A. Definisi
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
terutama meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Brunner & Suddarth, 2008).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman
mycobacterium tuberculosis sistemik sehingga dapat mengenai semua organ
tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer (Kusuma, 2015).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis,
sehingga dapat disimpulkan bahwa, TB adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh kuman mycobakterium tuberculosis yang menyerang saluran pernafasan
terutama parenkim paru.
B. Anatomi Fisiologi
C. Etiologi
Tuberculosis disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, sejenis kuman yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm dan
digolongkan dalam basil tahan asam (BTA) yang bersifat tidak bergerak, tidak
berspora, dan tidak bersimpai. Pada pewarnaanya tampak seperti manik-manik
atau tidak terwarnai secara merata (Brunner & Suddarth, 2008).
a. Sifat- Sifat Biakan
1) Kuman bersifat aerob yaitu organisme yang melakukan metabolisme
dengan bantuan oksigen.
2) Sifat pertumbuhan lambat (waktu generasi 2 sampai 6 minggu),
sedangkan koloninya muncul pada pembiakan 2 minggu sampai 6
minggu.
3) Suhu optimum pertumbuhan pada 37ºC dan Ph optimum 6,4 sampai 7.
4) Tumbuh subur pada biakan (eugonik), adapun perbenihannya dapat
diperkaya dengan penambahan telur, gliserol, kentang, daging, ataupun
asparagin.
b. Daya Tahan Kuman Mycobacterium Tuberculosis
Kuman ini tahan terhadap desinfektan kimia dan pengeringan. Dapat mati
pada suhu 60ºC selama 20 menit, ataupun pada suhu 100ºC dengan waktu
lebih singkat. Jika terkena sinar matahari, biakan kuman mati dalam waktu 2
jam. Pada sputum kuman ini dapat bertahan 20 sampai 30 jam walaupun
disinari matahari. Selain itu kuman mati oleh tincture iodii, etanol 80%, dan
fenol 5%.
D. Manifestasi Klinis
1. Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil proses
destruksi paru. Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit menahun,
keluhan ini dirasakan dengan kecenderungan progresif walau agak lambat.
Batuk pada Tuberculosis paru dapat kering pada permulaan penyakit, karena
sekret masih sedikit, tapi kemudian menjadi produktif.
2. Dahak (Sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian
berubah menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen (kuning hijau)
dan menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan.
3. Batuk Darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah sampai
berupa sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk. Penyebabnya
adalah akibat peradangan pada pembuluh darah paru dan bronchus sehingga
pecahnya pembuluh darah.
4. Sesak Napas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru
5. Nyeri Dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana gesekan pada dinding
pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan tegangan otot pada
saat batuk.
6. Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh
sekret, peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
7. Demam
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu reaksi umum
dari proses infeksi.
8. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia yang timbul
belakangan dan lebih serinng dikelukah bila pproses progresif.
9. Malaise (keadaan lesu)
Dapat berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), berat badan menurun, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
10. Berkeringat Terutama Malam Hari
Keringat malam bukanlah gejala patogenesis untuk penyakit Tuberculosis
paru. Keringat malam umumnya timbul bila proses telah lanjut.
(Kusuma, 2015)
E. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosisi dan menjadi terinfeksi.
Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka
terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui
sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks
serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas).
Sistem Imum tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
(neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri yang dimana lomfosit spesifik
tuberculosis menghancurkan basil dan jaringan normal. Reaksi ringan ini
mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli sehingga menyebabkan
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah
pemajanan.Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami
penyakit aktif karena ganguan atau respon yang inadekuat dari respons sistem
imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri
dorman. Dalam kasus ini, bagian dari massa fibrosa yang disebut Tuberkel Ghon
memecah serta melepaskan bakteri dan makrofag yang membentuk massa seperti
keju ke dalam bronki. Bakteri kemudia menjadi tersebar di udara, mengakibatkan
penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel Ghon memecah serta menyembuh,
membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak
mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut (Corwin, EJ. 2009)
F. Pathway
G. Klasifikasi
Berdasarkan Brunner & Suddarth (2008), tuberculosis terbagi menjadi 4
kategori :
1. Kategori I: ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus
baru dengan batuk TB berat
2. Kategori II: ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum
BTA positif.
3. Kategori III: ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru
yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam
kategori I.
4. Kategori IV: ditujukan terhadap TB kronik.
H. Komplikasi
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya
jalan napas.
2. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
3. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
(Kusuma, 2015).
I. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Tuberculosis ditegakkan dengan mengumpulkan riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik, rontgen dada, usap basil tahan asam BTA, kultur sputum, dan
tes kulit tuberculin. Rontgen dada biasanya menunjukkan lesi pada lobus atas.
Sputum pagi hari untuk kultur BTA dikumpulkan, Usap BTA akan menunjukka
apakah terdapat mikobakterium, yang menandakan diagnosis dari tuberculosis.
1. Pemeriksaan fisik:
a. Pada tahap dini sulit diketahui.
b. Ronchi basah, kasar dan nyaring.
c. Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi
memberi suara umforik.
d. Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
e. Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara
pekak)
2. Pemeriksaan Radiologi:
a. Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan
batas tidak jelas.
b. Pada kavitas bayangan berupa cincin.
c. Pada Kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas
tinggi
3. Bronchografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronchus atau kerusakan paru karena TB.
4. Laboratorium :
a. Darah : leukosit meninggi, LED meningkat
b. Sputum : pada kultur ditemukan BTA
Untuk mengetahui secara pasti, seseorang menderita penyakit
Tuberculosis atau tidak, yaitu dengan pemeriksaan dahak atau sputum di
laboratorium. Pemeriksaan sputum harus dilakukan sebanyak 3 kali
selama 2 hari.
1). Sewaktu (Hari I): Dahak diperiksa di laboratorium sewaktu penderita
dating dengan gejala TB.
2). Sewaktu (Hari II): Sehabis bangun tidur keesokan harinya, keluarkan
dahak, tampung dalam plot (wadah) yang diberi petugas, tutup rapat,
bawa kerumah sakit atau puskesmas.
3). Sewaktu (Hari III) : Pada saat subjek dating ke puskesmas atau rumah
sakit.
Setelah dahak dibawa kerumah sakit, kemudian di buat preprat dan di
warnai menggunakan pewarnaan BTA. Kemudia diperiksa secara
mikroskopis dan di hitung jumlah BTA, lalu hasil dilaporan menurut cara
IUAT. Perhitungan cara IUAT ialah sebagai berikut:
1) Tidak ditemukan BTA dalam 100 Lp = 0.
2) Dijumpai 1-9 BTA/100 Lg : ditulis jumlah yang dijumpai.
3) Dijumpai 10-99 BTA/ 100 Lp : +.
4) Dijumpai 1-10 BTA/1 Lp : ++
5) Dijumpai lebih dari 10 BTA/ 1 Lp : +++
c. Test Tuberkulin : Mantoux test
Tes Kulit Tuberkulin. Tes Mantoux adalah tes kulit yang digunakan untuk
menentukan apakah individu telah terinfeksi basil TB. Ekstra basil
tuberkel (tuberculin) disuntikan ke dalam lapisan intradermal pada aspek
dalam lengan bawah, sekitar 10 cm di bawah siku. Derivatif protein yang
dimurnikan (PPD) dengan kekuatan sedang (5 Tu) digunakan.
Menggunakan spuit tuberkulin jarum 1,25 cm no. 26 atau 27 ditusukkan
di bawah kulit dengan bevel jarum menghadap keatas. Kemudian 0,1 ml
PPD disuntikkan membentuk benjolan pada kulit melembung. Tempat ,
nama antigen, kekuatan, nomor lot, dan tanggal serta waktu tes
dilalakukan dicatat. Hasil pemeriksaan akan terlihat 48 sampai 72 jam
setelah suntikkan. Tes kulit tuberkulin memberikan reaksi setempat
lambat, yang menandakan bahwa individu tersebut sensitive terhadap
tuberculin (Brunner & Suddarth, 2008).
J. Penatalaksanaan
1. Penyuluhan
Pencegahan Penyakit Tuberculosis, sebenarnya seseorang bisa terhindar dari
penyakit TB dengan berpola hidup yang sehat dan teratur. Dengan system
pola hidup seperti itu diharapkan daya tubuh seseorang akan cukup kuat
untuk membersihkan perlindungan terhadap berbagai macam penyakit.
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi penyakit tuberculosis,
mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi yang cukup, minum
susu yang telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum
terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG
untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberculosis
virulen (Santosa,2007).
2. Pengobatan
Jenis dan dosis Obat Anti Tuberculosis (OAT) menurut Johnson, M., et all.
(2010) yaitu:
a. Isoniazid (H)
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang
berkembang. Efek samping yang mungkin timbul berupa neuritis perifer,
hepatitis rash, demam Bila terjadi ikterus, pengobatan dapat dikurangi
dosisnya atau dihentikan sampai ikterus membaik. Efek samping ringan
dapat berupa kesemutan, nyeri otot, gatal-gatal. Pada keadaan ini
pemberian INH dapat diteruskan sesuai dosis.
b. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten).
Efek samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam,
trombositopenia. Rifampisin dapat menyebabkan warnam merah atau
jingga pada air seni dan keringat, dan itu harus diberitahukan pada
keluarga atau penderita agar tidak menjadi cemas. Warna merah tersebut
terjadi karena proses metabolism obat dan tidak berbahaya.
c. Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia,
hepatitis, atralgia.
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan
kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran.
e. Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan
penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna
merah dan hijau, maupun optic neuritis.
3. Fisioterapi dan rehabilitasi
4. Konsultasi secara teratur
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian Keperawatan Gawat Darurat
a) Primary Survey
Airway
Ketidakmampuan untuk memberikan oksigenasi ke jaringan tubuh
terutama ke otak dan organ vital yang lain merupakan pembunuh
tercepat pada pasien. Oleh karena itu airway yang baik merupakan
prioritas pertama pada setiap penderita gawat darurat. Gangguan airway
dapat timbul secara total & mendadak tetapi sebaliknya bisa secara
bertahap dan pelan-pelan. Takhipnea merupakan tanda awal yang
samar-samar akan adanya gangguan terhadap airway. Adanya ketakutan
& gelisah merupakan tanda hipoksia oleh karena itu harus selalu secara
berulang-ulang kita nilai airway ini terutama pada penderita yang tidak
sadar. Penderita dengan gangguan kesadaran oleh karena cidera kepala
obat-obatan atau alkohol, cedera toraks, aspirasi material muntah atau
tersedak mungkin sekali terjadi gangguan airway. Disini diperlukan
intubasi endotrakheal yang bertujuan, membuka airway, memberikan
tambahan oksigen, menunjang ventilasi dan mencegah aspirasi. Tanda-
tanda objktif sumbatan Airway:
- Look
Terlihat pasien gelisah dan perubahan kesadaran. Ini merupakan
gejala adanya hipoksia dan hipercarbia. Pasien terlihat cyanosis
terutama pada kulit sekitar mulut, ujung jari kuku. Juga terlihat
adanya kontraksi dari otot pernafasan tambahan.
- Listen
Disini kita dengarkan apakah ada suara seperti orang ngorok,
kumur-kumur, bersiul, yang mungkin berhubungan dengan adanya
sumbatan partial pada farink/larink.
- Feel
Kita bisa rasakan bila ada sumbatan udara terutama pada saat
ekspirasi bila kedudukan trackhea di linea media
E. Evaluasi
1. Dx. 1 Gangguan Pertukaran Gas
Kreteria Evaluasi:
Respon Ventilasi Mekanik: Dewasa
Status Pernapasan : Pertukaran Gas
Kognisi
Orientasi Kognitif
Tingkat Delirium
Keseimbangan Elektrolit & Asam/ Basa
Konservasi Energi
Fungsi Sensori: Pandangan
Keparahan Gejala
Perfusi Jaringan
Perfusi Jaringan: Organ Abdominal
Perfusi Jaringan: Kardiak
Perfusi Jaringan : Seluler
Perfusi Jaringan : Perifer
Perfusi Jaringan : Pulmonari
Tanda-Tanda Vital
Respon Alergi: Sistemik
Pengetahuan: Manajemen Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Pengetahuan: Manajemen Pneumonia
Status Pernapasan
Status Pernapasan: Ventilasi
Manajemen Diri: Asma
Manajemen Diri : Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Brunner & Suddarth. 2008. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta
Johnson, M., et all. 2010. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Kusuma & Nurarif. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis Dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction
Jogja.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
https://www.academia.edu/8082027/LAPORAN_PENDAHULUAN_TUBERKULO
SIS_PARU_TBC (diakses tanggal 1 Setember 2017 pukul 10.00 wita)
http://www.scribd.com/doc/32087430/makalah-TBC (diakses tanggal 1 september
2017 pukul 10.20 wita)