Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN GEA

(GASTROENTERITIS AKUT)
Untuk Memenuhi Mata Ajar Keperawatan Medikal Bedah (KMB)

Disusun oleh :
ANITA RAHMAWATI
NIM : 3720210034

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
JAKARTA T.A 2021
LAPORAN PENDAHULUAN GASTROENTERITIS

A. DEFINISI
Gastroenteritis (GE) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus
yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah. Sowden, 1996
(dikutip dalam Haryono, 2012). Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan
jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 ml/jam), dengan
tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai
frekuensi defekasi yang meningkat (Mansjoer, 2012). Diare adalah kondisi dimana
terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali/hari) serta perubahan
dalam isi (lebih dari 200 gram/hari) dan konsistensi feses cair (Smeltzer & Bare,
2012).
Diare adalah gangguan fungsi penyerapan dan sekresi dari saluran
pencernaan, dipengaruhi oleh fungsi kolon dan dapat diidentifikasikan dari
perubahan jumlah, konsistensi, frekwensi, dan warna dari tinja. Whaley & Wong,
1997 (dikutip dalam Riyadi dan Suharsono, 2010). Gastroenteritis adalah defekasi
encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja.
Suhariyono, 2003 (dikutip dalam Haryono, 2012).
Berbagai pengertian gastroenteritis akut (GEA) atau diare menurut para ahli
diatas, penulis menyimpulkan bahwa gastroenteritis (GE) adalah peradangan yang
terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih
banyak (lebih dari 3 kali/hari) dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri, virus dan
parasit yang patogen.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Menurut Evelyn C. Pearce, 2011 anatomi dalam sistem pencernaan yang terdiri dari
beberapa bagian diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Mulut
Di dalam mulut terdapat gigi, lidah, dan kelenjar pencernaan.organ organ
percernaan ini berfungsi untuk mencerna makanan secara mekanisme dban
kimiawi.
b. Gigi
Gigi manusia terdiri dari gigi seri, taring dan graham. gigi beri terletak di depan
berbentuk sperti kapak, yang mempunyai fungsi untuk memotong makanan,
disamping gigi terdapat gigi taring. Gigi taring ini berbentuk runcing dan
berguna untuk merobek makanan. Di belakang gigi taring terdapat gigi geraham
yang mempunyai fungsi untuk menghaluskan makanan
c. Lidah
Lidah berguna untuk membantu letak makanan didalam mulut serta mendorong
makanan masuk ke kerongkongan. Selain itu, lidah juga berfungsi untuk
mengecap atau merasakan makanan. Pada lidah, terdapat bagian yang lebih
peka terhadap rasa-rasa tertentu seperti asin, asam, manis dan pahit.
d. Kelenjar Ludah
Ludah dihasilkan oleh 3 pasang kelenjar ludah yakni kelenjar ludah parotis,
kelenjar ludah rahang bawah dan kelenjar ludah bawah lidah. Ludah yang
dihasilkan kemudian dialirkan melalui saluran ludah yang bermuara ke dalam
rongga mulut. Ludah mengandung air, lendir, garam dan enzim ptialin. Enzim
ptialin berfungsi mengubah amilum menjadi gula yaitu maltose dan glukosa.
e. Kerongkongan
Dari mulut, makanan masuk ke kerongkongan. Kerongkongan merupakan
saluran panjang sebagai jalan makanan dari mulut ke lambung. Panjang
kerongkongan kurang lebih 20 cm dengan diameter kurang lebih 2 cm.
kerongkongan dapat melakukan gerakan melebar, menyempit, bergelombang
dan meremas-remas untuk mendorong makanan masuk ke lambung. Gerak ini
demikian disebut gerak peristaltik. Di esophagus makanan tidak mangalami
proses pencernaan. Di sebelah depan kerongkongan, terdapat saluran pernapasan
yang disebut trakea. Trakea ini berfungsi menghubungkan rongga hidung
dengan paru- paru. Pada saat kita menelan makanan, ada tulang rawan yang
menutup lubang ke tenggorokan. Bagian tersebut dinamakan epiglotis yang
mencegah masuknya makanan masuk ke paru-paru.

