Anda di halaman 1dari 26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa Kalibukbuk merupakan desa yang berada di Kecamatan

Buleleng, kabupaten Buleleng dengan batas wilayah:


Utara : Pantai Lovina
Timur : Desa Anturan
Selatan : Desa Kayu Putih
Barat : Desa Kaliasem
Desa Kalibukbuk desa yang terletak kurang lebih 10 km sebelah

barat kota Singaraja. Desa Kalibukbuk masuk ke dalam wilayah

Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng. Desa Kalibukbuk memiliki

luas 295,29 Ha. Sejak perkembangan pariwisata merambah ke Bali, desa

Kalibukbuk mendapat imbas dengan tumbuhnya pembangunan sarana

pariwisata. Banyak warga desa yang bersumber mata pencaharian

sebagai petani dan peternak sehingga memiliki tingkat aktivitas fisik

yang berbeda-beda.
2. Karakteristik Subyek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah klien yang dalam perawatan luka

diabetes mellitus grade 2 di Griya Utami Care Bali. Data yang diambil

menggunakan teknik total sampling sebanyak 30 orang yang sesuai

dengan kriteri inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan. Adapun

gambaran karakteristik responden dijelaskan sebagai berikut.


a. Gambaran Karakteristik responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan

Status Pendidikan
Gambaran karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan

Status Pendidikan disajikan pada tabel 4.1


Tabel 4.1 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin dan Status Pendidikan

Kelompok
Variabel Kategori Eksperimen Kontrol
f % f %
Laki-laki
Jenis Kelamin
Perempuan
Status SMP
Pendidikan SMA

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 30 responden, distribusi

frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin pada kelompok

eksperimen didapatkan mayoritas laki-laki sebanyak 8 orang (53,3%)

dan 10 orang (66,7%). Pada kelompok kontrol didapatkan mayoritas

laki-laki sebanyak 8 orang (53,3%) dan 10 orang (66,7%).


Berdasarkan riwayat pendidikan pada kelompok eksperimen

yang memiliki riwayat pendidikan SMA dan tidak sekolah memilki

persentase yang sama sebesar 33,3%, sedangkan pada kelompok

kontrol ditemukan riwayat pendidikan SMP dan SMA memiliki

proporsi yang sama yakni sebesar 26,7%.

b. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Usia


Gambaran karakterisik responden berdasarkan usia disajikan pada

tabel 4.2

Tabel 4.2 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Variabel N Rerata Min Maks SD


Eksperimen 15
Usia
Kontrol 15
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden pada kelompok eksperimen

memiliki usia tertinggi 70 tahun dan usia terendah 50 tahun sedangkan


pada kelompok kontrol memiliki usia teringgi 66 tahun dan usia

terendah 52 tahun.
3. Analisa Data
a. Gambaran penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2 sebelum

diberikan Modern Dressing pada kelompok eksperimen


Hasil gambaran penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2 sebelum

diberikan Modern Dressing pada kelompok eksperimen disajikan pada

tabel 4.3
Tabel 4.3 Identifikasi penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2
sebelum diberikan Modern Dressing pada Kelompok
Eksperimen

Kategori Frekuensi Persentase (%)


Wound Generation
Kematian Jaringan
Total 15 100

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebelum diberikan Modern Dressing

pada kelompok eksperimen, frekuensi penyembuhan luka responden 13

mengalami 87% resiko tinggi untuk jatuh (86,7%) dan 2 mengalami

87% tidak ada resiko tinggi untuk jatuh (13,3%).

Penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2 sebelum diberikan

Modern Dressing pada kelompok eksperimen disajikan pada tabel 4.4


Tabel 4.4 Penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2 sebelum
diberikan Modern Dressing pada Kelompok Eksperimen

Pre test N Rerata Minimum Maksimum SD


Kelompok
15
Eksperimen

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa rata-rata nilai penyembuhan luka

sebelum diberikan intervensi pada kelompok eksperimen adalah 14,29

dengan standar deviasi 0,4503. Nilai terendah 13,33 dan tertinggi 15,0.
b. Gambaran penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2 sebelum

diberikan Modern Dressing pada kelompok kontrol


Hasil identifikasi penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2 sebelum

diberikan Modern Dressing pada kelompok kontrol disajikan pada

tabel 4.5
Tabel 4.5 Identifikasi penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2
sebelum diberikan Modern Dressing pada Kelompok Kontrol

Kategori Frekuensi Persentase (%)


Wound Generation
Kematian Jaringan
Total 15 100
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa sebelum diberikan Modern Dressing

pada kelompok kontrol, frekuensi keseimbangan tubuh responden yang

mengalami 87% tidak ada resiko tinggi untuk jatuh sebanyak 11 orang

(73,3%) dan 87% resiko tinggi untuk jatuh sebanyak 4 orang (26,7%).

Penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2 sebelum diberikan

Modern Dressing pada kelompok kontrol disajikan pada tabel 4.6


Tabel 4.6 Identifikasi penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2
sebelum diberikan Modern Dressing pada Kelompok Kontrol

Pre test N Rerata Minimum Maksimum SD


Kelompok
15
Kontrol

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa rata-rata nilai keseimbangan tubuh

sebelum diberikan intervensi pada kelompok kontrol adalah 13,35

dengan standar deviasi 0,9946. Nilai terendah 11,1 dan tertinggi 14,9.
c. Gambaran penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2 setelah

diberikan Modern Dressing pada kelompok eksperimen


Hasil identifikasi penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2 setelah

diberikan Modern Dressing pada kelompok eksperimen disajikan pada

tabel 4.7
Tabel 4.7 Identifikasi penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2
setelah diberikan Modern Dressing pada Kelompok
Eksperimen

Kategori Frekuensi Persentase (%)


87% tidak ada resiko tinggi
15 100
untuk jatuh
Total 15 100
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa setelah diberikan Balance Execise pada

kelompok eksperimen, frekuensi keseimbangan tubuh responden

seluruhnya mengalami 87% tidak ada resiko tinggi untuk jatuh (100%).

Penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2 setelah diberikan Modern

Dressing pada kelompok eksperimen disajikan pada tabel 4.8


Tabel 4.8 Penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2 setelah
diberikan Modern Dressing pada Kelompok Eksperimen

Post test N Rerata Minimum Maksimum SD


Kelompok 15
Eksperimen

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa rata-rata nilai keseimbangan tubuh

setelah diberikan intervensi pada kelompok eksperimen adalah 12,61

dengan standar deviasi 0,4748. Nilai terendah 11,8 dan tertinggi 13,4.
d. Identifikasi penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2 setelah

diberikan Modern Dressing pada kelompok kontrol


Hasil identifikasi penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2 setelah

diberikan Modern Dressing pada kelompok kontrol disajikan pada tabel

4.9
Tabel 4.9 Identifikasi penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2
setelah diberikan Modern Dressing pada Kelompok Kontrol
Kategori Frekuensi Persentase (%)
87% tidak ada resiko tinggi
9 60
untuk jatuh
87% resiko tinggi untuk jatuh 6 40
Total 15 100
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa setelah diberikan Balance Exercise pada

kelompok kontrol, frekuensi keseimbangan tubuh responden yang

mengalami 87% tidak ada resiko tinggi untuk jatuh sebanyak 9 orang

(60%) dan 87% resiko tinggi untuk jatuh sebanyak 6 orang (40%).

Penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2 setelah diberikan Modern

Dressing pada kelompok kontrol disajikan pada tabel 4.10


Tabel 4.10 Identifikasi penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2
setelah diberikan Modern Dressing pada Kelompok Kontrol

Pre test N Rerata Minimum Maksimum SD


Kelompok
15
Kontrol

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa rata-rata nilai keseimbangan tubuh

setelah diberikan intervensi pada kelompok kontrol adalah 13,30

dengan standar deviasi 1,1440. Nilai terendah 11,0 dan tertinggi 14,8.

e. Uji Normalitas Data

Tabel 4.11 Uji normalitas Shapiro-Wilk (n=30)


Shapiro-Wilk
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Df Sig. Df Sig.
Pre test 15 15
Post test 15 15
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa nilai p-value sebelum intervensi 0,066

dan nilai p-value setelah intervensi 0,605 sehingga p-value yang

diperoleh > 0,05 maka data berdistribusi normal dan uji statistik yang

digunakan adalah statistic parametrik dengan uji Paired Sample t-test.

f. Analisis penyembuhan luka Diabetes Mellitus grade 2 sebelum dan

setelah diberikan Modern Dressing pada Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol
Identifikasi perbedaan keseimbangan tubuh sebelum dan setelah

eksperimen pada masing-masing kelompok disajikan dalam tabel 4.12


Tabel 4.12 Identifikasi Perbedaan penyembuhan luka Diabetes
Mellitus grade 2 Sebelum dan Setelah diberikan Modern
Dressing
Paired Differences

Variabel N Mean ± SD Perbedaan P


(Mean ± SD)
14,298 ±
Pre-test
Kelompok 15 0,4503
1,6817 ± 0,2810 0,000
Eksperimen 12,616 ±
Post-test
0,4748
13,355 ±
Pre-test
Kelompok 0,9946
15 0,0467 ± 0,3874 0,648
Kontrol 13,308 ±
Post-test
1,1440
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan data sebelum dan

setelah pada kelompok eksperimen setelah diberikan Balance Exercise

dengan p value 0,000 (α≤0,05). Artinya, ada perbedaan yang signifikan

dari keseimbangan tubuh sebelum dan setelah diberikan Balance

Exercise. Nilai p value pada kelompok kontrol adalah 0,648 berarti nilai
α > 0,05 sehingga tidak ada perbedaan antara keseimbangan tubuh

lansia pada kelompok kontrol.

Hasil Analisa Pengaruh Modern Dressing Terhadap Penyembuhan Luka

Diabetes Mellitus Grade 2 pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol di

Griya Utami Care Bali disajikan dalam tabel 4.13


Tabel 4.13 Analisis Pengaruh Modern Dressing Terhadap
Penyembuhan Luka Diabetes Mellitus Grade 2 pada
Kelompok Eksperimen dan Kontrol di Griya Utami
Care Bali

Uji Independent t-test


N Kelompok Mean SD SE P
Modern Eksperimen 12,616 0,4748 0,1226
15 Sig. 0,039
Dressing Kontrol 13,308 1,1440 0,2954

Tabel 4.13 menunjukkan bahwa rata-rata nilai post pada kelompok

eksperimen 12,616 dengan standar deviasi 0,4748, sedangkan untuk

kelompok kontrol rata-rata nilai post adalah 13,308 dengan standar

deviasi 1,1440. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,039, berarti pada

alpha 5% terlihat ada perbedaan yang signifikan rata-rata nilai post

antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.

B. Pembahasan Penelitian
1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden yang mengalami gangguan keseimbangan

di Desa Kalibukbuk pada kelompok eksperimen mayoritas berjenis

kelamin laki-laki yaitu sebanyak 8 orang (53,3%) dan pada kelompok


kontrol responden dengan jenis kelamin laki-laki mayoritas dengan jumlah

10 orang (66,7%).
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Komala (2016) tentang

Gambaran Keseimbangan Tubuh Pada Lansia di Unit Pelayanan Sosial

Lanjut Usia Pucang Gading Semarang. Pada penelitian ini karakteristik

responden berjenis kelamin laki-laki mayoritas yaitu sebanyak 19 orang

(59,4%). Pristianto (2016) melalui penelitiannya tentang Perbandingan

Kombinasi Bergantian Senam Lansia Dan Latihan Core Stability Dengan

Hanya Senam Lansia Terhadap Peningkatan Keseimbangan Statis Lansia

juga menyatakan hal yang sama, dimana karakteristik lansia yang memiliki

gangguan keseimbangan cenderung berjenis kelamin laki-laki. Laki-laki

memiliki tingkat aktivitas fisik yang lebih tinggi dibandingkan dengan

wanita. Pada kasus ini keseimbangan tubuh pada lansia laki-laki cenderung

dapat menjadi lebih buruk. Laki-laki lebih banyak terserang asam urat, dan

kadar asam urat. Sedangkan pada wanita, persentase gangguan

keseimbangan tubuh lebih kecil. Hal ini dikarenakan wanita memiliki

hormon estrogen yang membantu membuang asam urat melalui urin

sehingga menyebabkan wanita cenderung jaran mengalami asam urat dan

memiliki keseimbangan tubuh yang baik (Ode, 2012).


Hasil penelitian ini menunjukan bahwa responden yang mengalami

gangguan keseimbangan memiliki rentang usia 50 sampai 70 tahun, yang

termasuk pada usia pertengahan dan lansia awal. Hal ini sejalan dengan

penelitian Manangkot (2011) mengenai Pengaruh Senam Lansia Terhadap

Keseimbangan Tubuh Pada Lansia Di Lingkungan Dajan Bingin Sading.


Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Kusma (2016) dengan

judul penelitian “Pengaruh Senam Wai Tan Kung Terhadap Keseimbangan

Pada Lansia”. Pada penelitian ini mayoritas responden memiliki usia yang

berkisar 60-74 tahun dengan jumlah 11 orang (80%) dari 18 orang yang

menjadi responden. Faktor usia dapat menyebabkan adanya penurunan

masa otot oleh karena perubahan fisiologi pada sistem musculoskeletal

pada lansia. Lansia dapat mengalami perubahan pada sistem

muskuloskeletal seperti penurunan kekuatan otot, ukuran otot mengecil

terutama pada bagian ekstremitas bawah (Christos, Alexandros, Aikaterini,

Kiriaki, & Lambrini, 2015). Pada penelitian ini gangguan keseimbangan

tubuh mayoritas dialami oleh responden laki-laki karena karakteristik pada

penelitian ini jumlah responden laki-laki lebih banyak dibandingkan

responden perempuan. Berdasarkan studi literatur yang dilakukan peneliti

didapatkan bahwa semakin bertambahnya usia lansia akan mengalami

banyak kemunduran karena perubahan-perubahan yang terjadi seperti

perubahan pada sistem otot, sistem indera yang meliputi penglihatan dan

pendengaran, dimana ketiga hal tersebut merupakan komponen untuk

menjaga keseimbangan tubuh manusia (Christos et al., 2015).


Penelitian ini mendapatkan responden yang mengalami gangguan

keseimbangan pada kelompok eksperimen memiliki jenis pekerjaan

sebagai petani sebanyak 5 orang (33,3%) begitu juga pada kelompok

kontrol responden yang memiliki pekerjaan petani yaitu sebanyak 4 orang

(26,7%), pedagang sebanyak 4 orang (26,7). Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Putri (2014) denga judul “Pengaruh Senam
Tai Chi Terhadap Peningkatan Keseimbangan Dinamis Dan Penurunan

Faktor Resiko Jatuh Pada Lanjut Usia”. Pada penelitian ini pada kelompok

eksperimen mayoritas pekerjaan responden adalah petani sebanyak 4 orang

dari 12 responden (33,3%) sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas

memiliki pekerjaan sebagai pedagang sebanyak 4 orang dari 12 responden

(33,3%). Jenis pekerjaan yang berbeda-beda pada lansia juga akan

mempengaruhi keseimbangan yang berbeda-beda pada lansia. Jenis

pekerjaan akan melibatkan pola aktivitas fisik pada individu dan

mempengaruhi ketahanan otot sehingga mempengaruhi keseimbangan

tubuh (Christos et al., 2015). Pola aktivitas fisik yang dilakukan oleh lansia

juga diketahui dapat meningkatkan kekuatan otot pada lansia sehingga

dapat menjadi upaya dalam mencegah risiko jatuh pada lansia (Montero &

Serra, 2013).
Dilihat dari karakteristik responden yang mengalami gangguan

keseimbangan pada kelompok eksperimen mayoritas memiliki keluhan

nyeri pada persendian yaitu sebanyak 3 orang (20%) sementara pada

kelompok kontrol mayoritas merasakan nyeri sendi yaitu sebanyak 6 orang

(40%). Keluhan nyeri sendi banyak dirasakan karena aktivitas manusia

yang kompleks, sehingga mobilitas meningkat dan organ gerak baik otot,

tulang dan sendi akan terus bergerak. Sendi sangat penting dalam

pergerakan manusia, sendi memiliki pelumas yang mempermudah setiap

gerakan. Jika terus beraktivitas pelumastersebut perlahan-lahan akan habis

sehingga akan terjadi gesekan pada sendi yang membuat gerakan diikuti

dengan rasa nyeri.


Dilihat dari karakteristik responden yang mengalami gangguan

keseimbangan pada kelompok eksperimen mayoritas memiliki riwayat

pendidikan tingkat SMA dibandingkan tingkat pendidikan lainnya yaitu

sebanyak 5 orang (33,3%), sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas

responden memiliki tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak 5 orang

(33,3%). Riwayat pendidikan menjadikan individu matang secara kognitif

sehingga cenderung memiliki pengetahun yang lebih baik akan suatu

penyakit, termasuk pencegahan dan penatalaksanaannya. Lansia yang

memiliki pengetahuan mengenai risiko jatuh cenderung melatih dirinya

dalam melakukan aktivitas fisik untuk meningkatkan ketahanan otot yang

dimiliki (Kirk-Sanchez, & McGough, 2014). Upaya mengobati atau

mencegah sebuah penyakit atau menjaga kesehatan sendi sangat

berhubungan dengan tingkat pendidikan individu. Semakin rendah

pendidikan tentu tidak banyak pengetahuan untuk menjaga kesehatan yang

diketahui sehingga menyebabkan minimnya upaya pencegahan suatu

penyakit. Berbanding terbalik jika dimiliki tingkat pendidikan tinggi,

upaya pencegahan yang mampu dilakukan pasti baik karena banyak

pengetahuan yang diketahui khususnya pengetahuan tentang pencegahan

penyakit (Carvalho, Rea, Parimon, & Cusack, 2014).


2. Gambaran Keseimbangan Tubuh Sebelum Diberikan Balance

Exercise Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol


Dilihat dari hasil penelitian pada kelompok eksperimen dari 15

responden 13 mengalami 87% resiko tinggi untuk jatuh (86,7%) dan 2

mengalami 87% tidak ada resiko tinggi untuk jatuh (13,3%), rata-rata
nilai keseimbangan tubuh sebelum diberikan intervensi pada kelompok

eksperimen adalah 14,29 dengan standar deviasi 0,4503. Nilai terendah

13,33 dan tertinggi 15,0 Setelah dilakukan latihan balance exercise 3 kali

dalam seminggu dan berlangsung selama satu bulan, lansia kembali

dilakukan pengukuran keseimbangan tubuh dengan tes yang sama yaitu

Time Up And Go (TUG).


Pada kelompok kontrol tidak diberikan balance exercise akan tetapi

responden tetap dilakukan pengukuran keseimbangan tubuhnya. Hasil

penelitian pre tes pada kelompok kontrol didapatkan hasil keseimbangan

tubuh responden yang mengalami 87% tidak ada resiko tinggi untuk jatuh

sebanyak 11 orang (73,3%) dan 87% resiko tinggi untuk jatuh sebanyak 4

orang (26,7%) dengan rata-rata nilai keseimbangan tubuh sebelum

diberikan intervensi pada kelompok kontrol adalah 13,35 dengan standar

deviasi 0,9946. Nilai terendah 11,1 dan tertinggi 14,9.


Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Meylisa (2012) dengan judul “Pengaruh Balance Exercise Terhadap

Peningkatan Status Keseimbangan Fungsional Pada Wanita Di Posyandu

Lansia Ngadisono Kadipiro Surakarta ”. Penelitian tersebut menunjukkan

bahwa skor status keseimbangan fungsional sebelum diberikan intervensi

pada kelompok eksperimen keseluruhan bernilai 21-40 yaitu sebanyak 15

responden, sedangkan skor status keseimbangan fungsional pada

kelompok kontrol nilai tertinggi 41-56 sebanyak 1 responden, dan nilai

terendah 21-40 sebanyak 14 responden. Sedangkan uji post kelompok

eksperimen keseluruhan bernilai 41-56 yaitu sebanyak 15 responden,


sedangkan skor status keseimbangan fungsional pada kelompok kontrol

keseluruhan bernilai 21-40 yaitu sebanyak 15 responden.


Keseimbangan tubuh pada lansia dapat disebabkan oleh beberapa

factor, salah satunya adalah tingkat aktivitas fisik. Lansia yang memiliki

tingkat aktivitas fisik yang baik cenderung memiliki keseimbangan tubuh

yang lebih baik. Akan tetapi, ketika lansia memiliki tingkat aktivitas fisik

yang kurnag baik, cenderung menyebabkan gaya hidup kurang gerak

sehingga mempengaruhi pola gerak lansia dan dapat menyebabkan

peningkatan risiko jatuh pada lansia (Kusnanto dkk., 2007).


3. Gambaran Keseimbangan Tubuh Setelah Diberikan Balance

Exercise Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol


Gambaran keseimbangan pada kelompok eksperimen menunjukkan

bahwa seluruh responden memiliki tingkat keseimbangan tubuh yang baik

dengan seluruh responden tersebut 87% tidak ada resiko tinggi untuk

jatuh (100%). Rata-rata nilai keseimbangan tubuh setelah diberikan

intervensi pada kelompok eksperimen adalah 12,61 dengan standar

deviasi 0,4748. Nilai terendah 11,8 dan tertinggi 13,4


Gambaran keseimbangan tubuh pada kelompok kontrol setelah

diberikan terapi menunjukkan bahwa terdapat peningkatan keseimbangan

tubuh responden pada post tes dimana didapatkan 87% tidak ada resiko

tinggi untuk jatuh sebanyak 9 orang (60%) dan 87% resiko tinggi untuk

jatuh sebanyak 6 orang (40%) dengan rata-rata nilai keseimbangan tubuh

setelah diberikan intervensi pada kelompok kontrol adalah 13,30 dengan

standar deviasi 1,1440. Nilai terendah 11,0 dan tertinggi 14,8.


Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Algazali (2016) dengan judul “Pengaruh Tandem Walking Exercise


Terhadap Keseimbangan Dinamis Pada Lansia Usia 60-74 Tahun”. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa keseimbangan pada kelompok kontrol

mengalami peningkatan setelah dilakukan terapi, Hasil uji statistik

menunjukkan nilai signifikansi (p) = 0,046 atau 0,046 < 0,05, maka Ha

diterima sehingga dapat ditarik kesimpulan terdapat pengaruh pada

kelompok kontrol.
Aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan

gerakan tubuh berulang-ulang serta ditujukan untuk meningkatkan

kebugaran jasmani, sepertiberjalan, menari, mengasuh cucu, dan lain

sebagainya (Farizati,2002).
Latihan khusus untuk melatih keseimbangan memang memiliki

pengaruh untuk peningkatan keseimbangan tubuh pada lansia, tetapi

aktivitas fisik yang dilakukan secara terus menerus dan memerlukan

energi juga dapat meningkatkan kualitas kebugaran tubuh yang dimiliki

oleh lansia.
4. Menganalisis Pengaruh Pemberian Balance Exercise Terhadap

Keseimbangan Tubuh Pada Lansia di Desa Kalibukbuk


Balance Exercise pada lansia dapat dilakukan jika lansia memiliki

resiko atau lansia sudah mengalami gangguan keseimbangan tubuh. Time

Up And Go (TUG) digunakan untuk mengukur keseimbangan tubuh.

Pada tes ini mengharuskan lansia berjalan menempuh jarak 3 meter

kemudian berbalik ke posisi semula. Untuk dapat dinyatakan lansia tidak

memiliki gangguan keseimbangan tubuh, lansia diharuskan dapat

menempuh waktu kurang dari 14 detik saat menjali tes. Jika waktu yang
ditempuh sama dengan 14 atau melebihinya dapat disimpulkan lansia

mengalami gangguan keseimbangan tubuh.


Hasil uji paired t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan data

sebelum dan setelah pada kelompok eksperimen setelah diberikan

Balance Exercise dengan p value 0,000 (α≤0,05). Artinya, ada perbedaan

yang signifikan dari keseimbangan tubuh sebelum dan setelah diberikan

Balance Exercise. Nilai p value pada kelompok kontrol adalah 0,648

berarti nilai α > 0,05 sehingga tidak ada perbedaan antara keseimbangan

tubuh lansia pada kelompok kontrol.


Hasil penelitian ini mengenai terdapat perbedaan data sebelum dan

setelah pada kelompok eksperimen didukung oleh penelitian Meylisa

(2012) dengan judul Pengaruh Balance Exercise Terhadap Peningkatan

Status Keseimbangan Fungsional Pada Wanita Di Posyandu Lansia

Ngadisono Kadipiro Surakarta Berdasarkan. Hasil yang didapatkan

dengan uji pengaruh Paired Sample T-test pada kelompok eksperimen

didapatkan nilai p= 0,0001, artinya, terdapat perbedaan sebelum dan

setelah balance exercise terhadap status keseimbangan fungsional pada

wanita lansia. Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan nilai p=

0,055, artinya, tidak terdapat perbedaan sebelum dan setelah balance

exercise. Nilai mean skor status keseimbangan fungsional kelompok

eksperimen lebih meningkat dari kelompok kontrol.


Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan aktivitas.

Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan

tegangan otot sebagai respon motorik. Kekuatan otot dapat digambarkan

sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal


(eksternal force) maupun beban internal (internal force). Kekuatan otot

sangat berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar

kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi.

Sehingga semakin banyak serabut otot yang teraktifasi, maka semakin

besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut. Kekuatan otot dari

kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk mempertahankan

keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut

berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gaya

gravitasi serta beban eksternal lainnya yang secara terus menerus

mempengaruhi posisi tubuh (Irfan, 2012:47)


Kusnanto dkk (2007) menyatakan bahwa balance exercise dapat

menimbulkan kontraksi otot pada lansia yang kemudian dapat

mengakibatkan peningkatan serat otot sehingga komponen sistem

metabolisme fosfagen, termasuk ATP dan fosfokreatin yang dapat

meningkatkan kekuatan otot pada lansia yang mengakibatkan peningkatan

keseimbangan pada lansia. Kontraksi yang dihasilkan dari penguatan ini

mengakibatkan terjadinya peningkatan level tension pada otot berupa

perpanjangan sacromer otot yang menimbulkan adanya perubahan otot

saat terjadi kontraksi yang kemudian dilanjutkan dengan adanya

perubahan ukuran otot berupa hipertropi, semakin besar diameter serabut

otot akan semakin besar kontraksi otot (Irfan, 2010).


Peningkatan kekuatan otot dan peningkatan propioseptif yang

terjadi pada system somatosensorik dapat meningkatkan penyaluran

informasi propiosepti menuju otak melalui kolumna dorsalis medulla


spinalis. Sebagian besar input propioseptif menuju serebelum. Impuls

yang datang dari alat indra adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi

disinovia dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor pada

kulit dan jaringan lain serta otot yang diproses di kortek yang akan

memberikan kesadaran posisi tubuh saat bergerak untuk mencapai dan

mempertahankan keseimbangan tubuh (Kusnanto dkk., 2007).


Keseimbangan tubuh pada lansia dapat ditingkatkan dengan latihan

fisik yang baik. Manangkot (2011) melalui penelitiannya menyatakan

bahwa latihan fisik yang teratur selama 15 menit dengan frekuensi 2 kali

dalam seminggu selama sebulan dapat meningkatkan keseimbangan tubuh

lansia. Hal tersebut juga sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh

Maryam dkk (2008) bahwa dengan melakukan latihan aktivitas fisik yang

teratur minimal 15 menit dalam sehari dan dilakukan tiga kali atau lima

kali dalam seminggu dapat meningkatkan kesegaran jasmani dan

keseimbangan pada lansia.


Untuk mengetahui perbedaan antara nilai post pada masing-masing

kelompok, dilakukan uji statistik parametrik dengan uji Independen t-test

menunjukkan bahwa rata-rata nilai post pada kelompok eksperimen

12,616 dengan standar deviasi 0,4748, sedangkan untuk kelompok kontrol

rata-rata nilai post adalah 13,308 dengan standar deviasi 1,1440. Hasil uji

statistik didapatkan nilai p=0,039, berarti pada alpha 5% terlihat ada

perbedaan yang signifikan rata-rata nilai post antara kelompok

eksperimen dengan kelompok kontrol


Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyoadi

(2013) tentang Senam Dapat Meningkatkan Keseimbangan Tubuh Lansia


Di Yayasan Gerontologi Kecamatan Wajak Kabupaten Malang. Penelitian

ini bertujuan untuk mencari perbedaan antara nilai keseimbangan tubuh

pada kelompok senam dan kelompok tidak ikut senam, dengan nilai

paling tinggi 56 dan paling rendah 20. Nilai p value yang diperoleh adalah

0,00 yang berarti nilai p < 0,05, sehingga disimpulakan bahwa terdapat

perbedaan nilai keseimbangan antara kelompok senam dengan kelompok

tidak ikut senam.


Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Itoh

Masitoh (2013) dengan judul Pengaruh Balance Exercise Terhadap

Keseimbangan Postural Pada Lanjut Usia Di Posyandu Abadi Sembilan

Gonilan Sukoharjo. Penelitian tersebut menggunakan uji Independent T-test

dengan nilai p = 0,001 atau α ≤ 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa

Balance Exercise berpengaruh pada keseimbangan tubuh pada lansia di

Posyandu Abadi Sembilan Gonilan Sukoharjo.


Balance Exercise termasuk salah satu aktifitas fisik yang dapat

meningkatkan keseimbangan tubuh apabila dilakukan secara benar.

Kegiatan ini memiliki berbagai modifikasi yang telah ditentukan. Pada

penelitian ini, peneliti memberikan instruksi kepada sampel penelitian

agar berpegangan pada sebuah meja atau kursi. Berpegangan dengan

menggunakan satu tangan. Selanjutnya, diupayakan agar tidak

berpegangan pada meja atau kursi (Carter, 2006: 36).


Balance exercise berpengaruh terhadap keseimbangan tubuh lansia

karena melibatkan pola aktivitas fisik yang setiap gerakannya telah

dirancang dengan menyesuaikan kondisi fisik lansia. Aktivitas fisik yang

dilakukan tentu dapat meningkatkan kekuatan otot pada setiap individu,


termasuk lansia. Gerakan pada balance exercise dalam penwelitian ini

difokuskan pada anggota gerak bagian bawah. Balance exercise memiliki

lima macam gerakan yaitu, plantar fleksi, hip fleksi, hip ekstensi, knee

fleksi, side leg rise (Joshua, et al., 2014).


Setiap gerakan yang dimiliki oleh balance exercise akan

mempengaruhi otot-otot yang berkaitan dengan keseimbangan tubuh.

Plantar Flexion akan mempengaruhi otot bagian lateralis betis, otot dorsal

betis bagian permukaan, otot dorsal betis bagian dalam. Hip Flexion akan

mempengaruhi otot bagian ventral pangkal paha, ventral paha, medial

paha atas, dorsal panggul. Hip Extention akan mempengaruhi otot bagian

medial paha atas dan dorsal pinggul. Knee Flexion akan mempengaruhi

otot pada bagian ventral paha, medial paha, dorsal pinggul, dorsal betis

bagian permukaan, dorsal betis bagian dalam. Gerakan terakhir yaitu Side

leg Raise yang akan mempengaruhi otot bagian ventral paha dan dorsal

pinggul (Joshua, et al., 2014).


Gerakan-gerakan yang terpola dan terprogram pada balance

exercise dapat memberikan respon adaptatif secara fisiologis pada sistem

muskuloskeletal. Gerakan-gerakan yang dimiliki berpengaruh pada

keseimbangan tubuh lansia oleh karena memiliki pola yang dapat

menguatkan otot-otot yang menjaga stabilitas postural tubuh.

Kemampuan otot besar yang baik akan meningkatkan respon otot-otot

postural yang sinergis. Pada tungkai, gerakan dari senam lansia akan

memperkuat kemampuan otot tungkai dalam mempertahankan


keseimbangan tubuh (Lesinski, Hortobágyi, Muehlbauer, Gollhofer, &

Granacher, 2015).

C. Keterbatasan Penelitian

Setiap penelitian memiliki berbagai keterbatasan, demikian juga

dalam penelitian ini. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Pada pelaksaanan penelitian, beberapa lansia cenderung merasa lelah

sebelum terapi berjalan separuh dari waktu yang sudah ditentukan.

2. Peneliti belum mengidentifikasi factor factor lain yang dapat dikendalikan

seperti, usia, riwayat penyakit, berat badan dan status gizi responden yang

tentunya dapat juga menjadi penyebab menurunnya tingkat keseimbangan

tubuh pada lansia.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan, sehingga dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:


1. Karakteristik Subyek Penelitian
Karakteristik responden berdasarkan umur menunjukkan bahwa

rata-rata usia pada kelompok eksperimen adlah 57,53 dan pada kelompok

kontrol adalah 58,60.


Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dari 30

responden, distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin pada

kelompok perlakuan didapatkan laki-laki sebanyak 8 orang (53,3%) dan

jenis kelamin perempuan sebanyak 7 orang (46,7%) sedangkan pada

kelompok kontrol jenis kelamin laki-laki sebanyak 10 orang (66,7%) dan

jenis kelamin perempuan sebanyak 5 orang (33,3%).


Karakteristik responden berdasarkan riwayat pekerjaan

menunjukkan bahwa frekuensi responden pada kelompok perlakuan yang

memiliki pekerjaan sebagai petani sebanyak 5 orang (33,3%) dan lain-

lain sebanyak 10 orang (66,7%) sedangkan pada kelompok kontrol yang

memiliki pekerjaan petani sebanyak 4 orang (26,7%), pedagang sebanyak

4 orang (26,7%) dan lain-lain sebanyak 7 orang (46,7%)


90

Karakteristik responden berdasarkan riwayat pendidikan

menunjukkan bahwa karakteristik responden pada kelompok perlakuan

yang memiliki riwayat pendidikan SD sebanyak 4 orang (26,7%), SMP

sebanyak 1 orang (6,7%), SMA sebanyak 5 orang (33,3%) dan tidak

sekolah sebanyak 3 orang (33,3%) sedangkan pada kelompok kontrol

yang memiliki riwayat pendidikan SD sebanyak 5 orang (33,3%), SMP

sebanyak 4 orang (26,7%), SMA sebanyak 4 orang (26,7%) dan tidak

sekolah sebanyak 2 orang (13,3%).

Karakteristik responden berdasarkan keluhan utama menunjukkan

bahwa karakteristik responden pada kelompok perlakuan yang memiliki

keluhan nyeri sendi sebanyak 3 orang (20%), sesak nafas sebanyak 1

orang (6,7%), mudah kesemutan sebanyak 1 orang (6,7%) dan lain-lain

sebanyak 10 orang (66,7%) sedangkan pada kelompok kontrol yang

memiliki keluhan nyeri sendi sebanyak 6 orang (40%), mudah kesemutan

sebanyak 1 orang (6,7%), pusing sebanyak 2 orang (13,3%).


Karakteristik responden berdasarkan status perkawinan

menunjukkan bahwa karakteristik responden pada kelompok perlakuan

dengan status menikah sebanyak 12 orang (80%), belum menikah

sebanyak 1 orang (6,7%) dan duda/janda sebanyak 2 orang (13,3%)

sedangkan pada kelompok kontrol dengan status menikah sebanyak 14

orang (93,3%) dan duda/janda sebanyak 1 orang (6,7%).

2. Gambaran Keseimbangan Tubuh Sebelum dan Setelah Diberikan

Balance Exercise Pada Kelompok Eksperimen


Menunjukkan bahwa rata-rata nilai keseimbangan tubuh sebelum

diberikan intervensi pada kelompok eksperimen adalah 14,29 dengan

standar deviasi 0,4503. Nilai terendah 13,33 dan tertinggi 15,0.

Setelah dilakukan perlakuan rata-rata nilai keseimbangan tubuh

setelah diberikan intervensi pada kelompok eksperimen adalah 12,61

dengan standar deviasi 0,4748. Nilai terendah 11,8 dan tertinggi 13,4.
3. Gambaran Keseimbangan Tubuh Sebelum dan Setelah Diberikan

Balance Exercise Pada Kelompok Kontrol


Menunjukkan bahwa rata-rata nilai keseimbangan tubuh sebelum

diberikan intervensi pada kelompok kontrol adalah 13,35 dengan

standar deviasi 0,9946. Nilai terendah 11,1 dan tertinggi 14,9. Setelah

perlakuan pada kelompok kontrol rata-rata nilai keseimbangan tubuh

setelah diberikan intervensi pada kelompok kontrol adalah 13,30

dengan standar deviasi 1,1440. Nilai terendah 11,0 dan tertinggi 14,8.
4. Berdasarkan uji beda keseimbangan tubuh setelah perlakuan

pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol


Menunjukkan bahwa rata-rata nilai post pada kelompok eksperimen

12,616 dengan standar deviasi 0,4748, sedangkan untuk kelompok

kontrol rata-rata nilai post adalah 13,308 dengan standar deviasi

1,1440. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,039, berarti pada alpha

5% terlihat ada perbedaan yang signifikan rata-rata nilai post antara

kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.

B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Menurut hasil yang didapatkan untuk pengaruh balance exercise,

peneliti menyarankan agar instansi pendidikan yang khususnya


berkecimpung di bidang kesehatan dapat menjadikan balance exercise

sebagai salah satu kegiatan yang diberikan saat pemberian asuhan

keperawatan gerontik.
2. Bagi Tempat Penelitian
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan

beberapa saran yaitu bagi para lansia tetap melakukan balance exercise

untuk tetap menjaga keintegritasan antara sistem muskuloskeletal, sistem

somatosensorik, dan sistem persyarafan sehingga diharapkan

keseimbangan tubuh tetap terpelihara dengan baik yang dapat mengurangi

resiko jatuh, bagi para lansia tetap menjaga pola hidup seperti makan yang

bergizi, berolahraga teratur, aktivits fisik yang tidak berlebihan untuk

meningkatkan derajat kesehatan hidup lansia.


3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi penelitian selanjutnya diharapkan melakukan penelitian

dengan waktu yang relatif lama, bagi penelitian selanjutnya disarankan

untuk mengambil sampel dengan subyek penelitian yang bervariasi seperti

usia middle age ( 45-50 tahun), (60-74 tahun), dan lanjut usia tua ialah usia

(75-90 tahun), dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, bagi

penelitian selanjutnya disarankan untuk selalu mengontrol setiap gerakan

yang dilakukan dalam perlakuan untuk memaksimalisasi hasil penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai