Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit paru-paru obstruksi menahun (PPOM) merupakan suatu istilah yang


sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama
dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara. Ketiga penyakit
yang membentuk satu kesatuan yang ditandai dengan sebutan PPOM adalah :
Bronkhitis, Emifisema paru-paru dan Asma bronkial.

Perjalanan PPOM yang khas adalah panjang dimulai pada usia 20-30 tahun
dengan “batuk merokok” atau batuk pagi disertai pembentukan sedikit sputum
mukoid. Mungkin terdapat penurunan toleransi terhadap kerja fisik, tetapi
biasanya keadaan ini tidak diketahui karena berlangsung dalam jangka waktu
yang lama. Akhirnya serangan brokhitis akut makin sering timbul, terutama pada
musim dingin dan kemampuan kerja penderita berkurang, sehingga pada waktu
mencapai usia 50-60 an penderita mungkin harus mengurangi aktifitas.

Penderita dengan tipe emfisematosa yang mencolok, perjalanan penyakit


tampaknya tidak dalam jangka panjang, yaitu tanpa riwayat batuk produktif dan
dalam beberapa tahun timbul dispnea yang membuat penderita menjadi sangat
lemah. Bila timbul hiperkopnea, hipoksemia dan kor pulmonale, maka prognosis
adalah buruk dan kematian biasanya terjadi beberapa tahun sesudah timbulnya
penyakit. (Price & Wilson, 1994 : 695)

B. TUJUAN

1) Untuk memahami konsep dasar dan asuhan keperawatan yang diberikan


dengan Masalah Pernafasan (PPOM).

2) Mengetahui tentang definisi dari PPOM

3) Mengetahui penyebab dari PPOM.

4) Mengetahui tanda dan gejala dari PPOM.

5) Mengetahui Penatalaksanaan PPOM pada lansia.

6) Mengetahui Pengkajian, Diagnosa, Intervensi, Fokus intervesi, dan Evaluasi


dengan PPOM.
BAB II
PEMBAHASAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF MENAHUN

A. PENGERTIAN PPOM

Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) atau Penyakit Paru Obstruktif


Menahun (PPOM) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis
kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease


(COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga
penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah :
bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale.

PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea(sesak nafas


) saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

Macam macam bentuk PPOM :

I. Bronkitis Kronis

Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3


bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddarth, 2002).
Istilah bronkitis kronis menunjukkan kelainan pada bronchus yang sifatnya
menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang
berasal dari luar bronchus maupun dari bronchus itu sendiri, merupakan keadaan
yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang berlebihan sehingga
cukup untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam
setahun untuk lebih dari 2 tahun secara berturut-turut.
Ø Patofisiologi Bronkitis Kronis

Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi.


Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-
sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir
yang dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan
tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan
membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang
berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien
kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan
bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam
jalan napas. Pada waktunya mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel,
kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.

Asap (zat iritan)

Masuk ke sal. Pernafasan

Mengiritasi sal. Pernfsan

Penurunan hipersekresi lendir

Fungsi silia

Penyempitan sal . pernafasan

Sesak nafas

Ø Tanda dan Gejala Bronkitis Kronis


a. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.

Ø Pemeriksaan Penunjang

1)Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia

2)Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar

3)Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi
kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru total (TLC) normal
atau sedikit meningkat.
4)Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat

II. Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin


disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus;
aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas;
dan tekanan akibat tumor, pembuluh darah yang berdilatasi, dan pembesaran
nodus limfe. (Bruner & Suddarth)
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus
yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan
muscular dinding bronkus ( Soeparman &Sarwono, 199))

Bronkiektasis berarti suatu dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari bronchial yang
disebabkan oleh episode pnemonitis berulang dan memanjang, aspirasi benda
asing, atau massa (mis.Neoplasma) yang menghambat lumen bronchial dengan
obstruksi (hudak &Gallo,1997)

Bronkiektasis adalah dilatasi permanent abnormal dari salah satu atau lebih
cabang-cabang bronkus yang besar (Barbara E, 1998)

Ø Etiologi
a. Infeksi

b. Kelainan herideter atau kelainan konginetal

c. factor mekanis yang mempermudah timbulnya infeksi


d. Sering penderita mempunyai riwayat pneumoni sebagai komplikasi
campak,batuk rejan, atau penyakit menular lainnya semasa kanak-kanak.

Ø Patofisiologi

Infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan struktur


pendukungnya dan menghasilkan sputum yang kental yang akhirnya dapat
menyumbat bronki. Dinding bronkial menjadi teregang secara permanen akibat
batuk hebat. Infeksi meluas ke jaringan peribronkial sehingga dalam kasus
bronkiektasis sakular, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru,
yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus. Bronkiektasis biasanya
setempat, menyerang lobus atau segmen paru. Lobus yang paling bawah lebih
sering terkena.

Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan


alveoli di sebelah distal obstruksi mengalami kolaps (ateletaksis). Jaringan parut
atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi.
Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan
kapasitas vital, penurunan ventilasi dan peningkatan rasio volume residual
terhadap kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi
(ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksemia.

Ø Klasifikasi
Berdasarkan atas bronkografi dan patologi bronkietasis dapat dibagi menjadi 3
yaitu:

1.Bronkiektasis silindris

2.bronkiektasis Fusiform

3.Bronkiektasis kistik atau sakular


Ø Tanda dan Gejala Bronkiektasis

a.Batuk produktif menahun, terus menerus atau berulang.

b.Batuk darah

c.eksaserebasi akut disertai panas.

d.Dahak mukoid, mukopurulen atau purulen. (dalam gelas transparan → 3 lapis

buihlapisan atas,mukos lapisan tengah,nanah dan debris lapisan bawah)

e.Ronchi basah local dan menetap

f.Sianosis dan ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.

Ø Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainage secret dan mengobati infeksi.
Penatalaksanaan meliputi:

ü Pengendalian infeksi akut maupun kronik → pemberian antibiotic dengan


spekrum luas (Ampisilin, Kotrimoksasol, atau amoksisilin)selama 5 – 7 hari
pemberian

ü Fisioterapi dada dan drainage postural dengan teknik ekspirasi paksa untuk
mengeluarkan secret

ü Bronkodilator\

ü Aerosal dengan garam faali atau beta agonis

ü Hidrasi yang adekuat untuk mencegah secret menjadi kental dan dilengkapi
dengan alat pelembab serta nebulizer untuk melembabkan secret.

ü Cortikosteroid bila ada bronchospasme yang hebat.

III. Emfisema

Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar


bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddarth, 2002)

Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh


pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan (WHO).
Ø Patofisiologi Emfisema

Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu :

1. inflamasi dan pembengkakan bronki

2. produksi lendir yang berlebihan

3. kehilangan rekoil elastik jalan napas

4. kolaps bronkiolus serta

5. redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.

Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang


kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan
peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat
terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen
mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida
mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam
darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.

Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler


pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan
dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal.
Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu
komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher
atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.

Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk


membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan
kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema
memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran
keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik. Untuk
mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif
selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan
dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi.
Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan
membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi
kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest)
pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya
kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.

Ø Tanda dan Gejala Emfisema

1. Dispnea

2. Takipnea

3. Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan

4. Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru

5. Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi

6. Hipoksemia

7. Hiperkapnia

8. Anoreksia

9. Penurunan BB

10. Kelemahan

Ø Pemeriksaan Penunjang

a) Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran interkosta dan


jantung normal

b) Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV,


penurunan VC dan FEV

IV. Asthma Bronkiale

Asma merupakan suatu penyakit yang dapat mengenai pada anak-anak hingga
dewasa dengan serangan yang sangat menakutkan tanpa mengenal waktu yang
selalu membawa penderitaan bagi pasien dan asma dapat timbul karena
kecemasan , kegiatan aktivitas yang berat, kelelahan, kurang tidur, infeksi
pernapasan, obat-obatan dan alergen.
Di negara –negara yang telah maju penelitiannya, diperkirakan 5%-20% bayi dan
anak-anak menderita asma 2%-10%.(Sundaru H, hal-6, 1995). Penelitian yang
pernah dilakukan di beberapa tempat diperkirakan 2-5% menderita asma.

Insiden penyakit asma dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain : umur pasien,
jenis kelamin, bakat alergi, bunga ,keturunan, lingkungan dan faktor psikologi.
Berbagai maslah yang ditimbulkan pada penyakit asma tergantung pada usia ,
pekerjaan, dan fungsi klien dalam keluarga tersebut.

Tingginya angka kekambuhan pada penderita asma sering memberikan dampak


pada psikologis dan biologis pasien. Tingkat emosi yang labil dan adanya
kecenderungan untuk menolak saran-saran pada upaya mengeleminasi perilaku
yang mendukung kesehatannya , merupakan salah satu respon psikologis pasien
asma. Pada serangan asma pasien mengalami keterbatasan fungsi tersebut dalam
memenuhi segala kebutuhan dasarnya. Dengan demikian perlu kiranya difikirkan
tentang pola asuhan keperawatan yang mampu memenuhi keterbatasan fungsi
tersebut tanpa menambah beban emosional klien akibat tindakan perawat baik
selama serangan, maupun setelah seranagn sehinnga klien terhindar dari
kekambuhan dan dapat berfungsi secara optimal.

Ø Definisi

Menurut Croccket (1997) Asma bronkiale didefinisikan sebagai salah satu


penyakit dari sistem pernapasan yang meliputi peradangan dari jalan napas dan
gejala-gejala bronkhopaaasma yang bersifat reversibel.

Asma bronchiale menurut Americans Thoracic Society dikutip dari Barata Wijaya
(1990) adalah suatu penyakit denagn ciri mendekatnya respons Thrakea dan
Bronkhus terdap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalan napas yang luas dan derajatnya berubah-ubah , baik secara spontan maupun
sebagai hasil pengobatan.

Ø Macam:

a) Ekstrinsic faktor allergen: eksternal agent/ atopic asma

b) Instrinsic / non dimungkinkan oleh beberapa penyebab sulit di identifikasi


atopic asma penyebab : common cold, infeksi saluran nafas atas, stress dll.

Ø Faktor Pencetus
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan seranagn asma bronkiale atau sering
disebut sebagai faktor pencetus adalah :

1) Alergen
Alergen adalah zat-zat tertentu bila dihisap atau dimakan dapat menimbulkan
serangan asma , misalnya debu rumah , tungau debu rumah, spora jamur, serpih
kilit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.

2) Infeksi saluran napas

Infeksi saluran napas terutama oleh bakteri influenza merupakan salah satu faktor
pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkiale. Diperkirakan 2/3
pasien asma dewasa serangan asmanya ditimbulakn oleh infeksi saluran napas.
(Sundaru, 1991)

3) Stress psikologik

Stress psikologik bukan berarti penyebab asma tetapi sebagai pencetus asma,
karena banyak orang yang mendapat Stress psikologik tetapi tidak menjadi
penderita asma bronkiale. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma
terutama pada orang yang agak labil kepribadiannnya. Hal ini lebih menonjol
pada wanita dan ank-anak. ( Yunus,1994)

4) Olahraga / kegiatan jasmani yang berat

Sebagian penderita asama bronkiale akan mendapatkan asma apabila melakukan


olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling
mudah menimbulkan serangan asma . serangan asma karena kegiatan jasmani
terjadi setelah olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan
timbul beberapa jam setelah olahraga.

5) Obat-obatan

Beberapa pasien asma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti
penicilin ,salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.

6) Polusi udara

Pasien asma sangat peka terhadap udara debu, asap pabrik, /kendaraan, asap
rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran sulfur dioksida dan oksida foto
kemikal, serta bau yang tajam.

7) Lingkungan kerja
Diperkirakan 2-15% pasien asma bronkhiale pencetusnya adalah lingkungan
kerja(Sundaru H. 1991). Beberapa zat yang didapat di tempat pekerjaan yang
dapat mencetuskan serangan asma seperti pada tabel berikut :

Ø Pencetus:

1) Bulu dan serpih binatang

2) Enzim bakteri sublitis

3) Debu kopi dan teh

4) Debu kapas

5) Toluen diisosianat

6) Debu gandum dan padi-padian

7) Amoniak , sulfur dioksida, asam klorida, klorin

8) Garam platina

9) Ampisilin

B. ETIOLOGI

PPOM disebabkan oleh factor lingkungan dan gaya hidup, yang sebagian besar
bias dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab timbulnya 80-90% kasus
PPOM. Feaktor resiko lainnya termasuk keadaan social-ekonomi dan status
pekerjaaan yang rendah, kondisi lingkungsn yang buruk karena dekat lokasi
pertambangan, perokok pasif, atau terkena polusi udara dan konsumsi alcohol
yang berlebihan. Laki-laki dengan usia antara 30 hingga 40 tahun paling banyak
menderita PPOM.

C. PATOFISIOLOGI

polusi dan rokok (radikal hidroksida (OH-).


Masuk ke sal. Pernafasan

Mengiritasi sal. Pernfsan

Penurunan hipersekresi lendir

Fungsi silia

Penyempitan sal . pernafasan

Sesak nafas

Patofisiologi PPOM adlah sangat komplek dan komprehensif sehingga


mempengaruhi semua sisitem tubuh yang artinya sama juga dengan
mempengaruhi gaya hidup manusia. Dalam prosesnya, penyakit ini bias
menimbulkan kerusakan pada alveolar sehingga bisa mengubah fisiologi
pernafasan, kemudian mempengaruhi oksigenasi tubuh secara keseluruhan.

Abnormal pertukaran udara pada paru-paru terutama berhubungan dengan tiga


mekanisme berikut ini:

1) Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi

Hal ini menjadi penyebab utama hipoksemia atau menurunnya oksigenasi dalam
darah. Keseimbangan normal antara ventilasi alveolar dan perfusi aliran darah
kapiler pulmo menjadi terganggu. Peningkatan keduanya terjadi ketika penyakit
yang semakin berat sehingga menyebabkan kerusakan pada alveoli dan dan
kehilangan bed kapiler. Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi
sama. Ventilasi dan perfusi yang menurun bias dilihat pada pasien PPOM, dimana
saluran pernafasan nya terhalang oleh mukus kental atau bronchospasma. Di sini
penurunan ventilasi akan terjadi, akan tetapi perfusi akan sama, atau berkurang
sedikit. Banyak di diantara pasien PPOM yang baik empisema maupun bronchitis
kronis sehingga ini menerangkan sebabnya mengapa mereka memiliki bagian-
bagian,dimana terjadi diantara keduanya yang meningkat dan ada yang menurun.
2) Mengalirnya darah kapiler pulmo

Darah yang tidak mengandung oksigen dipompa dari ventrikel kanan ke paru-
paru, beberapa diantaranya melewati bed kapiler pulmo tanpa mengambil oksigen.
Hal ini juga disebabkan oleh meningkatnya sekret pulmo yang menghambat
alveoli.

3) Difusi gas yang terhalang

Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari sati atau da
seba yaitu berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara sebagai akibat
dari penyakit empisema atau meningkatnya sekresi, sehingga menyebabkan difusi
menjadi semakin sulit.

D. TANDA DAN GEJALA

Bronkitis kronik dan emfisema adalah suatu penyakit menahun, terjadi


sedikit demi sedikit bertahun-tahun. Biasanya mulai pada seorang pasien
perokok berumur 25-35 tahun kemampuan kerja beratnya mulai menurun
dan mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru
mulai pula berubah anatara lain berupa kenaikan closing volume. Umur
35-45 tahun timbul batuk yang produktif dan VEP1 (volume ekspirasi
paksa 1 detik) menurun. Sesak nafas, hipoksemia, dan perubahan
spirometri sudah terjadi pada umur 45-55 tahun. Pasien sering berulan-
ulang mendapat infeksi saluran nafas bagian atas sehingga sering atau
sama sekali tidak dapat bekerja. Pada umur 55-65 tahun sudah ada ko-
pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia.

Perkembangan gejala-gejala yang merupakan cirri-ciri dari PPOM adlah


malfungsi kronis pada system pernafasan yang manifestasi awalnya adalah
ditandai dengan :

1. batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang menjadi di saat pagi hari.
2. Nafas pendek sedang yang berkembang mnejadi nafas pendek akut.

3. Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk
menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin
banyak.

4. pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat


badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan
mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang
menyangkut tanggung jawab pekerjaannya.

5. Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu
melakukan kegiatan sehari-hari.

6. pasien PPOM banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukup
drastis sebagai akibat dari hilangnya nfsu makan karena produksi dahak yang
makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera
makan,penrunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukup oksigenasi
sel dalam system gastrointestinal. Pasien PPOM, lebih membutuhkan banyak
kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

v Radiologik.

Terdapatnya kelainan pada foto thorax PA lateral menunjukkan tingkat perjalanan


penyakit lanjut. Pada bronkitis Menahun gambaran normal pada 21 — 50%,
sedangkan tanda Rontgenologis positif : over inflation, bayangan tubuler, corakan
paru bertambah, defisiensi vaskuler (Fraser Pare) Pada emfisema terdapat
kelainan dalam 2 perangai radiologik :

a. Dengan defisiensi arterial

b. Dengan corakan paru bertambah

Foto Thorax (CXR/chest X-Ray) memperlihatkan hiperinflasi paru, diafragma


datar, bayangan jantung menyempit, gambaran bullous pada proyeksi frontal, dan
peningkatan ruang udara interkostal pada proyeksi lateral. Akan tetapi, foto thorax
dapat normal pada stadium awal penyakit ini dan bukan tes yang sensitif untuk
diagnosis PPOM. Perubahan emfisematosa lebih mudah terlihat pada CT-Scan
thorax namun pemeriksaan ini tidak cost-effective atau modalitas yang
direkomendasikan untuk skrining PPOM. Walaupun pencitraan dapat
memperlihatkan keberadaan PPOM, hanya spirometri yang merupakan standar
kriteria untuk menegakkan diagnosis obstruksi saluran napas.
v Uji faal paru.

Spirometri.

Merupakan pemeriksaan faal paru yang terpenting, untuk mendeteksi adanya


obstruksi jalan nafas maupun derajat obstruksi. Hasil spirometri dapat
mengindikasikan klasifikasi PPOM. Hambatan aliran udara pernafasan pada
ekspirasi secara spirometri dinyatakan dengan :

1. Perumusan nilai-nilai Volume Ekspirasi Paksa 1 detik

2. (VEP10= FEV1.0)

3. Arus tengah Expirasi Maksimal (ATEM = MMEF).

4. Arus tengah Expirasi Maksimal (ATEM = MMEF).

5. Kapasitas nafas Maksimal (KNM = MBC/MVV).

VEP 1.o = merupakan parameter yang paling banyak digunakan untuk


menentukan obstruksi, derajat obstruksi , bahkan dapat menilai prognosis.

Untuk menunjukkan adanya sumbatan aliran udara dan untuk menegakkan


diagnosis, dilakukan pengukuran volume penghembusan nafas dalam 1 detik
dengan menggunakan spirometri. Pada penderita PPOM akan terjadi penurunan
aliran udara selama penghembusan nafas.

v Elektrokardiogram

Hipertensi pulmonal pada tingkat lanjut PPOM dapat diketahui dengan EKG.

Gambaran abnormal EKG antara lain :

P pulmonal.

Deviasi aksis kekanan

“Low voltage” sering pada emfisema.

Tanda-tanada hipertrofi ventikei kanan (RVH).

P pulmonal R V6 < 5, R/S <= 1 adalah yang paling sering terdapat pada gambaran
EKG

v Tes laboratorium

Hematokrit meningkat, dan mungkin melampaui 55% (polisitemia). Pasien


dicirikan dengan nomal atau peningkatan tekanan karbondioksida arteri (PaCO2)
dan penurunan tekanan oksigen arteri (Pa O2). Pada pasien kaukasian muda atau
kurang dari 45 tahun memiliki kekurangan level α1-antitrypsin. Dalam darah
menandakan tanda dan gejala PPOM, khusunya dengan keluarga yang memiliki
riwayat enfisema. Defisiensi Alfa 1-antitripsin (A1AD or Alfa-1) adalah
gangguan genetik yang disebabkan oleh gagalnya produksi alfa 1-antitripsin
(A1AT), lalu memicu penurunan aktivitas A1AT di darah, paru-paru dan deposisi
kelebihan protein abnormal A1AT sel hati. Severe A1AD menyebabkan
emfisema dan atau PPOM pada orang dewasa. Rokok sangat berbahaya bagi
individu dengan A1D1. selain itu meningkatkan reaksi inflamasi di saluran nafas,
asap rokok secara langsung dapat menginaktivasi alfa 1-antitripsin. Radiografi
danhigh-resolution computed tomography (CT) serta gejala klinis pasien dapat
membantu mengetahui jenis penyakit paru lainnya.

F. PENATALAKSANAAN

Secara umum penatalaksanaan PPOM adalah :

1. Usaha-usaha pencegahan, terutama ditujukan terhadap memburuknya penyakit.

2. Mobilisasi dahak.

3. Mengatasi bronkospasme.

4. Memberantas infeksi.

5. Penanganan terhadap komplikasi.

6. Fisioterapi, inhakasi terapi dan rehabilitasi.

Keterangan :

1. Pencegahan

a) Hubungan dokter dan penderita. Penerangan yang jelas kepada penderita


mengenai sebab-sebab, faktor-faktor yang dapat memperburuk keadaan harus
diberikan sejelas-jelasnya, agar penderita dapat turut aktif dalam tindakan
pencegahan sering diperlukan dan pengobatan, motivasi yang terus-menerus..

b) Ditujukan kepada faktor-faktor yang dapat memperburuk penyakit : rokok


merupakan satu-satunya faktor penyebab terpenting dalam etiologi bronkitis
menahun, yang juga merupakan tujuan pencegahan utama. Asap rokok
menyebabkan iritasi yang menahun pada mukosa saluran nafas yang
mengakibatkan batuk, bertambahnya produksi sputum dan spasme bronkus,
merusak silia dan menggangu pengeluaran sekret yang wajar. Menghentikan
merokok pada penderita walaupun sangat susah, harus diusahakan semaksimal
mungkin. Penghentian merokok secara total adalah lebih berhasil dari secara
pelan-pelan.

c) Bahan irritasi lainnya, polusi udara di pabrik-pabrik, lingkungan sekitar


jalan sedapat mungkin dihindari.

2. Mobilisasi dahak.

Ditujukan untuk mengurangi keluhan, batuk-batuk, ekspektorasi,sesak dengan


cara memberikan obat-obat yang memudahkan pengeluaran sputum dan yang
melebarkan saluran nafas.

a) Ekspektoransia.--Pengenceran dan mobilisasi dahak merupakan tujuan


pengobatan yang penting pada keadaan eksaserbasi dan juga pada keadaan-
keadaan menahun dan stabil yang disertai jalan nafas yang berat.

Ekspektoran oral kecuali glyseril guaicolat dalam dosis tinggi hanya mempunyai
nilai sedikit saja. Obat ini yang mengandung antihistamin malahan menyebabkan
pengentalan dahak. Antitusif tidak dianjurkan pada penderita ini.

Hidrasi yang cukup merupakan yang paling efektif, penderita diharuskan


untukcukup banyak air. Cairan kadang-kadang perlu diberikan perenteral pada
penderita dengan obstruksi jalannafas yang berat disertai kesulitan mengeluarkan
dahak.

b) Obat-obat mukoliti. (dua jenis mukolitik yang paling banyak dipakai)

Asetil cystein yang diberikan pada oral, memberikan efek mukolitik yang cukup
banyak efek sampng dibandingkan aerosol yang sering menimbulkan
bronkospasme.
Bromhexin sangat populer oleh penggunanya yang mudah (tablet, elixir,sirup).

c) Nebulisasi.--Inhalasi uap air atau dengan aerosol melalui nebuliser, dan juga
ditambahkan dengan obat-obat bronkodilator dan mukolitik dengan atau tanpa
Intermittent Positive Pressure Breathing (IPPB).

3. Obat-obat bronkodilator.

Merupakan obat utama dalam mengatasi obstruksi jalan nafas. Adanya respon
terhadap bronkodiator yang dinilai dengan spirometri merupakan petunjuk yang
dapat digunakan untuk pemakaian obat tersebut.
a) Simpatomimetik amine, (metaproterenol, terbutalin, salbutamol, dll)
Obat-obat ini merangsang reseptor beta--2 di otot-otot polos bronkus yang melalui
enzim adenyl cyclase yang bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini selain bekerja
sebagai bronkodilator juga bekerja merangsang mobilisasi dahak terutama pada
pemberian secara inhalasi dalam bentuk aerosol.

b) Derivat Xanthin (aminofilin, teofilin).

Pemahaman baru mengenai cara kerja methyl xanthine yang bertindak sebagai
penghambat ensim fosfodiesterase. (menginaktifasi Cyclic AMP). Cyclic AMP
dapat dipertahankan pada tingkat yang tinggi, sehingga tetap mempunyai efek
bronkodilator. Paduan obat golongan simpatomimetika dengan golongan methyl
zanthin meningkatkan kadar C. AMP secara lebih efektif hingga masing-masing
dapat diberikan dalam dosis rendah. Dengan efek terapeutis yang sama apabila
obat diberikan sendiri-sendiri dalam dosis tinggi, efek samping menjadi lebih
kecil (Snider). Beberapa dengan asma bronkial, pada penderita PPOM pemberian
aminofilin harus dihentikan bila tidak menunjukkan perbaikan objektif.

c) Kortikosteroid.

Manfaat kortikosteroid masih dalam perdebatan pada pengobatan terhadap


obstruksi jalan nafas pada PPOM namun mengingat banyak penderita bronkitis
yang juga menunjukkan gejala, seperti asma disertai hipertrofi otot polos bronkus
Snider, menganjurkan percobaan dengan obat steroid oral dapat dilakukan pada
setiap penderita PPOM terutama dengan obstruksi yang berat apabila
menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut :

1. Riwayat sesak dan wheezing yang berubah-ubah, baik spontan maupun


setelah pengobatan.

2. Riwayat adanya atopi, sendiri maupun keluarga.

3. Polip hidung.

Respons terhadap volume ekspirasi paksa satu detik pada spirometri lebih dari
25% setelah uji bronkodilator.

1. Eosinofil perifer lebih dari 5%

2. Eosinofil sputum lebih dari 10% Prednison diberikan dalam dosis 30 mg


selama 2 sampai 4 minggu. Obat-obat dihentikan bila tidak ada respons.
Methylprednisolon memberikan manfaat pada bronkitis menahun yang disertai
kegagalan pernafasan mendadak
4. Antibiotika.

Peranan infeksi sebagai faktor penyebab timbulnya PPOM terutama pada


bronkitis menahun masih dalam perdebatan namun jelas infeksi berpengaruh
terhadap perjalanan penyakit bronkitis menahun dan terutama pada keadaan-
keadaan dengan eksaserbasi. Penyebab eksaserbasi tersering adalah virus, yang
sering diikuti infeksi bakterial.
S. pneumonia dan H.

influensa merupakan kuman yang paling sering ditemukan pada penderita


bronkitis menahun terutama pada masa eksaserbasi. Antibiotika yang efektif
terhadap eksaserbasi infeksi ampicillin, tetracyclin, cotrimoxazole, erythromycin,
diberikan 1 - 2 minggu. Antibiotik profilaksik pemah dianjurkan oleh karena
dapat mengurangi eksaserbasi, tidak dapat dibuktikan kegunaannya dalam
pemakaian yang luas. Pengobatan antibiotik sebagai profilasi, hanya bermanfaat
pada mereka yang sering eksaserbasi harus pada musim dingin/hujan. Perubahan
dari sifat dahak merupakan petunjuk penting ada tidaknya infeksi, dahak menjadi
hijau atau kuning.

5. Pengobatan tehadap komplikasi.

Komplikasi yang sering ialah Hipoksemia dan Cor pulmonale. Pada penderita
PPOM dengan tingkat yang lanjut, telah terjadi gangguan terhadap fungsi
pernapasan dengan manifestasi hipoksemia dengan atau tanpa hiperkapnia.
Pemberian oksigen dosis rendah 1 - 2 liter/menit selama 12 - 18 jam sering
dianjurkan, karena dapat memperbaiki hipoksemia tanpa terlalu menaikkan
tekanan CO2 darah akibat depresi pernapasan. Diuretik merupakan pilihan utama
pada penderita dengan cor pulmonale yang disertai gagal jantung kanan.
Pemberian digitalis harus hati-hati oleh karena efek toksis mudah terjadi akibat
hipoksemia dan gangguan elektrolit.

6. Fisioterapi dan inhalasi terapi.

Prinsip fisioterapi dan terapi inhalasi adalah :

b. mengencerkan dahak

c. memobilisasi dahak

d. melakukan pernafasan yang efektif


e. mengembalikan kemampuan fisik penderita ketingkat yang optimal

f. Pendekatan psikis

Pada penderita bronkitis menahun yang lanjut terutama yang sudah menjalani
gangguan pernafasan perlu dilakukan pendekatan hubungan dokter-penderita yang
lebih baik dengan cara penerangan mengenai tujuan pengobatan dengan
mengemukakan hal-hal yang positif. Kurang berat, lebih dari 20% (Rodman
Sterling).

Penyebab kematian utama (Rodman Sterling).

1. Cor pulmonale (53%)

2. Kegagalan pernafasan akut (sub akut 30%)

3. Aritemia Jantung.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PPOM
(PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF MENAHUN)

A. PENGKAJIAN

Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir juga


manifestasi penyakit sebelumnya. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa
digunakan sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari
proses penyakit :

1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?

2. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?

3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?

4. Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?

5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?

6. Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?

Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang


patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
1. Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?

2. Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?

3. Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?

4. Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama


pernapasan?

5. Apakah tampak sianosis?

6. Apakah vena leher pasien tampak membesar?

7. Apakah pasien mengalami edema perifer?

8. Apakah pasien batuk?

9. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?

10. Bagaimana status sensorium pasien?

11. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?

1) Riwayat Keperawatan

Perlu dikaji riwayat adanya pemaparan (pemajanan) factor-faktor yang biasanya


mencetuskan serangan penyakit paru obstruksi menahun. Perlu juga ditanyakan
bagaimana kemampuan klien untuk menghindari factor pencetus tersebut, ataukah
klien sudah mengetahui beberapa factor pencetus tersebut.

2) Keluhan Utama

Keluhan utama klien adalah sesak nafas, setelah terpapar oleh allergen atau factor
lain yang mencetuskan serangan PPOM.

3) Pemeriksaan Fisik :

Ø Sistem pernafasan

1. Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas, perpendekan periode


inspirasi.
2. Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum, pengangkatan
bahu waktu bernafas).

3. Pernafasan cuping hidung.

4. Adanya mengi yang terdengar tanpa stetoskop.

5. Bunyi nafas : wheezing, pemanjangan ekspirasi.

6. Batuk keras, kering, dan akhirnya batuk produktif.

Ø Sistem kardiovaskuler

1. Takhikardi

2. Tensi meningkat

3. Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah > 10 mmHg pada waktu


inspirasi).

4. Sianosis

5. Dehidrasi

6. Diaforesis

Ø Psikososial

1. Peningkatan ansietas : takut mati, takut menderita, panic, gelisah.

4) Pemeriksaan Diagnostik :

a) Darah : kadar IgE meningkat dan eosinophil meningkat.

b) Gas darah arteri : penurunan PaO2 dan PaCO2 namun selanjutnya PaCO2
meningkat sesuai dengan meningkatnya tekanan jalan nafas.

c) Faal paru : menurunnya FEVI.

d) Tes kulit : untuk menentukan jenis allergen.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN PPOM


1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
secret, bronkospasme, sekunder aktivitas trakeobronkhial.

2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan bronkospasme, sekunder


hypesensitifitas trakeobronkus.

3) Ansietas berhubungan dengan ketidakpastian kondisi, kesulitan bernafas,


terjadinya serangan ulang.

C. PERENCANAAN

1. diagnosa 1

a) Kaji suara nafas tiap jam selama episode akut untuk menilai kkeadekuatan
pertukaran gas.

b) Jika memungkinkan lakukan suction.

c) Monitor warna dan konsistensi sputum karena asma sering sebagai akibat
infeksi saluran nafas atas.

d) Kaji keefektifan batuk klien, anjurkan untuk batuk efektif.

e) Tingkatkan intake cairan untuk mencegah secret yang kental, untuk


mengembalikan cairan yang hilang akibat respirasi yang cepat.

f) Berikan humidifier untuk mengencerkan dahak.

g) Jika secret kental dan sulit dikeluarkan, lakukan fisioterapi dada : perkusi
dan vibrasi.

h) Berikan perawatan mulut, setiap 2 – 4 jam, untuk menghilangkan rasa tidak


enak akibat secret.

i) Lakukan order dokter dalam pemberian expetoran.

2. Diagnosa 2

a. Kaji kembali dan observasi frekuensi pernafasan, kedalaman pernafasan,


dan adanya tanda-tanda sesak nafas.

b. Monitor nilai analisa gas darah untuk mengetahui keefektifan pengobatan.


c. Baringkan pasien dalam posisi fowler untuk meminimalkan kerja ekspansi
dada.

d. Berikan oksigen pernasal sesuai order dokter.

e. Lakukan kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat-obatan :


-Kortikosteroid
-Bronkodilator
-Antihistamin

3. Diagnosa 3

a) Kaji tingkat ansietas (skala HART).

b) Kaji kebiasaan keterampilan koping.

c) Berikan dukungan emosional :

ü Tetap berada di dekat pasien selama serangan akut

ü Antisipasi kebutuhan pasien

ü Berikan keyakinan yang menenangkan

d) Implementasikan teknik relaksasi.

e) Kegiatan sehari-hari yang ringan dan sederhana.

f) Jangan berbicara jika sedang dispnea berat.

BAB IV
PENUTUP

A.KESIMPULAN

PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa
memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan
saluran nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi
beberapa waktu.PPOM terdiri dari kumpulan tiga penyakit yaitu Bronkitis kronik,
Emfisema paru dan Asma.

Faktor resiko dari PPOM adalah : merokok sigaret yang berlangsung lama, Polusi
udara, Infeksi paru berulang, Umur, Jenis kelamin, Ras, Defisiensi alfa-1
antitripsin, Defisiensi anti oksidan
Penatalaksanaan pada penderita PPOM : Meniadakan faktor etiologi dan
presipitasi, Membersihkan sekresi Sputum, Memberantas infeksi, Mengatasi
Bronkospasme, Pengobatan Simtomatik, Penanganan terhadap komplikasi yang
timbul, Pengobatan oksigen, Tindakan ”Rehabilitasi”

B.SARAN

Makalah yang telah disusun ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu di
harapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi sempurnanya
makalah ini. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, G.K.. 1990. Asma Bronkhiale dalam Soeparman Ilmu Penyakit


Dalam jilid II. Jakarta: FK UI.

Suddarth dan Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC.

http://www.nursingbegin.com

http://nersgoeng.blogspot.com/2009/05/asuhan keperawatan-ppok.html, diakses


tgl 26 Juni

http://harnawatiaj.wordpress.com/200/8/03/27/askep-bronkitis/

http://download-askep.blogspot.com/2010/01/pengkajian-diagnosa
keperawatan.html

http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/04/asuhan-keperawatan-asthma
Smeltzer, S., & Bare. (2008). Brunner & Suddarth’s textbook of medical surgical
nursing.Philadelphia: Lippincott.

Price, S.A & Wilson. (2006). Patofisiologi konsep klinik proses-proses penyakit. Buku 2.
Edisi 6. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.

Global Strategy For The Diagnosis, Management, And Prevention Of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. (2006). Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD).http://www.acofp.org/education/LV_10/handouts/Fri_3_19_10/11am_Willsie_San
dra_COPD.pdf. Diperoleh tanggal 18 Pebruari 2016

Ignatavicius D., & Workman. (2006). Medical surgical nursing: Critical thinking
forcollaborative care. 5th. St. Louis, Missouri: Elsevier Inc.

Black, J.M., & Hawk,J.H. (2005). Medical surgical nursing clinical management
forcontinuity of care. 7th Edition, St. Louis: Elsevier Saunders

Patrick Davevy. (2005). At a Glance MEDICINE. Alih bahasa Annisa Rahmalia, Cut
Novianty. Jakarta: Erlanga.

Anda mungkin juga menyukai