d. Lambung

Lambung merupakan suatu kantong yang terletak di dalam rongga perut sebelah
kiri, di bawah sekat rongga badan. Lambung dapat dibagi menjadi 3 daerah,
yaitu daerah kardia, fundus, pilorus.
e. Usus Halus
Usus halus merupakan saluran pencernaan terpanjang yang terdiri dari 3 bagian
yaitu usus 12 jari, usus kosong dan usus penyerapan. Usus 12 jari Bagian usus
ini disebut usus 12 jari karena panjangnya sekitar 12 jari yang saling berjajar
secara paralel. Di dalam dinding usus 12 jari terdapat muara saluran bersama
dari kantong empedu yang berisi empedu. Cairan yang dihasilkan oleh hati ini
berguna untuk menghasikan lemak. Empedu berwarna kehijauan dan berasa
pahit. Pankreas terletak di bawah lambung dan menghasilkan getah pankreas.
Getah pankreas ini mengandung enzim amilase, tripsinogen, dan lipase. Amilase
mengubah zat tepung menjadi gula. Tripsinogen merupakan enzim yang belum
aktif namun dapat diaktifkan terlebih dahulu oleh enzim enterokinase yang
dihasilkan oleh usus halus. Enzim enterokinase mengubah tripsinogen menjadi
tripsin yang aktif. Tripsin mengubah protein menjadi peptide dan asam amino.
Lipase mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Zat-zat hasil
pencernaan tersebut mudah terserap oleh dinding usus melalui proses difusi dan
osmosis. Zat-zat yang belum teruraikan dapat memasuki membrane sel usus
melalui transport aktif usus kosong panjang usus kosong antara 1,5 sampai 1,75
m. di dalam usus ini, makanan mengalami pencernaan secara kimiawi oleh
enzim yang dihasilkan dinding usus. Usus kosong menghasilkan getah usus yang
mengandung lendir dan bermacam-macam enzim. Enzim-enzim tersebut dapat
memecah molekul makanan menjadi lebih sederhana. Di dalam usus ini,
makanan menjadi bubur yang lumat dan encer. Usus penyerapan usus
penyerapan panjangnya antara 0,75 sampai 3,5 m. di dalam usus inilah terjadi
proses penyerapan sari-sari makanan. Permukaan dinding ileum dipenuhi oleh
jonjot-jonjot usus atau vili. Jonjot usus inilah yang menyebabkan permukaan
ileum menjadi luas, sehingga proses penyerapan sari makanan dapat berjalan
baik. Penyerapan sari makanan oleh usus halus disebut absorpsi.
Makanan yang mengalami pencernaan secara kimiawi adalah karbohidrat,
protein, dan lemak. Hasil akhir pencernaan karbohidrat adalah glukosa, protein
menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Vitamin dan
mineral tidak mengalami proses pencernaan. Glukosa, asam amino, vitamin
dan mineral masuk ke dalam pembuluh darah kapiler yang ada dalam jonjot
usus. Sari makanan dialirkan bersama makanan melalui pembuluh darah
menuju hati. Glukosa sebagian disimpan dalam hati dalam bentuk glikogen
yang tidak larut dalam air.
Sebagian sari makanan yang lain diedarkan ke seluruh sel tubuh melalui
pembuluh darah. Asam lemak dan gliserol diangkut melalui pembuluh kil,
Karena ukuran molekulnya cukup besar. Pembuluh kil adalah pembuluh limfa
atau pembuluh getah bening yang ada di daerah usus. Selanjutnya, pembuluh
kil ini akan bergabung dengan pembuluh kil lainnya sebelum akhirnya
bermuara pada pembuluh getah bening di bawah tulang selangka. Usus Besar,
Rektum, dan Anus
Usus besar atau kolon merupakan kelanjutan dari usus halus. Panjang usus
besar lebih kurang satu meter. Batas antara usus halus dengan usus besar
disebut sekum (usus buntu). Usus buntu memiliki tambahan usus yang disebut
umbai cacing (apendiks). Peradangan pada usus tambahan tersebut dinamakan
apendistis dan sering disebut sebagai “sakit usus buntu”. Usus besar terdiri atas
bagian usus yang naik, mandatar dan menurun.
Fungsi utama usus besar adalah mengatur kadar air sisa makanan. Jika kadar
air yang terkandung dalam sisa makanan berlebihan, kelebihan air ini akan
diserap oleh usus besar. Sebaliknya, jika sisa makanan kekurangan air, maka
akan diberi tambahan air.

Di dalam usus besar, terdapat bakteri pembusukan Escherichia Coli yang


berperan membusukkan sisa makanan menjadi kotoran. Dengan demikian,
kotoran menjadi lunak dan mudah dikeluarkan. Bakteri ini pada umumnya
tidak menggangu kesehatan manusia, bahkan ada beberapa jenis yang
menghasilkan vitamin K dan asam amino tertentu yang berguna bagi manusia.
Bagian akhir usus besar disebut poros usus (rektum). Panjang rektum ini lebih
kurang 15 cm dan bermuara pada anus. Anus mempunyai dua macam otot,
yaitu otot tak sadar dan otot sadar. Pada saat makanan sampai direktum, semua
zat yang berguna telah diserap ke dalam darah, sedangkan sisanya berupa
makanan yang tidak dapat dicerna, bakteri, dan sel-sel mati dari salurann
pencernaan makanan. Campuran bahan-bahan tersebut dinamakan feses.
Berbagai panyakit dapat masuk ke tubuh melalui sistem pencernaan makanan.
Ini berarti bahwa kebersihan dan kesehatan makanan harus dijaga.

Sumber : (Evelyn C. Pearce, 2011)


C. ETIOLOGI
Faktor penyebab menurut (Haryono, 2012)
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut:
a) Infeksi bakteri : vibria, E.Coli, samonella, shigella, compypylobacter,
yersiria, aeromonas dan sebagainya.
b) Infeksi virus : Enterovirus, (virus Echo, Coxsackie, Poliomielitis)
Adenovirus, Rofavirus, Astrovirus, Trichuris, Oxyuris, strongy loides,
Protozoa, (Entomoeba histolyfica, giardia, lamblia, Trichomonas
hominis), jamur (candida albicans).
b. Infeksi parenteral ialah diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media
akut (OMA), Tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis,
pemberian makanan perselang, gangguan metabolik dan endokrin (Diabetes,
Addison,Tirotoksikosis) serta proses infeksi virus/bakteri (disentri,
shigellosis, keracunan makanan).
2. Faktor Mal absorbs
a. Mal absorbsi karbohidrat disakarida (Intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).

b. Mal absorbsi lemak.

c. Mal absorbsi protein.

3. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis Rasa takut dan cemas.
5. Malnutrisi
6. Gangguan imunolog
D. PATOFISIOLOGI
Menurut (Haryono, 2012), mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya
gastroenteritis ialah :
1) Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik meninggi dalam rongga usus. Isi rongga usus
yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan sehingga timbul
gastroenteritis.
2) Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya
timbul gastroenteritis karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3) Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan atau air sehingga timbul gastroenteritis. Sebaliknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan,
selanjutnya timbul pula gastroenteritis.
4) Terjadinya renjatan hipovolemik harus dihindari. Kekurangan cairan akan
menyebabkan klien merasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit
menurun, serta suara menjadi serak. Gangguan biokimiawi seperti asidosis
metabolik akan menyebabkan frekuensi pernapasan lebih cepat dan dalam
(pernapasan kusmaul). Bila terjadi renjatan hipovolemik berat maka denyut nadi
cepat (lebih dari 120x/menit). Tekanan darah menurun

sampai tak terukur, klien gelisah, muka pucat, ujung – ujung ekstrimitas dingin,
kadang sianosis. Kekurangan kalium menyebabkan aritmia jantung perfusi ginjal
menurun sehingga timbul anuria, sehingga bila kekurangan cairan tak segera
diatasi dapat timbul penyakit berupa nekrosis tubulas akut. (Riyadi&
Suharsono, 2010)
E. PATHWAY GEA (Gastrotesninal)
F. KLASIFIKASI
Menurut Riyadi dan Suharsono (2010), secara klinis diare karena infeksi akut terbagi
menjadi 2 golongan :
1. Koleriform, dengan diare yang terdiri atas cairan saja.
2. Disentriform, pada diare didapatkan lendir kental dan kadang – kadang
darah. Sedangkan akibat diare dalam jangka panjang adalah :

a) Dehidrasi.

b) Asidosis metabolik.
c) Gangguan gizi akibta muntal dan berak – berak.
d) Hipoglikemi.
e) Gangguan sirkulasi darah akibat yang banyak keluar
sehingga terjadi syock. Adapun derajat dari dehidrasi adalah
:
a) Tidak ada dehidrasi bila terjadi penurunan berat badan 2,5 %.

b) Dehidrasi ringan, bila terjadi penurunan berat badan 2,5–5 %.

c) Dehidasi sedang, bila terjadi penurunan berat badan 5–10 %.

d) Dehidrasi berat, bila terjadi penurunan berat badan 10 %.

G. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala gastroenteritis akut (GEA) menurut (Riyadi& Suharsono, 2010)

a Nausea dan muntah


b Nyeri perut sampai kejang perut
c Demam
d Diare
Menurut (Nugroho, 2011), dan jika sampai terjadi dehidrasi, maka tanda dan gejala
yang muncul sesuai dengan derajat dehidrasi adalah :
a. Dehidrasi ringan
1) Turgor kulit kurang elastis, pucat.
2) Membran mukosa kering.
3) Nadi normal atau meningkat.
4) Diare < 4 kali/hari
b. Dehidrasi sedang
1) Turgor kulit jelek.
2) Membran mukosa / turun.
3) Tachycardia.
4) Ekstremitas dingin.
5) Mata cekung.
6) Diare 4-10 kali/hari
7) Hipertermia
c. Dehidrasi berat
1) Sianosis
2) Anuria
3) Kelopak mata cekung
4) Takikardi
5) Tekanan darah turun
6) Turgor kulit sangat jelek
7) Hipertermia
8) Gangguan asam basa
9) Kesadaran menurun
H. KOMPLIKASI
Menurut Haryono, 2012 komplikasi gastroenteritis atau diare adalah :

1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik atau hipertonik).

2. Renjatan hipovolemik.

3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia,


perubahan elektrokardiogram).

4. Hipoglikemia.

5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim
laktosa.

6. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.

7. Malnutrisi energen protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Riyadi& Suharsono, 2010 pemeriksaan yang dilakukan pada pasien GEA
adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan darah tepi lengkap
2. Pemeriksaan analisis gas darah, elektrolit, ureum, kreatin dan berat jenis,
plasma dan urine.

3. Pemeriksaan urine lengkap.

4. Pemeriksaan feses lengkap dan biarkan feses dari colok dubur.

5. Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi sistemik.

Menurut Riyadi& Suharsono, 2010 pemeriksaan yang dilakukan pada pasien GEA
adalah sebagai berikut :
6. Pemeriksaan darah tepi lengkap
7. Pemeriksaan analisis gas darah, elektrolit, ureum, kreatin dan berat jenis,
plasma dan urine.
8. Pemeriksaan urine lengkap.
9. Pemeriksaan feses lengkap dan biarkan feses dari colok dubur.
10. Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi sistemik.

J. PENATALAKSANAAN
Dasar penanganan gastroenteritis akut (GEA) atau diare menurut Haryono,

1. Dietik
Pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan
penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral
dan makanan yang bersih.
2. Obat – obatan

1) Obat anti diare: anti motilitas dan sekresi usus (loperamid), oktreotid
(sondostatin) sudah dicoba dengan hasil memuaskan pada diare sklerotik.

2) Obat anti diare yang mengeraskan tinja dan absorbsi zat toksik yaitu Norit
1-2 tablet diulang sesuai kebutuhan.

3) Antiemetik (metoclopramid)

4) Antispasmodik, antikolinergik (antagonis stimulus, kolinergik pada


reseptor muskarinik), contoh: papaperin.

5) Vitamin dan mineral, tergantung kebutuhan yaitu vitamin B1, asam folat.

6) Rehidrasi

Tujuan terapi rehidrasi untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara
cepat kemudian mengganti cairan yang hilang sampai diarenya berhenti dengan
cara memberikan oralit, cairan infus yaitu ringer laktat, dekstrose 5%. Dekstrosa
dalam salin, dan lain-lain. Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan
diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa.
K. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Herdman (2012), pengkajian adalah langkah pertama yang paling penting
dalam proses keperawatan. Selama langkah pengkajian dan diagnosis dari proses
keperawatan, perawat mengumpulkan data dari klien (atau keluarga, kelompok,
komunitas), proses mengumpulkan data mengolahnya menjadi informasi, dan
kemudian mengatur informasi yang bermakna dalam kategori pengetahuan, yang
dikenal sebagai diagnosis keperawatan.

