Disusun oleh :
ANITA RAHMAWATI
NIM : 3720210034
1. Defenisi Appendisitis
Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum(caecum). Infeksi ini bisa
(Brunner&Suddarth, 2014).
Usus buntu atau apendis merupakan bagian usus yang terletak dalam
pencernaan. Untuk fungsinya secara ilmiah belum diketahui secara pasti, namun
usus buntu ini terkadang banyak sekali sel-sel yang berfungsi untuk
mempertahankan atau imunitas tubuh. Dan bila bagian usus ini mengalami infeksi
akan sangat terasa sakit yang luar biasa bagi penderitanya (Saydam Gozali,
2013).
cm. Ujung apendiks dapat terletak di berbagai lokasi, terutama dibelakang sekum.
dilakukan pada garis tegak lurus pada garis yang menghubungkan spina iliaka
anterior superior (SIAS) dengan umbilicus pada batas sepertiga lateral (titik Mc
Burney).
telah didiagnosa oleh dokter dan dinyatakan dalam status atau catatan medik
klien. Laparatomi adalah suatu potongan pada dinding abdomen seperti caesarean
terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus dan usus besar.
Jadi, dari referensi diatas yang di maksud dengan apendisitis merupakan suatu
peradangan pada bagian usus (Caecum) yang disebabkan karena ada obstruksi
2. Anatomi Fisiologi
Beberapa struktur organ pencernaan sebagai berikut menurut
(Drs.H.Syaifuddin ,AMK;2011)
1. Mulut
Mulut (Oris) merupakan organ yang pertama kali dari saluran pencernaan
yang meluas dari bibir sampai ke istmus fausium yaitu perbatasan antara mulut
dengan faring, terdiri dari :
a. Vestibulum Oris : Bagian di antara bibir dari pipi di luar,gusi dan bibir
bagian dalam.Bagian atas bawah vestibulum dibatasi oleh lipatan
membrane mukosa bibir, pipi dan gusi.
b. Kavitas oris propia : Bagian di antara arkus alveolaris ,gusi ,dan
gigi,memiliki atap yang dibentuk oleh palantum durum (palatum keras)
bagian depan palantum mole (palantum lunak) bagian belakang.
Gigi dan geraham terletak dalam alveolus dentalis dari tulang maksiladan
akarAkar gigi ditutupi oleh semen yang merupakan bagian tebesar dari gigi
Fisiologi gigi
Menguyah makanan, pemecahan partikel besar menjadi partikel kecil yang
pertama yang dialami makanan pada waktu lincinkan, dan membasahi makanan
3. Lidah
Anatomi lidah
lidah terdapat dalam kavum oris, merupakan susunan otot serat lintang kasa
b. panggal lidah : Fungsinya untuk mentukan rasa manis, pahit, asam dan asin.
c. ujung lidah : Membatu membolakbalikan makanan, proses berbicara,
4. Farin
Anatomi faring
Faring terbentang lurus antara basis kranii setinggi vertebrae servikalis VI, kebawah
setinggi tulang rawan krikoidea. Faring terbentuk dari jaringan yang kuat (jaringan otot
5. Esofagus
Anatomi esophagus
Esofagus (kerongkongan) merupakan saluran pencernaan setelah mulut dan faring.
Panjangya kira –kira 25 cm, Posisi vertikel dimulai dari bagian tengah leher bawah
faring sampai ujung bawah rongga dada di belakang trakea. Fisiologi esophagus,
Esophagus merupakan struktur organ pencernaan setelah mulut yang memiliki fungsi.
Lambung merupakan sebuah kantong muskel yang letaknya antara esophagus dan usus
halus, sebelah kiri abdomen dibagian diagfragma bagian depan pancreas dan limpa.
Fisiologi lambung
a. Fungsi penampungan makanan yang masuk melalui esophagus, menghancurkan
makanan dan menghaluskan makanan dengan gerakan peristaltic lambung dan
getah lambung
b. Fungsi bakterisid : Oleh asam lambung membantu proses pembentukan eritosit:
lambung menghasilkan zat factor intrinsic bersama dengan factor ekstrinsik dari
makana, membentuk zat yang disebut anti –anemik yang berguna untuk pertukaran
eritrosit yang disempan dalam hati.
c. Fungsi bakterisid: Oleh asam lambung membantu proses pembentukan eritosit:
lambung menghasilkan zat factor intrinsic bersama dengan factor ekstrinsik dari
makana, membentuk zat yang disebut anti –anemik yang berguna untuk pertukaran
eritrosit yang disempan dalam hati
d. Fungsi bakterisid: Oleh asam lambung membantu proses pembentukan eritosit:
lambung menghasilkan zat factor intrinsic bersama dengan factor ekstrinsik dari
makana, membentuk zat yang disebut anti –anemik yang berguna untuk pertukaran
eritrosit yang disempan dalam hati.
e. Lambung Anatomi lambung
Lambung merupakan sebuah kantong muskel yang letaknya antara esophagus dan
usus halus, sebelah kiri abdomen dibagian diagfragma bagian depan pancreas dan
limpa. Lambung merupakan saluran yang dapat mengembang karena adanya
gerakan peristaltic terutama di daerah epigaster.
Fisiologi lambung
getah lambung
intrinsic bersama dengan factor ekstrinsik dari makana, membentuk zat yang
disebut anti –anemik yang berguna untuk pertukaran eritrosit yang disempan
dalam hati.
7. Usus Halus
Gambar2.1UsusHalus (sumber:Yenicahyaningrum.wordpress.)
Usus halus merupakan bagian dari system pencernaan makanan berpangkal pada pylorus
dan berakir pada sekum.Panjangnya kira-kira 6 meter, merupakan saluran pencernaan yang
paling panjang dari tempat proses pencernaan dan absorsip pencernaan. bentuk dan susunanya
berupaka lipatan melingkar,Makanan dalam intestinum minor dapat masuk karena adanya
gerakan yang memberikan permukaan yang lebih halus. Fisiologi usus halus Usus halus dan
kelenjarnya merupakan bagian yang sangat pentig dari saluran pencernaan karena disini
terjadinya proses pencernaan yang terbesar dan penyerapan lebih kurang 85% dari seluruh
absorpsi, fungsi usus halus :
halus.
b. menerima cairan empedu dan pangreas melalui duktus kholedukus dan duktus
pankreatikus.
c. mencerna makanan: Getah usus dan pangkreas mengandung enzim pengubah protein
menjadi asam amino, karbohidrat menjadi glukosa, lemak menjadi asam lemak gliserol.
d. Mengabsobsi air garam dan vitamin, protein dalam bentuk asam amino, karbohidrat
dalam bentuk monoksida. Makanan tersebut dikumpulkan dalam vena-vena halus lalu
8. Usus Besar
Usus besar merupakan saluran pencernaan merupakan usus berpenampang luas atau
berdiameter besar dengan panjang kira-kira 1,5 -1,7 meter dan penampangan 5-5 cm.
Lanjutan usus halus yang tersusun seperti huruf U terbalik mengililinggi usus halus
suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari
usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptile.
apendisitis atau radang umbai cacing. Appendisitis yang parah dapat menyebabkan
apendiks pecah dan bentuk nanah dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi
rongga abdomen).
berfungsi sebagai penyimpanan sementara fases. Biasanya rectum ini kosong karena
tinja disimpan ditempat yang lebih tinggi yaitu pada kolon sehingga pada kolon penuh
Anus merupakan lubang diujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh dan sebagian lainnya dari usus
(Syaifudin, 2011).
3. Anatomi dan Fisiologi Apendiks
lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal.
Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior,medial dan posterior. Secara
klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang
menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat. Lumennya sempit
dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Persarafan
parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula
disekitar umbilikus.
Fisiologi Apendiks
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan
kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam apendiks bersifat
basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh
GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh. Apendiks berisi
2015).
4. Klasifikasi
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsangan peritoneum lokal. Gejala apendisitis akut nyeri samar-samar dan
tumpul yang merupakan nyeri visceral didaerah epigastrium disekitar umbilicus.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatic
setempat.
2. Apendisitis kronis
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial maupun total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.
5. Etiologi
Penyebab appendicitis adalah adanya obstruksi pada lumen appendikeal oleh apendikolit,
hyperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material garam kalsium, debris fekal) atau
parasit (Katz, 2019). Apendisitis penyebabnya paling umum adalah inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan dari rongga abdomen. Kira-kira 7% dari populasi akan mengalami
apendisitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka: pria lebih sering dipengaruhi
wanita, dan remaja lebih sering dari pada dewasa. Diantara beberapa faktor diatas, maka
yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah
faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau
pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui
bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman
Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada
peradangan usus buntu (Anonim,2018). Adapun penyebab lain terhadap apendisitis yaitu :
1. Sumbatan lumen
2. Kostipasi (kebiasaan memakan yang rendah serat) tinja yang keras
6. Manifestasi Klinis
apendisitis dapat diketahui melalui beberapa tanda nyeri antara lain: Rovsing’s sign, Psoas
d) Konstipasi BAB
f) Pada auskultasi, bising usus normal atau meningkat pada awal apendisitis dan bising
melemah jika sudah terjadi perforasi.
g) Demam dengan suhu 37,5-38,5˚C
h) Temuan hasil USG Abdomen berupa cairan yang berada disekitar appendiks menjadi
sebuah tanda sonographik penting.
i) Respirasi retraktif.
j) Rasa perih yang semakin menjadi.
k) Spasma abdominal semakin parah.
l) Rasa perih yang berbalik (menunjukan adanya inflamasi peritoneal).
Appendiks terimflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat,
kemungkinan oleh fekalit (massa dank eras dan fases), tumor, atau benda asing. Proses
imflamasi meninggkatkan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat
secara progresif, dalam beberapa jamterlokalisasi di kuadrat kanan bawah dari abdomen.
Akhirnya appendiks yang terimflamasi menjadi pus. Setelah dilihat penyebab dari appediksitis
adalah adanya obstruksi pada lumen appendikeal oleh apendikolit, hyperplasia folikel limfoid
submukosa, fekalit (material garam kalsium, debris fekal) atau parasit (Katz ,2019)
Kondisi obtruksi akan meningkat kan tekanan intraluminal dan peningkatan perkembangan
bakteri. Hal lain akan terjadi peningkatan kogesif dan penuruna pada perfusi pada dinding
apendiks yang berkelanjutan pada nekrosis dan imflamasi, maka permukaan eksudat terjadi
Dengan selanjutnya proses obtruksi, bakteri akan berproliferasi dan meningkatkan tekanan
intraluminal dan membentuk infiltrate pada mukosa dinding apendiks yang disebut dengan
Sebenarnya tubuh manusia juga melakukan usaha pertahanan untuk membtasi proses
peradangan ini dengan cara menutupi apendiks dengan omentum dan usus halus sehingga
terbentuk massa periapendikular yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrate apendiks
berlanjut kondisi apendiks akan meningkat risiko terjadinya perforasi dan pembentukan massa
periapendikular. perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu
memberikan respon imflamasi berbentuk periotenum atau terjadi pada peritonitis. (Tzanakis,
2015).
8. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan
Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi
menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari
90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah
appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix. False positif dapat muncul
inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak appendix
yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi
appendiks.
d. CT-Scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas, sensitifitas dan spesifisitasnya kira-
kira 95-98%. Pasien- pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga
adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik.
Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari
5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengeci.
9. Penatalaksaan
a. Keperawatan
a) Lakukan observasi TTV klien.
b) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
c) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi
b. Medis
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan medis pada appendisitis
meliputi:
a) . Sebelum operasi
1) Observasi Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
appendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat
perlu dilaksanakan. Klien diminta melakukan tirah baring dan
dipuasakan. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah
(leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan
toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain.
Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di
daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
2) Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksidan abses intra
abdominal luka operasi pada klien apendiktomi. Antibiotik diberikan
sebelum, saat, hingga 24 jam pasca operasi dan melalui cara pemberian
intravena (IV) (Sulikhah, 2014).
c. Operasi Tindakan
operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi. Apendiktomi adalah suatu
tindakan pembedahan dengan cara membuang apendiks (Wiwik Sofiah, 2017).
Indikasi dilakukannya 16 operasi apendiktomi yaitu bila diagnosa appendisitis telah
ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pada keadaan yang meragukan diperlukan
pemeriksan penunjang USG atau CT scan. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah
anastesi umum atau spinal dengan insisi pada abdomen bawah. Anastesi diberikan
untuk memblokir sensasi rasa sakit. Efek dari anastesi yang sering terjadi pada
klien post operasi adalah termanipulasinya organ abdomen sehingga terjadi distensi
abdomen dan menurunnya peristaltik usus. Hal ini mengakibatkan belum
munculnya peristaltik usus (Mulya, 2015) .
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Kiik, 2018) dalam 4 jam pasca operasi
klien sudah boleh melakukan mobilisasi bertahap, dan dalam 8 jam pertama setelah
perlakuan mobilisasi dini pada klien pasca operasi abdomen terdapat peningkatan
peristaltik ususbahkan peristaltik usus dapat kembali normal. Kembalinya fungsi
peristaltik usus akan memungkinkan pemberian diet, membantu pemenuhan
kebutuhan eliminasi serta mempercepat proses penyembuhan. Operasi apendiktomi
dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu operasi apendiktomi terbuka dan
laparaskopi apendiktomi. Apendiktomi terbuka dilakukan dengan cara membuat
sebuah sayatan dengan panjang sekitar 2 – 4 inci pada kuadran kanan bawah
abdomen dan apendiks dipotong melalui lapisan lemak dan otot apendiks.
Kemudian apendiks diangkat atau dipisahkan dari usus (Dewi, 2015). Sedangkan
pada laparaskopi apendiktomi dilakukan dengan membuat 3 sayatan kecil di perut
sebagai akses, lubang pertama dibuat dibawah pusar, fungsinya untuk memasukkan
kamera super mini yang terhubung ke monitor ke dalam tubuh, melalui lubang ini
pula sumber cahaya dimasukkan. Sementara dua lubang lain di posisikan sebagai
jalan masuk peralatan bedah seperti penjepit atau gunting. Ahli bedah mengamati
organ abdominal secara visual dan mengidentifikasi apendiks. Apendiks dipisahkan
dari semua jaringan yang melekat, kemudian apendiks diangkat dan dikeluarkan
melalui salah satu sayatan (Hidayatullah, 2014). Jika apendiks mengalami perforasi
bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika. Tindakan
pembedahan dapat menimbulkan luka insisi sehingga pada klien post operatif
apendiktomi dapat terjadi resiko infeksi luka operasi. Pasca operasi Dilakukan
observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok,
hipertermia atau gangguan pernapasan. Klien dibaringkan dalam posisi terlentang.
Klien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Puasa diteruskan
sampai fungsi usus kembali normal.
WOC Apendiksitis
Tumor apendiks Hiperplansiajaringan limfoid
Skema 2.4 (Sumber : Arif Muttaqin, Kumala Sari, 2011)
Obstruksi pada
Apendisitis kronis lumenapendekeal oleh apendikolit
/rekuren Apendiksitis akut
Peningkatantekananintraluminal
testinal
gastroin
an
Ganggu
inflamasi bakteri Respon sistemik
1. Pengkajian
1) Indetitas klien
Biasanya indetitas klien terdiri Nama, umur, jenis kelamin, status, agama,
2) Alasan masuk
Biasanya klien waktu mau dirawat kerumah sakit denga keluhan sakit
perut di kuadran kanan bawah, biasanya disertai muntah dan BAB yang
sedikit atau tidak sama sekali, kadang –kadang mengalami diare dan juga
konstipasi.
3) Riwayat kehehatan jantung klien juga tidak ada masalah bunyi jantung klien
regular ketika di auskultrasi, Bunyi jantung klien regular (lup dup), suara
jantung ketiga disebabkan osilasi
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya keluhan yang terasa pada klien yaitu pada saat post op operasi,
merasakan nyeri pada insisi pembedahan, juga bisanya tersa letih dan tidak
a. Kepala
Pada bagian kepala klien bisanya tidak ada masalah kalau penyakitnya
itu apenditis mungkin pada bagian mata ada yang mendapatkan mata
klien seperti mata panda karena klien tidak bisa tidur menahan sakit.
b. Leher
Pada bagian leher biasanya juga tidak ada terdapat masalah pada klien
c. Thorak
Pada bagian paru-paru biasanya klien tidak ada masalah atau
vesikuler. Pada bagian jantung klien juga tidak ada masalah bunyi
Suara jantung ketiga dan ke empat disebab kan oleh pengisian vestrikuler, setelah fase
isovolumetrik dan kontraksi atrial tidak ada kalau ada suara tambahan seperti murmur
d. Abdomen
Pada bagian abdomen biasanya nyeri dibagian region kanan bawah atau pada titik Mc
Bruney. Saat di lakukan inspeksi. Biasanya perut tidak ditemui gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada klien dengan komlikasi perforasi. Benjolan perut kanan
Pada saat di palpasi biasnya abdomen kanan bawah akan didapatkan peninggkatan
respons nyeri. Nyeri pada palpasi terbatas pada region iliaka kanan, dapat disertai nyeri
penekanan perut kiri bawah akan dirasaka nyeri diperut kanan bawah yang disebut
tanda rofsing. Pada apendisitis restroksekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam
2. Diagnosa Keperawatan
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual
maupun potensial (PPNI, 2017). Berdasarkan pada semua data pengkajian diagnosa
(D.0077)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Prosedur oprasi). (D.0077)
(D.0130)
d. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif (muntah).
(D.0034)
3. Perencanaan
tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisa pengkajian
agar masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi ( Nurarif, A. H., & Kusuma, 2016)
Intervensi keperawatan Pre operatif
2.10 Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan.
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu.
4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana keperawatan. Tindakan
mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi. (Tarwoto & Wartonah, 2011). Pada tahap ini perawat
menggunakan semua kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien
baik secara umum maupun secara khusus pada klien post appendictomy pada pelaksanaan ini perawat
5. Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan dapat dicapai dan memberikan
umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. (Tarwoto & Wartonah, 2011). Untuk
menentukan masalah teratasi, teratasi sebagian, tidak teratasi atau muncul masalah baru adalah dengan cara
membandingkan antara SOAP dengan tujuan, kriteria hasil yang telah di tetapkan. Format evaluasi
mengguanakan :
S : subjective adalah informasi yang berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah
tindakan diperbaiki
A : analisa adalah membandingkan antara inormasi subjektif dan objektif dengan tujuan
dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah belum
P : planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil
analisa, baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi, dibatalkan ada masalah baru, selesai
(tujuan tercapai).
DAFTAR PUSTAKA
Birnbaum BA, Wilson SR, 2012, Appendicitis at the millenium, Radiology 215:337-348.
Braunwald E, Hauser S1, Jameson Jl, 2005. Harrison’s Prinsiple Of
Internal.
Brunner & Suddarth. 2013, Keperawatan Medikal Bedah: Jakarta: EGC. Brunner, Suddarth.
(2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG. Brunner dan
Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih Bahasa olehAgung
M.Tucker, 1918, Standart Perawatan Pasien: Proses Keperawatan,Diagnosa dan Evaluasi, Edisi 5,
Volumr 3,Jakarta:EGC.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC: Jogja: Mediaction Publishing.
Sjamsuhidajat, R. dan De Jong W. 2013. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC.
Syamsuhidayat, R., Jong, W.D. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC.
Syaifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika.