TUBERKULOSIS (TBC)
DI SUSUN OLEH:
NIM : 1911127
KELAS : B
PASAPUA AMBON
Bagian-bagian sistem pernafasan yaitu Cavum nasi, faring, laring, trakea, karina, bronchus
principalis, bronchus lobaris, bronchus segmentalis, bronchiolus terminalis, bronchiolus
respiratoryus, saccus alveolus, ductus alveolus dan alveoli. Terdapat Lobus, dextra ada 3 lobus yaitu
lobus superior, lobus media dan lobus inferior. Sinistra ada 2 lobus yaitu lobus superior dan lobus
inferior. Pulmo dextra terdapat fissura horizontal yang membagi lobus superior dan lobus media,
sedangkan fissura oblique membagi lobus media dengan lobus inferior. Pulmo sinistra terdapat
fissura oblique yang membagi lobus superior dan lobus inferior. Pembungkus paru (pleura) terbagi
menjadi 2 yaitu parietalis (luar) dan Visceralis (dalam), diantara 2 lapisan tersebut terdapat rongga
pleura (cavum pleura)
1. Hidung
Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali naris anterior yang dindingnya tersusun
atas jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan. Permukaan luarnya dilapisi kulit dengan kelenjar
sebasea besar dan rambut. Terdapat epitel respirasi: epitel berlapis silindris bersilia bersel goblet
dan mengandung sel basal. Didalamnya ada konka nasalis superior, medius dan inferior. Lamina
propria pada mukosa hidung umumnya mengandung banyak pleksus pembuluh darah.
2. Alat penghidu
Mengandung epitel olfaktoria: bertingkat silindris tanpa sel goblet, dengan lamina basal yang tidak
jelas. Epitelnya disusun atas 3 jenis sel: sel penyokong, sel basal dan sel olfaktoris.
3. Sinus paranasal
Merupakan rongga-rongga berisi udara yang terdapat dalam tulang tengkorak yang berhubungan
dengan rongga hidung. Ada 4 sinus: maksilaris, frontalis, etmoidalis dan sphenoidalis.
4. Faring
Lanjutan posterior dari rongga mulut. Saluran napas dan makanan menyatu dan menyilang.
Pada saat makan makanan dihantarkan ke oesophagus. Pada saat bernapas udara dihantarkan ke
laring. Ada 3 rongga : nasofaring, orofaring, dan laringofaring. 7 Mukosa pada nasofaring sama
dengan organ respirasi, sedangkan orofaring dan laringofaring sama dengan saluran cerna.
Mukosa faring tidak memilki muskularis mukosa. Lamina propria tebal, mengandung serat elastin.
Lapisan fibroelastis menyatu dengan jaringan ikat interstisiel. Orofaring dan laringofaring dilapisi
epitel berlapis gepeng, mengandung kelenjar mukosa murni.
5. Laring
Organ berongga dengan panjang 42 mm dan diameter 40 mm. Terletak antara faring dan
trakea. Dinding dibentuk oleh tulang rawan tiroid dan krikoid. Muskulus ekstrinsik mengikat laring
pada tulang hyoid. Muskulus intrinsik mengikat laring pada tulang tiroid dan krikoid berhubungan
dengan fonasi. Lapisan laring merupakan epitel bertingkat silia. Epiglotis memiliki epitel selapis
gepeng, tidak ada kelenjar. Fungsi laring untuk membentuk suara, dan menutup trakea pada saat
menelan (epiglotis). Ada 2 lipatan mukosa yaitu pita suara palsu (lipat vestibular) dan pita suara
(lipat suara). Celah diantara pita suara disebut rima glotis. Pita suara palsu terdapat mukosa dan
lamina propria. Pita suara terdapat jaringan elastis padat, otot suara ( otot rangka). Vaskularisasi:
A.V Laringeal media dan Inferior. Inervasi: N Laringealis superior.
