Oleh :
Irdawati Mury
1490123110
1. Pendahuluan
Tuberkulosis paru menjadi penyakit yang sangat di perhitungkan dalam meningkatkan
morbiditas penduduk, terutama di negara berkembang. Diperkirakan sepertiga populasi
dunia terinfeksi tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang
menyerang parenkim paru-paru. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain
seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Somantri, 2009).
Penyebab tuberkulosis paru adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah di basmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet.
Ada dua macam tuberkulosis paru yaitu Tipe Human dan Tipe Bovin. Basil Tipe Bovin
berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkolosis usus. Basil Tipe Human bisa
berada di bercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal dari penderita tuberkulosis paru
dan orang yang terkena.
Gambaran mekanisme gangguan oksigen pada penyakit tuberculosis paru itu dapat
disebabkan karena kuman penyebab tuberkulosis paru adalah mycobacterium tuberkulosis
masuk dalam saluran pernafasan. Kebanyakan infeksi tuberkulosis paru terjadi melalui udara
yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman tuberkel yang berasal dari
orang yang terinfeksi. Setelah mycobacterium tuberculosis berada pada ruang alveolus
biasanya dibagian bawah lobus atas paru atau bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini
akan menimbulkan reaksi peradangan pada saluran pernafasan dan menyebabkan gangguan
pernafasan pada tuberkulosis paru. Mekanisme gangguan yang paling utama dirasakan oleh
penderita kasus tuberkulosis paru adalah pada gangguan oksigenasinya (Price,2006).
Menurut hasil penelitian Bachtiar tahun 2015, biasanya pada orang yang mengalami
gangguan pernapasan, perawat memberikan terapi oksigen untuk membantu memenuhi
kebutuhan oksigenasi.
Perawat dalam menjalankan perannya berorientasi terhadap pemenuhan kebutuhan
dasar manusia. Salah satu kebutuhan dasar tersebut adalah oksigen.
2. Pengertian
4. Etiologi
5. Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Proses
ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke paru-paru),
apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan
sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang menimbulkan
pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang
terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses
ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup,
afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan
oksigenasi yaitu:
a. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas secara efisien.
b. Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler alveolar dan
keadekuatan oksigenasi.
c. Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler
d. Pemeriksaan sinar X dada
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses abnormal.
e. Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel sputum/benda asing yang
menghambat jalan nafas.
f. Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
g. Fluoroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jantung dan kontraksi paru.
h. CT-SCAN
Untuk mengintifikasi adanya massa abnormal
7. Penatalaksanaan
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
1) Pembersihan jalan nafas
2) Latihan batuk efektif
3) Suctioning
4) Jalan nafas buatan
b. Pola Nafas Tidak Efektif
1) Atur posisi pasien ( semi fowler )
2) Pemberian oksigen
3) Teknik bernafas dan relaksasi
c. Gangguan Pertukaran Gas
1) Atur posisi pasien ( posisi fowler )
2) Pemberian oksigen
3) Suctioning
8. Asuhanan Keperawatan
A. Pengkajian
a) Biodata
1) Identitas Klien.
Meliputi Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan. Penyakit tuberculosis dapat menyerang
semua jenis umur, mulai dari anak-anak sampai dengan orang dewasa dengan
komposisi antara laki-laki dan perempuan.
c) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Keadaan umum dapat dilakukan dengan menilai keadaan fisik bagian tubuh dan
juga dilakukan penilaian kesadaran pasien yaitu compos mentis, apatis, somnolen,
sopor, soporokoma, atau koma.
2) Pemeriksaan tanda-tanda vital
biasanya ditemukan adanya peningkatan suhu tubuh, frekuensi meningkat apabila
disertai sesak nafas, denyut nadi meningat seirama dengan peningkatan suhu tubuh
dan frekuensi pernafasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya
penyakit penyulit seperti hipertensi
3) System Pernafasan
Palpasi: Gerakan dada saat bernafas biasanya normal dan seimbang antara bagian
kanan dan kiri
Perkusi : Pada pasien dengan TB paru biasanya akan di dapatkan bunyi resonan
atau sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Pada pasien TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (Ronchi) pada
sisi yang sakit.
