Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERKULOSIS PARU
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

YOKA MUTIA, S.Kep

KELOMPOK : J’17

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2017
BAB I

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian TB Paru

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman


TB. Sebagian besar kumun TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainnya.

Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri


Mycobacterium tuberculosis (TBC). Meskipun dapat menyerang hampir semua organ
tubuh, namun bakteri TBC lebih sering menyerang organ paru (80-85%) (Depkes,
2008). Tubekulosis yang menyerang paru disebut tuberculosis paru dan yang
menyerang selain paru disebut tuberculosis ekstra paru. Tuberculosis paru dengan
pemeriksaan dahak menunjukkan BTA (Basil Tahan Asam) positif, dikategorikan
sebagai tuberculosis paru menular (Depkes, 2005).

Penyakit TB paru merupakan penyakit menahun, bahkan dapat seumur hidup.


Setelah seseorang terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis, hampir 90% penderita
secara klinis tidak sakit, hanya didapatkan test tuberkulin positif dan 10% akan sakit.
Penderita yang sakit bila tanpa pengobatan, setelah 5 tahun, 50% penderita

TB paru akan mati, 25% sehat dengan pertahanan tubuh yang baik dan 25%
menjadi kronik dan infeksius (Jusuf, 2010). Namun ODHA (orang dengan HIV/AIDS)
dengan TB paru aktif yang tidak diobati lebih mungkin meninggal dalam waktu yang
lebih singkat (Green, 2006)

B. Anatomi dan fisiologi


a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
          Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga
hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar
sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera).Selaput lendir berfungsi
menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu,
terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran
yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler
darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.
          Di dalam rongga hidung terjadi penyesuaian suhu dan kelembapan udara
sehingga udara yang masuk ke paru-paru tidak terlalu kering ataupun terlalu
lembap. Udara bebas tidak hanya mengandung oksigen saja, namun juga gas-gas
yang lain. Misalnya, karbon dioksida (CO2), belerang (S), dan nitrogen (N2).
Selain sebagai organ pernapasan, hidung juga merupakan indra pembau yang
sangat sensitif. Dengan kemampuan tersebut, manusia dapat terhindar dari
menghirup gas-gas yang beracun atau berbau busuk yang mungkin mengandung
bakteri dan bahan penyakit lainnya. Dari rongga hidung, udara selanjutnya akan
mengalir ke faring.
b. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan
2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran
pencernaan (orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat
terletaknya pita suara (pita vocalis).Masuknya udara melalui faring akan
menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran
pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun
demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara
tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
c. Laring
Laring (tekak) adalah tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya
udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai
suara. Laring berparan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan nafas
terhadap masuknya makanan dan cairan. Laring dapat tersumbat, antara lain oleh
benda asing ( gumpalan makanan ), infeksi ( misalnya infeksi dan tumor)
d. Trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di
leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku,
dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-
silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
e. Cabang-cabang Bronkus
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan
dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya
tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih
besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus
bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.
f. Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping
dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang
berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang
terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus.
Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput
bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura
visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan
tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura
yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah
yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air
dan zat-zat lain.
Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan
pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah
permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas.
Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter ±
1 mm, dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus. Bronkiolus ini
memiliki gelembung-gelembung halus yang disebut alveolus. Bronkiolus memiliki
dinding yang tipis, tidak bertulang rawan, dan tidak bersilia.
Gas memakai tekanannya sendiri sesuai dengan persentasenya dalam
campuran, terlepas dari keberadaan gas lain (hukum Dalton). Bronkiolus tidak
mempunyi tulang rawan, tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di bagian
ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Pada bagian distal
kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada gugus kantung udara
(alveolus).
Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang
salah satu sisinya terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh
karena alveolus berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka
memungkinkan terjadinya difusi gas pernapasan
 
C. Klasifikasi TB Paru
1. Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum
mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB terhirup dari udara
melalui saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal saluran
pernapasan, maka bakteri akan ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang
berada di alveoli. Jika pada proses ini, bakteri akan ditangkap dan dihancurkan oleh
makrofag yang lemah, maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh makrofag
yang lemah itu dan menghancurkan makrofag. Dari proses ini, dihasilkan bahan
kemotaksik yang menarik monosit (makrofag) dari aliran darah membentuk
tuberkel. Sebelum menghancurkan bakteri, makrofag harus diaktifkan terlebih
dahulu oleh limfokin yang dihasilkan limfosit T.
Tidak semua makrofag pada granula TB mempunyai fungsi yang sama. Ada
makrofag yang berfungsi sebagai pembunuh, pencerna bakteri dan perangsang
limfosit. Beberapa makrofag menghasilkan protease, elastase, kolagenase serta
colony stimulating factor untuk merangsang produksi monosit dan granulosit pada
sumsum tulang. Bakteri TB menyebar melalui saluran pernapasan ke kelenjar getah
bening regional (hilus) membentuk epiteloid granuloma. Granuloma nekrosis
sentral sebagai akibat timbulnya hipersensitivitas seluler terhadap bakteri TB. Hal
ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat pada tes tuberkulin. Hipersensitivitas
seluler terlihat sebagai akumulasi lokal dari limfosit dan makrofag.
Reaksi TB yang berada di alveoli akan membentuk fokus lokal (fokus
Ghon), sedangkan fokus inisial bersama-sama dengan limfadenopati bertempat di
hilus dan disebut juga TB primer. Fokus primer paru biasanya bersifat unilateral
dengan subpleura terletak di atas atau di bawah fisura interlobaris atau di bagian
basal dari lobus inferior. Bakteri menyebar lebih lanjut melalui saluran limfe atau
aliran darah dan akan tersangkut pada berbagai organ. Jadi, TB primer merupakan
infeksi yang bersifat sistemis.
2. Tuberkulosis Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB masih
hidup dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90 % di antaranya tidak
mengalami kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB (TB pascaprimer/ TB sekunder)
terjadi bila daya tahan tubuh menurun, alkoholisme, keganasan, silikosis, diabetes
melitus dan AIDS.
Berbeda dengan TB primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan
organ lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi imunologis
terjadi dengan adanya pembentukan granuloma, mirip dengan yang terjadi pada TB
primer. Tetapi, nekrosis jaringan lebih menyolok dan menghasilkan lesi kaseosa
(perkijuan) yang luas dan disebut tuberkuloma. Protease yang dikeluarkan oleh
makrofag aktif akan menyebabkan pelunakan bahan kaseosa. Secara umum, dapat
dikatakan bahwa terbentuknya kavitas dan manifestasi lainnya dari TB sekunder
adalah akibat dari reaksi nekrotik yang dikenalkan sebagai hipersensitivitas seluler.
TB paru pascaprimer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber
eksogen, terutama pada usia tua dengan riwayat semasa muda pernah terinfeksi
bakteri TB. Biasanya, hal ini terjadi pada daerah apikal atau segmen posterior lobus
superior, 10-20 mm dari pleura, dan segmen apikal lobus inferior. Hal ini mungkin
disebabkan oleh kadar oksigen yang tinggi di daerah ini sehingga menguntungkan
untuk pertumbuhan bakteri TB.
Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru. Kerusakan paru diakibatkan
oleh produksi sitokin yang berlebihan. Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan
fibrotik yang tebal dan berisi pembuluh darah pulmonal. Kavitas yang kronis
diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal. Masalah lainnya pada kavitas yang kronis
adalah kolonisasi jamur seperti aspergillus yang menumbuhkan mycetoma.

Klasifikasi menurut American thoracic society:

1. Kategori 0: tidak pernah terpajan, tidak terinfeksi, riwayat kontak


negative, dan tes tuberculin negative
2. Kategori 1: terpajan tuberculosis , tapi tidak terbukti ada infeksi. Disini
riwayat kontak positif, tes tuberculin negative
3. Kategori 2: terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit, tes tuberculin
positif, radiologi dan sputum negative
4. Kategori 3: terinfeksi tuberculosis dan sakit
D. Etiologi

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium
tuberculosis termasuk bakteri gram positif dan berbentuk batang. Umumnya
Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ tubuh lain.

Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada
pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis sehingga
disebut sebagai basil tahan asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis cepat mati
dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan
lembab. Kuman dapat dormant atau tertidur sampai beberapa tahun dalam jaringan
tubuh.
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu
batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada
suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut
terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam
tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar
dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau
penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang
penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin
tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut.
Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberkulosis ditentukan oleh
konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Secara klinis, tuberkulosis dapat terjadi melalui infeksi primer dan pasca
primer. Infeksi primer terjadi saat seseorang terkena kuman tuberkulosis untuk
pertama kalinya. Setelah terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di dalam alveoli
(gelembung paru) terjadi peradangan. Hal ini disebabkan oleh kuman tuberkulosis
yang berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru. Waktu terjadinya
infeksi hingga pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu.

Kelanjutan infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk


dan respon daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TB dengan
cara menyelubungi kuman dengan jaringan pengikat. Ada beberapa kuman yang
menetap sebagai “persister” atau “dormant”, sehingga daya tahan tubuh tidak dapat
menghentikan perkembangbiakan kuman, akibatnya yang bersangkutan akan
menjadi penderita tuberkulosis dalam beberapa bulan. Pada infeksi primer ini
biasanya menjadi abses (terselubung) dan berlangsung tanpa gejala, hanya batuk
dan nafas berbunyi. Tetapi pada orang-orang dengan sistem imun lemah dapat
timbul radang paru hebat, ciri-cirinya batuk kronik dan bersifat sangat menular.
Infeksi pasca primer terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah infeksi
primer. Ciri khas tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya efusi pleura. Risiko terinfeksi tuberkulosis sebagian besar adalah faktor
risiko eksternal, terutama adalah faktor lingkungan seperti rumah tak sehat,
pemukiman padat dan kumuh. Sedangkan risiko menjadi sakit tuberkulosis,
sebagian besar adalah faktor internal dalam tubuh penderita sendiri yang disebabkan
oleh terganggunya sistem kekebalan dalam tubuh penderita seperti kurang gizi,
infeksi HIV/AIDS, dan pengobatan dengan immunosupresan.

E. Patofisiologi

Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara maka secara tidak
sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai atau tempat lainnya. Akibat
terkena sinar matahari dan suhu udara yang panas,droplet nuklei tadi menguap.
Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan
membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke
udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi
terkena infeksi bakteri tuberkulosis. Penularan bakteri lewat udara disebut dengan
istilah air-borne infection.

Bakteri yang terisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran


pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi dimana terjadi implantasi
bakteri, bakteri akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberkulosis dan
fokus ini disebut fokus primer atau lesi primer atau fokus Ghon. Reaksi juga terjadi
pada jaringan limfe regional, yang bersama dengan fokus primer disebut sebagai
kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan
menjadi sensitif terhadap protein yang dibuat bakteri tuberkulosis dan bereaksi positif
terhadap tes tuberkulin atau tes Mantoux.
Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh
melalui berbagai jalan, yaitu :

1. Percabangan bronkus
Penyebaran infeksi lewat percabangan bromkus dapat mengenai area paru atau
melalui sputu menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi faring), maupun ke
saluran pencernaan.
2. Sistem saluran limfe
Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan adanya regional limfadenopati atau
akhirnya secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui
duktus limfatikus dan menimbulkan tuberkulosis milier.
3. Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau mengangkut
material yang mengandung bakteri tuberkulosis dan bakteri ini dapat mencapai
berbagai organ melalui aliran darah yaitu : tylang, ginjal, kelenjar adrenal, otak dan
meningen.
4. Reaktivasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)
Jika pertahanan tubuh inang kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh
dan bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi
dorman atau tidur ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit lama/keras
atau memakai obat yang dapat melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka
bakteri tuberkulosis yang dorman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut
resaktivasi infeksi primer atau infeksi pasca primer. Infeksi ini dapat terjadi
bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca primer juga
dapat diakibatkan oleh bakteri tuberkulosis yang baru masuk ke tubuh (infeksi
baru), bukan bakteri dorman yang aktif kembali. Biasanya organ paru tempat
timbulnya infeksi pasca primer terutama berada di daerah apeks paru. 
F. WOC
G. Manifestasi klinis

. Menurut Crofton (2002), gejala yang dirasakan oleh penderita TB paru dapat
digambarkan sebagai berikut:

1. Permulaan Sakit

Pertumbuhan TB paru sangat menahun sifatnya, tidak berangsur-angsur memburuk


secara teratur, tetapi terjadi secara ”melompat-lompat”. Serangan pertama menyerupai
”influenzae” akan segera mereda dan keadaan akan pulih kembali. Berbulan-bulan
kemudian akan timbul kembali serangan ”influenzae”.

Tergantung dari daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil, serangan kedua bisa
terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan seterusnya. Dikatakan sebagai multiplikasi 3
bulan. Serangan kedua akan bertahan lebih lama dari yang pertama sebelum orang sakit
”sembuh” kembali. Pada serangan ketiga serangan sakit akan lebih lama dibandingkan
serangan kedua. Sebaliknya masa ”tidak sakit” menjadi lebih pendek dari masa antara
serangan pertama dan kedua. Seterusnya masa aktif ”influenzae” makin lama makin
panjang, sedangkan masa ”bebas influenzae” makin pendek. Salah satu keluhan pertama
penderita TB paru adalah sering mendapatkan serangan ”influenzae”. Setiap kali mendapat
serangan dengan suhu bisa mencapai 40ºC-41ºC.

2. Malaise

Peradangan ini bersifat sangat kronik akan di ikuti tanda-tanda malaise: anoreksia,
badan makin kurus, sakit kepala, badan terasa pegal-pegal, demam subfebril yang diikuti
oleh berkeringat malam dan sebagainya.

3. Batuk

Mycobacterium tuberculosis mulai berkembang biak dalam jaringan paru. Selama


bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, orang sakit tidak akan batuk. Batuk pertama
terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang produk-
produk ekskresi dari peradangan keluar.
4. Batuk Darah (hemoptoe)

Batuk darah akan terjadi bila ada pembuluh darah yang terkena dan kemudian pecah.
Tergantung dari besarnya pembuluh darah yang pecah maka akan terjadi batuk darah
ringan, sedang, atau berat tergantung dari berbagai faktor. Satu hal yang harus diingat
adalah tidak semua batuk darah dengan disertai gambaran lesi di paru secara radiologis
adalah TB paru. Batuk darah juga terjadi pada berbagai penyakit paru lain seperti penyakit
yang namanya bronkiektesi, kanker paru dan lain-lain.

5. Sakit/ Nyeri Dada

6. Keringat Malam

7. Demam

8. Sesak Nafas, dll.

Tidak semua penderita TB paru punya semua gejala diatas, kadang-kadang hanya
satu atau 2 gejala saja. Berat ringannya masing-masing gejala juga sangat bervariasi
(Aditama, 2006).

Gejala-gejala tersebut diatas di jumpai pula pada penyakit paru selain TB paru. Oleh
karena itu setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) dengan gejala
tersebut diatas, harus di anggap ”suspek tuberculosis” atau tersangka penderita TB paru dan
perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Aditama, 2002).

H. Komplikasi
1. Batuk darah (Haemoptoe)
Pada dasarnya proses TB paru adalah proses nekrotis dan jaringan yang mengalami
nekrotis terdapat pada pembuluh darah. Jumlah darah yang dibatukkan keluar
bervariasi mulai dari sangat sedikit sampai banyak sekali, tergantung pada
pembuluh darahyang terkena.
2. Hematogen
Penyebaran hematogen terjadi bilamana proses nekrotis mengenai pembuluh darah.
Bahan-bahan nekrotis yang penuh basil-basil TB akan tertumpah dalam aliran
darah. Basil-basil ini kemudian akan bersarang di organ-organ tubuh. Tetapi ada
dua organ tubuh yang memang secara alamiah tidak dapat diserang TB, yaitu otot
sekiet dan otot jantung.
3. TB Larings
Karena tiap kali dahak yang mengandung basil TB dikeluarkan melalui larings,
maka basil yang tersangkut di larings, maka basil yang tersangkut di larings akan
menimbulkan proses TB di larings. Maka terjadilah TB larings.
4. Pneumotoraks
Apabila proses riekrotis dekat dengan pleura maka pleura akan bocor. Sehingga
terjadilah penumathorules (pecahnya dinding kavitas yang berdekatan dengan
pleura).
5. Abses paru
Infeksi sekunder dapat pula mengenai jaringan nekrotis itu langsung, sehingga
terjadi abses paru.
I. Penatalaksanaan

Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru adalah sebagai berikut


:
Pencegahan tuberkulosis paru
1. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes
tuberkulin, klinis dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka
pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan
mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif,
berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
2. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu misalnya :
 Karyawan rumah sakit/ Puskesmam / balai pengobatan.
 Penghuni rumah tahanan.
 Siswa-siswi pesantren.
3. Vaksinasi BCG.
4. Komoprofilaksisdengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang
masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang
menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis
sekunder diperlukan bagi kelompok berikut :
 Bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena
risiko timbulnya TB milier dan meningitis TB,
 Anak dan remaja di bawah 20 tahun tahun dengan hasil tes
tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang
menular,
 Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari
negatif menjadi positif,
 Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat
imunosupresif jangka panjang,
 Penderita diabetes melitus.
5. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis
kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit
oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan
Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia – PPTI)
Pengobatan tuberkulosis paru
Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga untuk mencegah
kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT, serta memutuskan mata rantai penularan.
Untuk penatalaksanaan pengobatan tuberkulosis paru, berikut ini adalah beberapa hal yang
penting untuk diketahui.
Mekanisme kerja obat anti-Tuberkulosis (OAT)
a. Aktivasi bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat.
b. Aktivitas strerilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant).
c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis
terhadap bakteri tahan asam.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan (4-7 bulan ). Paduan obat yang digunakanterdiri atas obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, isoniazid, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol (Depkes RI, 2004).
J. Pemeriksaan penunjang
1. Anamnesis pada pemeriksaan fisik
2. Laboratorium darah rutin ( LED normal atau meningkat, limfositosis)
3. Foto thoraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB,
yaitu :
a. Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus
bawah.
b. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular).
c. Adanya kavitas, tunggal atau ganda.
d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru.
e. Adanya klasifikasi.
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
g. Bayangan milier.
4. Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun pemeriksaan ini
tidak sensitif karena hanya 30-70 persen pasien TB yang dapat didiagnosis
berdasarkan pemeriksaan ini.
5. Tes PAP (Peroksidase anti peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidase
staning untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
6. Tes mantoux/tuberkulin.
7. Teknik polymerase chain reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui aplikasi dalam berbagai tahap sehingga
dapat mendeteksi meskipun hanya ada satu mikroorganisme dalam spesimen. Juga
dapat mendeteksi adanya retensi.
8. Becton dickinson diagnostik instrumen system (BACTEC)
Deteksi grouth index berdasarkan CO2 yang di hasilkan dari metabolisme asam
lemak oleh M. Tuberkulosis.
9. Enzyme linked immuno sorbent assay
Deteksi respon humoral memakai antigen-antibody yang terjadi. Pelaksanaannya
rumit dan antibody dapat menetap dalam waktu lama sehingga menimbulkan
masalah.
10. Mycodot
Deteksi antibody memakai antogen lipoarabinomanan yang di rekat pada suatu alat
berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam serum pasien. Bila
terdapat antibody spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. Identitas Klien

Nama lengkap :
Jenis kelamin :
Umur :
Status perkawinan :
Pekerjaan :
Tanggal masuk RS :

B. Riwayat kesehatan
Biasanya klien dengan TB paru datang kerumah sakit dengan keluhan batuk
yang dialami lebih dari satu minggu disertai dengan peningkatan suhu tubuh,
penurunan nafsu makan dan kelemahan tubuh. Batuk yang dialami klien juga disertai
dengan darah (Haemoptoe).
C. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran umum
1. Kesadaran penderita : apatis, spoor, koma, composmentis tergantung pada
keadaan klien
2. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat
3. Tanda-tanda vital pada kasus TB paru memungkinkan terjadinya peningkatan
suhu tubuh, frekuensi pernapasan dan denyut nadi.
b. Secara sistemik dari kepala sampai kaki
1. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu: nomo cephalic, simetris, tidak ada penonjolan, tidak
ada nyeri kepala
2. Leher
Tidak ada gangguan yaitu: simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada
3. Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tidak ada lesi, simetris dan tidak ada edema
4. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva anemis
5. Telinga
Tes weber dan tes bisik masih dalam keadaan normal, tidak ada lesi atau myeri
tekan
6. Hidung
Ada pernapasan cuping hidung
7. Mulut dan faring
Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tampak pucat
8. Paru
 Inspeksi: adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan nafas
yang tertinggal, suara nafas tambahan
 Palpasi : fermitus suara meningkat
 Perkusi : suara ketok redup
 Auskultasi: suara nafas bronchial dengan atau tanpa ronchi basah, kasar, dan
nyaring
9. Jantung
 Inspeksi : tidak tampak iktus jantung
 Palpasi: nadi meningkat, iktus tidak teraba
 Auskultasi : suara S1 S2 tunggal, tidak ada mur-mur
10. Abdomen
 Inspeksi : bentuk datar, simetris, tidak ada acites
 Palpasi: turgor kulit baik, hepar tidak teraba
 Perkusi: suara tympani
 Aukultasi: ada bising usu
11. Genitalia – anus
Tidak ada hernia, pembesaran lymphe dan tidak ada gangguan pada genitalia
12. Ektremitas
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur, dan keadaan
sehari-hari yang kurang menyenangkan
D. Pola Fungsional Gordon
1) Persepsi dan Manajemen
Pada klie dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak-desakan, kurang
cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
2) Nutrisi – Metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh nafsu makan menurun (anoreksia)
3)  Eliminasi
Klien dengan TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi
4) Aktivitas dan Latihan
Dengan adanya batuk, sesak nafas, dan nyeri dada akan mengganggu aktivitas klien
sehari-harinya.
5) Kognitif dan sensori
Daya panca indera (penciuman, peraba, penglihatan, pendengaran dan rasa) tidak
mengalami gangguan
6) Istirahat dan Tidur
Klien dengan TB paru akan mengalami kesulitan saat tidur dan istirahatnya
diakibatkan karena adanya batuk yang dialaminya pada malam hari.
7) Persepsi dan Konsep Diri
Karena nyeri dada dan sesak nafas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa
khawatir klien tentang penyakitnya
8) Peran dan Hubungan
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan diisolasi atau terasingkan karena
penyakit TB yang menular.
9) Reproduksi dan Seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual nya akan mengalami
perubahan karena kelemahan dan nyeri dada yang dirasakan klien
10) Koping dan Toleransi Stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama akan mengakibatkan stress pada
penderita yang bisa mengakibatkan penolakan terhadap pengobatan yang dijalani
11) Nilai dan Keyakinan
Kegiatan ibadah klien dengan TB terganggu akibat sesak nafas, nyeri dada, dan
batuk yang dirasakan klien

E. Diagnosa Keperawatan
 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d meningkatan secret di saluran pernapasan
 Gangguan pertukaran gas b.d atelektasis, kerusakan membrane alveolar, edema
bronchial
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
 Resiko infeksi b.d organisme purulen
 Deficit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi, ketidaktahuan menemukan
sumber informasi
 Hipertermi b.d proses inflamasi

Anda mungkin juga menyukai