6. Trakea
Tersusun atas 16 – 20 cincin tulang rawan. Celah diantaranya dilapisi oleh jaringan ikat fibro
elastik. Struktur trakea terdiri dari: tulang rawan, mukosa, epitel bersilia, jaringan limfoid dan
kelenjar
7. Bronchus
Cabang utama trakea disebut bronki primer atau bronki utama. Bronki primer bercabang
menjadi bronki lobar bronki segmental bronki subsegmental. Struktur bronkus primer mirip
dengan trakea hanya cincin berupa lempeng tulang rawan tidak teratur. Makin ke distal makin
berkurang, dan pada bronkus subsegmental hilang sama sekali. Otot polos tersusun atas anyaman
dan spiral. Mukosa tersusun atas lipatan memanjang. Epitel bronkus : kolumnar bersilia dengan
banyak sel goblet dan kelenjar submukosa. Lamina propria : serat retikular, elastin, limfosit, sel
mast, eosinophil
Tidak mengandung lempeng tulang rawan, tidak mengandung kelenjar submukosa. Otot polos
bercampur dengan jaringan ikat longgar.
Epitel kuboid bersilia dan sel bronkiolar tanpa silia (sel Clara). Lamina propria tidak mengandung
sel goblet.
9. Bronchiolus
respiratorius Merupakan peralihan bagian konduksi ke bagian respirasi paru. Lapisan : epitel
kuboid, kuboid rendah, tanpa silia. Mengandung kantong tipis (alveoli).
11. Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat terjadinya pertukaran
oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara yang dihirup. Jumlahnya 200 - 500 juta.
Bentuknya bulat poligonal, septa antar alveoli disokong oleh serat kolagen, dan elastis halus.
Sel epitel terdiri sel alveolar gepeng ( sel alveolar tipe I ), sel alveolar besar ( sel alveolar tipe
II). Sel alveolar gepeng ( tipe I) jumlahnya hanya 10% , menempati 95 % alveolar paru. Sel alveolar
besar (tipe II) jumlahnya 12 %, menempati 5 % alveolar. Sel alveolar gepeng terletak di dekat
septa alveolar, bentuknya lebih tebal, apikal bulat, ditutupi mikrovili pendek, permukaan licin,
memilki badan berlamel. Sel alveolar besar menghasilkan surfaktan pulmonar. Surfaktan ini
fungsinya untuk mengurangi kolaps alveoli pada akhir ekspirasi. Jaringan diantara 2 lapis epitel
disebut interstisial. Mengandung serat, sel septa (fibroblas), sel mast, sedikit limfosit. Septa tipis
diantara alveoli disebut pori Kohn. Sel fagosit utama dari alveolar disebut makrofag alveolar.
Pada perokok sitoplasma sel ini terisi badan besar bermembran. Jumlah sel makrofag melebihi
jumlah sel lainnya.
12. Pleura
Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini mengandung serat elastin, fibroblas,
kolagen. Yang melekat pada paru disebut pleura viseral, yang melekat pada dinding toraks
disebut pleura parietal. Ciri khas mengandung banyak kapiler dan pembuluh limfe. Saraf adalah
cabang n. frenikus dan n. interkostal.
B. PENGERTIAN TB PARU
Tuberkulosis atau TB paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering mengenai parenkim
paru, biasanya disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.TB paru dapat menyebar ke setiap
bagian tubuh, termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe (Smeltzer&Bare, 2015).Selain itu TB
paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang
dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh lainnya yang mempunyai tekanan parsial
oksigen yang tinggi (Tabrani Rab, 2010). Pada manusia TB paru ditemukan dalam dua bentuk yaitu:
(1) tuberkulosis primer: jika terjadi pada infeksi yang pertama kali, (2) tuberkulosis sekunder: kuman
yang dorman pada tuberkulosis primer akan aktif setelah bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi
endogen menjadi tuberkulosis dewasa (Somantri, 2009)
Menurut Robinson, dkk (2014),TB Paru merupakan infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis di tandai dengan adanya infiltrat paru, pembentukan granuloma dengan
perkejuan, fibrosis serta pembentukan kavitas.
2. Etiologi
TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat ditularkan ketika
seseorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan organisme.Individu yang rentan menghirup
droplet dan menjadi terinfeksi.Bakteria di transmisikan ke alveoli dan memperbanyak diri.Reaksi
inflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan fibrosa
(Smeltzer&Bare, 2015).Ketika seseorang penderita TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka
secara tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya.
Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet atau nuklei tadi menguap.
Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri
tuberkulosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup
oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena bakteri tuberkulosis (Muttaqin Arif, 2012).
Menurut Smeltzer&Bare (2015), Individu yang beresiko tinggi untuk tertular virus tuberculosis
adalah:
b. Individu imunnosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam terapi
kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan HIV).
d. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma; tahanan; etnik dan ras minoritas,
terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan dewasa muda antara yang berusia 15 sampai
44 tahun).
e. Dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalkan diabetes, gagal ginjal kronis,
silikosis, penyimpangan gizi).
g. Pekerjaan (misalkan tenaga kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas yang beresiko tinggi.
3. Klasifikasi TB Paru
TB paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam tahun 2013 halaman 161 yaitu:
b. Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru (koch pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent
(bentuk aktif yang mulai menyembuh)
1) Tuberkulosis minimal
Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun kedua paru, tetapi
jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2) Moderately advanced tuberculosis
Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih
dari 1 bagian paru.Bila bayangan kasar tidak lebih dari sepertiga bagian 1 paru.
Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced tuberkulosis.
Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik, dan riwayat
pengobatan sebelumnya.Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan
untuk menentukan strategi terapi.
2) BTA positif:
mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu kali atau
disokong radiologik positif 1 kali.
2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak
berubah.
4. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan,dan luka
terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet
yang mengandung kumankuman basil tuberkel yang berasal dari orang – orang yang terinfeksi.
TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah
makrofag, dan limfosit( biasanya sel T) adalah sel imunresponsif. Tipe imunitas seperti ini
biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya.Respons ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas seluler (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai unit yang terdiri
dari satu sampai tiga basil.Gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran
hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit.Setelah berada dalam
ruangan alveolus, biasanya dibagian bawah kubus atau paru atau dibagian atas lobus bawah,
biasanya dibagian bawah kubus atau paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan.Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut
dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut.Sesudah hari- hari
pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi,
dan timbulkan pneumonia akut. Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya,
sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus difagosit atau
berkembang biak dalam di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke
kelenjer getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk seltuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit.Reaksi
ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju disebut
nekrosis kaseosa.Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya
yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respons berbeda.Jaringan granulaasi
menjadi lebih fibroblas membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru disebut Fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjr getah bening regional
dan lesi primer disebut Kompleks Ghon.Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat
dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radio gram rutin.Namun
kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat secara klinis atau dengan radiografi.
Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu bahan cairan lepas
kedalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan tuberkel yang dilepaskan
dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat
berulang kembali dibagian lain dari paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga
tengah atau usus.
Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan meninggalkan jaringan
parut fibrosis.Bila peradangan merada, lumen bronkus dapat menyepit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dekat denagan taut bronkus dan rongga.Bahan perkijuan dapat
mengental dan tidak dapat kavitas penu dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak terlepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala demam waktu lama
atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari
kelenjer getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil yang kadang-kadang dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagaipenyebaran
limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri.Penyebaran hematogen merupakan suatu
fenomena akut yang biasanya menyebabkan TB miler, ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke
organ – organ tubuh. (Sylvia, 2005)
a. Manifestasi Klinis
Arif Mutaqqin (2012), menyatakan secara umum gejala klinik TB paru primer dengan TB paru
DO sama. Gejala klinik TB Paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik (atau
gejala organ yang terlibat ) dan gejala sistematik.
1) Gejala respratorik
a) Batuk
Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan.
b) Batuk darah
Keluhan batuk darah pada klien TB Paru selalu menjadi alasan utama klien untuk meminta
pertolongan kesehatan.
c) Sesak nafas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal
yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia, dan lain-lain.
d) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB Paru termasuk nyeri pleuritik ringan.Gejala ini timbul apabila sistem
persarafan di pleura terkena TB
2) Gejala sistematis
a) Demam
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau malam hari mirip
demam atau influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang serangannya,
sedangkan masa bebas serangan semakin pendek.
Gejala reaktivasi tuberkulosis berupa demam menetap yang naik dan turun (hectic
fever), berkeringat pada malam hari yang menyebabkan basah kuyup (drenching night
sweat), kaheksia, batuk kronik dan hemoptisis.Pemeriksaan fisik sangat tidak sensitif
dan sangat non spesifik terutama pada fase awal penyakit.Pada fase lanjut diagnosis
lebih mudah ditegakkan melalui pemeriksaan fisik, terdapat demam penurunan berat
badan, crackle, mengi, dan suara bronkial. (Darmanto, 2009)
Gejala klinis yang tampak tergantung dari tipe infeksinya.Pada tipe infeksi yang primer
dapat tanpa gejala dan sembuh sendiri atau dapat berupa gejala neumonia, yakni batuk
dan panas ringan. Gejala TB, primer dapat juga terdapat dalam bentuk pleuritis dengan
efusi pleura atau dalam bentuk yang lebih berat lagi, yakni berupa nyeri pleura dan
sesak napas. Tanpa pengobatan tipe infeksi primer dapat sembuh dengan sendirinya,
hanya saja tingkat kesembuhannya 50%. TB postprimer terdapat gejala penurunan berat
badan, keringat dingin pada malam hari, tempratur subfebris, batuk berdahak lebih dari
dua minggu, sesak napas, hemoptisis akibat dari terlukanya pembuluh darah disekitar
bronkus, sehingga menyebabkan bercak-bercak darah pada sputum, sampai ke batuk
darah yang masif, TB postprimer dapat menyebar ke berbagai organ sehingga
menimbulkan gejala-gejala seperti meningitis, tuberlosis miliar, peritonitis dengan
fenoma papan catur, tuberkulosis ginjal, sendi, dan tuberkulosis pada kelenjar limfe
dileher, yakni berupa skrofuloderma. (Tabrani Rab, 2016)
6. Komplikasi
Menurut Wahid&Imam (2013), dampak masalah yang sering terjadi pada TB paru adalah:
1) Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
3) Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses
pemulihan atau reaktif) pada paru.
4) Pneumothorak (adanya udara dalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena kerusakan
jaringan paru.
5) Penyebaran infeksi keorgan lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan sebagainya.
Menurut Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru menjadi tiga bagian, pengobatan,
dan penemuan penderita (active case finding).
1) pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita TB
paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis dan radiologis. Bila tes tuberkulin
positif, maka pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila
masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan
diberikan kemoprofilaksis.
2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompokkelompok populasi tertentu
misalnya:
3) Vaksinasi BCG
Tabrani Rab (2010), Vaksinasi BCG dapat melindungi anak yang berumur kurang dari 15 tahun
sampai 80%, akan tetapi dapat mengurangi makna pada tes tuberkulin.
Dilakukan pemeriksaan dan pengawasan pada pasien yang dicurigai menderita tuberkulosis, yakni:
a) Pada etnis kulit putih dan bangsa Asia dengan tes Heaf positif dan pernah berkontak dengan
pasien yang mempunyai sputum positif harus diawasi.
b) Walaupun pemeriksaan BTA langsung negatif, namun tes Heafnya positif dan pernah berkontak
dengan pasien penyakit paru.
d) Bila tes tuberkulin negatif maka harus dilakukan tes ulang setelah 8 minggu dan ila tetap negatif
maka dilakukan vaksinasi BCG. Apabila tuberkulin sudah mengalami konversi, maka pengobatan
harus diberikan.
4) Kemoprofilaksis dengan mengggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan
menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis
primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan
kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut :
a) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya TB milier
dan meningitis TB,
b) Anak dan remaja dibawah dibawah 20 tahun dengan hasil tuberkulin positif yang bergaul erat
dengan penderita TB yang menular,
c) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi positif,
d) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat immunosupresif jangka panjang,
5) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada masyarakat di
tingkat puskesmas maupun ditingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas
LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia-PPTI). (Mutaqqin Arif,
2012)
C. TEORI KEPERAWATAN
1. Pengkajian Pengkajian merupakan pengumpulan data mengenai biodata klien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat
pekerjaan dan kebiasaan dan pemeriksaan fisik.
Umur klien dapat menunjukan tahap perkembangan klien baik secara fisik maupun psikologi,
jenis kelamin dan pekerjaan juga berpengaruh terhadap terjadinya penyakit yang diderita
klien, dan tingkat pengetahuan klien terhadap penyakit yang dideritannya.
b. Keluhan utama
Keluhan utama ialah keluhan yang paling menganggu klien. Keluhan utama digunakan untuk
menentkan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien terhadap penyakitnya.
Keluhan utama yang biasa timbul ialah :
1) Batuk : batuk bisa menunjukkan adanya penyakit paru yang serius. Tipe batuk juga sangat
penting untuk diketahui. Batuk yang kering, iritatif menandakan infeksi saluran
napas atas menyebabkan batuk dengan puncak bunyi kering, hacking, brassy,
mengi, ringan, berat dan waktu batuk dicatat. Perawat harus menanyakan apakah
batuk bersifat produktif / nonproduktif, jika produktif apakah sputum bercampur
darah.
Sputum adalah substansi yang keluar bersama dengan batuk atau bersihan
tenggorok. Tetapi produksi sputum dikarenakan oleh batuk adalah tidak normal.
Tanyakan klien tentan warna dari sputum yang dikeluarkannya (jernih, kuning,
hijau, kemerahan), bau, kualitas (berair, berserabut, berbusa, kental), dan kuantitas
(sendok teh, sendok makan, cangkir). Tanyakan juga apakah sputum hanya
dibentuk setelah klien berbaring.
3) Dispnea
Adalah suatu persepsi kesulitan bernafas / nafas pendek dan merupakan perasaan
subjektif klien. Perawat melakukan pengkajian tentang bagaimana kemampuan klien
dalam melakukan aktifitas. Menurut Muttaqin (2008) hal yang perlu dikaji adalah apa
faktor penyebab dipsnea, seperti apa rasanya saat terjadi dipsnea, dibagian mana yang
dirasakan berat saat bernafas, seberapa jauh rasa sesak yang di rasakan dan berapa lama
dipsnea di rasakan.
4) Hemoptysis
Adalah batuk yang bercampur darah. Perawat mengkaji apakah dari berasal dari paru,
perdarahan hidung atau perut. Darah dari paru biasanya berwarna merah terang . lakukan
juga pengkajian tentang awitan, durasi, jumlah dan warna.
5) Mengi
Ini terjadi karena udara mengalir melalui jalan napas yang sebagian tersumbat atau
menyempit pada saat inspirasi dan ekspirasi. Mengi hanya terdengar menggunakan
stetoskop. Identifikasi kapan mengi terjadi dan apakah mengi hilang sendiri atau hilang
dengan obat – obatan.
6) Chest pain
Yang perlu dikaji ialah informasi tentang lokasi, durasi dan intensitas nyeri .
Pengkajian yang dilakukan dimulai dengan perawat menanyakan tentang perjalanan penyakit
sejak timbul keluhan hingga alasan dibawa ke rumah sakit, seperti sejak kapan keluhan
dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan dirasakan, bagamana sifat dan hebatnya
keluhan yang dirasakan, dimana pertama kali keluhan di rasakan, apa yang dilakukan ketika
keluhan tersebut timbul, keadaan apa yang memperberat atau memperingan keluhan, usaha
apa yang dilakukan untuk mengurangi keluhan tersebut apakah usaha yang dilakukan
berhasil.
Tanyakan klien tentang pengobatan masalah pernapasan sebelumnya. Kaji pula kapan kapan
penyakit terjadi dan waktu perawatannya. Tanyakan apakah klien pernah melakukan
pemeriksaan rongten dan kapan terakhir dilakukan.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu dicari apakah riwayat keluarga memberikan faktor predisposisi seperti adanya riwayat
sesak napas, batuk lama, batuk darah dari anggota keluarga yang lain. Adanya penyakit darah
tinggi dan kencing manis dapat memperberat keluhan penderita.
Perawat harus menanyakan bagaimana lingkungan kerja klien dan juga kebiasaan sosial yang
dilakukannya. Seperti menanyakan kebiasaan merokok, menanyakan apakah pekerjaan
penuh stress, apakah lingkungan dipenuhi dengan polusi udara dan lain sebagainya
(Andarmoyo, 2012).
Mengambarkan bagaiman pola makan dan minum klien seperti nafsu makan, porsi,
pilihan makanan, diet tertentu, hilang atau bertambahnya berat badan.
3) Pola eliminasi
Mengambarkan bagaimana pola BAB dan BAK klien, seperti frekuensi sehari, banyaknya,
warna, bau dan lain sebagainya.
4) Pola aktivitas-latihan
Mengambarkan pola latihan, aktivitas, hiburan, dan rekreasi; kemampuan untuk dapat
menjalankan aktivitas sehari-hari.
6) Pola kognitif-persepsi
9) Pola seksual-reproduksi
Mengambarkan pola kepuasan dan ketidakpuasan seksual klien; pola reproduksi klien;
masalah pre dan postmenoupause.
Mengambarkan pola koping klien dalam menangani stress, sumber dukungan, efektivitas
pola koping yang klien miliki dalam menoleransi stress.
Mengambarkan pola nilai, kepercayaan dan tujuan yang mempengaruhi pilihan dan
keputusan klien.
h. Pemeriksaan fisik
Kesadaran klien perlu dinilai apakah klien dalam keadaan compos metis, apatis, somnolen,
sopor, soporokoma, atau koma. Seorang perawat juga harus mempunyai pengetahuan
untuk menilai keadaan umum klien, kesadaran dan pengukuran GCS. Untuk tanda – tanda
vital seperti peningkatan suhu tubuh yang signifikan, frekuensi nafas meningkat disertai
sesak nafas, denyut nadi meningkat atau melemah, tekanan darah biasanya sesuai dengan
adanya penyakit penyerta seperti hipertensi.
2) B1 (Breathing)
Tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada
antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral, adanya ketidakseimbangan
rongga dada, pelebaran intercostal space karena adanya efusi pleura masif atau
penyempitan intercostal space karen atelektasis paru. Mengalami sesak nafas,
peningkatan frekuensi nafas, menggunakan otot bantu nafas dan juga gerakan
pernafasan menjadi tidak simetris.
(b) Palpasi : adanya pergeseran trakhea, adanya penurunan gerakan dinding
pernafasan, adanya penurunan taktif fremitus pada klien dengan TB paru, biasanya
ditemukan pada klien yang disertai komplikasi efusi pleura masif.
(c) Perkusi : TB paru tanpa komplikasi ditemukan bunyi resonan atau sonor pada
seluruh lapang paru, sedangkan TB paru dengan komplikasi didapatkan bunyi redup
sampai pekak pada sisi yang sakit. Dan apabila disertai pneumotoraks didapatkan
bunyi hiperresonan .
(d) Auskultasi : akan didapatkan bunyi paru tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit.
Apabila dengan komplikasi akan ditemukan penurunan resonan vokal pada sisi yang
sakit.
3) B2 (Blood)
(a) Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut (menandakan bahwa klien pernah menjalani
operasi jantung sebelumnya) dan keluhan kelemahan fisik.
(d) Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Tidak di dapatkan bunyi jantung
tambahan.
4) B3 (Brain)
5) B4 (Bladder
Perawat perlu mengkaji adanya oliguria karena ini bisa berhubungan dengan tanda syok.
Urine klien akan berwarna jingga pekat dan berbau karena meminum OAT terutama
Rifampisin.
6) B5 (Bowel)
Klien mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
7) B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang muncul
biasanya kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga
menjadi tidak teratur.