4) System Kardiovaskuler
Inpeksi : Inpeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik
Palpasi : Denyut Nadi Prifer melemah
Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal bunyi jantung tambahan biasanya
tidak didapatkan (Muttaqin, 2012).
5) System Pencernaan
Meningkatnya seputum pada saluran nafas secara tidak langsung akan
mempengaruhi system persyarafan khususnya saluran cerna. Klien mungkin akan
mengeluh tidak nafsu makan dikarenakan menurunnya keinginan untuk makan,
disertai dengan batuk, pada akhirnya klien akan mengalami penurunan berat badan
yang siknifikan (badan terlihat kurus) (Somantri, 2012).
6) System Perkemihan
Urine yang berwarna jingga pekat dan berbau khas urin menandakan bahwa fungsi
ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT (Muttaqin, 2012).
7) System Persyarafan
Kesadaran biasanya compos mentis. Pada pengkajian data objektif, klien tampak
dengan wajah meringis, menangis, merintih, meregang apabila ditemukan
gangguan perfusi jaringan berat (Muttaqin, 2012).
8) System Muskuluskeletal
Pada pasien TB paru gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, pola
hidup menetap dan jadwal olahraga menjadi tidak teratur (Muttaqin, 2012).
9) System Integumen
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien TB paru. Gejala yang muncul
antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia (Muttaqin, 2012).
10) System Endokrin
Pada klien dengan tuberculosis paru biasanya tidak ditemukan gangguan pada
sistem endokrin, kemungkinan yang akan terjadi adalah hipoglikemi ini terjadi
dikarenakan menurunnya nafsu makan, perut mual dan muntah (Muttaqin, 2012).
11) System Imunitas
Sistem imun pada pasien TB paru biasanya melemah karena kekurangan asupan
nutrisi untuk mempertahankan daya tahan tubuh
12) System Hematologi
Biasanya dilakukan pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosa
tuberculosis paru dengan pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya
peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan imunoglobin terutama igG igA
13) System Reproduksi
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
B. Analisa Data
DO :
- Kesadaran composmetis Terjadinya reaksi
- Keadaan umum lemah peradangan dan
- Klien tampak sesak dan di bantu alveoli mengalani
alat pernafasan konsolidasi
- RR : 64x/m
- Terdengar suara ronki Terjadinya lesi pada
- Adanya Sputum bagian paru
Kerusakan jaringan
paru meluas dan
mengalami nekrosis
Produk sputum
meningkat
Secret terakumulasi
pada jalan napas
Dyspnea
Bakteri dormon
Bakteri muncul
beberapa tahun
kemudian
Reaki
infeksi/inflamasi
Sesak,sianosis,
penggunaan otot
bantu napas
Bakteri dormon
Bakteri muncul
beberapa tahun
kemudian
Reaki
infeksi/inflamasi
Kavitas, dan merusak
parenkim paru
Reaksi sistematis
Anoreksia, mual,BB
menurun
Perubahan
pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan
C. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan napas tidak efektif b.d penumpukan secret
2. Pola Nafas tidak efektif b.d nyeri dada
3. Resiko Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrisi
2. Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan Pengaturan posisi
nyeri dada keperawatan selama 1x24 jam Observasi :
masalah pada pola napas tidak - Monitor Status oksigen sebelum
efektif teratasi dengan criteria dan sesudah mengubah posisi
hasil : Terapeutik :
Luaran : Pola napas yaitu - Atur Posisi untuk mengurangi
inspirasi dan/atau ekspirasi yang sesak (Misalkan semi-Fowler)
tidak memberikan ventilasi Edukasi :
adekuat dari 2 (cukup - Informasikan saat akan
meningkat) menjadi 4 (cukup dilakukan perubahan posisi
menurun ) dengan idikator : - Ajarkan cara menggunakan
Dispnea postur tubuh yang baik selama
Penggunaan otot bantu melakukan perubahan posisi
napas Kalaborasi :
Pernapasan cuping - Kalaborasi pemberian
hidung premedikasi sebelum mengubah
Frekuensi napas posisi
membaik Pemantauan Respirasi Tindakan
Kedalaman napas Observasi
membaik - Monitor Frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
- Monitor pola napas (mis.
Bradipnea,takipnea,
hiperventilasi)
- Monitor adanya produksi
sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan
napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
E. Evaluasi
No Diagnosa Evaluasi
1. Bersihan jalan S : Keluhan sputum berlebihan berkurang/hilang
napas tidak efektif O : Batuk menurun,tidak gelisa, frekuensi napas membaik
b.d penumpukan A : Masalah Bersihan jalan napas teratasi/ teratasi sebagian
secret P : Lanjutkan / hentikan intervensi
Oleh :
Irdawati Mury
1490123110
1. Pendahuluan
Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa latinnya appendiks
vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang dengan panjang 6-9 cm
dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus besar bernama sekum yang terletak
pada perut kanan bawah (Handaya, 2017).
Apendisitis disebabkan karena adanya sumbatan pada lumen apendiks,
hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks dan kebiasaan makan makanan rendah serat.
Tanda gejala yang muncul pada pasien apendisitis yaitu nyeri pada area periumbilikus,
demam, mual muntah, konstipasi dan anoreksia. Apabila apendisitis tidak mendapatkan
perawatan dapat mengakibatkan keparahan, sehingga perlu adanya tindakan apendiktomi
yang dapat menimbulkan masalah salah satunya yaitu nyeri akut pada luka insisi
apendiktomi.
Faktor risiko yang lain adalah pola makan. Apendisitis adalah suatu penyakit di
sitem pencernaan manusia sehingga terdapat kaitan antara apendisitis dan pola makan
terutama pada kandungan nutrisi pada asupan makanan seseorang. Berdasarkan penelitian,
orang dengan pola makan yang tidak baik dmemiliki faktor risiko yang lebih tinggi untuk
terkena apendisitis daripada orang yang memiliki pola makan yang baik. Kandungan
nutrisi pada asupan makanan juga berpengaruh. Orang yang lebih sering makan makanan
yang kurang serat memiliki faktor risiko terkena apendisitis. Hal ini disebbkan karena
asupan makanan yang kurang mengandung serat dapat mengakibatkan konstipasi pada
sistem pencernaan manusia dan pada akhirnya berpeluang untuk menyebabkan sumbatan
pada apendiks sehingga dapat menyebabkan peradangan pada bagian tersebut.
2. Pengertian
Definisi Nutrisi adalah zat-zat gizi dan zat lain yang berhubungan dengan kesehatan dan
penyakit, termasuk keseluruhan proses prosesdalam tubuh manusia untuk menerima
makanan atau bahan-bahan darilingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan
tersebut untukaktivitas penting dalam tubuhnya serta mengeluarkan sisanya. Nutrisidapat
dikatakan sebagai ilmu tentang makanan, zat-zat gizi dan zatlain yang terkandung, aksi
reaksi dan keseimbangan yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit. ( Wartonah,
2010 )
Nutrisi adalah suatu proses organism menggunakan makananyang dikonsumsi secara
normal melalui proses degesti, absorbsi,transportasi, penyimpanan, metabolisme dan
pengeluaran zat-zat yangtidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan (Supariasa,
2013).
Nutrisi adalah zat-zat gizi dan zat lain yang berhubungandengan kesehatan dan penyakit,
termasuk keseluruhan proses dalamtubuh manusia untuk menerima makanan atau bahan-
bahan darilingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut untukaktivitas
penting dalam tubuhnya serta mengeluarkan zat sisa. Nutrisi berfungsi untuk membentuk
dan memelihara jaringan tubuh, mengatur proses-proses dalam tubuh, sebagai sumber
tenaga, serta untukmelindungi tubuh dari serangan penyakit. Dengan demikian,
fungsiutama nutrisi (suitor & hunter, 2009).
3. Anatomi Fisiologi
8. Asuhanan Keperawatan
A. Pengkajian
a) Biodata
1) Identitas Klien.
Meliputi Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan..
Hypothalamus
Thalamus
Cortex cerebri
Nyeri di persepsikan
Gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuha
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d Agen pencedera Fisik
2. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
Terapeutik :
- Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
E. Evaluasi
No Diagnosa Evaluasi
1. Nyeri Akut b.d S : Nyeri Akut Menurun
Agen Pencedera O : Pasien dapat beraktifitas
Fisik A : Masalah Nyeri Akut teratasi/teratasi sebagian
P : Lanjutkan/Hentikan Intervensi