Menurut Muttaqin & Kumala (2010), pengkajian klien gastroenteritis terdiri atas
pengkajian anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pengkajian diagnostik. Keluhan
utama yang lazim didapatkan adalah diare dengan peningkatan frekuensi dan feses
menjadi cair. Pengkajian riwayat dihubungkan dengan epidemologi dan penyebab
dari gastroenteritis. Faktor epidemologi merupakan pengkajian penting dalam
menentukan penyebab, rencana intervensi, dan faktor resiko yang mungkin terjadi.
Riwayat keracunan makanan akan memberikan manifestasi peradangan akut
gastrointestinal yang dapat berbahaya sehingga harus dilakukan dalam kondisi
gawat darurat untuk rehidrasi cairan. Pada pengkajian psikososial klien biasanya
mengalami kecemasan dan klien memerlukan pemenuhan informasi tentang
pendidikan kesehatan. Pengkajian menurut Haryono, 2012.

1. Identitas klien
2. Riwayat kesehatan saat ini
Awal serangan jika klien anak: cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat,
anoreksia kemudian timbul diare. Keluhan utama: feses semakin cair, muntah,
bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan
menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang,
selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan
konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah pernah menderita diare sebelumnya, karena alergi makanan atau lainnya.
4. Kebutuhan dasar

1) Pola eliminasi: akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4


kali sehari, BAK sedikit atau jarang.

2) Pola nutrisi: diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan


penurunan berat badan klien.

3) Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi


abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.

4) Pola hygiene: kebiasaan mandi setiap harinya.

5) Aktivitas: terganggu karena tubuh yang lemah dan nyeri akibat distensi
abdomen.
5. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan psikologis: keadaan umum tampak lemah, kesadarn
composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah,
pernapasan agak cepat.

2) Pemeriksaan sistematik:

a. Inspeksi: mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan


bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.

b. Auskultasi: terdengar bising usus.

c. Perkusi: adanya distensi abdomen.

d. Palpasi: turgor kulit kurang elastis.

3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk
mengetahui penyebab secara kuantitatif dan kualitatif.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) 2017 adalah sebagai berikut :
a. Hipertermia (D.1030)
b. Hipovolemia (D.0023)
c. Defisit Nutrisi (D.0019)

3. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSIS TUJUAN (SLKI) INTERVENSI (SIKI)
KEPERAWATAN
(SDKI)
1 Hipertermia Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipertermia :
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 1. Monitor suhu tubuh.
Proses penyakit jam diharapkan hipertermi 2. Sediakan lingkungan yang dingin.
inflamasi ditandai membaik, dengan kriteria 3. Longgarkan atau lepaskan
dengan. hasil : pakaian.
Minor : - 1. Menggigil menurun. 4. Basahi dan kipasi permukaan
Mayor : 2. Kulit merah menurun. tubuh.
3. Pucat menurun. 5. Berikan cairan oral.
1. S = >37,5° C
4. Suhu tubuh membaik. 6. Anjurkan tirah baring.
2. Nadi > 100 x/menit
5. Suhu kulit membaik. Kolaborasi pemberian cairan dan
3. RR > 20 x /menit
6. Tekanan darah membaik. elektrolit intravena. Regulasi
4. Teraba
Temperatur :
hangat/panas pada
1. Monitor tekanan darah, frekuensi
seluruh tubuh
pernafasan dan nadi.
5. Kulit terlihat
2. Monitor suhu tubuh anak tiap dua
kemerahan karena
jam, jika perlu.
suhu tubuhnya.
3. Monitor warna dan suhu kulit.
4. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi
yang adekuat.
5. Kolaborasi pemberan antipiretik, jika
perlu
2 Hipovolemia Setelah diberikan asuhan Manajemen Hipovolemia
Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24
1. Observasi tanda-tanda vital dan
kekurangan intake jam diharapkan Hipovolemi
gelaja hipovolemia
cairan ditandai menurun dengan kriteria hasil
2. Monitor intake dan output cairan
dengan: :
Terapeutik
Minor :- 1. Kelembaban mukosa
3. Hitung kebutuhan cairan.
Mayor : membran meningkat.
4. Berikan asupan cairan oral
1. Ketidak 2. Asupan makanan
Edukasi.
seimbangan cairan meningkat.
5. Anjurkan memperbanyak asupan
(dehidrasi) 3. Dehidrasi menurun.
cairan oral
2. Diare 4. Tekanan darah dan nadi
3. Muntah Kolaborasi
membaik.
4. mual
6. Kolaborasi pemberian cairan IV
5. Diare menurun.
isotonis (mis. NaCl, RL).
6. Hasil elektrolit
7. Kolaborasi pemberian cairan IV
(natrium, kalium dan
hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCl
clorida) meningkat
0,4% ).
8. Kolaborasi pemberian cairan koloid
3. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam,
Observasi
ketidak mampuan diharapkan status nutrisi
membaik: dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi status nutrisi
mengabsorbsi nutrisi
1. Berat badan panjang badan 2. Identifikasi alergi dan
ditandai dengan:
meningkat. intoleransi makanan
Minor:-
2. Kulit kuning menurun. 3. Identifikasi makanan yang
Mayor:
3. Sklera kuning menurun.
disukai
1. Kram abnormal 4. Membrane mukosa kuning
4. Identifikasi kebutuhan kalori
2. Sakit perut menurun.
dan jenis nutrient
3. Keengganan untuk 5. Pucat menurun.
makan 5. Identifikasi perlunya
6. Kesulitan makan menurun.
4. Berat badan 10% 7. Alergi makanan menurun. penggunaan selang nasogastrik
atau lebih dibawah 8. Pola makan membaik. 6. Monitor asupan makanan
rentang normal. 7. Monitor berat badan
5. Kerapuhan kapiler. 8. Monitor hasil pemeriksaan
6. Diare. laboratorium
7. Hiperaktif suara
usus. Terapeutik
8. Kekurangan
9. Lakukan oral hygiene
makanan.
sebelum makan, jika perlu
9. Membran mukosa
kering, 10. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
11. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
12. Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
13. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
14. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
15. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

16. Anjurkan posisi duduk, jika


mampu
17. Ajarkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi

18. Kolaborasi pemberian


medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
19. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu.

6. Implementasi Keperawatan
Tahapan pelaksanaan terdiri atas tindakan mandiri dan kolaborasi yang mencangkup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Agar
kondisi pasien cepat membaik diharapkan bekerjasama dengan keluarga pasien dalam
melakukan pelaksanaan agar tercapainya tujuan dan kriteria hasil yang sudah dibuat dalam
intervensi (Nursalam, 2016).

7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada
klien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Evaluasi dibagi menjadi dua yaitu evaluasi proses atau evaluasi formatif, dilakukan setiap
selesai melaksanakan tindakan evaluasi hasil dan sumatif dilakukan dengan membandingkan
respon klien pada tujuan yang telah ditentukan. (Afnuhazi, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi, R. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Gosyen Publishing.
Badan Pusat Statistik. 2015. Jumlah Kasus HIV/AIDS, IMS, DBD, Diare, TB, dan
Malaria Menurut Kabupaten / Kota di ProvinsiJawa Tengah. BPS.
Dermawan, 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 12. Jakarta: EGG.
Haryono. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Herdman & Shigemi. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. 2015-
2017. Jakarta: EGC.
Hutahean, 2010. Buku panduan Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Mansjoer, et al. 2012. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI:
Media Aescullapius.
Muttaqin dan Kumala. 2010. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho, T. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam.
Yogyakarta: NuhaMedika.
Nurarif dan Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis Dan NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 1.Yogyakarta:
Mediaction.
Pearce, Evelyn C. 2011. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
PPNI (2017). Standar Diagnosa keperawatan : Defisi dan Indikator Diagnostik.
Edisi 1. Jakarta. DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : DPP PPI
Riyadi dan Suharsono. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Simadibrata, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publising.
http://www.kalbemed.com diakses pada tanggal 22 November 2021.
Smeltzer, C& Bare. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan
Suddart. Alih bahasa Agung Waluyo, Edisi 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai