Anda di halaman 1dari 28

BAB I

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Definisi
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
terutama meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Brunner & Suddarth, 2008).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman
mycobacterium tuberculosis sistemik sehingga dapat mengenai semua organ
tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer (Kusuma, 2015).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis,
sehingga dapat disimpulkan bahwa, TB adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh kuman mycobakterium tuberculosis yang menyerang saluran pernafasan
terutama parenkim paru.

B. Anatomi Fisiologi

Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang


mengandung (oksigen) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.
Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.
1. Hidung
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga
hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar
sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi
menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu,
terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel
kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai
banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di
sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua
lubang yang disebut choanae. Pada permukaan rongga hidung terdapat
rambut-rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi untuk menyaring
udara yang masuk ke dalam rongga hidung.
2. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2
saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan
saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Fungsi utama faring
adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagai
jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang
dengung(resonansi) untuk suara percakapan.
3. Laring
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring
berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang
rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal
laring. Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel
berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran
suara pada laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga
sebagai tempat keluar masuknya udara.
4. Trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di
leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan
kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga
bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke
saluran pernapasan.
5. Bronkus
Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri. Disebut bronkus lobaris
kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 lobus). Bronkus lobaris kanan
terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi
menjadi 9 bronkus segmental. Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi
menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang
memiliki : arteri, limfatik dan saraf. Struktur lapisan mukosa bronkus sama
dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada
bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen
dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.
Fungsi utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan
keluar paru-paru.
6. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan cabang dari bronkus. Bronkiolus bercabang-cabang
menjadi saluran yang semakin halus, kecil, dan dindingnya semakin tipis.
Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan tetapi rongganya bersilia. Setiap
bronkiolus bermuara ke alveolus.
7. Alveolus
Saluran akhir dari saluran pernafasan yang berupa gelembung-gelembung
udara. Dinding alveolus sangat tipis setebal lapisan sel, lembap dan
berdekatan dengan kapiler- kapiler darah. Adanya alveolus memungkinkan
terjadinya luasnya daerah permukaan yang berperan penting dalam
pertukaran gas. Pada bagian alveolus inilah terjadi pertukaran gas-gas O2 dari
udara bebas ke sel-sel darah, sedangkan perukaran CO2 dari sel-sel tubuh ke
udara bebas terjadi.
8. Paru – paru
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut. Terletak dalam rongga dada
atau toraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi
jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai apeks
dan basis. Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura
interlobaris. Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus. Lobos-lobus
tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen
bronkusnya. Salah satu fungsi paru – paru adalah sebagai tempat terjadinya
pertukaran gas.
9. Pleura
Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis.
Terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Pleura perietalis yaitu yang melapisi rongga dada.
b. Pleura viseralis yaitu yang menyelubungi setiap paru-paru..
Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang
berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama
pernafsan.Juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru. Tekanan
dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk
mencegah kolap paru-paru.

C. Etiologi
Tuberculosis disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, sejenis kuman yang
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm dan
digolongkan dalam basil tahan asam (BTA) yang bersifat tidak bergerak, tidak
berspora, dan tidak bersimpai. Pada pewarnaanya tampak seperti manik-manik
atau tidak terwarnai secara merata (Brunner & Suddarth, 2008).
a. Sifat- Sifat Biakan
1) Kuman bersifat aerob yaitu organisme yang melakukan metabolisme
dengan bantuan oksigen.
2) Sifat pertumbuhan lambat (waktu generasi 2 sampai 6 minggu),
sedangkan koloninya muncul pada pembiakan 2 minggu sampai 6
minggu.
3) Suhu optimum pertumbuhan pada 37ºC dan Ph optimum 6,4 sampai 7.
4) Tumbuh subur pada biakan (eugonik), adapun perbenihannya dapat
diperkaya dengan penambahan telur, gliserol, kentang, daging, ataupun
asparagin.
b. Daya Tahan Kuman Mycobacterium Tuberculosis
Kuman ini tahan terhadap desinfektan kimia dan pengeringan. Dapat mati
pada suhu 60ºC selama 20 menit, ataupun pada suhu 100ºC dengan waktu
lebih singkat. Jika terkena sinar matahari, biakan kuman mati dalam waktu 2
jam. Pada sputum kuman ini dapat bertahan 20 sampai 30 jam walaupun
disinari matahari. Selain itu kuman mati oleh tincture iodii, etanol 80%, dan
fenol 5%.

D. Manifestasi Klinis
1. Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil proses
destruksi paru. Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit menahun,
keluhan ini dirasakan dengan kecenderungan progresif walau agak lambat.
Batuk pada Tuberculosis paru dapat kering pada permulaan penyakit, karena
sekret masih sedikit, tapi kemudian menjadi produktif.
2. Dahak (Sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian
berubah menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen (kuning hijau)
dan menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan.
3. Batuk Darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah sampai
berupa sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk. Penyebabnya
adalah akibat peradangan pada pembuluh darah paru dan bronchus sehingga
pecahnya pembuluh darah.
4. Sesak Napas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru
5. Nyeri Dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana gesekan pada dinding
pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan tegangan otot pada
saat batuk.
6. Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh
sekret, peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
7. Demam
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu reaksi umum
dari proses infeksi.
8. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia yang timbul
belakangan dan lebih serinng dikelukah bila pproses progresif.
9. Malaise (keadaan lesu)
Dapat berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), berat badan menurun, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
10. Berkeringat Terutama Malam Hari
Keringat malam bukanlah gejala patogenesis untuk penyakit Tuberculosis
paru. Keringat malam umumnya timbul bila proses telah lanjut.
(Kusuma, 2015)
E. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosisi dan menjadi terinfeksi.
Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka
terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui
sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks
serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas).
Sistem Imum tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
(neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri yang dimana lomfosit spesifik
tuberculosis menghancurkan basil dan jaringan normal. Reaksi ringan ini
mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli sehingga menyebabkan
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah
pemajanan.Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami
penyakit aktif karena ganguan atau respon yang inadekuat dari respons sistem
imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri
dorman. Dalam kasus ini, bagian dari massa fibrosa yang disebut Tuberkel Ghon
memecah serta melepaskan bakteri dan makrofag yang membentuk massa seperti
keju ke dalam bronki. Bakteri kemudia menjadi tersebar di udara, mengakibatkan
penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel Ghon memecah serta menyembuh,
membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak
mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut (Corwin, EJ. 2009)

F. Pathway
G. Klasifikasi
Berdasarkan Brunner & Suddarth (2008), tuberculosis terbagi menjadi 4
kategori :
1. Kategori I: ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus
baru dengan batuk TB berat
2. Kategori II: ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal dengan sputum
BTA positif.
3. Kategori III: ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru
yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam
kategori I.
4. Kategori IV: ditujukan terhadap TB kronik.

H. Komplikasi
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya
jalan napas.
2. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
3. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
(Kusuma, 2015).

I. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Tuberculosis ditegakkan dengan mengumpulkan riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik, rontgen dada, usap basil tahan asam BTA, kultur sputum, dan
tes kulit tuberculin. Rontgen dada biasanya menunjukkan lesi pada lobus atas.
Sputum pagi hari untuk kultur BTA dikumpulkan, Usap BTA akan menunjukka
apakah terdapat mikobakterium, yang menandakan diagnosis dari tuberculosis.
1. Pemeriksaan fisik:
a. Pada tahap dini sulit diketahui.
b. Ronchi basah, kasar dan nyaring.
c. Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi
memberi suara umforik.
d. Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
e. Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara
pekak)
2. Pemeriksaan Radiologi:
a. Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan
batas tidak jelas.
b. Pada kavitas bayangan berupa cincin.
c. Pada Kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas
tinggi
3. Bronchografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronchus atau kerusakan paru karena TB.
4. Laboratorium :
a. Darah : leukosit meninggi, LED meningkat
b. Sputum : pada kultur ditemukan BTA
Untuk mengetahui secara pasti, seseorang menderita penyakit
Tuberculosis atau tidak, yaitu dengan pemeriksaan dahak atau sputum di
laboratorium. Pemeriksaan sputum harus dilakukan sebanyak 3 kali
selama 2 hari.
1). Sewaktu (Hari I): Dahak diperiksa di laboratorium sewaktu penderita
dating dengan gejala TB.
2). Sewaktu (Hari II): Sehabis bangun tidur keesokan harinya, keluarkan
dahak, tampung dalam plot (wadah) yang diberi petugas, tutup rapat,
bawa kerumah sakit atau puskesmas.
3). Sewaktu (Hari III) : Pada saat subjek dating ke puskesmas atau rumah
sakit.
Setelah dahak dibawa kerumah sakit, kemudian di buat preprat dan di
warnai menggunakan pewarnaan BTA. Kemudia diperiksa secara
mikroskopis dan di hitung jumlah BTA, lalu hasil dilaporan menurut cara
IUAT. Perhitungan cara IUAT ialah sebagai berikut:
1) Tidak ditemukan BTA dalam 100 Lp = 0.
2) Dijumpai 1-9 BTA/100 Lg : ditulis jumlah yang dijumpai.
3) Dijumpai 10-99 BTA/ 100 Lp : +.
4) Dijumpai 1-10 BTA/1 Lp : ++
5) Dijumpai lebih dari 10 BTA/ 1 Lp : +++
c. Test Tuberkulin : Mantoux test
Tes Kulit Tuberkulin. Tes Mantoux adalah tes kulit yang digunakan untuk
menentukan apakah individu telah terinfeksi basil TB. Ekstra basil
tuberkel (tuberculin) disuntikan ke dalam lapisan intradermal pada aspek
dalam lengan bawah, sekitar 10 cm di bawah siku. Derivatif protein yang
dimurnikan (PPD) dengan kekuatan sedang (5 Tu) digunakan.
Menggunakan spuit tuberkulin jarum 1,25 cm no. 26 atau 27 ditusukkan
di bawah kulit dengan bevel jarum menghadap keatas. Kemudian 0,1 ml
PPD disuntikkan membentuk benjolan pada kulit melembung. Tempat ,
nama antigen, kekuatan, nomor lot, dan tanggal serta waktu tes
dilalakukan dicatat. Hasil pemeriksaan akan terlihat 48 sampai 72 jam
setelah suntikkan. Tes kulit tuberkulin memberikan reaksi setempat
lambat, yang menandakan bahwa individu tersebut sensitive terhadap
tuberculin (Brunner & Suddarth, 2008).

J. Penatalaksanaan
1. Penyuluhan
Pencegahan Penyakit Tuberculosis, sebenarnya seseorang bisa terhindar dari
penyakit TB dengan berpola hidup yang sehat dan teratur. Dengan system
pola hidup seperti itu diharapkan daya tubuh seseorang akan cukup kuat
untuk membersihkan perlindungan terhadap berbagai macam penyakit.
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi penyakit tuberculosis,
mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi yang cukup, minum
susu yang  telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum
terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG
untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberculosis
virulen (Santosa,2007).
2. Pengobatan
Jenis dan dosis Obat Anti Tuberculosis (OAT) menurut Johnson, M., et all.
(2010) yaitu:
a. Isoniazid (H)
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang
berkembang. Efek samping yang mungkin timbul berupa neuritis perifer,
hepatitis rash, demam Bila terjadi ikterus, pengobatan dapat dikurangi
dosisnya atau dihentikan sampai ikterus membaik. Efek samping ringan
dapat berupa kesemutan, nyeri otot, gatal-gatal. Pada keadaan ini
pemberian INH dapat diteruskan sesuai dosis.
b. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten).
Efek samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam,
trombositopenia. Rifampisin dapat menyebabkan warnam merah atau
jingga pada air seni dan keringat, dan itu harus diberitahukan pada
keluarga atau penderita agar tidak menjadi cemas. Warna merah tersebut
terjadi karena proses metabolism obat dan tidak berbahaya.
c. Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia,
hepatitis, atralgia.
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan
kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran.
e. Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan
penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna
merah dan hijau, maupun optic neuritis.
3. Fisioterapi dan rehabilitasi
4. Konsultasi secara teratur
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian Keperawatan Gawat Darurat
a) Primary Survey
 Airway
Ketidakmampuan untuk memberikan oksigenasi ke jaringan tubuh
terutama ke otak dan organ vital yang lain merupakan pembunuh
tercepat pada pasien. Oleh karena itu airway yang baik merupakan
prioritas pertama pada setiap penderita gawat darurat. Gangguan airway
dapat timbul secara total & mendadak tetapi sebaliknya bisa secara
bertahap dan pelan-pelan. Takhipnea merupakan tanda awal yang
samar-samar akan adanya gangguan terhadap airway. Adanya ketakutan
& gelisah merupakan tanda hipoksia oleh karena itu harus selalu secara
berulang-ulang kita nilai airway ini terutama pada penderita yang tidak
sadar. Penderita dengan gangguan kesadaran oleh karena cidera kepala
obat-obatan atau alkohol, cedera toraks, aspirasi material muntah atau
tersedak mungkin sekali terjadi gangguan airway. Disini diperlukan
intubasi endotrakheal yang bertujuan, membuka airway, memberikan
tambahan oksigen, menunjang ventilasi dan mencegah aspirasi. Tanda-
tanda objktif sumbatan Airway:
- Look
Terlihat pasien  gelisah dan perubahan kesadaran. Ini merupakan
gejala adanya hipoksia dan hipercarbia. Pasien terlihat cyanosis
terutama pada kulit sekitar mulut, ujung jari kuku. Juga terlihat
adanya kontraksi dari otot pernafasan tambahan.
- Listen
Disini kita dengarkan apakah ada suara seperti orang ngorok,
kumur-kumur, bersiul, yang mungkin berhubungan dengan adanya
sumbatan partial pada farink/larink.
- Feel
Kita bisa rasakan bila ada sumbatan udara terutama pada saat
ekspirasi bila kedudukan trackhea di linea media

Gejala pada pasien PPOK biasanya batuk menetap selama minimal 3


bulan berturut-turut, produksi sputum hijau, putih atau kuning, episode
baru dapat hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini.
 Breathing
Jalan nafas yang baik dan lancar belum tentu menjamin ventilasi yang
baik. Ventilasi yang baik sangat bergantung dari fungsi paru, dinding
dada dan diafragma. Penyebab gangguan breathing :
- Pleural effusion
- Pneumothoraks (open dan tension)
- Hemothoraks
- Traumatic wet lung syndrome
Pertolongan untuk memperbaiki breathing :
- Tension pneumothorax :
Tusuk dengan jarum yang besar pada sela antar iga II
Pemasangan chest tube pada sela antar iga IV
- Hemothorax dengan pemasangan chest tube
- Open pneumothorax segera ditutup dengan kasa vasein
- Fail chest diberi analgetika
Gejala pada pasien PPOK biasanya nafas pendek, dispnea, sulit nafas
(asma), rasa dada tertekan, pernafasan biasanya cepat dapat juga lambat,
nafas bibir/emfisema, penggunanaan alat bantu nafas buatan biasanya
meninggikan bahu/melebarkan hidung, bunyi nafas mungkin redup
dengn ekspirasi mengi atau ronchi.
 Circulation
Penyebab terbesar pasien yang mengalami shook dan berakhir dengan
kematian adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak. Oleh
karenanya pasien dengan trauma dan hipotensi, harus segera ditangani
sebagai pasien hipovolemi sampai bisa dibuktikan bahwa hipotensinya
disebabkan oleh sebab yang lain. Seperti diketahui, volume darah
manusia dewasa adalah 7% dari berat badan, anak 8-9% dari BB. Terapi
resusitasi cairan yang agresif harus segera dimulai begitu ada tanda dan
gejala klinis adanya kehilangan darah muncul. Sangatlah berbahaya bila
menunggu sampai tekanan darah menurun. Untuk menilai apakah
resusitasi cairan yang diberikan sudah cukup atau belum :
·     Tanda vital
·     Produksi urine
·     CVP
Gejalanya pada pasien PPOK biasanya terjadi pembengkakan pada
ekstrimitas bawah. Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi
jantung atau takikardia berat atau disritmia,distensi vena leher atau
penyakit berat, bunyi jantung redup, warna kuklit atau membrane
mukosa normal atau abu-abu atau sianosis dan pucat dapat
menunjukkan anemia
 Disability
Evaluasi secara cepat dilakukan dan dikerjakan pada tahap akhir dan
primary survey dengan menilai kesadaran dan pupil penderita.
A : Alert
V : Respon to vokal stimulation
P : respon only to painful stimulation
U : Unresponsive
Glasgow coma scale merupakan penilaian yang lebih rinci, bila ini tidak
dikerjakan di primary survey bisa dikerjakan di secondary survey.
Gejala pada pasien PPOK biasanya keletihan , kelemahan dan malaise,
ketidakmampuan untuk melakukan unutk melakukan aktivitas sehari-
hari karena sulit bernafas
 Eksposure
Disini semua pakaian pasien dibuka. Hal ini akan sangat membantu
pemeriksaan lebih lanjut. Harus diingat disini pasien dijaga agar tidak
jatuh ke hipotermia dengan jalan diberikan selimut.
Pasien PPOK menggunakan otot-otot aksesori pernafasan/ retraksi otot-
otot abdominal, mengangkat bahu saat inspirasi, nafas uping hidung
b) Secondary Survey
Dikerjakan bila primary survey dan resusitasi selesai dilakukan. Disini
dilakukan evaluasi yang lebih teliti mulai dari kepala sampai ujung kaki
penderita, juga GCS bisa dikerjakan lebih teliti bila pada primary survey
belum sempat dikerjakan. Pemeriksaan laboratorium, evaluasi, radiologi
dan peritoneal lavage bisa dikerjakan. Anamnesis dengan mengunakan
format AMPLE (alergi, medikasi, pos illness, last meal dan event yang
berhubugan dengan kejadian).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen kurang
2. Hipertemi berhubungan dengan proses peradangan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
4. Gangguan rasa nyaman (Nyeri Akut) berhubungan dengan nyeri dada
5. Resiko Syok Hipovolemik ditandai dengan aneurisma arteri pulmonalis
C. Intervensi
No. Diagnosa/Masalah Kolaborasi Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1 Gangguan Pertukan Gas: NOC: NIC:
Definisi: Kelebihan atau deficit pada oksigenasi atau eliminasi Outcome Untuk Mengukur Intervensi Keperawatan
karbondioksida pada membrane alveolar kapiler. Penyelesaian dari Diagnosis: yang Disarankan untuk
Batasan karakteristik:  Respon Ventilasi Mekanik: Menyelesaikan Masalah:
Dewasa  Manajemen Asam Basa
 Dispnea
 Status Pernapasan :  Manajemen Asam Basa:
 Gelisah
Pertukaran Gas Asidosis Metabolik
 Ketakutan
 Peningkatan Frekuensi Jantung Outcome Tambahan Untuk  Manajemen Asam Basa:
Mengukur Batasan Alkalosis Metabolik
 Peningkatan Laju Metabolisme
Karakteristik:  Manajemen Asam Basa:
 Peningkatan PCO2
 Kognisi Asidosis Respiratorik
 Peningkatan Penggunaan Otot Aksesorius
 Orientasi Kognitif  Manajemen Asam Basa:
 Penurunan Kerja Sama Alkalosis Respiratorik
 Penurunan PO2  Tingkat Delirium
 Monitor Asam Basa
 Penurunan SaO2  Keseimbangan Elektrolit &
Asam/ Basa
Faktor – faktor yang berhubungan:  Konservasi Energi Manajemen Jalan Nafas:
 Anastesia  Fungsi Sensori: Pandangan  Tes Laboratorium
 Penurunan respirasi  Keparahan Gejala  Manajemen Batuk
 Dehidrasi  Perfusi Jaringan  Peningkatan Latihan
 Pemajanan lingkungan yang panas  Perfusi Jaringan: Organ  Interpretasi Data
 Penyakit Abdominal Laboratorium
 Pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu metabolism  Perfusi Jaringan: Kardiak  Manajemen Ventilasi
 Medikasi  Perfusi Jaringan : Seluler Mekanik: Invasif
 Trauma  Perfusi Jaringan : Perifer  Manajemen Ventilasi
 Aktivitas berlebihan  Perfusi Jaringan : Pulmonari Mekanik: Non Invasif
 Gangguan metabolism  Tanda-Tanda Vital Terapi Oksigen:
 Keletihan Otot Pernapasan Outcome yang Berkaitan  Perawatan Paska
dengan Faktor yang Anastesi
Berhubungan atau Outcome Monitor Pernapasan:
Menengah:  Resusitasi: Neonatus
 Respon Alergi: Sistemik  Monitor Tanda-Tanda
 Pengetahuan: Manajemen Vital
Penyakit Paru Obstruktif  Penghisapan Lendir Pada
Kronik Jalan Nafas
 Pengetahuan: Manajemen  Manajemen Alergi
Pneumonia
 Pengurangan Kecemasan
 Status Pernapasan
 Manajemen Jalan Nafar
 Status Pernapasan: Ventilasi Buatan
 Manajemen Diri: Asma  Pencegahan Aspirasi
 Manajemen Diri : Penyakit  Manajemen Asama
Paru Obstruktif Kronik
 Fisiotrapi Dada
 Peningkatan Koping
 Manajemen Distrimia
 Perawatan Emboli pada
paru-paru
 Manajemen Energi
 Manajemen Cairan
 Pemasangan infus
 Terapi Intravena
 Manajemen Nutrisi
 Manajemen Syok
Bantuan Ventilasi
2 Hipertermia: NOC: NIC:
Definisi: Suhu inti tubuh diatas kisaran normal karena kegagalan Outcome Untuk Mengukur Intervensi Keperawatan
termogulasi Penyelesaian dari Diagnosis: yang Disarankan untuk
Batasan karakteristik:  Termoregulasi Menyelesaikan Masalah:
 Termoregulasi : Bayi Baru  Memandikan
 Apnea
Lahir  Manajemen Lingkungan
 Gelisah
 Hipotensi Outcome Tambahan Untuk Perawatan Demam:
 Kejang Mengukur Batasan  Manajemen Cairan
 Koma Karakteristik:  Pengaturan
 Kulit Kemerahan  Status Neurologi Hemodinamik
 Kulit Terasa Hangat  Status Neurologi: Otonomik  Kontrol Infeksi
 Letargi  Tanda-Tanda Vital  Perlindungan Infeksi
 Postur Abnormal Outcome yang Berkaitan Pencegahan Hipertermia
 Stupor dengan Faktor yang Malignan:
 Takikardia Berhubungan atau Outcome  Manajemen Pengobatan
 Takipnea Menengah:  Manajemen Syok
 Vasodilatasi  Reaksi Tranfusi Darah
Pengaturan Suhu:
 Keparahan Infeksi
Faktor – faktor yang berhubungan:  Manajemen Penyakit Akut  Monitor tanda-tanda
 Ages Farmaseutikal  Keparahan Cidera Fisik vital
 Aktivitas Berlebihan  Kontrol Resiko Hipertermia  Manajemen Nutrisi
 Dehidrasi  Status Kenyamanan  Manajemen Kejang
 Iskemia  Hidrasi  Pencegahan Kejang
 Peningkatan Laju Metabolisme  Pengecekan Kulit
 Sepsis  Pemberian Nutrisi Total
 Suhu Lingkungan Tinggi Parenteral
 Trauma
3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh: NOC : NIC :
Definisi: Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh. Outcome untuk mengukur Intervensi Keperawatan
penyelesaian dari Diagnosis: yang Disarankan untuk
Batasan karakteristik :
 Status nutrisi bayi Menyelesaikan Masalah:
 Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal
 status nutrisi  Manejemen diare
 Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA
 status nutrisi: asupan nutrisi  Penahapan diet
(Recomended Daily Allowance)
 Membran mukosa dan konjungtiva pucat Outcome tambahan untuk Manajemen gangguan
 Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah mengukur batasan makan:
 Luka, inflamasi pada rongga mulut karakteristik:  Bantuan sumber
 Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan  Nafsu makan keuangan/pendapatan
 Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan  Eliminasi usus  Manajemen
 Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa  Keberhasilan menyusui: bayi elektrolit/cairan
 Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan  Pemberian makan melalui  Manajemen cairan
 Miskonsepsi cangkir: bayi  Monitor cairan
 Kehilangan BB dengan makanan cukup  Tingkat ketidaknyamanan  Konseling laktasi
 Keengganan untuk makan  Pengetahuan : diet sehat Manajemen nutrisi:
 Kram pada abdomen  Status nutrisi: pengukuran  Terapi nutrisi
 Tonus otot jelek biokimia
 Konseling nutrisi
 Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi  Status nutrisi : energi
 Monitor nutrisi
 Kurang berminat terhadap makanan  Status nutrisi: asupan
 Bantuan perawatan diri:
 Pembuluh darah kapiler mulai rapuh makanan & cairan
pemberian makan
 Diare dan atau steatorrhea  Kesehatan mulut
 Dukungan pemeliharaan
 Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)  Tingkat nyeri kehidupan
 Suara usus hiperaktif  Fungsi sensori : pengecapan  Terapi menelan
 Kurangnya informasi, misinformasi & pembau
 Monitor tanda-tanda vital
 Status menelan
Faktor-faktor yang berhubungan: Bantuan peningkatan berat
 Perfusi jaringan : perifer
 Faktor biologis badan:
 Berat badan: massa tubuh
 Faktor ekonomi  Manajemen berat badan
 Gangguan psikososial Outcome yang berkaitan
 Ketidakmampuan makan dengan faktor yang Pilihan intervensi

 Ketidakmampuan mencerna makanan berhubungan atau outcome tambahan:


menengah:  Manejemen saluran cerna
 Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
 Perilaku patuh: diet yang  Manejemen alat akses
 Kurang asupan makan vena sentral
sehat
 Perilaku patuh: diet yang  Manajemen kemoterapi
disarankan  Manajemen demensia
 Tingkat depresi  Manajemen energi
 Kontrol diri terhadap  Pemberian makan dengan
kelainan makan tabung enteral
 Kelelahan : efek yang  Pemberian makan
mengganggu  Intubasi gastrointestinal
 Fungsi gastrointestinal  Manajemen
 Kepercayaan mengenai hiperglikemia
kesehatan  Manajemen hipoglikemia
 Kepercayaan mengenai  Perawatan bayi
kesehatan :sumber-sumber  Pemasangan infus
yang diterima  Terapi intravena
 Pengetauan : manejemen  Intervensi data
kelainan makan laboratorium
 Pengetahuan: manejemen  Manejemen pengobatan
penyakit peradangan usus  Pengaturan tujuan saling
 Pengetahuan : diet yang menguntungkan
disarankan  Phlebotomi: sampel
 Pengetahuan : manejemen darah vena
berat badan  Pengaturan posisi
 Keparahan mual & muntah  Manaj. terapi radiasi
 Perilaku kesehatan prenatal  Rujukan
 Perawatan diri : makan  Pengajaran: individu
 Status menelan: fase oral  Pengajaran : peresepan
 Status menelan : fase diet
faringeal  Pemberian nutrisi total
parentral
4 Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri Akut): NOC: NIC:
Definisi: Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang Outcome Untuk Mengukur Intervensi Keperawatan
muncul akibat kerusakan jaringan actual atau potensi yang digambarkan Penyelesaian dari Diagnosis: yang Disarankan untuk
sebagai kerusakan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga  Kontrol Nyeri Menyelesaikan Masalah:
berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau diprediksi  Tingkat Nyeri  Akupresur
Batasan karakteristik: Outcome Tambahan Untuk Pemberian Analgetik:
 Ansietas Mengukur Batasan  Pemberian Analgetik:
 Menangis Karakteristik: Intraspinal
 Gangguan Pola Tidur  Tingkat ecemasan  Pemberian anastesi
 Takut  Nafsu makan  Pengurangan kecenasan
 Ketidakmampuan Untuk Rileks  Status kenyamanan  Stimulasi kutaneus
 Iritabilitas  Tingkat ketidaknyamanan  Manajemen lingkungan
 Merintih pergerakan  Aplikasi panas/dingin
 Melaporkan Merasa Dingin  Keparahan mual dan muntah  Pemberian obat (oral, iv,
 Melaporkan Merasa Panas  Kontrol gejala im)
 Melaporkan Perasaan Tidak Nyaman  Tanda-tanda vital  Manajemen Pengobatan
 Melaporkan Gejala Distress Outcome yang Berkaitan Manajemen Nyeri:
 Melaporkan Rasa Lapar dengan Faktor yang  Bantu pasien untuk
 Melaporkan Rasa Gatal Berhubungan atau Outcome mengontrol pemberian
 Melaporkan Kurang Puas Dengan Keadaan Menengah: analgetik
 Melaporkan Kurang Senang Dengan Situasi Tersebut  Manajemen nyeri  Manajemen prolaps
 Gelisah  Respon pengobatan rektum
 Berkeluh Kesah  Status Neurologi
 Ekspresi wajah nyeri misalnya mata kurang bercahaya, tampak kacau,  Keparahan cidera fisik Manajemen Sedasi:
gerakan mata berpencar atau tetap pada satu focus, merinngis.  Integritas jaringan  Stimulasi listrik syraf
 Sikap melindungi area nyeri  Penyembuhan luka primer transkutaneus
Faktor Yang Berhubungan:  Penyembuhan luka sekunder  Latihan autogenik
 Agen Cidera Biologis (Misalnya, infeksi, iskemia, neoplasma)  Perfusi jaringan organ  Peningkatan mekanika
 Agens Cedera Fisik (Misalnya, abses, luka bakar, amputasi, prosedur abdominal tubuh
bedah, trauma olahraga berlebihan)  Perfusi jaringan kardiak  Peningkatan koping
 Perfusi jaringan seluler  Manajemen energy
 Perfusi jaringan prifer  Manajemen lingkungan
 Pemulihan pembedahan  Terapi latihan: kontrol
otot
 Terapi musik
 Pengaturan posisi
 Relaksasi otot progresif
 Peningkatan tidur
 Monitor tanda-tanda vital
 Terapi relaksasi
5 Resiko Syok Hipovolemik: NOC: NIC:
Definisi: Rentan mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, Outcome Untuk Mengukur Intervensi Keperawatan
yang dapat mengakibatkan disfungsi selurer yang mengancam jiwa, yang Penyelesaian dari Diagnosis: yang Disarankan untuk
dapat menggangu kesehatan.  Keparahan syok: Anafilaksis Menyelesaikan Masalah:
Faktor Risiko:  Keparan syok: kardiogenik  Manajemen Alergi
 Hipoksemia  Keparahan syok:  Pencegahan Pendarahan
hipovolemik  Pengurangan Pendarahan
 Hipoksia  Keparahan syok: neurogenik  Manajemen Cairan
 Hipotensi  Keparahan syok: septic  Monitor Cairan
 Hipovolemia  Perfusi jaringan: selular  Resusitasi Cairan
 Infeksi Outcome yang berhubungan  Pengaturan hemodinamik
 Sepsis dengan faktor risiko:  Manajemen hipovolemi
 Sindrom Respons inflamasi sistemik  Respon alergi: sistemik  Kontrol infeksi
 Keparahan kehilangan darah  Terapi Oksigen
 Reaksi tranfusi darah  Identifikasi risiko
 Status sirkulasi Pencegahan Syok:
 Akses hemodialisa  Monitor tanda-tanda
 Keparahan hipotensi vital
 Keparahan infeksi  Manajemen anafilaksis
 Keparahan cidera fisik  Perawatan sirkulasi
 Status pernapasan pertukaran  Perawatan emboli: paru-
gas paru
 Kontrol resiko  Manajemen hipoglikemi
 Deteksi resiko  Terapi intravena
 Pemulihan pembedahan  Pemberian obat
 Tanda-tanda vital  Monitor pernapasan
 Perawatan jantung
 Perawatan sirkulasi:
insufisiensi arteri
 Perawatan sirkulasi:
insufisiensi vena
D. Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan sesui dengan rencana keperawatn yang
telah dibuat.

E. Evaluasi
1. Dx. 1 Gangguan Pertukaran Gas
Kreteria Evaluasi:
 Respon Ventilasi Mekanik: Dewasa
 Status Pernapasan : Pertukaran Gas
 Kognisi
 Orientasi Kognitif
 Tingkat Delirium
 Keseimbangan Elektrolit & Asam/ Basa
 Konservasi Energi
 Fungsi Sensori: Pandangan
 Keparahan Gejala
 Perfusi Jaringan
 Perfusi Jaringan: Organ Abdominal
 Perfusi Jaringan: Kardiak
 Perfusi Jaringan : Seluler
 Perfusi Jaringan : Perifer
 Perfusi Jaringan : Pulmonari
 Tanda-Tanda Vital
 Respon Alergi: Sistemik
 Pengetahuan: Manajemen Penyakit Paru Obstruktif Kronik
 Pengetahuan: Manajemen Pneumonia
 Status Pernapasan
 Status Pernapasan: Ventilasi
 Manajemen Diri: Asma
 Manajemen Diri : Penyakit Paru Obstruktif Kronik

2. Dx.2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Kreteria Evaluasi:
 Termoregulasi
 Termoregulasi : Bayi Baru Lahir
 Status Neurologi
 Status Neurologi: Otonomik
 Tanda-Tanda Vital
 Reaksi Tranfusi Darah
 Keparahan Infeksi
 Manajemen Penyakit Akut
 Keparahan Cidera Fisik
 Kontrol Resiko Hipertermia
 Status Kenyamanan
 Hidrasi

3. Dx.3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Kreteria Evaluasi:
 Status nutrisi bayi
 status nutrisi
 status nutrisi: asupan nutrisi
 nafsu makan
 Eliminasi usus
 Keberhasilan menyusui: bayi
 Pemberian makan melalui cangkir: bayi
 Tingkat ketidaknyamanan
 Pengetahuan : diet sehat
 Status nutrisi: pengukuran biokimia
 Status nutrisi : energi
 Status nutrisi: asupan makanan & cairan
 Kesehatan mulut
 Tingkat nyeri
 Fungsi sensori : pengecapan & pembau
 Status menelan
 Perfusi jaringan : perifer
 Berat badan: massa tubuh
 Perilaku patuh: diet yang sehat
 Perilaku patuh: diet yang disarankan
 Tingkat depresi
 Kontrol diri terhadap kelainan makan
 Kelelahan : efek yang mengganggu
 Fungsi gastrointestinal
 Kepercayaan mengenai kesehatan
 Kepercayaan mengenai kesehatan :sumber-sumber yang diterima
 Pengetauan : manejemen kelainan makan
 Pengetahuan: manejemen penyakit peradangan usus
 Pengetahuan : diet yang disarankan
 Pengetahuan : manejemen berat badan
 Keparahan mual & muntah
 Perilaku kesehatan prenatal
 Perawatan diri : makan
 Status menelan: fase oral
 Status menelan : fase faringeal

4. Dx. 4 Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri Akut)


Kreteria Evaluasi:
 Kontrol Nyeri
 Tingkat Nyeri
 Tingkat ecemasan
 Nafsu makan
 Status kenyamanan
 Tingkat ketidaknyamanan pergerakan
 Keparahan mual dan muntah
 Kontrol gejala
 Tanda-tanda vital
 Manajemen nyeri
 Respon pengobatan
 Status Neurologi
 Keparahan cidera fisik
 Integritas jaringan
 Penyembuhan luka primer
 Penyembuhan luka sekunder
 Perfusi jaringan organ abdominal
 Perfusi jaringan kardiak
 Perfusi jaringan seluler
 Perfusi jaringan prifer
 Pemulihan pembedahan

5. Dx. 5 Defisit perawatan diri : mandi


Kreteria Evaluasi:
 Keparahan syok: Anafilaksis
 Keparan syok: kardiogenik
 Keparahan syok: hipovolemik
 Keparahan syok: neurogenik
 Keparahan syok: septic
 Perfusi jaringan: selular
 Respon alergi: sistemik
 Keparahan kehilangan darah
 Reaksi tranfusi darah
 Status sirkulasi
 Akses hemodialisa
 Keparahan hipotensi
 Keparahan infeksi
 Keparahan cidera fisik
 Status pernapasan pertukaran gas
 Kontrol resiko
 Deteksi resiko
 Pemulihan pembedahan
 Tanda-tanda vital
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2008. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta
Johnson, M., et all. 2010. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Kusuma & Nurarif. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis Dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction
Jogja.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
https://www.academia.edu/8082027/LAPORAN_PENDAHULUAN_TUBERKULO
SIS_PARU_TBC (diakses tanggal 1 Setember 2017 pukul 10.00 wita)
http://www.scribd.com/doc/32087430/makalah-TBC (diakses tanggal 1 september
2017 pukul 10.20 wita)

Anda mungkin juga menyukai