getah lambung
b. Fungsi bakterisid : Oleh asam lambung membantu proses pembentukan eritosit:
lambung menghasilkan zat factor intrinsic bersama dengan factor ekstrinsik dari
makana, membentuk zat yang disebut anti –anemik yang berguna untuk pertukaran
eritrosit yang disempan dalam hati.
c. Fungsi bakterisid: Oleh asam lambung membantu proses pembentukan eritosit:
lambung menghasilkan zat factor intrinsic bersama dengan factor ekstrinsik dari
makana, membentuk zat yang disebut anti –anemik yang berguna untuk pertukaran
eritrosit yang disempan dalam hati
d. Fungsi bakterisid: Oleh asam lambung membantu proses pembentukan eritosit:
lambung menghasilkan zat factor intrinsic bersama dengan factor ekstrinsik dari
makana, membentuk zat yang disebut anti –anemik yang berguna untuk pertukaran
eritrosit yang disempan dalam hati.
e. Lambung Anatomi lambung

Lambung merupakan sebuah kantong muskel yang letaknya antara esophagus dan
usus halus, sebelah kiri abdomen dibagian diagfragma bagian depan pancreas dan
limpa. Lambung merupakan saluran yang dapat mengembang karena adanya
gerakan peristaltic terutama di daerah epigaster.

Fisiologi lambung

a) Fungsi penampungan makanan yang masuk melalui esophagus, menghancurkan

makanan dan menghaluskan makanan dengan gerakan peristaltic lambung dan

getah lambung

b) Fungsi bakterisid: Oleh asam lambung

c) Membantu proses pembentukan eritosit: lambung menghasilkan zat factor

intrinsic bersama dengan factor ekstrinsik dari makana, membentuk zat yang

disebut anti –anemik yang berguna untuk pertukaran eritrosit yang disempan

dalam hati.
7. Usus Halus

Gambar2.1UsusHalus (sumber:Yenicahyaningrum.wordpress.)

Usus halus merupakan bagian dari system pencernaan makanan berpangkal pada pylorus
dan berakir pada sekum.Panjangnya kira-kira 6 meter, merupakan saluran pencernaan yang
paling panjang dari tempat proses pencernaan dan absorsip pencernaan. bentuk dan susunanya
berupaka lipatan melingkar,Makanan dalam intestinum minor dapat masuk karena adanya
gerakan yang memberikan permukaan yang lebih halus. Fisiologi usus halus Usus halus dan
kelenjarnya merupakan bagian yang sangat pentig dari saluran pencernaan karena disini
terjadinya proses pencernaan yang terbesar dan penyerapan lebih kurang 85% dari seluruh
absorpsi, fungsi usus halus :

a. menyekresikan cairan usus :untuk menyempurnakan pengolahan zat makanan di usus

halus.

b. menerima cairan empedu dan pangreas melalui duktus kholedukus dan duktus

pankreatikus.

c. mencerna makanan: Getah usus dan pangkreas mengandung enzim pengubah protein

menjadi asam amino, karbohidrat menjadi glukosa, lemak menjadi asam lemak gliserol.
d. Mengabsobsi air garam dan vitamin, protein dalam bentuk asam amino, karbohidrat

dalam bentuk monoksida. Makanan tersebut dikumpulkan dalam vena-vena halus lalu

dikumpulkan dalam vena besar bermuara ke dalam vena porta langsung.

8. Usus Besar

Gambar 2.2 Usus Besar (sumber: Yenicahyaningrum.wordpress.)

Usus besar merupakan saluran pencernaan merupakan usus berpenampang luas atau

berdiameter besar dengan panjang kira-kira 1,5 -1,7 meter dan penampangan 5-5 cm.

Lanjutan usus halus yang tersusun seperti huruf U terbalik mengililinggi usus halus

terbentang dari valvula ilosekalis sampai ke anus.

Fisiologi usus besar


a. Menyerap air dan elektrolit, untuk kemudian sisa massa membentuk massa

yang lembek yang disebut feses.

b. menyimpan bahan feses.


c. tempat tinggal bakteri koli
9. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa latin: caecus,”buta”) dalam isitilah anatomi adalah

suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari

usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptile.

10. Umbai Caciang (Appendiks)


Appendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut

apendisitis atau radang umbai cacing. Appendisitis yang parah dapat menyebabkan

apendiks pecah dan bentuk nanah dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi

rongga abdomen).

11. Rektum atau anus


Sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar dan berakir di anus. Organ ini

berfungsi sebagai penyimpanan sementara fases. Biasanya rectum ini kosong karena

tinja disimpan ditempat yang lebih tinggi yaitu pada kolon sehingga pada kolon penuh

maka dari itu terjadinya BAB.

Anus merupakan lubang diujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari

tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh dan sebagian lainnya dari usus

(Syaifudin, 2011).
3. Anatomi dan Fisiologi Apendiks

Gambar 2.3 Apendiks (yayanakhya.Wordpress.com)

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira- kira 10 cm (4 inci),

lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal.

Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior,medial dan posterior. Secara

klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang

menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat. Lumennya sempit

dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks

berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Persarafan

parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri

mesentrika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal

dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula

disekitar umbilikus.

Fisiologi Apendiks
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan

kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam apendiks bersifat

basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh
GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna

termasuk apendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai

perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak

mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika

dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh. Apendiks berisi

makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena

pengosongannya tidak efektif dan lumennya cenderung kecil, maka apendiks

cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadapinfeksi (Sjamsuhidayat,

2015).

4. Klasifikasi

Sedangkan menurut Sjamsuhidayat dan De (2015), apendisitis diklasifikasikan


menjadi 2 yaitu :

1. Apendisitis akut

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsangan peritoneum lokal. Gejala apendisitis akut nyeri samar-samar dan
tumpul yang merupakan nyeri visceral didaerah epigastrium disekitar umbilicus.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatic
setempat.

2. Apendisitis kronis

Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial maupun total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

5. Etiologi

Penyebab appendicitis adalah adanya obstruksi pada lumen appendikeal oleh apendikolit,

hyperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material garam kalsium, debris fekal) atau

parasit (Katz, 2019). Apendisitis penyebabnya paling umum adalah inflamasi akut pada

kuadran bawah kanan dari rongga abdomen. Kira-kira 7% dari populasi akan mengalami

apendisitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka: pria lebih sering dipengaruhi

wanita, dan remaja lebih sering dari pada dewasa. Diantara beberapa faktor diatas, maka

yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah

faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau

pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui

bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman

Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada

peradangan usus buntu (Anonim,2018). Adapun penyebab lain terhadap apendisitis yaitu :

1. Sumbatan lumen
2. Kostipasi (kebiasaan memakan yang rendah serat) tinja yang keras

3. Hyperplasia jaringan limfoid

6. Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinis menurut Lippicott williams &wilkins (2011)


Nyeri periumbilikal atau epigastik kolik yang tergeneralisasi maupun setempat. Pada kasus

apendisitis dapat diketahui melalui beberapa tanda nyeri antara lain: Rovsing’s sign, Psoas

sign dan Jump sign.


1. Apendiksitis
a) Nyeri samar-samar
b) Terkadang terasa mual dan muntah
c) Anoreksia.
d) Disertai demam dengan suhu 37,5-38,5˚C
e) Diare
f) Konstipasi
g) Nilai leukosit meningkat dari rentang normal.
2. Apendiksitis perforasi
a) Nyeri yang dirasakan di ulu hati, kemudian berpindah diperut kanan bawah lalu
nyeri dirasakan diseluruh bagian perut. Nyeri dirasakan terus-menerus dan tidak
menjalar, nyeri semakin memberat.
b) Mual dan muntah sampai keluar lender

c) Nafsu makan menurun

d) Konstipasi BAB

e) Tidak ada flaktus

f) Pada auskultasi, bising usus normal atau meningkat pada awal apendisitis dan bising
melemah jika sudah terjadi perforasi.
g) Demam dengan suhu 37,5-38,5˚C
h) Temuan hasil USG Abdomen berupa cairan yang berada disekitar appendiks menjadi
sebuah tanda sonographik penting.
i) Respirasi retraktif.
j) Rasa perih yang semakin menjadi.
k) Spasma abdominal semakin parah.
l) Rasa perih yang berbalik (menunjukan adanya inflamasi peritoneal).

7. Patofisiologi disertai Web of caution

Appendiks terimflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat,

kemungkinan oleh fekalit (massa dank eras dan fases), tumor, atau benda asing. Proses

imflamasi meninggkatkan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat

secara progresif, dalam beberapa jamterlokalisasi di kuadrat kanan bawah dari abdomen.
Akhirnya appendiks yang terimflamasi menjadi pus. Setelah dilihat penyebab dari appediksitis

adalah adanya obstruksi pada lumen appendikeal oleh apendikolit, hyperplasia folikel limfoid

submukosa, fekalit (material garam kalsium, debris fekal) atau parasit (Katz ,2019)

Kondisi obtruksi akan meningkat kan tekanan intraluminal dan peningkatan perkembangan

bakteri. Hal lain akan terjadi peningkatan kogesif dan penuruna pada perfusi pada dinding

apendiks yang berkelanjutan pada nekrosis dan imflamasi, maka permukaan eksudat terjadi

pada permukaan serosa apendiks (santacroce,2019)

Dengan selanjutnya proses obtruksi, bakteri akan berproliferasi dan meningkatkan tekanan

intraluminal dan membentuk infiltrate pada mukosa dinding apendiks yang disebut dengan

apendisitis mukosa, dengan manifestasi ketidak nyamanan abdomen.

Sebenarnya tubuh manusia juga melakukan usaha pertahanan untuk membtasi proses

peradangan ini dengan cara menutupi apendiks dengan omentum dan usus halus sehingga

terbentuk massa periapendikular yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrate apendiks

berlanjut kondisi apendiks akan meningkat risiko terjadinya perforasi dan pembentukan massa

periapendikular. perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu

memberikan respon imflamasi berbentuk periotenum atau terjadi pada peritonitis. (Tzanakis,

2015).

8. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium

Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan

appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara

12.000 - 18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left)

dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah

leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan appendicitis.


b. Pemeriksaan Urinalisis
membantu untuk membedakan appendicitis dengan pyelonephritis atau batu ginjal.

Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi

appendiks terjadi di dekat ureter.

c. Ultrasonografi Abdomen (USG)


Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang

diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari

90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah

appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu

appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix. False positif dapat muncul

dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari salphingitis atau

inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak appendix

yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi

appendiks.

d. CT-Scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis

appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas, sensitifitas dan spesifisitasnya kira-

kira 95-98%. Pasien- pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga

adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik.

Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari

5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengeci.
9. Penatalaksaan

a. Keperawatan
a) Lakukan observasi TTV klien.
b) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
c) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi
b. Medis
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada appendisitis
meliputi:
a) . Sebelum operasi
1) Observasi Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
appendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat
perlu dilaksanakan. Klien diminta melakukan tirah baring dan
dipuasakan. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah
(leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan
toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain.
Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di
daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
2) Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksidan abses intra
abdominal luka operasi pada klien apendiktomi. Antibiotik diberikan
sebelum, saat, hingga 24 jam pasca operasi dan melalui cara pemberian
intravena (IV) (Sulikhah, 2014).
c. Operasi Tindakan
operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi. Apendiktomi adalah suatu
tindakan pembedahan dengan cara membuang apendiks (Wiwik Sofiah, 2017).
Indikasi dilakukannya 16 operasi apendiktomi yaitu bila diagnosa appendisitis telah
ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pada keadaan yang meragukan diperlukan
pemeriksan penunjang USG atau CT scan. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah
anastesi umum atau spinal dengan insisi pada abdomen bawah. Anastesi diberikan
untuk memblokir sensasi rasa sakit. Efek dari anastesi yang sering terjadi pada
klien post operasi adalah termanipulasinya organ abdomen sehingga terjadi distensi
abdomen dan menurunnya peristaltik usus. Hal ini mengakibatkan belum
munculnya peristaltik usus (Mulya, 2015) .
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Kiik, 2018) dalam 4 jam pasca operasi
klien sudah boleh melakukan mobilisasi bertahap, dan dalam 8 jam pertama setelah
perlakuan mobilisasi dini pada klien pasca operasi abdomen terdapat peningkatan
peristaltik ususbahkan peristaltik usus dapat kembali normal. Kembalinya fungsi
peristaltik usus akan memungkinkan pemberian diet, membantu pemenuhan
kebutuhan eliminasi serta mempercepat proses penyembuhan. Operasi apendiktomi
dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu operasi apendiktomi terbuka dan
laparaskopi apendiktomi. Apendiktomi terbuka dilakukan dengan cara membuat
sebuah sayatan dengan panjang sekitar 2 – 4 inci pada kuadran kanan bawah
abdomen dan apendiks dipotong melalui lapisan lemak dan otot apendiks.
Kemudian apendiks diangkat atau dipisahkan dari usus (Dewi, 2015). Sedangkan
pada laparaskopi apendiktomi dilakukan dengan membuat 3 sayatan kecil di perut
sebagai akses, lubang pertama dibuat dibawah pusar, fungsinya untuk memasukkan
kamera super mini yang terhubung ke monitor ke dalam tubuh, melalui lubang ini
pula sumber cahaya dimasukkan. Sementara dua lubang lain di posisikan sebagai
jalan masuk peralatan bedah seperti penjepit atau gunting. Ahli bedah mengamati
organ abdominal secara visual dan mengidentifikasi apendiks. Apendiks dipisahkan
dari semua jaringan yang melekat, kemudian apendiks diangkat dan dikeluarkan
melalui salah satu sayatan (Hidayatullah, 2014). Jika apendiks mengalami perforasi
bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika. Tindakan
pembedahan dapat menimbulkan luka insisi sehingga pada klien post operatif
apendiktomi dapat terjadi resiko infeksi luka operasi. Pasca operasi Dilakukan
observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok,
hipertermia atau gangguan pernapasan. Klien dibaringkan dalam posisi terlentang.
Klien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Puasa diteruskan
sampai fungsi usus kembali normal.
WOC Apendiksitis
Tumor apendiks Hiperplansiajaringan limfoid
Skema 2.4 (Sumber : Arif Muttaqin, Kumala Sari, 2011)

Fekalit Benda asing

Obstruksi pada
Apendisitis kronis lumenapendekeal oleh apendikolit
/rekuren Apendiksitis akut
Peningkatantekananintraluminal

Respon saraf terhadap dan peningkatan perkembangan

testinal
gastroin
an
Ganggu
inflamasi bakteri Respon sistemik

Respon sistemik Menghambat aliran limfe


Peningkatan suhu
Mual, muntah, tubuh
kembung, diare,
anoreksia
Nyeri Ulserasi dan infeksi bakteri pada
dinding appendik
Asupan nutrisi tidak
adekuat

Trombosis vena intra Perubahan


luminal pola nutrisi
Peritonitis pasca
Pembengkaka bedah
n dari iskemia Ketidak seimbangan nutrisi
Distensi Pembedaha
kuarang dari kebutuhan
abdomen n laparatomi

Resiko infeksi Pasca Kerusakan


bedah jaringan Nyeri akut
intergume
n
B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

1) Indetitas klien
Biasanya indetitas klien terdiri Nama, umur, jenis kelamin, status, agama,

perkerjaan, pendidikan, alamat, penanggung jawaban juga terdiri dari

nama, umur penanggung jawab hub.keluarga, dan perkerjaan.

2) Alasan masuk
Biasanya klien waktu mau dirawat kerumah sakit denga keluhan sakit

perut di kuadran kanan bawah, biasanya disertai muntah dan BAB yang

sedikit atau tidak sama sekali, kadang –kadang mengalami diare dan juga

konstipasi.

3) Riwayat kehehatan jantung klien juga tidak ada masalah bunyi jantung klien
regular ketika di auskultrasi, Bunyi jantung klien regular (lup dup), suara
jantung ketiga disebabkan osilasi
a. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya keluhan yang terasa pada klien yaitu pada saat post op operasi,

merasakan nyeri pada insisi pembedahan, juga bisanya tersa letih dan tidak

bisa beraktivitas atau imobilisasisendiri.

b. Riwayat kesehatan dahulu


Biasanya klien memiliki kebiasaan memakan makanan rendah serat, juga

bisa memakan yang pedas-pedas.


c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya tidak ada pengaruh ke penyakit keturunan seperti hipertensi,
hepatitis , DM, TBC, dan asma.
d. Pemeriksaan Fisik
Biasanya kesadaran klien normal yaitu composmetis, E :4 V:5 M:6.

Tanda-tanda vital klien biasanya tidak normal karena tubuh klien

merasakan nyeri dimulai dari tekanan darah biasanya tinggi, nadi

takikardi dan pernafasan biasanya sesak ketika klien merasakan nyeri.

a. Kepala
Pada bagian kepala klien bisanya tidak ada masalah kalau penyakitnya

itu apenditis mungkin pada bagian mata ada yang mendapatkan mata

klien seperti mata panda karena klien tidak bisa tidur menahan sakit.

b. Leher
Pada bagian leher biasanya juga tidak ada terdapat masalah pada klien

yang menderita apedisitis.

c. Thorak
Pada bagian paru-paru biasanya klien tidak ada masalah atau

gangguan bunyi normal paru ketika di perkusi bunyinya biasanya

sonor kedua lapang paru dan apabila di auskultrasi bunyinya

vesikuler. Pada bagian jantung klien juga tidak ada masalah bunyi

jantung klien regular ketika di auskultrasi, Bunyi jantung klien

regular (lup dup), suara jantung ketiga disebabkan osilasi


darah antara orta dan vestikular. Suara jantung terakir (S4) tubelensi injeksi darah.

Suara jantung ketiga dan ke empat disebab kan oleh pengisian vestrikuler, setelah fase

isovolumetrik dan kontraksi atrial tidak ada kalau ada suara tambahan seperti murmur

(suara gemuruh, berdesir) (Lehrel 1994).

d. Abdomen
Pada bagian abdomen biasanya nyeri dibagian region kanan bawah atau pada titik Mc

Bruney. Saat di lakukan inspeksi. Biasanya perut tidak ditemui gambaran spesifik.

Kembung sering terlihat pada klien dengan komlikasi perforasi. Benjolan perut kanan

bawah dapat dilihat pada massa atau abses periapedikular.

Pada saat di palpasi biasnya abdomen kanan bawah akan didapatkan peninggkatan

respons nyeri. Nyeri pada palpasi terbatas pada region iliaka kanan, dapat disertai nyeri

lepas. Kontraksi otot menunjukan adanya rangsangan periotenium parietale. Pada

penekanan perut kiri bawah akan dirasaka nyeri diperut kanan bawah yang disebut

tanda rofsing. Pada apendisitis restroksekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam

untuk menemukan adanya rasa nyeri. (Sjamsuhidayat 2015).

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien terhadap

masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual

maupun potensial (PPNI, 2017). Berdasarkan pada semua data pengkajian diagnosa

keperawatan utama yang dapat muncul pada kl appendicitis, antara lain :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi appendicitis).

(D.0077)

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Prosedur oprasi). (D.0077)

c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada appendicitis).

(D.0130)
d. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif (muntah).

(D.0034)

e. Resiko hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis (D.0034)

f. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080)

g. Resiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive (D.0142).

3. Perencanaan

Keperawatan Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah perumusan tujuan,

tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisa pengkajian

agar masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi ( Nurarif, A. H., & Kusuma, 2016)
Intervensi keperawatan Pre operatif

NO Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi


hasil
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.08238).
dengan agen pencedera tindakan keperawatan Observasi :
fisiologi(inflamasi diharapkan tingkat nyeri 1.1 Identifikasi lokasi ,
2. Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan Manajemen hipertermia (I.15506).
appendicitis). (D.0077) (L.08066) dapat karakteristik, durasi, frekuensi,
dengan proses penyakit tindakan keperawatan Observasi :
menurun dengan kulaitas nyeri, skala nyeri,
Mayor:
(Infeksi pada appendicitis). diharapkan
Kriteria Hasil : 2.1 Identifikasi
intensitas nyeri penyebab
a. Klien(D.0130)
Keluhan sakit termoregulasi (L.14134)
hipertermia.
1.2 Identifikasi respon nyeri non
b. Klien mengatakankan nyeri 1. membaik Keluhan nyeri
dengan
Mayor: 2.2 Monitor
verbal. suhu tubuh.
seperti ditusuk menurun.
Kriteria Hasil :
c. Klien mengatakan nyeri 2.3 Monitor factor
1.3 Identivikasi haluaran
yang
a. Klien mengatakan 2. Meringis menurun
nilainya 7 1. Menggigil menurun. urine. Terapeutik
memperberat dan :
badannya lemas 3. Sikap protektif
d. Klien mengatakan nyeri 2. Takikardi menurun. memperingan
2.4 Sediakan nyeri.
lingkungan yang
dibagian menurun.
b. klienperut kanan
mengatakan 3. Suhu tubuh dingin.
4. Gelisah menurun. Terapeutik :
bawah
badannya panas membaik. 2.5 Longgarkan atau lepaskan
e. Klien mengatakan 1.4 Berikan teknik
frekuensi
Minor: nyeri sering 4. Suhu kulit membaik. pakaian.
nonfarmakologis untuk
f. Klien mengatakan nyeri 2.6 Berikan cairan oral
mengurangi rasa nyeri.
c. Klien tampak
hebat jika melakukanlemah
Edukasi :
1.5 Fasilitasi istirahat dan tidur.
aktivitas 2.7 Anjurkan tirah baring
d. badan klien teraba panas 1.6 Kontrol lingkungan yang
Kolaborasi :
Minor:
e. S: 38,5 °C memperberat rasa nyeri.
2.8 Kolaborasi pemberian cairan
Edukasi :
g. Klien tampak Meringis dan elektrolit intravena, jika
1.7 Jelaskan strategi meredakan
h. Klien tampak lemah perlu.
nyeri
i. Klien tampak gelisah
j. Skala nyeri klien 7 (berat) 1.8 Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri .
Kolaborasi :

1.9 Kolaborasi pemberian


analgetik jika perlu
3. Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen hypovolemia
berhubungan dengan tindakan keperawatan (I.03116).
kehilangan cairan secara aktif Status cairan (L.0328)
Observasi :
(muntah). (D.0034) membaik dengan
3.1 Periksa tanda dan gejala
Kriteria Hasil :
hipovolemia.
1 Kekuatan nadi 3.2 Monitor intake dan output
meningkat. cairan.
2 Membrane mukosa Terapeutik :
lembap. 3.3 Berikan asupan cairan oral
3 Frekuensinadi Edukasi :
membaik. 3.4 Anjurkan memperbanyak
4 Tekanan darah asupan cairan oral.
membaik. 3.5 Anjurkan menghindari
5 Turgor kulit perubahan posisi mendadak.
membaik. Kolaborasi :
3.6 Kolaborasi peberian cairan IV.
4. Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan Reduksi ansietas (I.09314).
kurang terpapar informasi tindakan keperawatan Observasi :
(D.0080) tingkat ansietas
4.1 Identivikasi saat tingkat
Mayor: (L.01006) menurun ansietas berubah.
dengan Kriteria Hasil : 4.2 Monitor tanda tanda ansietas
a. klien mengatakan
verbal non verbal.
menanyakan penyakitnya 1. Verbalisasi
4.3 Temani klien untuk
yang sedang dialaminya kebingungan
mengurangi kecemasan jika
menurun.
b. klien mengatakan perlu.
2. Verbalisasi khawatir
penyebab penyakitnya 4.4 Dengarkan dengan penuh
akibat menurun.
c. klien mengatakan apakah perhatian.
3. Prilaku gelisah
penyakitnya bisa sembuh 4.5 Gunakan pendekatan yang
menurun.
dengan cara minum obat saja. 4. Prilaku tenang dan meyakinkan.
tegang
4.6 Jelaskan prosedur, termasuk
Minor: menurun.
sensasi yang mungkin dialami.
d. klien tampak gelisah 4.7 Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama klien, jika perlu.
e. klien tampak menangis
4.8 Anjurkan mengungkapkan
f. klien tampak bingung perasaan dan persepsi.
dengan penyakitnya 4.9 Latih teknik relaksasi.
4.10 Kolaborasi pemberian
obat antiansietas jika perlu.

Intervensi keperawatan post operatif

N Diagnosa Tujuan dan Intervensi


O kriteria hasil
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan dengan tindakan (I.08238) Observasi :
agen pencedera fisik keperawatan
1.1 Identifikasi lokasi,
(Prosedur operasi). tingkat nyeri karakteristik, durasi,
(L.08066)
(D.0077)
Mayor: menurun dengan frekuensi, kulaitas
a. klien mengatakan Kriteria Hasil : nyeri, intensitas nyeri,
sakit pada bagian skala nyeri.
perut operasinya 1. Keluhan nyeri
menurun. 1.2 Identifikasi respon
b. klien mengatakan
nilai nyeri 7 2. Meringis menurun. nyeri non verbal.

c. klien mengatakan 3. Sikap protektif 1.3 Identivikasi factor


sakitnya seperti menurun. yang memperberatdan
ditusuk
4. Gelisah menurun. memperingan nyeri.
Minor: 5. Frekuensinadi Terapeutik :
a. klien tampak membaik. 1.4 Berikan teknik non
gelisah
farmakologis
b. wajah klien
untuk mengurangi
tampak meringis
kesakitan rasa nyeri.

c. skala nyeri klien 7 1.5 Kontrol lingkungan


(berat) yang memperberat
rasa nyeri.
1.6 Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri.
Edukasi :
1.7 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri.
1.8 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
1.9 Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
1.10 Kolaborasi
pemberian
analgetik bila perlu.
2 Risiko hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen
. ditandai dengan efek tindakan
hypovolemia (I.03116)
agen farmakologis keperawatan Status
(D.0034) cairan (L.0328) Observasi :
membaik dengan 2.1 Periksa tanda dan
Mayor:-
Kriteria Hasil : gejala hipovolemia.
Minor:
1. Kekuatan 2.2 Monitor intake dan
a. Klien tampak nadi output cairan.
terpasang cairan infus meningkat. Terapeutik :

2. Membrane 2.3 Berikan asupan cairan


b. mukosa klien tampak
mukosa oral Edukasi :
kering
lembap. 2.4 Anjurkan
c. tugor kulit klien memperbanyak asupan
3. Frekuensi
tampak kering cairan oral.
nadi
d. TD: 110/80 mm.Hg membaik. 2.5 Anjurkan
4. Tekanan menghindari perubahan
N: 75 x/menit
darah posisi mendadak.
S: 38,5° C membaik. Kolaborasi :
5. Turgor 2.6 Kolaborasi peberian
RR: 22 x/menit
cairan IV.
kulit
membaik.
3 Risiko Infeksi ditandai Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
. dengan efek prosedur tindakankeperawatan (I.14539)
infasive (D.0142). tingkat infeksi (L.14137)
Observasi :
dengan Kriteria Hasil :
Mayor:-
2.1 Monitor tanda dan gejala
1. Kebersihan
Minor: infeksi local dan
tangan
sistemik.
a. klien tamapak ada luka meningkat.
2.2 Batasi jumlah
operasi dibagian perut 2. Kebersihan pengunjung
bawah sebelah kanan badan 2.3 Berikan perawatan kulit

b. luka klien 8 cm meningkat. pada area edema.


3. Demam, 2.4 Cuci tangan seblum dan
c. perban klien ampak
kemerahan, sesudah kontak dengan
bersih
nyeri, klien dan lingkungan
d. luka tidak ada tanda bengkak klien.
kemerahan, tidak ada menurun. 2.5 Pertahankan teknik
pus, permukaan luka aseptic pada klien
baik beresiko tinggi.
4. Kadar sel Edukasi :
darah putih 2.6 Jelaskan tanda dan
meningkat. gejala infeksi.
2.7 Ajarkan cara mencuci
tangan
dengan benar.
2.8 Ajarkan etika batuk.
2.9 Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi.

2.10 Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan.
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu.

4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana keperawatan. Tindakan

mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi. (Tarwoto & Wartonah, 2011). Pada tahap ini perawat

menggunakan semua kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien

baik secara umum maupun secara khusus pada klien post appendictomy pada pelaksanaan ini perawat

melakukan fungsinya secara independen. Interdependen dan dependen.

5. Evaluasi

Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat dicapai dan memberikan

umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. (Tarwoto & Wartonah, 2011). Untuk

menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak teratasi atau muncul masalah baru adalah dengan cara

membandingkan antara SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang telah di tetapkan. Format evaluasi

mengguanakan :
S : subjective adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah
tindakan diperbaiki

O : objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,

pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah dilakukan tindakan

A : analisa adalah membandingkan antara inormasi subjektif dan objektif dengan tujuan

dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah belum

teratasi, masalah teratasi sebagian, atau muncul masalah baru.

P : planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil

analisa, baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi, dibatalkan ada masalah baru, selesai

(tujuan tercapai).
DAFTAR PUSTAKA

Akhyar yayan, 2018, Apendisitis, diakses 20 desember 2021 Yayanakhyar.


Wordpress.com/2008/09/29/apendisitis. Anonim, 2008, Iso farmakoterapi, 288-
294, PT.ISFI Penerbitan, Jakarta.

Arif Muttaqin & Kumala Sari ,2013.Gangguan Gastrointestinal(Aplikasi asuhan keperawatan


medical bedah),Jakarta:Salemba medika.

Birnbaum BA, Wilson SR, 2012, Appendicitis at the millenium, Radiology 215:337-348.
Braunwald E, Hauser S1, Jameson Jl, 2005. Harrison’s Prinsiple Of
Internal.

Brunner & Suddarth. 2013, Keperawatan Medikal Bedah: Jakarta: EGC. Brunner, Suddarth.
(2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG. Brunner dan
Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih Bahasa olehAgung

M.Tucker, 1918, Standart Perawatan Pasien: Proses Keperawatan,Diagnosa dan Evaluasi, Edisi 5,
Volumr 3,Jakarta:EGC.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC: Jogja: Mediaction Publishing.

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI. Putri Sella Agustin, P. S. P. (2016).
Journal of Chemical Information and

Santacroce R, Craig S. 2017. Appendicitis. Available from http://www.emedicine.com


[Accessed on May, 30th 2010]. Silent W. Acute Appendicitis And Peritonitis,
In: Kasper D1, Fauci As, Longo D1.

Sjamsuhidajat, R. dan De Jong W. 2013. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat & de jong. 2016. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC.

Syamsuhidayat, R., Jong, W.D. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC.
Syaifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika.

WHO. World Health Statistics 2015: World Health Organization; 2015.


Waluyo…(dkk), EGC, Jakarta. http://yenicahyaningrum.wordpress.com/ipa-viii/sistem-
pencernaan-padamanusia/sistem-pencernaan/organ-sistem pencernaan/&xid.
Jurnal Kesehatan Tadulako Vol. 2 No. 2, Juli 2016 : 1-72

Anda mungkin juga menyukai