Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR ASUHAN

KEPERAWATAN PNEUMONIA PADA Tn.H DI RUANG CENDANA


RSBALIMED DENPASAR

TANGGAL 5-7 MEI 2021

OLEH:

I Komang Budiana, S.Kep


NIM. C2221081

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES BINA USADA BALI

2021

1
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

PNEUMONIA PADA Tn.H DI RUANG CENDANA RS BALIMED DENPASAR

TANGGAL 5-7 MEI 2021

Diajukan Oleh :

I Komang Budiana,S.Kep
NIM : C2221081

Perseptor Klinik,
Perseptor Akademik,

Ns.Luh Putu Mahayani,S.Kep


Dr. Ns. I Gusti Ayu Ratih Agustini, S.Kep., M.Kes
NIK. 2015030736
NIK. 10.01.0038

Mengetahui,
STIKES Bina Usada Bali
Ka. Prodi
Profesi Ners

Ns. I Putu Artha Wijaya, S.Kep., M.Kep


NIK. 11.01.0045
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. DEFINISI :
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, parasite. Pneumonia juga disebabkan oleh bahan
kimia dan paparan fisik seperti suhu atau radiasi (Djojodibroto, 2014).
Pneumonia merupakan infeksi pada paru yang bersifat akut. Penyebabnya adalah
bakteri, virus, jamur, bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, dan bisa juga
disebabkan pengaruh dari penyakit lainnya. Pneumonia disebabkan oleh Bakteri
Streptococcus dan Mycoplasma pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia
yaitu Adenoviruses, Rhinovirus, Influenza virus, Respiratory syncytial virus (RSV) dan para
influenza (Athena & Ika, 2014).
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut
(ISNBA) dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas disebabkan agens infeksius seperti :
virus bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang
disertai eksudasi dan konsolidasi. (Nurarif & Kusuma, 2015).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratori, dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul Dahlan, 2014).

B. ANATOMI FISIOLOGI PNEUMONIA


1. Anatomi Sistem Pernafasan
Bagian-bagian sistem pernafasan yaitu Cavum nasi, faring, laring, trakea,
karina, bronchus principalis, bronchuslobaris, bronchus segmentalis, bronchiolus
terminalis, bronchiolus respiratoryus, saccus alveolus, ductus alveolus dan alveoli.
Terdapat Lobus, dextra ada 3 lobus yaitu lobus superior, lobus media dan lobus
inferior. Sinistra ada 2 lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior. Pulmo dextra
terdapat fissura horizontal yang membagi lobus superior dan lobus media, sedangkan
fissura oblique membagi lobus media dengan lobus inferior. Pulmo sinistra terdapat
fissura oblique yang membagi lobus superior dan lobusinferior. Pembungkus paru
(pleura) terbagi menjadi 2 yaitu parietalis (luar) dan Visceralis (dalam), diantara 2
lapisan tersebut terdapat rongga pleura (cavum pleura) (Patwa, (2015).

a. Hidung
Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali naris anterior yang
dindingnya tersusun atas jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan. Permukaan
luarnya dilapisi kulit dengan kelenjar sebasea besar dan rambut. Terdapat epitel
respirasi: epitel berlapis silindris bersilia bersel goblet dan mengandung sel basal.
Didalamnya adakonka nasalis superior, medius dan inferior. Lamina propria pada
mukosa hidung umumnya mengandungbanyak pleksus pembuluh darah.
b. Alat penghidu
Mengandung epitel olfaktoria: bertingkat silindris tanpa sel goblet,
dengan lamina basal yang tidak jelas. Epitelnya disusun atas 3 jenis sel: sel
penyokong, sel basal dan sel olfaktoris.
c. Sinus paranasal
Merupakan rongga-rongga berisi udara yang terdapat dalam tulang
tengkorak yang berhubungan dengan rongga hidung. Ada 4 sinus: maksilaris,
frontalis, etmoidalis dan sphenoidalis.
d. Faring
Lanjutan posterior dari rongga mulut.Saluran napas dan makanan
menyatu dan menyilang. Pada saat makan makanan dihantarkan ke oesophagus.
Pada saat bernapas udara dihantarkan ke laring.Ada 3 rongga : nasofaring,
orofaring, dan laringofaring. Mukosa pada nasofaring sama dengan organ
respirasi, sedangkan orofaring dan laringofaring sama dengan saluran cerna.
Mukosa faring tidak memilki muskularis mukosa. Lamina propria tebal,
mengandung serat elastin. Lapisan fibroelastis menyatu dengan jaringan ikat
interstisiel. Orofaring dan laringofaring dilapisi epitel berlapis gepeng,
mengandung kelenjar mukosa murni.
e. Laring
Organ berongga dengan panjang 42 mm dan diameter 40 mm. Terletak
antarafaring dan trakea. Dinding dibentuk oleh tulang rawan tiroid dan krikoid.
Muskulus ekstrinsik mengikat laring pada tulang hyoid. Muskulus intrinsik
mengikat laring pada tulang tiroid dan krikoid berhubungan dengan fonasi.
Lapisan laring merupakan epitel bertingkat silia. Epiglotis memiliki epitel selapis
gepeng, tidak ada kelenjar. Fungsi laring untuk membentuk suara, dan menutup
trakea pada saat menelan (epiglotis). Ada 2 lipatan mukosa yaitu pita suara palsu
(lipat vestibular) dan pita suara (lipat suara). Celah diantara pita suara disebut rima
glotis. Pita suara palsu terdapat mukosa dan lamina propria. Pita suara terdapat
jaringan elastis padat, otot suara ( otot rangka).Vaskularisasi: A.V Laringeal media
dan Inferior. Inervasi: N Laringealis superior.
f. Trakea
Tersusun atas 16 –20 cincin tulang rawan. Celah diantaranya dilapisi
oleh jaringan ikat fibro elastik. Struktur trakea terdiri dari: tulang rawan, mukosa,
epitel bersilia, jaringan limfoid dan kelenjar.
g. Bronchus
Cabang utama trakea disebutbronki primer atau bronki utama. Bronki
primer bercabang menjadi bronki lobar bronki segmental bronki subsegmental.
Struktur bronkus primer mirip dengan trakea hanya cincin berupa lempeng tulang
rawan tidak teratur. Makin ke distal makin berkurang, dan pada bronkus
subsegmental hilang sama sekali. Otot polos tersusun atas anyaman dan spiral.
Mukosa tersusun atas lipatan memanjang. Epitel bronkus : kolumnar bersilia
dengan banyak sel goblet dan kelenjar submukosa. Lamina propria : serat
retikular, elastin, limfosit, sel mast, eosinofil.

