Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PROLONG FEVER

DISUSUN OLEH
LILIH HERLIA SANUSI
NIM : 210514035

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ABDI NUSANTARA


2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
PROLONG FEVER
1. Pengertian
A. Demam (pireksia) adalah keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat peningkatan
pusat pengatur suhu dihipotalamus yang dipengaruhi oleh IL 1. Pengaturan suhu pada
keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan
panas.
Demam adalah kenaikan suhu tubuh yang diakibatkan oleh kenaikan titik ambang
regulasi panas hipotalamus. Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan noninfeksi
berinteraksi dengan mekanisme pertahanan tubuh hospes dan pada akhirnya terbentuk
pirogen endogen yang kemudian terjadi produksi prostaglandin E2 (PGE2), dan secara
langsung mengubah titik ambang suhu hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas
dan konservasi panas.
Dalam protokol Kaiser Permanente Appointment and Advice Call Center tahun 2000,
disebut demam pada anak jika pengukuran suhu di rektal > 38oC, dan aksila di
atas

37,5oC. Sedangkan demam tinggi adalah bila suhu tubuh > 39,5oC, dan hiperpireksia
jika suhu > 41,1oC.
Beberapa tipe demam yang mungkin kita jumpai, antara lain:

➢ Demam Septik: pada demam ini suhu tubuh berangsur naik ke tingkat yang
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang tinggi sekali
pada malam hari dan turun kembali ke tingkat diatas normal pada pagi hari .
Sering disertai dengan kelihan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang
tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan demam hektik.
➢ Demam Remiten: Pada tipe ini suhu tubuh dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat
dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada
demam septik.
➢ Demam Intermiten: Pada tipe ini, suhu badan turun ke tingkat yang normal
selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua
hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua
serangan demam disebut kuartana.
➢ Demam Kontinyu : Pada tipe ini variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih
dari satu derajat. Pada tangka demam yang terus menerus tinggi sekali disebut
hiperpireksia.
➢ Demam Siklik :Pada tipe ini terjadi kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari
yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian
diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

Demam pada anak dapat digolongkan menjadi:

1. Demam singkat dan tanda-tanda yang mengumpul pada satu tempat sehingga
diagnosis dapat ditegakkan melalui riwayat klinis dan pemeriksaan fisik, dengan
atau tanpa uji laboratorium.
2. Demam tanpa tanda-tanda yang mengumpul pada satu tempat, sehingga riwayat
dan pemeriksaan fisik tidak memberi kesan diagnostik tetapi uji laboratorium
dapat menegakkan etiologi.
3. Demam yang tidak diketahui sebabnya.

B. Demam Tanpa penyebab yang jelas ( Fever of Unknown Origin/FUO)

Demam tanpa kausa jelas (FUO) adalah keadaan temperatur tubuh minimal 37,8 –
38oC, terus-menerus untuk periode waktu paling sedikit selama 3 minggu, tanpa
diketahui sebabnya setelah dilakukan pemeriksaan medis lengkap. Suatu keadaan
dimana seorang pasien mengalami demam terus menerus selama 3 minggu
dengan suhu badan diatas 38,3 C dan tetap belum ditemukan penyebabnya
walaupun telah diteliti selama satu minggu secara intensif dengan menggunakan
sarana laboratorium dan penunjang medis lainnya. Penyebab FUO, sesuai golongan
penyakitnya antara lain : infeksi (40%), neoplasma (20%), penyakit kolagen (20%),
penyakit lain (10%) dan yang tidak diketahui penyebabnya (10%). FUO dapat
dibagi dalam 4 kelompok:

1. FUO klasik : adalah demam untuk lebih dari 3 minggu dimana telah diusahakan
diagnostik non invasif maupun invasive selama satu minggu tanpa hasil yang
dapat menetapkan penyebab demam.
2. FUO nosokomial : penderita yang pada permulaan dirawat tanpa infeksi di
rumah sakit dan kemudian menderita demam > 38,3C dan sudah diperiksa
secara intensif untuk menentukan penyebab demam tanpa hasil yang jelas.
Pada FUO klasik, terdapat lima kategori :
- Infeksi (contoh : abses, endokarditis, tuberkulosis, dan komplikasi ISK)
- Neoplasma (contoh : limfoma, leukemia)
- Penyakit jaringan ikat (contoh : artritis temporal, polimialgia
rheumatika, sistemik lupus eritematosus, dan arthritis rheumatoid)
- Lain-lain : kondisi granulomatosis
- Kondisi yang tak terdiagnosis
3. FUO neutropenik : penderita yang memiliki hitung jenis neutrophil <500 ul
dengan demam > 38,3 C dan sudah diusahakan pemeriksaan intensif selama 3
hari tanpa hasil yang jelas.
4. FUO HIV : penderita HIV yang menderita demam > 38,3 C selama 4 minggu
pada rawat jalan tanpa dapat menentukan penyebabnya atau penderita yang dirawat
di RS yang mengalami demam >3 hari dan telah dilakukan pemeriksaan tanpa hasil
yang jelas.

FUO dapat digunakan pada anak dengan :


1. Riwayat demam lama yang lebih dari satu minggu (2-3 minggu
untuk remaja
2. Demam tercatat selama perawatan di rumah sakit
3. Tidak ada diagnosis yang jelas satu minggu sesudah pemeriksaan
dimulai, pada penderita rawat-inap atau rawat-jalan.

Menurut Petersdorf dan Beeson yang disebut FUO ialah:


1. Suhu melebihi 38.3°C pada beberapa saat
2. Durasi penyakit lebih dari 3 minggu
3. Gagal mencapai diagnosis walaupun sudah dipantau
selama 1 minggu perawatan di rumah sakit

2. Patofisiologi Demam

Peningkatan suhu dalam tubuh dapat terjadi akibat beberapa hal yaitu:
1) Ketika suhu set point meningkat misalnya saat infeksi yang merupakan penyebab utama
demam.
2) Ketika terjadi produksi panas metabolik misalnya pada hipertiroid.
3) Ketika asupan panas melebihi kemampuan pelepasan panas misalnya pada
hiperpireksia maligna akibat anastesia, ruang kerja yang sangat panas dan sauna.
4) Ketika ada gangguan pelepasan panas misalnya displasia ektodermal.
5) Kombinasi dari bebrapa faktor.
Apabila bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat dalam jaringan atau di dalam
darah, keduanya akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag jaringan dan limfosit
pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri
dan melepaskan zat IL-1 yang disebut juga leukosit pirogen atau pirogen endogen ke
dalam cairan tubuh. IL-1 saat mencapai hipotalamus, segera mengaktifkan proses yang
menimbulkan demam, kadang- kadang meningkatkan suhu tubuh dalam jumlah yang jelas
terlihat dalam waktu 8-10 menit. Sedikitnya sepersepuluh juta gram endotoksin
lipopolisakarida dari bakteri, bekerja dengan cara ini bersama-sama dengan leukosit
darah, makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh, dapat menyebabkan demam. Jumlah IL-
1 yang dibentuk sebagai respon terhadap lipopolisakarida untuk menyebabkan demam
hanya beberapa nanogram.
Beberapa percobaan telah menunjukan bahwa IL-1 menyebabkan demam, pertama-
tama dengan menginduksi pembentukan salah satu prostaglandin, terutama prostaglandin
E2 atau zat yang mirip, dan selanjutnya bekerja di hipotalamus untuk menyababkan reaksi
demam. Saat terjadi infeksi demam merupakan respon yang dibutuhkan untuk
memfasilitasi penyembuhan melalui peningkatan kerja sistem imun dan menghambat
replikasi mikroorganisme, oleh karena itu secara ilmiah demam dapat disebut sebagai
respon homeostatik
3. Etiologi

Penyakit yang paling sering menyebabkan demam tanpa kausa jelas pada anak, ialah
penyakit infeksi (50%), diikuti penyakit vaskular-kolagen (15%), neoplasma (7%),
inflamasi usus besar (4%) dan penyakit lain (12%). Penyakit infeksi meliputi sindrom
virus, infeksi saluran nafas atas, saluran nafas bawah, traktus urinarius, gastrointestinal,
osteomielitis, mononukleosis, abses, bruselois dan malaria, sedangkan penyakit vaskular-
kolagen meliputi artritis reumatoid, SLE dan vaskulitis.6 Keganasan yang sering
menimbulkan demam tanpa kausa jelas adalah leukemia, limfoma dan neuroblastoma.
Penyebab demam berkepanjang dalam 6 kelompok, yaitu infeksi (45- 55%) keganasan (12-
20%) gangguan jaringan ikat (10-15%) gangguan hipersensitifitas kelainan metabolik yang
jarang terjadi, dan factitious fever.
Infeksi Virus Sindrom virus (meningitis
aseptik, ensefalitis,
gastroenteritis)
Infeksi mononukleosus
Hepatitis Sitomegalovirus

Bakteri Infeksi saluran kemih


(sistitis, pielonefritis)
Pneumonia
Tonsilitis Sepsis
Enteric fever
Osteomielitis
Tuberkulosis
Abses hati, perinefrik,
periapendikal, otak,
subdiafragma, pelvis
sinusitis, mastoiditis
Leptospirosis
Endokarditis

Lain-lain Histoplasmosis
Malaria
Toksoplasmosis
Blastomikosis
Penyakit kolagen Rheumatoid artritis
juvenile Lupus
erimatosus
Demam
reumatik
Neuroblas
toma
Neoplasma Leukemia
limfoblastik akut
Leukemia
mieloblastik akut
Penyakit hodgkin
Limfom
a
Neurobl
astoma
Sark
oido
sis
Iktio
Miscellaneous sis
Pneumonia
aspirasi
Drug fever
Eritema
multiform
Salisilism
Mucocutaneus
lymph node
syndrome
Tirotoksikosis

4. Pendekatan Diagnostik

Secara klasik, memberikan beberapa pedoman penting dalam menghadapi demam


berkepanjang pada anak, yaitu :7
1. Pada umumnya anaknya yang menderita demam tanpa kausa jelas tidak
menderita penyakit yang jarang terjadi, tetapi penyakit yang biasa dijumpai
yang mempunyai manifestasi klinis yang atipik (tidak khas, tidak lazim).
2. Penyakit infeksi dan penyakit vaskular-kolagen (bukan neoplasma) merupakan
penyebab terbanyak demam tanpa kausa jelas pada anak.
3. Anak dengan demam tanpa kausa jelas mempunyai prognosis lebih baik
daripada dewasa.

4. Pada anak yang menderita demam tanpa kausa jelas, observasi pasien terus
menerus serta pengulangan anamnesis dan pemeriksaan fisis seringkali
bermanfaat.
5. Adanya demam harus dibuktikan dengan pengukuran suhu pada rawat inap di
rumah sakit.
6. Perlu difikirkan kemungkinan demam yang disebabkan oleh obat.
7. Di Amerika Serikat, penyakit infeksi yang seringkali dikategorikan pada
demam tanpa kausa jelas adalah tuberkulosis, bruselosis, salmonelosis, dan
penyakit riketsia.
Untuk mencari etiologi demam tanpa kausa jelas, seorang dokter perlu memiliki
wawasan luas dan melakukan pendekatan yang terorganisasi dengan
mempertimbangkan umur anak, tipe demam, daerah tinggal anak atau pernahkah
bepergian ke daerah endemis penyakit tertentu dan sebagainya. Pendekatan tersebut
memerlukan anamnesis lengkap dan rinci. Dilanjutkan dengan pemeriksaan fisis
lengkap dan teliti serta berbagai pemeriksaan penunjang yang dimulai dengan
pemeriksaan rutin seperti darah tepi, feses dan urin lengkap.
Behrman membuat beberapa tahapan algoritmik dalam penatalaksanaan demam yaitu :
1. Tahap pertama, anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium tertentu.
Setelah itu dievaluasi untuk menentukan apakah ada gejala dan tanda spesifik
atau tidak.
2. Tahap kedua, dapat dibagi 2 kemungkinan, yaitu :
a. Bila ditemukan tanda dan gejala fokal tertentu maka dilakukan
pemeriksaan tambahan yang lebih spesifik yang mengarah pada
penyakit yang dicurigai.
b. Bila tidak ada tanda dan gejala fokal, maka dilakukan pemeriksaan
ulang darah lengkap

A dan B kemudian dievaluasi untuk dilanjutkan ke tahap 3.


3. Tahap ketiga, terdiri dari pemeriksaan yang lebih kompleks dan terarah,
konsultasi ke bagian lain dan tindakan invasif dilakukan seperlunya.

5. Anamnesis
Anamnesis perlu dilakukan selengkap dan seteliti mungkin serta berulang kali dalam
beberapa hari oleh karena seringkali pasien atau orang tua mengingat suatu hal yang
sebelumnya lupa diberitahukannya.
1. Umur

Umur harus diperhatikan, oleh karena pada anak dibawah 6 tahun sering
menderita infeksi saluran kemih (ISK), infeksi lokal (abses, osteomielitis) dan
juvenile rheumatoid arthritis (JRA). Sedangkan anak yang lebih besar sering
menderita tuberkulosis, radang usus besar, penyakit autoimun dan keganasan.
2. Karakteristik demam
Karakteristik demam (saat timbul, lama dan pola/tipe) dan gejala non-spesifik
seperti anoreksia, rasa lelah, menggigil, nyeri kepala, nyeri perut ringan dapat
membantu diagnosis. Pola demam dapat membantu diagnosis, demam
intermitten terdapat pada fase piogenik, tuberkulosis, limfoma dan JRA,
sedangkan demam yang terus menerus dapat terjadi pada demam tifoid.
Demam yang relaps dijumpai pada malaria, rat-bite fever, infeksi borelia dan
keganasan. Demam yang rekurens lebih dari satu tahun lamanya mengarah
pada kelainan metabolik, SSP atau kelainan pada pusat pengontrol temperatur
dan defisiensi imun.
3. Data epidemiologi

Riwayat kontak dengan binatang (anjing,kucing,burung,tikus) atau pergi ke


daerah tertentu perlu ditanyakan, demikian pula latar belakang genetik pasien
perlu diketahui serta terpaparnya pasien dengan obat (salisilism).

6. Pemeriksaan Fisik
Pada kasus FUO diperlukan pemeriksaan fisis lengkap, kadang-kadang diperlukan
pemeriksaan khusus pada bagian tubuh tertentu. Sumber demam mungkin terlihat
dengan melakukan palpasi pada sendi yang bengkak. Pemeriksaan fisis tidak hanya
pada hari pertama, tetapi sebaiknya diulang sampai diagnosis ditegakkan. Pembesaran
kelenjar getah bening regional dapat timbul akibat proses infeksi lokal, sedangkan
pembesaran kelenjar getah bening umum mungkin disebabkan infeksi sistemik
meliputi keganasan dan berbagai proses inflamasi.1
Adanya artralgia, artritis, mialgia atau sakit pada anggota gerak mengarah pada
penyakit vaskular-kolagen. Apabila ditemukan kelainan bunyi jantung harus
dipikirkan endokarditis, gejala gastrointestinal seperti nyeri perut, adanya darah
pada tinja atau

kehilangan berat badan mengarah ke inflamasi di usus besar.nyeri perut atau adanya
massa mungkin timbul menyertai ruptur appendiks. Ikterus mengarah kepada hepatitis,
sedangkan ruam menunjukkan penyakit vaskular-kolagen, keganasan atau infeksi.
Faringitis, tonsilitis atau abses peritonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau infeksi
mononukleosis, CMV atau leptospirosis.
Pemeriksaan fisik yang teliti harus dilakukan terutama pada saat pasien demam. Hal-
hal yang harus diperhatikan adalah :
· Keadaan umum dan tanda vital
· Kulit
· Mata
· Sinus
· Orofaring
· Kelenjar limfe
· Abdomen
· Muskuloskeletal
· Saluran kemih

7. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium sebagai salah satu penunjang untuk menegakkan penyebab
demam sangat diperlukan. Sebaiknya dilakukan secara bertahap dan tidak serentak.
Luasnya pemeriksaan laboratorium harus disesuaikan dengan derajat penyakit pasien.

1 Anamnesis lengkap
2 Pemeriksaan fisis
3 Pemeriksaan penunjang
· Foto toraks
· Darah perifer lengkap, hitung jenis &
morfologi
· Hapusan darah tebal
· Laju endap darah dan atau C-reactive
protein
Tahap I · Urinalisis
· Pemeriksaan mikroskopik apusan
darah, urin (likuor serebrospinal,
feses, cairan tubuh lain bila terdapat
indikasi)
· Biakan darah, urin, feses, hapusan
tenggorok
· Uji tuberkulin
· Uji fungsi hati
· Pemeriksaan uji serologik : terhadapa
salmonella, toksoplasma, leptospira,
mononukleosis, virus sitomegalo,
Tahap II histoplasma
· USG abdomen, kepala (bila
ubun-ubun besar masih terbuka)
· Aspirasi sumsum tulang
· Pielografi intravena
· Foto sinus paranasal
· Antinuclear antibody (ANA)
· Enema barium
Tahap III · Skaning
· Limfangiogram
· Biopsi hati
· Laparatomi

Bila anak tampak sakit berat, diagnosis harus dilakukan dengan cepat, tetapi bila
penyakit lebih kronik pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan secara bertahap.
Pemeriksaan awal dan rutin meliputi darah tepi lengkap termasuk hitung jenis,
trombosit, feses lengkap dan urinalisis, uji tuberkulin, laju endap darah, biakan darah,
biakan urin, kalau perlu dilakukan hapusan tenggorok.
Adanya pansitopenia, neutropenia yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, apalagi bila
disertai dengan trombositopenia atau adanya limfoblas pada hapusan darah perifer
perlu dikonsultasikan kepada ahli hematologi/onkologi serta dilakukan pungsi sumsum
tulang.
Jumlah limfosit yang meningkat pada hitung jenis mengarah pada mononukleosis atau
infeksi virus sedangkan neutropenia berat pada pasien sakit ringan sampai sedang bisa
disebabkan oleh berbagai infeksi lain. Leukositosis dan meningkatnya LED
menunjukkan adanya infeksi dan penyakit vaskular kolagen. Anemia hemolitik bisa
terdapat pada penyakit vaskular-kolagen atau endokarditis, sedangkan anemia non
hemolitik mengarah pada penyakit kronis atau keganasan. Piuria dan bakteriuria
menunjukkan infeksi saluran kemih, hematuria menunjukkan kemungkinan
endokarditis. Pemeriksaan fototoraks dapat dilakukan untuk semua pasien sedangkan
foto mastoid dan sinus nasalis serta traktus gastrointestinal dilakukan atas indikasi
tertentu. Uji untuk HIV seharusnya dilakukan untuk semua pasien. Uji serologik lain
dapat dilakukan untuk shigelosis, salmonelosis, bruselosis, tularemia, infeksi
mononukleosis, CMV, toksoplasmosis dan bebrapa infeksi jamur. CT scan dapat
membantu mengidentifikasi lesi di kepala, leher, dada, rongga peritoneum, hati, limpa,
kelenjar getah bening intra abdominaldan intra toraks, ginjal, pelvis dan mediastinum.
CT scan atau USG juga dapat membantu dalam melakukan biopsi atau aspirasi pada
daerah yang dicurigai terdapat lesi. Cara ini dapat mengurangi laparotomi eksplorasi
atau torakostomi. Biopsi kadang- kadang dapat membantu menegakkan FUO. Dalam
pencarian etiologi FUO, ESR (erythrocyte sedimentation rate) harus dievaluasi.
Adanya peningkatan ESR disertai anemia kronik sering dihubungkan dengan giant cell
arteritis atau polymyalgia rheumatica. C reactive protein (CRP) sebaiknya diperiksa
karena merupakan indikator spesifik terhadap respon metabolik terhadap inflamasi
pada fase akut. ANA (anti nuclear antibody), antineutrophil sytoplasmic antibody,
faktor reumatoid dan krioglobulin serum harus dinilai untuk menegakkan penyakit
vaskuler kolagen lainnya dan vaskulitis. PPD (purified protein derivative) diperiksa
untuk menskrining pasien tuberkulosis dengan FUO.
Beberapa pemeriksaan diagnostik terbaru seperti serologi dan kultur virus, memiliki
peran penting dalam mengevaluasi penyakit ini. Namun apabila berbagai evaluasi
intensif telah dilakukan tanpa memberiksan hasil maka tes-tes yang invasif seperti
punksi lumbal maupun biopsi sumsum tulang, hepar serta kelenjar getah bening, dapat
dipertimbangkan sesuai dengan kecurigaan klinis yang ditemukan.

Keterangan tambahan
➢ Urinalisis : menghilangkan diagnosis ISK dan tumor dari traktus urinarius
➢ Kultur
o Kultur darah untuk patogen aerobik dan non-aerobik
o Kultur urin
o Kultur sputum dan feses dapat membantu keberadaan penyakit paru
maupun gastrointestinal
o Kultur untuk bakteri, mikobakteria, dan jamur pada jaringan dan cairan
steril; seperti dari cairan serebrospinal, cairan pleura, cairan peritoneal,
hepar, sumsum tulang, dan nodus limfe

➢ Serologi
o Merupakan tes yang paling membantu jika sampel menunjukkan hasil
yang signifikan, seperti adanya antibodi spesifik terhadap
mikroorganisme infeksi. Contoh penyakit yang dapat ditegakkan dari
pemeriksaan serologi adalah Brucellosis, infeksi CMV, infeksi
mononucleosis EBV, infeksi HIV, amebiasis, toxoplasmosis, dan
klamidia.
o Kadar serum ferritin berguna untuk kasus FUO akibat keganasan, dan
SLE.
o Pemeriksaan titer antibodi antinuklear (ANA), faktor rheumatologi,
kadar tiroksin, dan LED karena sangat membantu dalam mendiagnosis
kondisi tertentu yaitu lupus, RA, tiroiditis, hipertiroidisme.

Rencana Keperawatan

A. Diagnosa yang mungkin muncul :


1. Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi ( D. 0130 )

2. Nausea berhubungan dengan distensi lambung ( D.0076 )

3. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis


( D.0032)

B. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


O

1 Hipertermia b/d Setelah dilakukan  Monitor suhu tubuh, frek


proses penyakit tindakan keperawatan napas dan nadi
( infeksi ) selama 1x24 jam
 Monitor warna dan suhu
diharapkan masalah
kulit
keperawatan dapat teratasi
dengan kriteria :  Anjurkan tirah baring
 Suhu tubuh normal  Ciptakan lingkungan
yang nyaman
 Tidak meringis
 Kompres air hangat
 Wajah tidak merah
 Kolaborasi terhadap
 Bibir tidak kering
pemberian obat obatan

2 Nausea Setelah dilakukan  Monitor mual


tindakan keperawatan
berhubungan dengan  Monitor asupan nutrisi
selama 1x24 jam
dan kalori
distensi lambung diharapkan masalah
keperawatan dapat teratasi  Berikan makanan dalam
dengan kriteria : jumlah kecil dan
 Keluhan mual menarik
menurun
 Anjurkan istirahat dan
 Perasaan ingin tidur yang cukup
muntah menurun
 Kolaborasi pemberian
 Nafsu makan antiemetik jika perlu
meningkat

3 Risiko defisit nutrisi Setelah dilakukan  Identifikasi


tindakan keperawatan status nutrisi
berhubungan dengan
selama 1x24 jam
 Identifikasi makanan
faktor psikologis diharapkan masalah
yang disukai
keperawatan dapat teratasi
dengan kriteria :  Monitor asupan makanan
 Porsi makanan  Sajikan makanan secara
yang dihabiskan menarik
meningkat
 Berikan suplemen
 Frekuensi makan makanan bila perlu
membaik
 Kolaborasi pemberin
 Nafsu makan medikasi sebelum makan
membaik
 Bising usus
membaik

Anda mungkin juga menyukai