Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

GASTROENTRITIS (GEA)

(Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Pencapaian Stase Keperawatan Medikal Bedah
Program Profesi Ners Institut Kesehatan Immanuel Bandung)

Disusun Oleh :

Kenny Aldrin Samallo

1490122075

PENDIDIKAN PROFESI NERS XXIX

INSTITUT KESEHATAN IMMANUEL

BANDUNG

2022
A. Pengertian
Gastroenteristis adalah peradangan pada lambung, usus kecil dan usus
besar dengan berbagai kondisi patologis dari salura gastrointestinal dengan
manifestasi diare, dengan atau tanpa disertai muntah, serta ketidaknyamanan
abdomen (Muttaqin, 2011).
Gastroentristis adalah muntah dan diare akibat infeksi atau peradangan
pada dinding saluran dinding pencernaan, terutama lambung dan usus.
Dimasyarakat luas, gastroenteristis lebih dikenal dengan istilah muntaber
(Nurarif & Kusuma, 2015).
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan berbahaya bentuk tinja
dengan intensitas buang air besar secara berlebihan lebih dari 3 kali dalam kurun
waktu satu hari (Prawati & Haqi, 2019). Diare adalah kondisi dimana seseorang
buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja
dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari
(Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2011).
B. Anatomi Fisiologi

1
sistem pencernaan / sistem gastrointestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi kedalam
aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau
merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut,
tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum,
anus. Sistem pencernaan dan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar
saluran pencernaan yaitu: pankreas, hati dan kandung empedu.
1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air
pada manusia. Mulut biasanya terletak dikepala dan umumnya merupakan
bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir dianus. Mulut
merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut
dilapisi oleh slaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang
terdapat permukaan lidah. Pengecap relatif sederhana, terdiri dari manis,
asam, asin dan juga pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di
hidung dan juga lebih rumit. Terdiri dari berbagai macam bau. Makanan
dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan dikunyah oleh gigi belakang
(molar, geraham), menjadi bgain-bagian kecil yang lebih mudah dicerna.
Ludah dari kelenjar lidah akanmembungkus bagian-bagian dari makanan
tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah
juga mengandung antiodi dan enzim (misalnya lisozim), yang mencegah
protein dan juga menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai
secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
2. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut kedalam lambung. Makanan
berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik.

2
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Esofagus
dibagi menjadi menjadi tiga bagian :
a) Bagian superior (sebagian besar adalah otot langka).
b) Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus).
c) Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
3. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan juga berbentuk seperti
kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu :
a) Kardia.
b) Fundus.
c) Antrum.

Makanan masuk kedalam lambung dari kerongkongan melalui otot


berbentuk cincin (sfinter). Yang bisa membuka dan menutup kembali isi
lambung kedalam kerongkongan. Lambung berungsi sebagai gudang
makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan
dengan enzim-enzim. Sel-sel melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting:

a) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan
kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
b) Asam Klorida (HCl)

Asam klorida menciptakan suasana yang sanat asam, yang


diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung
yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan
cara membunuh bakteri.

c) Prekusos Pepsin (Enzim yang memecah protein)


4. Usus Halus (usus kecil)

3
Usus halus/usus kecil adala bagian dari saluran pencernaan yang
terletak diantara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap kehati melalui vena porta.
Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan vena porta.
Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding
usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan
juga lemak. Lapisan usus halus meliputi, lapisan mukosa (Sebelah kanan),
lapisan otot melingkar (Mesikuler), lapisan otot memanjang (M longitudinal)
dan lapisan serosa (Sebelah luar). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu
susu dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejenum) dan usus penyerapan
(ileum). Villi usus halus terdiri dari pipa berotot (<6 cm), pencernaan secara
kimiawi, penyerapan makanan. Terbagi /usus 12 jari (duodenum), usus
tengah (jejenum), usus penyerapan (ileum).

a) Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus
yang terletak setelah lambung dan juga menghubungkannya ke usus
kosong (jejenum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian
terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di
ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal,
yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua
belas jari yang terdapat dua muara saluran yaitu dari sembilan. Pada
usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan
kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum
digitorium, yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan makanan
kedalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian
pertama dari usus halus. Makanan masuk kedalam duodenum melalui
sfinger pylorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus, jika

4
penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.

b) Usus Kosong (Jejenum)

Usus kosong atau jejenum (terkadang sering ditulis yeyunum)


adalah bagian dari usus halus, diantara usus dua belas jari (duodenum)
dan juga ususu penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang
seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bgaian usus
kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh
dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa memban
mukus dan juga terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan
dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari,
yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara histologis pula dapat
dibedakan dengan usus penyerapan, yaiu sedikitnya selgoblet dan plak
penyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus
penyerapan secara makrospis.

c) Usus Penyerapan (Ileum)

Usus penyerapan / ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.


Pada sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4m
dan terletak setelah duodenum dan juga jejenum, dan dilanjutkan oleh
usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa)
dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan juga garam-garam empedu.

5. Usus Besar (Kolon)

Usus besar/ kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus
buntu dan rektum. Fungsi utama dari organ ini adalah meyerap air dari fese.
Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon
desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rectum). Banyaknya

5
bakteri yang terdapat didalam usus besar berfungsi mencerna makanan
beberapa bahan dan juga membantu penyerapan zat zat gizi. Bakteri didalam
usus besar juga berfungsi membuat zat-zat oenting, seperti vitamin K.
bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya
lendir dan air dan terjadilah diare.

6. Usus Buntu (Sekum)

Susu buntu / sekum (Bahasa Latin : caecus, “buta”) dalam istilah


anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta
bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia,
burung, dan juga beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki
sekum yang besar, sedangkan karnivora ekslusif memiliki yang kecil, yang
sebagian/seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

7. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing/apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.


Infeksi pada organ ini disebut apendisitis / radang umbai cacing. Apendisitis
yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah
didalam rongga abdomen / perionitis (Infeksi rongga abdomen). Dalam
anatomi manusia, umbai cacing adalah ujung buntu tabung yang
menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada
tahap embrio. Dalam orang dewasa, umbai cacing berukuran sekitar 10 cm
tetapi bisa bervariasi dari 2samapi 20 cm. walaupun lokasi apendiks selalu
tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda-beda
direktrocaecal/dipinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organvestigial
(sisihan), sebagian yanglain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi

6
dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai
appendiktomi.

8. Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari usus besar (setelah
kolon sigmoid) dan berakhir dianus. Organ ini berfungsi sebagai empat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpang ditempat yang lebih tinggi, yaitu kolon desendens. Jika kolon
desendes penuh dan juga tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum
karena penumpukan material didalam rectum akan memicu sistem saraf
yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak
terjadi, seringkali material akan kembali ke usus besar, dimana penyerapan
air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang
lama, konstipasi dan pengerasa feses akan terjadi. Orang dewasa dana anak
yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih
muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk
menunda BAB. Anus merupakan lubang diujung saluran pencernaan,
dimana bahan limba kembali keluar dari tubuh. Sebagian besar anus
terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan juga sebagian lainnya dari usus.
Pembukaan dan juga penutupan anus diatur oleh otot spinter, feses dibuang
dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan
fungsi utama anus.

C. Etiologi

Menurut Arif Muttaqin (2011) dan Suriadi (2010), penyebab dari


gastroenteristis sangat beragam, antara lain, sebagai berikut :

1) Faktor Infeksi :

7
a. Infeksi berbagai macam bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi
makanan maupun air minum (enteropathogenic, escherichia coli,
salmonella, shigella, V.Cholera dan clostridium).
b. Infeksi berbagai macam virus : enterovirus , echoviruses, adenovirus,
dan rotavirus. Penyebab diare terbanyak pada anak adalah virus
Rotavirus.
c. Jamur : Candida.
d. Parasit (giardia clambia, amebiasis, crytosporidium dan cyclospora)
2) Faktor non infeksi / bukan infeksi :
a. Alergi makanan, misalkan susu, protein.
b. Gangguan metabolik atau malabsorbsi : penyakit
c. Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan
d. Obat-obatan : antibiotik, Laksatif, Quinidine, Kolinergik, dan Sorbital.
e. Penyakit usus : colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis
f. Emosional atau stress
g. Obstruksi Usus.
D. Manifestasi Klinis

Menurut Sodikin (2011), beberapa tanda dan gejala yang terjadi pada kasus
gastroenteristis, antara lain :

1) Bayi atau anak menjadi cengeng, rewel gelisah


2) Suhu badan meningkat
3) Nafsu makan berkurang atau tidak ada
4) Timbul diare
5) Feses makin cair, mungkin mengandung darah atau kendir
6) Warna feses berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
7) Muntah baik sebelum maupun sesudah diare

8
8) Terdapat gejala dan tanda dehidrasi : ubun-ubun besar cekung pada bayi,
tonus otot dan turgor kulit berkurang, selaput lendir pada mulut dan bibir
terlihat kering
9) Berat badan menurut, pucat, lemah.
E. Komplikasi

Menurut Wijayaningsih (2013) beberapa komplikasi diare, diantaranya :

1) Dehidrasi akibat kekurangan cairan dan elektrolit yang dibagi menjadi :


Dehidrasi ringan, apabila terjadi kehilangan cairan <5% BB
Dehidrasi sedang, apabila terjadi kehilangan cairan 5-10% BB
Dehidrasi berat, apabila terjadi kehilangan cairan <10-15% BB
2) Renjatan hipovolemik akibat menurunnya volume darah dan apabila
penurunan volume darah mencapai 15-25% maka akan menyebabkan
penurunan tekanan darah.
3) Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan pada elektro kardiagram).
4) Intoleranso laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa, usus halus.
5) Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
6) Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan
F. Patofisiologi
Gastroenteristis bisa disebabkan oleh 4 hal, yaitu faktor infeksi (bakteri,
virus, parasit), faktor malabsorbsi, faktor makanan atau minuman yang
terkontaminasi dan tertelan masuk ke dalam saluran pencernaan. Sistem
pertahanan tubuh di lambung yaitu asam lambung, dapat membunuh bakteri yang
masuk ke dalam lambung, namun apabila jumlah bakteri terlalu banyak, maka
dapat lolos dan masuk ke duodenum kemudian berkembang biak. Pada
kebanyakan kasus gastroenteristis, organ tubuh yang diserang adalah usus.

9
Bakteri di dalam usus akan memproduksi enzim yang dapat mencairkan lapisan
lendir permukaan usus, sehingga bakteri dapat masuk kedalam membran epitel,
dan akan mengeluarkan toksin yang dapat merangsang sekresi cairan-cairan usus
dibagian villi dan menghambat absorbsi cairan. Akibatnya volume cairan di
dalam lumen usus meningkat yang mengakibatkan dinding usus menggembung
dan tegang, dan akan terjadi hipemotilitas untuk menylurkan cairan di usus besar.
Apabila jumlah cairan tersebut melebihi kapasistas absorbsi usus maka akan
terjadi diare (Ngastiyah, 2011).
Diare yang disebabkan malabsorbsi makanan oleh usus terjadi karena
peningkatan tekanan osmotik di dalam rongga usus. Peningkatan tekanan
osmotik terjadi karena makanan atau zat di usus yang tidak dapat diserap.
Sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga
usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga
terjadi diare (Ngastiyah, 2011).
Makanan beracun juga dapat menyebabkan diare apabila terletan. Makanan
beracun di dalam usus akan menyebabkan iritasi mukosa usus dan
mengakibatkan hiperperistaltik, sehingga terjadi penurunan absorbsi usus, dan
timbul diare. Peristaltik yang menurun juga dapat menyebabkan diare karena
bakteri tumbuh berlebihan (Ngastiyah, 2011).
Adanya iritasi mukosa usus dan peningkatan volume cairan di lumen usus
menyebabkan nyeri pada abdomen. Selain itu, nyeri abdomen atau kram juga
timbul karena metabolism karbohidrat oleh bakteri di usus yang menghasilkan
gas H2 dan CO2 yang juga akan menimbulkan kembung dan flatus berlebihan.
Biasanya pada keadaan ini juga timbul keluhan mual muntal dan nafsu makan
menurun. Hal ini dikarenakan terjadinya ketidakseimbangan asam-basa dan
elektrolit (Ngastiyah, 2011).
Kehilangan cairan dan elektolit yang berlebihan akan menyebabkan
dehidrasi, yang ditandai dengan penurunan berat badan, turgor kulit berkurang,
mata cekung, mukosa bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Tubuh yang

10
kehilangan cairan dan elektrolit berlebihan, terjadi penurunan volume cairan
ekstrasel dan intrasel dan juga mengalami penurunan Na, K dan ion karbonat.
Maka volume darah juga akan berkurang. Tubuh akan mengalami gangguan
sirkulasi, perfusi jaringan terganggu dan akhirnya dapat menyebabkan syok
hipovolemik dengan gejala denyut jantung meningkat, nadi cepat dan lemah,
penurunan tekanan darah, dan penuruna kesadaran. Akibat lain dari kehilangan
cairan tubuh yang berlebihan adalah terjadinya asidosis metabolik dimana pasien
akan pucat dan pernapasan menjadi cepat dan dalam, (Ngastiyah, 2011).
Faktor psikologis juga dapat menyebabkan diare. Kondisi psikologis seperti
stress, marah dan takut dapat merangsang kelenjar adrenalin di bawah
pengendalian sistem persarafan simpatis untuk merangsang pengeluaran horman
yang bekerja mengatur metabolisme tubuh. Sehingga bila terjadi stress maka
metabolisme meningkat dalam bentuk pengingkatan motilitas usus (Ngastiyah,
2011).

11
G. Pathway

12
H. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Nurarif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang pada diagnos


medis diare adalah :

1. Pemeriksaan darah tepi lengkap


2. Pemeriksaan urine lengkap
3. Pemeriksaan tinja lengkap dan biakan tinja dari colok dubur
4. Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi
sistemik
5. Pemeriksaan sediaan darah malaria serta serologi helicobacter jejuni sangat
dianjurkan
6. Duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif
dan kualitatif tentang pada diare kronik
7. Pemeriksaan darah 5 darah perifer lengkap. Analisis gas darah (GDA) &
elektrolit (Na.K, Ca, dan P serum yang diare disertai kejang)
8. Pemeriksaan tinja
9. Pemeriksaan analisa gas darah
10. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui fatal ginjal
11. Pemeriksaan serum elektrolit terutama kadar natrium, kalium , calsium, dan
fosfor ( terutama pada penderita diare yang disertai kejang)
12. Pemeriksaan kadar glukosa darah bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia
I. Penatalaksanaan Medis

Menurut Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan penyebab


lingkungan (2011) program lima langkah tuntaska diare yaitu :

1. Rehidrasi Menggunakan Oralit osmolalitas rendah


Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida
(NaCl). Kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa
anhidrat. Oralit diberikan untuk mebgganti cairan dan elektrolit dalam tubuh

13
yang terbuang saat diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah
dehidrasi, air minum tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan
untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga lebih
diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam
oralit dapat ddiserao dengan baik oleh usus penderita diare.

Sejak tahun 2004, WHO/UNICEF merekomendasikan oralit dengan


osmolaritas rendah, berdasarkan penelitian dengan oralit osmoralitas rendah
diberikan penderita diare akan :

a) Mengurangi volume tinja hingga 25%


b) Mengurangi mual muntah hingga 30%
c) Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena
sampai 33%
Aturan pemberian oralit menurut banyaknya cairan yang hilang,
derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan :
a) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%
1) Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
2) Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
3) Umur diatas 5 tahun : 1 – 1 ½ gelas setiap kali anak mencret
b) Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5% - 5% dosis
oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75ml/kgbb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi
c) Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10% penderita
diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke puskesmas.
Untuk anak dibawah uasia 2 tahun cairan harus diberikan dengan
sendok dengan cara setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol
tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung
dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit

14
kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3
menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti.

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut


Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk
kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun
dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare. Untuk menggantikan zinc
yang hilang selama diare, anak dapat diberikan zinc yang akan membantu
penyembuhan diare serta menjaga agar anak tetap sehat. Zinc merupakan
salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatn dan pertumbuhan
anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar ketika
anak mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang hilang selama diare,
anak dapat diberikan zinc yang akan membantu penyembuhan diare serta
menjaga agar anak tetap sehat.

Obat zinc merupakan tablet dispersibel yang larut dalam waktu


sekitar 3 detik. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut dengan dosis
sebagai berikut :

1) Balita umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) / hari


2) Balita umur ≥ 6 bulan : 1 tablet (20 mg)/ hari
3. Pemberian Makan
Memberikan makanan selama diare kepada balita (usia 6 bulan ke
atas) penderita diare akan membantu anak tetap kuat dan tumbuh serta
mencegah berkurangnya berat badan. Sering sekali balota yang terkena diare
menyebabkan anak kurang gizi. Bila anak kurang gizi akan meningkatkan
resiko anak terkena diare kembali. Oleh karena perlu diperhatikan :
a) Bagi ibu yang menyusui bayinya, dukung ibu agar tetap menyusui
bahkan meningkatkan pemberian ASI selama diare dan selama masa
penyembuhan (bayi 0 – 24 bulan atau lebih)

15
b) Dukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi berusia 0-6
bulan. Jika bayinya sudah diberikan makanan lain atau susu formula
berikan konseling kepada ibu agar kembali menyusui eksklusif.
Dengan menyusui lebih sering maka produksi ASI akan meningkat dan
diberikan kepada bayi untuk mempercepat kesembuhan karena ASI
memiliki antibodi yg penting untuk meningkatkan kekebalan tubuh
bayi
c) Anak berusia 6 bulan ke atas, tingkatkan pemberian makan. Makanan
pendamping ASI (MP ASI) sesuai umur pada bayi 6 – 24 bulan dan
sejak balita berusia 1 tahun sudah dapat diberikan makanan keluarga
secara bertahap.
d) Setelah diare berhenti pemberian makan ekstra diteruskan selama 2
minggu untuk mebantu pemulihan berat badan anak.
4. Antibodi
Selektif antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare
berdarah atau diare karena kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain.
Efek samping dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional adalah
timbulnya gangguan fungsi ginjal, hati dan diare yang disebebkan oleh
antibiotik.

5. Nastihat kepada orang tua pengasuh


Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara
pemberian oralit, zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera
membawa anak ke pertugas kesehatan jika anak :

a) Buang air besar cair lebih sering


b) Muntah berulang-ulang
c) Mengalami rasa haus yang nyata
d) Makan atau minum sedikit
e) Demam

16
f) Tinjanya berdarah
g) Tidak membaik dalam 3 hari

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran dalam


memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.
Pengkajian yang lengkap, dan sistematis sesuai dengan fakta atau kondisi
yang ada pada klien sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosa
keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
respon individu (olfah & ghofur, 2016)

a. Anamnesa
1) Identitas penderita meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku banga,
nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2) Keluhan utama menggambarkan alasan seseorang masuk rumah
sakit. Pada umumnya keluhan utamanya yakni BAB lebih dari 3
kali sehari, konsistensi encer, mual muntah, perut sakit. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan :
a) Provoking incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b) Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region : radiation, relief : apakh rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi.

17
d) Severity (scale) of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien. Bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari.

3) Riwayat kesehatan

a) Riwayat kesehatan sekarang


biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama
frekuensi BAB meningkat dengan bentuk dan konsistensi yang
lain dari biasanya dapat cair dan berlendir berdarah dan dapat
pula disertai gejala lain panas, muntah, anoreksia, nausea,
vomiting.

b) Riwayat kesehatan dahulu


Jika disebebkan infeksi parental (infeksi) diluar alat
pencernaan, OMA infeksi

c) Riwayat kesehatan keluarga


Ada pasien yang menderita alergi makanan ( diare yang
disebebkan adalah alergi terhadap makanan)
d) ADL
Nutrisi : Terjadi anoreksia, mual, muntah
Eleminasi : BAB lebih dari 4X (bayi)/BAB lebih dari 3x (anak)
dapat cair, lendir, berdarah, BAK frekuensi menurun
Personal hygiene : Iritasi pada sekitar usus
Aktivitas : Lemas dan mengantuk
Istirahat tidur : Bisa terganggu bisa tidak

18
e) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Keadaan dehidrasi ringan, keadaan
compos mentis keadaan lebih dari lanjut, apatis, somnolen,
koma.

1. Sistem kardiovaskuler : Peningkatan jantung, nadi, TD


menurun, nadi kecil dan cepat serta meningkat suhu tubuh.
2. Sistem RR : Pernafasan cepat, dalam dan teratur
3. Sistem Pencernaan : peningkatan frekuensi BAB dan
peningkatan peristaltik usus, kembung, distersi abdomen,
tympani.
4. Sistem Perkemihan : Produksi urine menurun (oliguri –
anuri )
5. Sistem Integumen : Turgor menurun, panas, pucat, kapiler
refill melambat, warna kemerahan/ lecet (terutama sekitar
anus)
6. Sistem muskuloskeletal : Kejang bila panas meningkat,
pada hypoglikemi tremor/getar, hipokalemi, distensi
abdomen.

19
2. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1 DS : Pasien mengatakan sesak Ketidakseimbangan Gangguan
Napas ventilasi – perfusi pertukaran gas
DO : Takikardia, (D.0003)
penurunan/peningkatan PCO2,
bunyi napas tambah gelisah
2 DS : Pasien mengeluh sering Proses infeksi Diare (D.0020)
BAB kecemasan terpapar
DO : defekasi lebih dari 3 kali kontaminan
dalam 24 jam, feses lembek
atau cair
3 DS : - Kehilangan cairan Hipovolemia
DO : Freskuensi nadi aktif kekurangan (D.0023)
meningkat, turgor kulit intake cairan
menurun, nadi teraba lemah,
volume urine menurun
4 DS : - Perubahan sirkulasi Gangguan
DO : kerusakan jaringan dan penurunan mobilitas integritas
lapisan kulit, muncul tanda faktor mekanis kulit(D0129)
infeksi (gesekan)
5 DS : pasien mengatakan nyeri Ketidakmampuan Defisit nutrisi
abdoemn, nafsu makan mengabsorpsi (D.0019)
menurun nutrient
DO: bising usus hiperaktif, otot
pengunyah lemah, membran
mukosa pucat, sariawan, diare
6 DS : merasa bingung, khawatir Terpapar bahaya Ansietas (D.0080)
terhadap kondisi yang dihadapi lingkungan
DO : tampak gelisah, tegang (polutan,kontaminan)
7 DS : pasien mengatakan tidak Kekurangan volume Resiko
nafsu makan minum cairan hipovolemia
DO : mukosa bibir kering (D.0034)

20
3. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Gangguan Gangguan pertukaran gas B/D Ketidakseimbangan
ventilasi – perfusi ditandai dengan Takikardia, penurunan / peningkatan
PCO2, bunyi napas tambahan, gelisah (D.0003)
b. Diare B/D Proses infeksi; Kecemasan; Terpapar kontaminan ditandai
dengan Defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam, feses lembek atau cair
(D.0020)
c. Hipovolemia B/D Kehilangan cairan aktif; Kekurangan intake cairan
ditandai dengan frekuensi nadi meningkat, turgor kulit menurun, nadi
teraba lemah, volume urin menurun (D.0023)
d. Gangguan integritas kulit B/D Perubahan sirkulasi; Penurunan
mobilitas; Faktor mekanis (gesekan) ditandai dengan Kerusakan
jaringan dan lapisan kulit, muncul tanda infeksi (D.0129)
e. Defisit nutrsi B/D Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient ditandai
dengan keluhan nyeri abdomen, nafsu makan menurun, bising usus
hiperaktif, otot pengunyah lemah, membran mukosa pucat, sariawan,
diare (D.0019)
f. Ansietas B/D terpapar bahaya lingkungan (polutan, kontaminan)
ditandai dengan merasa bingung, khawatir terhadap kondisi yang
dihadapi, tampak gelisah, tegang (D.0080)
g. Resiko hipovolemia ditandain dengan kekurangan volume cairan,
mukosa bibir kering (D.0034)

21
4. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan Intervensi
1 Gangguan Setelah diberikan intervensi selama 1 Pemantauan respirasi (I.01014) Observasi:
pertukaran gas x 24 jam maka diharapkan pertukaran 1. Monitor frekuensi,irama,dan kedalaman upaya nafas
(D.0003) gas pasien meningkat dengan kriteria 2. Monitor pola nafas
hasil : 3. Monitor saturasi oksigen 4. Monitor nilai analisa gas darah
(L.01003) Terapeutik:
1. Pola nafas membaik 1. Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi :
2. Warna kulit membaik 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2.
3. Sianosis membaik Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
4. Takikardia membaik Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian obat.

22
2 Diare (D.0020) Setelah diberikan intervensi selama 1 Manajemen diare (I.03101)
x 24 jam maka diharapkan eliminasi Observasi
fekal membaik membaik dengan 1. Identifikasi penyebab diare
kriteria hasil : (L.04033) 2. Identifikasi riwayat pemberian makanan
1. Keluhan BAB cair menurun 3. Monitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja
2. Distensi abdomen menurun 4. Monitor tanda dan gejala hipovolemia
5. Monitor jumlah pengeluaran diare

3. Konsistensi feses membaik Terapeutik


4. Frekuensi defekasi membaik 1. Berikan asupan makanan oral (mis. larutan garam gula, oralit))
5. Peristaltik usus membaik 2. Pasang jalur inravena
3. Berikan cairan intravena
4. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit
5. Ambil sampel feses untuk kultur, jika perlu Edukasi
1. Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap
2. Anjurkan menghindari makanan pembentuk gas, pedas, dan mengandung
laktosa
3. Anjurkan melanjutkan pemberian ASI Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat antimotilitas (mis.
loperamide,
difenoksilat)
2. Kolaborasi obat pengeras feses (mis. atapulgit, smektil, kaolin pektin)

23
3 Hipovolemia Setelah diberikan intervensi selama 1 Manajemen syok hipovolemik (I.02050) Observasi:
(D.0023) x 24 jam maka diharapkan status 1. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
cairan klien dapat membaik, dengan napas, TD dan MAP).
kriteria hasil: (L.03028) 2. Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
1. Kekuatan nadi meningkat. 3. Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit dan CRT).
2. Turgor kulit meningkat.

3. Output urine meningkat. 4. Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil.


4. Membran mukosa membaik. Terapeutik:
5. Oliguria membaik. 1. Pertahankan jalan napas paten.
6. Intake cairan membaik. 2. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%.
7. Suhu tubuh membaik. 3. Berikan posisi syok (modified trendelerberg).
4. Pasang jalur IV berukuran besar (misalnya, nomer 14 atau 16).
5. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine.
6. Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi lambung.
7. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit.
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 1-2 L pada dewasa.
2. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20 mL/kgBB pada anak.
3. Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu.

24
4 Gangguan Setelah diberikan intervensi selama 1 Perawatan integritas kulit (I.11353)
integritas kulit x 24 jam maka diharapkan Observasi
(D.0129) sintegritas kulit dan jaringan 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
meningkat dengan Terapeutik
kriteria hasil : (L.14125) 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
1. Elastisitas meningkat 2. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
2. Kerusakan jaringan menurun 3. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
3. Tanda infeksi menurun 4. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
4. Suhu kulit membaik

Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan sayur dan buah
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem

25
5 Defisit nutrisi Setelah diberikan intervensi selama 1 Manajemen nutrisi (I.03119)
(D.0019) x 24 jam maka diharapkan status Observasi
nutrisi membaik dengan kriteria hasil 1. Identifikasi status nutrisi
: 2. dentifikasi alergi dan intoleransi makanan
(L.03030) 3. Identifikasi makanan yang disukai
1. Nafsu makan membaik 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
2. Berat badan membaik 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
3. Bising usus dalam rentang 6. Monitor asupan makanan
normal 7. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
4. Nyeri abdomen menurun Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
3. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
4. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
5. Berikan suplemen makanan, jika perlu Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda nyeri,
antimetik), jika perlu
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

26
6 Ansietas (D.0080) Setelah diberikan intervensi selama 1 Reduksi ansietas (I.09314)
x 24 jam maka diharapkan tingkat Observasi
ansietas menurun dengan kriteria 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
hasil : (L.09093) 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
1. Verbalisasi kebingungan 3. Monitor tanda ansietas
menurun Terapeutik
2. Verbalisasi khawatir 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan percaya
menurun 2. Pahami situasi yang membuat ansietas
3. Perilaku gelisah menurun 3. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
4. Perilaku tegang menurun 4. Motivasi mengidentifikasi suasana yang memicu kecemasan Edukasi
5. Pola tidur membaik 1. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepasi
2. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi kecemasan
3. Latih teknik relaksasi
4. Anjurkan keluarga untuk tetap menemani pasien
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

7 Resiko Setelah diberikan intervensi selama 1 Manajemen hipovolemia (I.03116) Observasi


hipovolemia x 24 jam maka

27
(D.0034) diharapkan status cairan membaik 1. Periksa tanda gejala hipovolemia
dengan kriteria hasil : (L.03028) 2. Monitor intake dan output cairan Terapeutik
1. Kekuatan nadi meningkat 1. Hitung kebutuhan cairan
2. Turgor kulit membaik 2. Berikan posisi modified trendelenburg
3. Output urine meningkat 3. Berikan asupan cairan oral
4. Perasaan lemah menurun Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
2. Anjurkan menghidarai perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. NaCl 0,4%, glukosa
2,5%)
3. Kolaborasi pemberian produk darah

28
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. (2011).


Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Balita. Jakarta
Ngastiyah, 2011. Perawatan Anak Sakit. Edisi II. Jakarta: EGC
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC NOC. Yogyakarta. Mediaction
PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestinal dan


Hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika

Wijayaningsih Kartika Sari. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: Tim.


Yustiana Olfah, APP., M.Kes & Abdul Ghofur, S.Kp, M. K. (2016). Dokumentasi
Keperawatan. Jakarta.

29

Anda mungkin juga menyukai