h. Bronchiolus
Cabang ke 12 –15 bronkus. Tidak mengandung lempeng tulang rawan,
tidak mengandung kelenjar submukosa. Otot polos bercampur dengan jaringan
ikat longga Epitel kuboid bersilia dan sel bronkiolar tanpa silia (sel Clara). Lamina
propria tidak mengandung sel goblet.
i. Bronchiolus respiratorius
Merupakan peralihan bagian konduksi ke bagian respirasi paru. Lapisan
: epitel kuboid, kuboid rendah, tanpa silia. Mengandung kantong tipis (alveoli).
j. Duktusalveolaris
Lanjutan dari bronkiolus. Banyak mengandung alveoli. Tempat alveoli
bermuara.
k. Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat
terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara yang
dihirup. Jumlahnya 200 -500 juta. Bentuknya bulat poligonal, septa antar alveoli
disokong oleh serat kolagen, dan elastis halus.[9]Sel epitel terdiri sel alveolar
gepeng ( sel alveolar tipe I ), sel alveolar besar ( sel alveolar tipe II). Sel alveolar
gepeng ( tipe I) jumlahnya hanya 10% , menempati 95 % alveolar paru. Sel
alveolar besar (tipe II) jumlahnya 12 %, menempati 5 % alveolar. Sel alveolar
gepeng terletak di dekat septa alveolar, bentuknya lebih tebal, apikal bulat,
ditutupi mikrovili pendek, permukaan licin, memilki badan berlamel. Sel alveolar
besar menghasilkan surfaktan pulmonar. Surfaktan ini fungsinya untuk
mengurangi kolaps alveoli pada akhir ekspirasi. Jaringan diantara 2 lapis epitel
disebut interstisial. Mengandung serat, sel septa (fibroblas), sel mast, sedikit
limfosit. Septa tipis diantara alveoli disebut pori Kohn.Sel fagosit utama dari
alveolar disebut makrofag alveolar. Pada perokok sitoplasma sel ini terisi badan
besar bermembran. Jumlah sel makrofag melebihi jumlah sel lainnya.
l. Pleura
Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini mengandung serat
elastin, fibroblas, kolagen. Yang melekat pada paru disebut pleura viseral, yang
melekat pada dinding toraks disebut pleura parietal. Ciri khas mengandung banyak
kapiler dan pembuluh limfe. Saraf adalah cabang n. frenikus dan n. interkostal.
2. Fisiologi Sistem Pernafasan
Menurut (pearce,2011) fungsi paru – paru adalah pertukaran gas oksigen
dan karbondioksida. Pada pernafasan melalui paru- paru atau pernafasan
eksterna,oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas, oksigen
masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan
darah di dalam kapiler pulmonaris.
Hanya satu lapisan membrane yaitu alveoli kapiler, yang memisahkan
oksigen dari darah. Oksigen menembus membrane ini dan dipungut oleh hemoglobin
sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri ke semua
bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm Hg dan
pada tingkat ini hemoglobin 95 % jenuh oksigen.
Didalam paru-paru co2 , salah satu hasil buangan metabolisme ,menembus
membran alveoler- kapiler dari kapiler-kapiler darah ke alveoli , dan setelah melalui
pipa bronkial dan trakea ,dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau
pernafasan eksterna :
1) Ventilasi pulmoner atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar.
2) Arus darah melalui paru-paru
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat
dapat mencapai semua bagian tubuh.
4) Difusi gas yang menembus membrane pemisah alveoli dan kapiler co2 lebih
mudah berdifusi daripada o2.

C. ETIOLOGI :
Menurut Padila (2013) etiologi pneumonia:

1. Bakteri
Pneumonia bakteri didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram positif seperti:
Streptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram
negative seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.

2. Virus
Disebabkan virus influenza yang menyebar melalui droplet. Penyebab utama
pneumonia virus ini yaitu Cytomegalovirus.
3. Jamur
Disebabkan oleh jamur hitoplasma yang menyebar melalui udara yang mengandung
spora dan ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.

4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya pada
pasien yang mengalami immunosupresi. Penyebaran infeksi melalui droplet dan
disebabkan oleh streptococcus pneumonia, melalui selang infus yaitu stapilococcus
aureus dan pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan enterobacter. Dan bisa terjadi
karena kekebalan tubuh dan juga mempunyai riwayat penyakit kronis.

Selain diatas penyebab terjadinya pneumonia yaitu dari Non mikroorganisme:

1. Bahan kimia.
2. Paparan fisik seperti suhu dan radiasi (Djojodibroto, 2014).
3. Merokok.
4. Debu, bau-bauan, dan polusi lingkungan (Ikawati, 2016).

D. MANIFESTASI KLINIS :
Tanda dan gejala yang biasanya dijumpai pada pneumonia adalah demam atau panas
tinggi disertai batuk berdahak yang produktif, napas cepat (frekuensi nafas >50 kali/menit),
selain itu pasien akan merasa nyeri dada seperti ditusuk pisau atau sesak, sakit kepala,
gelisah dan nafsu makan berkurang (Rikesdas, 2013).
Menurut Nanda (2015) manifestasi klinis pneumonia yaitu:
1. Demam
2. Anoreksia
3. Muntah
4. Batuk ( baik non produktif atau produktif)
5. Bunyi pernafasan seperti mengi,mengorok
6. Sesak
7. Sakit tenggorokan
Smeltzer dan Bare (2002) menjelaskan manifestasi klinis pneumonia meliputi; pada
penumonia bakterial khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul dengan
cepat dan nyeri dada yang tertusuk tusuk yang dicetuskan oleh bernapas atau batuk.
Mengalami takipnea disertai pernapasan mendengkur, pernapasan cuping hidung, dan
penggunaan otot bantu napas.
Pneumonia atipikal memiliki gejala beragam, pasien biasanya mengalami infeksi saluran
pernapasan atas seperti kongesti nasal dan sakit tenggorokan. Gejala yang menonjol adalah
sakit kepala, demam, nyeri pleuritis, mialgia, ruam, dan faringitis. Setelah beberapa hari
terdapat sputum mukoid atau mukopurulen.
WHO telah menggunakan perhitungan frekuensi nafas per menit berdasarkan golongan
umur sebagai salah satu pedoman untuk memudahkan diagnosa Pneumonia. Nafas cepat/
takipnea, bila frekuensi nafas:
- Umur < 2bulan : ≥ 60x/menit
- Umur 2-11 bulan : ≥ 50x/menit
- Umur 1-5 tahun : ≥ 40x/menit
- Umur ≥ 5 tahun : ≥ 30x/menit

E. PATOFISIOLOGI :
Menurut pendapat Sujono & Sukarmin (2009), kuman masuk kedalam jaringan
paru-paru melalui saluran nafas bagian atas menuju ke bronkhiolus dan alveolus. Setelah
Bakteri masuk dapat menimbulkan reaksi peradangan dan menghasilkan cairan edema yang
kaya protein. Kuman pneumokokusus dapat meluas dari alveoli ke seluruh segmen atau
lobus. Eritrosit dan leukosit mengalami peningkatan, sehingga Alveoli penuh dengan cairan
edema yang berisi eritrosit, fibrin dan leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar,
paru menjadi tidak berisi udara. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun sehingga
alveoli penuh dengan leukosit dan eritrosit menjadi sedikit. Setelah itu paru tampak
berwarna abu-abu kekuningan. Perlahan sel darah merah yang akan masuk ke alveoli
menjadi mati dan terdapat eksudat pada alveolus Sehingga membran dari alveolus akan
mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan proses difusi osmosis oksigen
dan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Secara klinis
penderita mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent pada alveolus
menyebabkan peningkatan tekanan pada paru, dan dapat menurunan kemampuan mengambil
oksigen dari luar serta mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Sehingga penderita
akan menggunakan otot bantu pernafasan yang dapat menimbulkan retraksi dada. Secara
hematogen maupun lewat penyebaran sel, mikroorganisme yang ada di paru akan menyebar
ke bronkus sehingga terjadi fase peradangan lumen bronkus. Hal ini mengakibatkan
terjadinya peningkan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia sehingga timbul reflek
batuk

Proses inflamasi pada pneumonia terbagi dalam 4 stadium :


Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang khas terdiri dari
empat tahap yang berurutan (Price dan Wilson, 2006) :
 Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein keluar
masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor, disertai
kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
 Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir setelah
beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersama-sama
dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang
meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna
kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati yang masih segar
dan bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
 Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin yang
berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru tampak
kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli
yang terserang.
 Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi
oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan mempertahankan arsitektur
dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula.
F. PATHWAY

Bakteri, virus, Factor lingkungan, Imunitas menurun


jamur, protozoa perokok

Bakteri pneumonia masuk kedalam


Invasi kuman di traktus respiratori traktus repitorius bagian atas
bagian atas

Infeksi pada
parenkim paru

Stress berlebihan PNEUMONIA Pelepasan Pengeluaran


mediator pirogen bradikinin

Merangsang Pengeluaran
pengeluaran prostaglandin Mengganggu Iritasi saraf
HCl termoregulasi

BB Penurunan Sensasi nyeri


Dilatasi
menurun nafsu makan Peningkatan suhu tubuh
Merangsang pembuluh darah
diatas normal
tidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pusat mual Nyeri akut
Energi dalam tubuh berkurang Mual Peningkatan Hipertermia
permeabilitas kapiler
Gangguan pertukaran
Pasien terlihat lemas Perpindahan cairan
intraselular ke
Perubahan hasil AGD interstitial
Fatigue

Ventilasi inadekuat

RR
Ketidakefektifan ,penggunaan otot
pola nafas
Suara napas tambahan(rokhi)
Edema Hipersekresi mukosa Pembentukan 11

sekret K Ketidakefektifan bersihan jalan nafas


e
t
i
d
a
k
m
a
m
p
u
a
n

m
e
n
g
e
l
u
a
r
k
a
n

s
e
k
r
e
t
G. KLASIFIKASI
Menurut pendapat Amin & Hardi (2015) Klasifikasi pneumonia adalah :

1. Berdasarkan anatomi:
a. Pneumonia lobaris yaitu terjadi pada seluruh atau sebagian besar dari lobus paru.
Disebut pneumonia bilateral atau ganda apabila kedua paru terkena.
b. Pneumonia lobularis, terjadi pada ujung bronkhiolus, yang tersumbat oleh
eksudat mukopurulen dan membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang
berada didekatnya.
c. Pneumonia interstitial, proses inflamasi yang terjadi didalam dinding alveolar
dan interlobular.
2. Berdasarkan inang dan lingkungan
a. Pneumonia komunitas
Terjadi pada pasien perokok, dan mempunyai penyakit penyerta
kardiopulmonal.

b. Pneumonia aspirasi
Disebabkan oleh bahan kimia yaitu aspirasi bahan toksik, dan akibat aspirasi
cairan dari cairan makanan atau lambung.

c. Pneumonia pada gangguan imun


Terjadi akibat proses penyakit dan terapi. Disebabkan oleh kuman pathogen atau
mikroorganisme seperti bakteri, protozoa, parasite, virus, jamur dan cacing.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Misnadiarly (2008) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah:
1. Sinar X
Mengidentifikasi distribusi (missal: lobar, bronchial), luas abses atau infiltrate,
empyema (stapilococcus), dan penyebaran infiltrate.
2. GDA
Jika terdapat penyakit paru biasanya GDA Tidak normal tergantung pada luas paru
yang sakit.
3. JDL leukositosis
Sel darah putih rendah karena terjadi infeksi virus, dan kondisi imun.
4. LED meningkat
Terjadi karena hipoksia, volume menurun, tekanan jalan napas meningkat.

12
Menurut Nurarif & Kusuma, (2015) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
adalah:
1. Sinar x
Mengidentifikasikan distribusi structural (misal: labor,bronchial), dapat juga
meyatakan abses.
2. Biopsy paru
Untuk menetapkan diagnosis.
3. Pemeriksaan gram atau kultur, sputum dan darah
Untuk dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada.
4. Pemeriksaan serologi
Membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
5. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan membantu
diagnosis keadaan.
6. Spirometrik static
Untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
7. Bronkostopi
Untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis secara umum untuk pneumonia menurut Manurung dkk
(2009) adalah :
1. Pemberian antibiotik seperti : penicillin, cephalosporin pneumonia
2. Pemberian antipiretik, analgetik, bronkodilator
3. Pemberian oksigen
4. Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi.
Selain itu, pengobatan pneumonia tergantung dari tingkat keparahan gejala yang
timbul (Shaleh, 2013).
1. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
Dengan pemberian antibiotik yang tepat. Pengobatan harus komplit
sampai benar-benar tidak lagi muncul gejala pada penderita. Selain itu,
hasil pemeriksaan X-Ray dan sputum tidak tampak adanya bakteri
pneumonia (Shaleh, 2013).
2. Untuk bakteri Streptococcus pneumonia
Dengan pemberian vaksin dan antibotik. Ada dua vaksin yaitu pneumococcal
conjugate vaccine yaitu vaksin imunisasi bayi dan untuk anak dibawah usia 2
tahun dan pneumococcal polysaccharide vaccine direkomendasikan bagi orang
dewasa. Antibiotik yang digunakan dalam perawatan tipe pneumonia ini yaitu
penicillin, amoxicillin, dan clavulanic acid, serta macrolide antibiotics (Shaleh,
2013).
3. Untuk bakteri Hemophilus influenzae
Antibiotik cephalosporius kedua dan ketiga, amoxillin dan clavulanic acid,
fluoroquinolones, maxifloxacin oral, gatifloxacin oral, serta sulfamethoxazole
dan trimethoprim. (Shaleh, 2013).
4. Untuk bakteri Mycoplasma
Dengan antibiotik macrolides, antibiotic ini diresepkan untuk mycoplasma
pneumonia, (Shaleh, 2013).
5. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh virus
Pengobatannya sama dengan pengobatan pada penderita flu. Yaitu banyak
beristirahat dan pemberian nutrisi yang baik untuk membantu daya tahan tubuh.
Sebab bagaimana pun juga virus akan dikalahkan juga daya tahan tubuh sangat
baik, (Shaleh, 2013).
6. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh jamur
Cara pengobatannya akan sama dengan cara mengobati penyakit jamur lainnya.
Hal yang paling penting adalah pemberian obat anti jamur agar bisa mengatasi
pneumonia (Shaleh, 2013).

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk
membuat rencana asuhan keperawatan pasien.
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif
atau GCS dan respon verbal pasien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
 Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan
nadi, dan kondisi patologis.
 Pulse rate
 Respiratory rate
 Suhu

Pola Pengkajian Gordon


1) Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pengkajian meliputi kebiasaan pasien terhadap pemeliharaan kesehatan baik sebelum
atau sesudah sakit. Misalnya : penanganan yang dilakukan ketika gejala timbul serta
pandangan pasien tentang penyakitnya.
2) Nutrisi / Metabolik
Biasanya muncul mual, muntah bahkan tidak nafsu makan (nafsu makan menurun),
pada awal-awal biasanya ada peningkatan suhu mendadak.
3) Eliminasi
Jika kuman masuk sampai sistem pencernaan akan berakibat peningkatan motilitas
usus sehingga tidak jarang kalau muncul diare.
4) Aktivitas dan Latihan
Biasanya lemah, ada dispnea, dan penurunan toleransi terhadap aktivitas.
5) Persepsi, Sensori, Kognitif
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi penglihatan,
pendengaran, perasa, pembau dan kompensasi terhadap tubuhnya. Sedangkan kognitif
didalamnya mengandung kemampuan daya inngat pasien terhadap peristiwa lama dan
baru terjadi.
Bisa muncul nyeri dada substermal jika diawali influenza kadang muncul nyeri
kepala, nyeri dada substermal akan terasa jika batuk.
6) Tidur dan Istirahat
Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi tentang tingkat energy. Jumlah
jam tidur siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia, penggunaan obat.
Biasanya istirahat tidur berkurang, bisa terjadi karena batuk.
7) Konsep Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan peran,
harga diri, identitas, adanya kecemasan.
8) Peran dan Hubungan
Menggambarkan hubungan klien dengan anggota keluarga dan masyarakat tempat
tinggal klien, pekerjaan, tingkah laku, dan masalah keuangan.
9) Seksual dan Reproduksi
10) Menggambarkan kepuasan atau masalah yag actual atau dirasakan dengan seksualitas.
11) Koping Stres dan Adaptasi
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan penggunaan sistem
pendukung.
12) Nilai dan Kepercayaan
13) Menggambarkan pola nilai keyakinan termasuk spiritual. Menerangkan sikap dan
keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluknya dan konsekwensinya.

Pemeriksaan Fisik
Pada penderita pneumonia hasil pemeriksaan fisik yang biasanya muncul, yaitu :
a. Keadaan umum : bisa terlihat kelelahan maupun sesak
b. Kesadaran : bisa sampai somnolen
Tanda-tanda vital :
a) TD bisa normal atau hipotensi
b) Nadi meningkat
c) Suhu meningkat
d) RR meningkat
c. Kepala : tidak ada kelainan
d. Mata : konjungtiva bisa anemis
e. Hidung : jika sessak akan terlihat nafas cuping hidung
f. Paru :
Inspeksi : pengembangan paru berat, tidak simetris jika hanya satu
sisi paru, ada penggunaan otot bantu nafas dan retraksi
Palpasi : pengembangan paru tidak sama pada area konsolidasi, SF
bisa meningkat jika terjadi konsolidasi pada kedua sisi.
Perkusi : bunyi redup pada area konsolidasi
Auskultasi : bunyi nafas berkurang, bisa terdengar krakels dan RBH.
g. Jantung : jika tidak ada kelainan pada jantung, pemeriksaan jantung
tidak ada kelemahan
h. Ekstremitas : pada ekstremitas bisa terlihat sianosis, turgor kurang jika
terjadi dehidrasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang tertahan
ditandai dengan dispnea, batuk yang tidak efektif, sputum dalam jumlah yang
berlebihan.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar-kapiler
ditandai dengan pH darah arteri abnormal, dispnea.
3) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan, hiperventilasi ditandai
dengan perubahan kedalaman pernapasan, dispnea, pernapasan cuping hidung,
pernapasan bibir, penggunan otot aksesorius untuk bernapas.
4) Hipertermi berhubungan dengan penyakit, peningkatan laju metabolisme ditandai
dengan peningkatan suhu diatas kisaran normal, kulit terasa hangat, kulit kemerahan.
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen ditandai dengan ketidaknyamanan setelah beraktivitas, dispnea
setelah beraktivitas.
C. RENCANA INTERVENSI

Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC Label : NIC Label : manajemen jalan
bersihan jalan selama 3 x 24 jam diharapkan bersihan Manajemen jalan nafas nafas
nafas berhubungan jalan napas efektif, dengan kriteria
dengan sekresi hasil: 1. Auskultasi bunyi 1. Bunyi ronchi menandakan
yang tertahan NOC Label ; napas tambahan; terdapat penumpukan sekret
ditandai dengan Status pernafasan :kepatenan ronchi, wheezing. atau sekret berlebih di jalan
dispnea, batuk jalan nafas: napas.
yang tidak efektif, a. Frekuensi pernapasan dari skala 2
sputum dalam ( deviasi yang cukup berat dari 2. Berikan posisi yang 2. Posisi memaksimalkan
jumlah yang kisaran normal)ke skala 4 nyaman untuk ekspansi paru dan menurunkan
berlebihan. ( deviasi ringan dari kisaran mengurangi dispnea. upaya pernapasan. Ventilasi
normal.)dengan tanda RR 12-24 maksimal membuka area
x/menit (kisaran normal 12-20 atelektasis dan meningkatkan
x/menit) gerakan sekret ke jalan napas
b. Irama pernapasan dari skala 4 ( besar untuk dikeluarkan.
deviasi ringan dari kisaran
normal ) ke skala 5 ( tidak ada

18
deviasi dari kisaran normal)
dengan tanda irama nafas reguler
( keteraturan inspirasi dan 3. Bersihkan sekret dari 3. Mencegah obstruksi atau
ekspirasi pernafasan) mulut dan trakea; aspirasi. Penghisapan dapat
c. Kedalaman pernapasan dari skala lakukan penghisapan diperlukan bia pasien tak
2( deviasi yang cukup berat dari sesuai keperluan. mampu mengeluarkan sekret
kisaran normal) keskala 4 sendiri.
(deviasi ringan dari kisaran
normal) yang ditandai status 4. Bantu pasien untuk 4. Memaksimalkan pengeluaran
pernafasan normal batuk dan napas sputum.
d. Mampu mengeluarkan sekret dari dalam.
skala 4 (deviasi ringan dari 5. Ajarkan batuk efektif. 5. Membantu mempermudah
kisaran normal) ke skala 5 ( tidak pengeluaran sekret.
ada deviasi dari kisaran 6. Anjurkan asupan 6. Mengoptimalkan
normal)yang ditandai dengan cairan adekuat. keseimbangan cairan dan
batuk efektif. membantu mengencerkan
sekret sehingga mudah
dikeluarkan.

7. Kolaborasi pemberian 7. Meringankan kerja paru untuk

oksigen. memenuhi kebutuhan oksigen.


8. Kolaborasi pemberian 8. Bronkodilator meningkatkan
broncodilator sesuai ukuran lumen percabangan
indikasi. trakeobronkial sehingga
menurunkan tahanan terhadap
aliran udara.
2 Gangguan Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC Label: NIC Label :
pertukaran gas selama 3 x 24 jam diharapkan Monitor pernafasan Monitor pernafasan
berhubungan gangguan pertukaran gas dapat diatasi
dengan perubahan dengan kriteria hasil: 1. Monitor rata – rata, 1. Mengetahui karakteristik
membrane NOC Label : kedalaman, irama dan napas pasien
alveolar-kapiler Status pernafasan : pertukaran gas. usaha respirasi.
ditandai dengan a. Keseimbangan ventilasi dan 2. Catat pergerakan 2. Penggunaan otot bantu
pH darah arteri perfusi dari skala 4 (deviasi dada,amati pernapasan menandakan
abnormal, dispnea, rinagan dari kisaran normal) ke kesimetrisan, perburukan kondisi pasien.
gelisah. skala 5 (tidak ada deviasi dari penggunaan otot
kisaran normal) yamg ditandai tambahan, retraksi otot
dengan ventilasi dan oksigenasi supraclavicular dan
yang adekuat intercostal
b. Sianosis dari skala 2 ( berat) 3. Pantau hasil AGD 3. Mengetahui status oksigenasi
keskala 5 (tidak ada)yang ditandai pasien.
dengan Tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu bernapas 4. Kolaborasi : Berikan 4. Mencegah memperbaiki
dengan mudah) O2 sesuai indikasi hipoksemia dan gagal
RR (16-20 x/menit) dengan masker, kanula pernapasan.
c. Hasil AGD dari skala 2 (deviasi atau ventilasi
yang cukup berat dari kisaran mekanik.
normal) ke skala 4(deviasi ringan
dari kisaran normal)
3 Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC Label : NIC Label :
pola napas selama 3 x 24 jam diharapkan pola a. Monitor pernafasan Monitor pernafasan
berhubungan napas efektif dengan kriteria hasil: 1. Pantau RR, irama dan
dengan keletihan, NOC Label : kedalaman pernapasan 1. Ketidakefektifan pola napas
hiperventilasi Status pernafasan : ventilasi dapat dilihat dari peningkatan
ditandai dengan a. Kedalaman pernapasan dari skala atau penurunan RR, serta
perubahan 4 ( deviasi ringan dari kisaran perubahan dalam irama dan
kedalaman normal) ke skala 5 ( tidak ada kedalaman pernapasan
pernapasan, deviasi dari kisaran normal) yang
dispnea, ditandai kedalaman pernasan 2. Pantau adanya 2. Penggunaan otot bantu
pernapasan cuping dalam batas normal. penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi
hidung, b. Retraksi dinding dada dari skala pernapasan dan dinding dada menunjukkan
pernapasan bibir, 2 ( cukup berat) keskala 5 (tidak retraksi dinding dada terjadi gangguan ekspansi paru
penggunan otot ada retraksi) NIC Label :
aksesorius untuk c. Penggunaan otot bantu nafas dari b. Bantuan pernafasan Bantuan pernafasan
bernapas. skala 3 ( cukup berat) keskala 5
( tidak ada deviasi dari kisaran 3. Berikan posisi 3. Posisi semifowler dapat
normal) semifowler membantu meningkatkan
d. Frekuensi pernapasan dari skala toleransi tubuh untuk inspirasi
3 (deviasi sedang dalam kisaran dan ekspirasi
normal) skala 5 ( tidak ada deviasi
dari kisaran normal) yang ditandai 4. Pantau status 4. Kelainan status pernapasan
dengan pernafasan dalam batas pernapasan dan dan perubahan saturasi O2
normal (16-20x/menit) oksigen dapat menentukan indikasi
terapi

5. Berikan dan 5. Pemberian oksigen sesuai


pertahankan masukan indikasi diperlukan untuk
oksigen sesuai mempertahankan masukan O2
indikasi saat mengalami perubahan
status respirasi
4 Hipertermi Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC Label NIC Label :
berhubungan selama 3 x 24 jam diharapkan suhu Perawatan demam perawatan demam
dengan penyakit, tubuh normal, dengan kriteria hasil: 1. Monitor suhu tubuh, 1. Peningkatan suhu
peningkatan laju NOC Label : tekanan darah, denyut menunjukkan proses penyakit
metabolisme 1.Thermoregulasi nadi, dan respirasi rate infeksius akut. Menggigil
ditandai dengan a. Melaporkan kenyamana suhu dari secara berkala. sering mendahului puncak
peningkatan suhu skala 3 ( cukup terganggu )ke skala suhu.
diatas kisaran 5 ( tidak terganggu)yang ditandai 2. Berikan kompres 2. Membuat vasodilatasi
normal, kulit dengan klien merasa nyaman. hangat. pembuluh darah sehingga
terasa hangat, kulit b. Penurunan suhu kulit dari skala 4 ( dapat membantu mengurangi
kemerahan. ringan ) keskala 5 ( tidak ada) yang demam.
ditandai dengan akral teraba
hangat. 3. Anjurkan pasien untuk 3. Untuk mencegah dehidrasi
c. Perubahan warna kulit skala 4 ( mempertahankan akibat penguapan cairan
ringan) ke skala 5 ( tidak ada) yang asupan cairan adekuat. karena suhu tubuh yang tinggi.
ditandai dengan warna kulit 4. Kolaborasi pemberian 4. Digunakan untuk mengurangi
normal ( sawo matang) obat antipiretik sesuai demam dengan aksi sentralnya
2. Tanda – tanda vital indikasi. pada hipotalamus.
a. Suhu tubuh dan tanda vital dari
skala 2 (deviasi yang cukup besar dari
kisaran normal) ke skala 5 ( tidak ada
deviasi dari kisaran normal ) yang
ditandai dengan
- Suhu : 36- 37
- Nadi: 60-100x/menit
- RR: 16-20 x/menit
- TD: 120/80 mmHg
5 Intoleransi Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC label NIC label :
aktivitas 3x24 jam, diharapkan pasien dapat a. Therapy aktivitas Therapy aktivitas
berhubungan mentoleransi aktivitas yang biasa 1. Kaji respon emosi, 1. Untuk mengetahui pengaruh
dengan dilakukan dengan kriteria hasil: psikologi, sosial dan dari respon emosi, psikologi,
ketidakseimbanga NOC LABEL : spiritual terhadap sosial dan spiritual terhadap
n antara suplai dan 1. Toleransi terhadap aktifitas aktivitas aktivitas pasien.
kebutuhan oksigen
a. Kemudahan dalam melakukan
ditandai dengan 2. Penggunaan teknik 2. Teknik relaksasi dapat
ADL dari skala 3( cukup
ketidaknyamanan relaksasi (misalnya membantu merelakskan otot
terganggu) ditingkatkan ke skala
setelah distraksi, visualisasi) diafragma sehingga sesak
4 (sedikit terganggu) yang
beraktivitas, selama beraktivitas yang dirasakan saat
ditandai pasien dapat melakukan
dispnea setelah beraktivitas dapat berkurang.
ADL dengan bertahap.
beraktivitas.
2. Status jantung paru

a. Dispnea dengan aktivitas ringan


dari skala 4 ( ringan) b.Manajemen energi Manajemen energi
ditingkatkan ke skala 5 (tidak 3. Pantau respon 3. Untuk memantau tingkat
ada ) Kardiorespirasi intoleransi klien terhadap
3.Enregi psikomotor terhadap aktivitas aktivitas yang dilakukan.
a.menunjukkan tingkat energy (misalnya takikardia,
yang stabil dari skala 3 (kadang- disritmia lainnya,
kadang menunjukkan) dispnea, diaforesis,
ditingkatkan ke skala 5 ( secara pucat, tekanan
konsisten menunjukkan) yang hemodinamik, dan laju
ditandai dengan klien pernafasan)
mengatakan mampu melakukan 4. Instruksikan pasien / 4. Untuk mencegah terjadinya
ADL, pasien tidak lemas signifikan lainnya sesak pada klien.
untuk mengenali tanda
dan gejala kelelahan
yang membutuhkan
penurunan aktivitas
5. Ajarkan tentang 5. Pengaturan aktivitas pada
pengaturan aktivitas klien diperlukan untuk
dan teknik manajemen mencegah kelelahan dan
waktu untuk sesak pada klien.
mencegah kelelahan
D. EVALUASI
1. Bersihan jalan napas efektif, dengan kriteria hasil:frekuensi pernafasan dalam rentang
normal ( 12-20 x/menit),irama dan kedalaman pernafasan dalam rentang normal,
pasien mampu mengeluarkan secret yang ditandai dengan batuk efektif.
2. Gangguan pertukaran gas dapat diatasi dengan kriteria hasiL : keseimbangan ventilasi dan
ferfusi dalam rentang normal,yang ditandai ventilasi dan oksigenasi adekuat, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu bernafas dengan mudah) dengan hasi AGD ( analisa gas
darah dalam kisaran normal skala 5)
3. Pola napas efektif dengan kriteria hasil: kedalaman pernafasan dengan kisaran normal,
tidak ada retraksi dinding dada , dan tidak menggunakan otot bantú pernafasan dengan
frekuensi nafas dalam batas normal (16-20 x/menit)
4. Termoregulasi normal dengan kriteria hasil: suhu tubuh dalam rentang normal ( 36,5- 37,5
C), nadi dan respirasi dalam rentang normal , tidak ada perubahan warma kulit , tidak
menggigil.
5. Intoleransi aktifitas pasien dapat mentoleransi aktifitas yang biasa dilakukan dengan
kriteria hasil : pasien dapat melakukan ADL dengan bertahap, tidak terjadi dispnea dengan
aktivitas ringan,dan menunjukkan tinggkat energy yang stabil yang ditandai pasien tidak
lemas dalam melakukan ADL.

26
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda,
NIC, NOC. Jogjakarta. Medi: Action.

Anwar, Athena & Ika, Damayanti (2014). Pneumonia Pada Anak Balita di Indonesia. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional, 8(8), 359-365.

Djojodibroto, Darmanto.(2014). Respirologi. Jakarta:EGC.

Dochterman, Joanne., and Bulecheck, Gloria N. (2008). Nursing Intervention Clasification


(NIC). edisi 4. Missouri:Mosby,2011

Evelyn C, Pearce. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis,Jakarta: PT Gramedia

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification, 2015–2017. Oxford: Wiley Blackwell.

Ikawati, Z. (2016). Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernafasan. Yogyakarta: Bursa


Ilmu.

Manurung, Rosida T. (2009). Teknik Penulisan Karya Ilmiah .Bandung: Jendela Mas Pustaka.

Misnadiarly. (2018). Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia pada Anak Orang Dewasa,
Usia Lanjut Edisi 1. Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Nanda .(2015). Diagnosis Keperawatan & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 editor T Heather
Herdman, Shigemi Kamitsuru.Jakarta: EGC.

Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Dianosa Medis & Nanda
NIC-NOC. Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction.

Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Patwa, A.and Shah, A. (2015). Anatomy and physiology of respiratory system relevant to
anaesthesia. Indian Journal of Anaesthesia, 59(9), p.533.

Price, S. A., Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2
Alih Bahasa. Jakarta : EGC. ISBN 979-448-732-5
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas).(2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian RI tahun 2013.

Riyadi, Sujono & Sukarmin .2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Yogyakarta. GrahaIlmu

Smeltzer,Suzanne C., Bare. B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner


&Suddarth edisi 8 volume 1.Jakarta : EGC. ISBN 979-448-534-9

Sue Moorhead, dkk. 2008. Nursing Outcame Classification (NOC). United States of America :
Mosby

Zul, Dahlan. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Ed ke-VI. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai