Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH KLIEN DENGAN

OSTEOPOROSIS

Oleh:
SITI ROSALIA (14.401.18.058)

PROGAM STUDI DIII KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberikan izin dan kekuatan kepada kami, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Osteoporosis”
tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, baik dalam isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan dan wawasan kami. Oleh sebab itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya, kami mengharapkan semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat, khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca.

Krikilan,6 Desember 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR .......................................................................... 2
DAFTAR ISI ......................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 4
B. Tujuan ....................................................................................... 5
1. Tujuan Umum..................................................................... 5
2. Tujuan Khusus .................................................................. 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit Osteoporosis ................................................ 6
1. Definisi Osteoporosis ......................................................... 6
2. Etiologi Osteoporosis ......................................................... 7
3. Patofisiolosi Osteoporosis ................................................. 8
4. Manifestasi Klinis Osteoporosis ....................................... 10
5. Pemeriksaan Diagnostik Osteoporosis ............................ 10
6. Komplikasi Osteoporosis .................................................. 10
7. Penatalaksanaan Osteoporosis ......................................... 10
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Osteoporosis ............... 12
1. Pengkajian .......................................................................... 12
2. Diagnosa Keperawatan ..................................................... 14
3. Intervensi Keperawatan .................................................... 14
4. Implementasi ...................................................................... 22
5. Evaluasi .............................................................................. 22
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 24
B. Saran .......................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit tulang dan patah tulang merupakan salah satu dari sindrom
geriatric, dalam arti insidens dan akibatnya pada usia lanjut yang cukup
significant.Dengan bertambahnya usia terdapat peningkatan hilang tulang
secara linear. Hilang tulang ini lebih nyata pada wanita dibanding pria.
Tingkat hilang tulang ini sekitar 0,5 – 1% per tahun dari berat tulang pada
wanita pasca menopause dan pada pria > 80 tahun. Hilang tulang ini lebih
mengenai bagian trabekula dibanding bagian korteks, dan pada pemeriksaan
histologik wanita dengan osteoporosis spinal pasca menopause tinggal
mempunyai tulang trabekula < 14% (nilai normal pada lansia 14 – 24% )
(Peck, 1989).
Sepanjang hidup tulang mengalami perusakan (dilaksanakan oleh sel
osteoklas) dan pembentukan (dilakukan oleh sel osteoblas) yang berjalan
bersama-sama, sehingga tulang dapat membentuk modelnya seseuai dengan
pertumbuhan badan (proses remodelling). Oleh karena itu dapat dimengerti
bahwa proses remodelling ini akan sangat cepat pada usia remaja (growth
spurt). Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan dan
pengrusakan oleh kedua jenis sel tersebut. Apabila hasil akhir perusakan
(resorbsi/destruksi) lebih besar dari pembentukan (formasi) maka akan timbul
osteoporosis.
Kondisi ini tentu saja sangat mencemaskan siapapun yang peduli, karena
ketidaktahuan pasien terhadap osteoporosis dan akibatnya. Hambatan dalam
penanggulangan dan pencegahan osteoporosis antara lain karena kurang
pengetahuan, kurangnya fasilitas pengobatan, faktor nutrisi yang disediakan,
serta hambatan-hambatan keuangan. Sehingga diperluan kerja sama yang
baik antara lembaga-lembaga kesehatan, dokter dan pasien. Pengertian yang
salah tentang perawatan osteoporosis sering terjadi karena kurangnya
pengetahuan.
Peran dari petugas kesehatan dalam hal ini adalah dokter dan perawat
sangatlah mutlak untuk dilaksanakan. Karena dengan perannya akan

4
membantu dalam mengatasi peningkatan angka prevalensi dari osteoporosis.
Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan berperan dalam upaya
pendidikan dengan memberikan penyuluhan tentang pengertian osteoporosis,
penyebab dan gejala osteoporosis serta pengelolaan osteoporosis. Berperan
juga dalam meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan serta
peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik pasien serta keluarganya dalam
melaksanakan pengobatan osteoporosis. Peran yang terakhir adalah
peningkatan kerja sama dan system rujukan antar berbagai tingkat fasilitas
pelayanan kesehatan, hal ini akan memberi nilai posistif dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Megetahui gambaran secara nyata dan lebih mendalam tentang pemberian
asuhan keperawatan pada pasien dengan osteoporosis.
2. Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa memahami pengertian osteoporosis
b. Mahasiswa memahami etiologi osteoporosis
c. Mahasiswa memahami patofisiologi osteoporosis
d. Mahasiswa memahami manifestasi osteoporosis
e. Mahasiswa memahami pemeriksaan diagnostik osteoporosis
f. Mahasiswa memahami komplikasi osteoporosis
g. Mahasiswa memahami penatalaksanaan osteoporosis
h. Mahasiswa memahami konsep dasar asuhan keperawatan osteoporosis

5
BAB  2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Osteoporosis adalah suatu keadaan pengurangan jaringan tulang
per unit volume, sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah
terjadinya fraktur terhadap trauma minimal. Secara histopatologis
osteoporosis ditandai oleh berkurangnya ketebalan korteks disertai
dengan berkurangnya jumlah maupun ukuran trabekula tulang.
(Doengoes, Marilynn E:2015).
Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan
densitas/matriks/massa tulang, peningkatan porositas tulang, dan
penurunan proses mineralisasi disertai dengan kerusakan arsitektur
mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan
tulang sehingga tulang menjadi mudah patah.( R. Boedhi
Darmojo:2017)
osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif,
sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari
mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi
keras dan padat.( Brunner & Suddarth:2015)
Penurunan Massa tulang ini sebagai akibat dari berkurangnya
pembentukan, meningkatnya perusakan (destruksi) atau kombinasi dari
keduanya (Corwn elizabeth. 2015.).
Menurut pembagiannya dapat dibedakan atas : (Brunner &
Suddarth:2015) :
a. Osteoporosis Primer yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit
yang lain, yang dibedakan lagi atas :
1) Osteoporosis tipe I (pasca menopause), yang kehilangan tulang
terutama dibagian trabekula

6
2) Osteoporosis tipe II (senilis), terutama kehilangan Massa
tulang daerah korteks
3) Osteoporosis idiopatik yang terjadi pada usia muda
denganpenyebab yang tidak diketahui
b. Osteoporosis sekunder yang terjadi pada atau akibat penyakit lain,
antara lain hiperparatiroid, gagal ginjal kronis, arthritis rematoid
dan lain-lain.
2. Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi massa tulang adalah :
a. Genetik
Faktor genetik mempengaruhi derajat kepadatan tulang.
Beberapa orang dari suku bangsa tertentu memiliki ukuran tulang
yang cukup besar sementara suku bangsa lain sebaliknya.
Contohnya orang kulit hitam umumnya mempunyai struktur tulang
lebih lebih kuat/berat dari pada orang Kaukasia. Orang yang
mempunyai tulang kuat relatif imun terhadap fraktur karena
osteoporosis. (Umi Istinah, 2016, P.119)
b. Mekanis
Sama halnya dengan faktor genetik, faktor beban mekanis juga
mempengaruhi massa tulang. Bertambahnya beban dapat
menambah massa tulang. Sebaliknya berkurangnya beban membuat
massa tulang berkurang. Dengan kata lain, massa otot dan massa
tulang memiliki kaitan yang kuat sebab keduanya merespons kerja
mekanik. (Umi Istinah, 2016, P.119)
c. Kalsium dan Protein
Faktor nutrisi terutama kalsium, memegang peranan penting
dala proses penurunan massa tulang. Pada tahap pra-menopause,
kemampuan tubuh menyerap kalsium menjadi rendah. Dan hal ini
dapat meyebabkan ketidakseimbangan kalsium. Penurunan
produksi estrogen pada masa menopause juga akan memunculkan
masalah penurunan keseimbangan kalsium. (Umi Istinah, 2016,
P.120)

7
Selain kalsium, protein juga menjadi faktor penurunan massa
tulang. Makanan kaya protein dapat mengakibatkan eksresi asam
amino yang mengandung sulfat melalui urine, dari makanan yang
mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan
keseimbangan kalsium negatif. (Umi Istinah, 2016, P.120)
d. Hormon Estrogen
Berkurangnya hormn estrogen dari dalam tubuh dapat
menimbulkan gangguan keseimbagan kalsium, hal ini disebabkan
oleh karena menurunmya efisiensi absorbsi kalsium dari makanan
dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal. (Umi Istinah,
2016, P.120)
e. Gaya Hidup
Merokok dan konsumsi kafein dalam jumlah banyak mampu
memicu penurunan masa tulang, terutama bila disertai asupan
rendah kalsium. Kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium
melalui urin maupun tinja. Selain kafein, konsumsi alkohol tinggi
juga mengurangi tubuh menyerap kalsium dan meingkatkan eksresi
kalsium melalui lewat. (Umi Istinah, 2016, P.120)
3. Patofisiologi
Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan meningkatkan
massa tulang sampai sekitar usia 35 tahun. Genetik, nutrisi, gaya hidpu
(merokok, minum kopi), dan aktifitas fisik mempengaruhi puncak
massa tulang. Kehilangan karena usia mulai segera setelah tercapai
puncaknya massa tulang. Menghilangnya estrogen pada saat menopause
mengakibatkan percepatan resorbsi tulang dan berlangsung terus selama
tahun-tahun pasca menopause.
Faktor nutrisi mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Vitamin
D penting untuk absorbsi kalsium dan untuk mineralisasi tulang normal.
Diet mengandung kalsium dan vitamin D harus mencukupi untuk
mempertahankan remodelling tulang dan fungsi tubuh. Asupan kalsium
dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun

8
mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan
osteoporosis. (M. Najib, 2015, P.165)

Pathway

Hasil interksi kompleks


yang menahun antara
faktor genetik dan
faktor lingkungan

Faktor usia, jens Melemahnya daya serap terhadap Merokok, alkohol, kopi,
kelamin, ras, keluarga, kalsium dari darah ke tulang defisiensi vtamin dan
bentuk tubuh dan tidak Peningkatan pengeluaran kalsium gizi, gaya hidup
pernah melahirkan bersama urine (mobilisasi),
Tidak tercapainya massa tulang noreksianervosa dan
yang maksimal pengurangan obat-
Resorpsi tulang menjadi lebih obatan
cepat

Penyerapan tulang lebih


banyak daripada
pembentukan baru

Penurunan massa tulang


total

osteoporosis

Kurang
Tulang menjadi rapuh Kolaps bertahap
pengetahuan
tulang vertebra

Fraktur Fraktur Fraktur kompresi Fraktur kompresi Kifosis


coller femur vertebra lumbalis verteba torakalis progresif

9
Kompresi syaraf Perubahan Penurunan
Gangguan fungsi pencernaan ileus postural tinggi badan
ekstemitas atas dan bawah, paralis
pergerakan fragmen
tulang, sapsme otor Deformitas skelet Perubahan
konstipasi postural
Resiko terjadinya Resiko terjadinya
4. Manifestasi Klinis
cedera cedera
a. Nyeri dengan atau tanpa adanya fraktur yang nyata
b. Nyeri timbul secara mendadadak
c. Nyeri dirasakan ringan pada pagi hari (bangun tidur)
d. Nyeri bertambah karena melakukan aktifitas atau pekerjaan sehari-
hari atau karena pergerakan yang salah
e. Rasa sakit adanya fraktur pada anggota gerak
f. Rasa sakit adanya kompresi fraktur pada vertebra
g. Rasa sakit hebat yang terlokalisasi pada daerah vertebra
h. Rasa sakit berkurang apabila pasien istirahat di tempat tidur.(Umi
Istinah, 2016, P.122)
5. Pemeriksaan Penunjang
Osteoporosis teridentifikasi pada pemeriksaan sinar-x rutin bila
sudah terjadi demineralisasi 25% sampai 40%. Tampak radiolusesnsi
tulang. Ketika vertebra kolaps, vertebra torakalis menjadi berbentuk
baji dan vertebra lumbalis menjadi bikonkaf.
Pemeriksaan laboratorium (missal kalsium serum, fosfat, serum,
fosfatase alkalu, ekskresi kalsium urine, ekskresi hidroksi prolin urine,
hematokrit, laju endap darah), dan sinar-x dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan diagnosis medis lain (misalnya ;
osteomalasia, hiperparatiroidisme, dlll) yang juga menyumbang
terjadinya kehilangan tulang.
Absorbsiometri foton-tunggal dapat digunakan untuk memantau
massa tulang pada tulang kortikal pada sendi pergelangan tangan.
Absorpsiometri dual-foton, dual energy x-ray absorpsiometry (DEXA) ,
dan CT mampu memberikan informasi mengenai massa tulang pada

10
tulang belakang dan panggul. Sangat berguna untuk mengidentifikasi
tulang osteoporosis dan mengkaji respon terhadap terapi. (Umi Istinah,
2016, P.122)
6. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Medis
a) Pengobatan
 Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat
meningkatkan pembentukan tulan adalah Na-fluorida dan
steroid anabolik.
 Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat
mengahambat resorbsi tulang adalah kalsium, kalsitonin,
estrogen dan difosfonat.
b) Pencegahan
 Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
 Latihan teratur setiap hari
c) Hindari :
 Makanan tinggi protein
 Minum alkohol
 Merokok
 Minum kopi
 Minum antasida yang mengandung aluminium
d) Pada menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone
dengan estrogen dan progesterone untuk memperlambat
kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang
diakibatkan.
e) Medical treatment, oabt-obatan dapat diresepkan untuk
menangani osteoporosis termasuk kalsitonin, natrium fluoride,
dan natrium etridonat. Efek samping (misal : gangguan
gastrointestinal, aliran panas, frekuensi urin), biasanya ringan
dan hanya kadang-kadang dialami. Natrium florida memperbaiki
aktifitas osteoblastik dan pembentukan tulang.
f) Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk

11
mengurangi nyeri punggung.
2) Penatalaksanaan keperawatan
a) Membantu klien mengatasi nyeri.
b) Membantu klien dalam mobilitas.
c) Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada
klien.
d) Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi
cedera.
e) Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang
hidup, dengan peningkatan asupan kalsium pada permulaan
umur pertengahan dapat melindungi terhadap demineralisasi
tulang. (Umi Istinah, 2016, P.123)
B. Konsep Asuhan Keperawatan Osteoporosis
1. Pengkajian
a. Identitas
Osteoporosis biasanya terjadi pada usia lanjut,riwaya t osteoporosis
pada keluarga, riwayat fraktur pada saudara derajat pertama,
wanita khususnya orang Kaukasia atau Asia dan kurus atau
memiliki kerangka kecil. ( Priscilla LeMone,2016, P.1660)
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan Utama
Seperti rasa sakit pinggang, karena terjadi fraktur atau
gangguan vertebra,dan ditandi dengan nyeri yang terjadi sesuai
lokasi osteoporosis (Nadjib Buastam, 2015, P.165)
2) Alasan Masuk Rumah Sakit
Penderita osteoporosis biasanya sudah berat ditandai dengan
nyeri (Pain) yang terjadi sesuai lokasi osteoporosis. (Nadjib
Bustam, 2015, P. 165)
3) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya pasien merasakan nyeri pada tulang punggung bagian
bawah, leher, dan pinggang, penurunan berat badan, Usia
umumnya diatas 45 tahun, untuk jenis kelamin biasanya sering

12
terjadi pada wanita, kurangnya asupan kalsium, vitamin D dan
vitamin C ( Umi Istianah, 2016, P. 124)
c. Riwayat kesehatan terdahulu
1) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Biasanya pada angina pectoris yang memiliki riwayat
hipertensi.  (Muttaqin, 2017, p. 66)
2) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya osteoporosis ini terjadi bila ada riwayat osteoporosis
pada keluarga dan riwayat fraktur pada saudara derajat
pertama.  (Priscilla LeMone, 2015, P.1660)
3) Riwayat pengobatan
Ada obat pereda nyeri pada tahap awal setelah terjadinya patah
tulang , biasanya diperlukan obat pereda nyeri yang kuat,
seperti turunan morfin, namun obat ini memiliki efek samping
seperti mengantuk, sembelit dan linglung . suntikan hormon
kalsitonin mungkin diberikan kepada pasien yang mengalami
rasa sakit yang tidak tertahankan dan tidak dapat diredakan
dengan obat pereda nyeri. (Umi Istianah, 2016, P.121)
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
Kesadarannya biasanya composmentis, pada kasus yang
lebih parah, pasien dapat mengeluh pusing dan gelisah .
(Umi Istianah, 2016, P. 122)
b) Tanda-tanda vital
Tanda vital :
TD 110/70 mmHg Nadi : 76 x/ment
Suhu : 36,5 RR : 20x/menit
2) Head Toe to
a) System pernafasan
- Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada
dan tulang belakang

13
- Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
- Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru
- Auskultasi : Pada kasus lanjut usia biasanya didapatkan
suara ronki.
b) System kardiovaskular
Biiasanya pada klien osteoporisis pengisian kapiler kurang
dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing.
Adanya pulpus perifer memberi makna terjadi gangguan
pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek
obat.
c) System persarafan
Kesadarn biasanya composmentis. Pada kasus yang lebih
parah, klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
- Kepala dan wajah :Adanya sianosis
- Mata :Sklera biasanya tidak ikterik,
konjungtiva tidak anemis
- Leher : Biasanya JVP dalam normal
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan
spinal yang disadari dan halus merupakan indikasi
adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi
vertebra.
d) System perkemihan
Pada klien osteoporosis produksi urine biasanya dalam
batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem
perkemihan.
e) System pencernaan
Pada klien Osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi
namun perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feses.
f) System Musculoskeletal
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis.
Klien osteoporosis sering meunjukkan kifosis atau gibbus

14
(dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan. Adanya
perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length
inequality dan nyeri spinal. Lokasi frkatur yang sering
terjadi antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut ( Nurarif & kusuma, 2016) dignosa keperawatan
osteoporosis yang muncul yaitu:
1) Nyeri akut berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.
Nyeri akut
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan
onset mendadak atau lambat berintentitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan penyebab:
1) Agen pencendera fisiologis misalnya inflamasi, iskemia,
neoplasma.
2) Agen pencendera kimiawi, misalnya terbakar, bahan kimia
iritan.
3) Agen pencendera operasi, trauma, latihan fisik berlebihan.
Gejala dan tanda mayor
Subyektif
1) Mengeluh nyeri
Objektif
1) Tampak meringis
2) Bersifat protektif misalnya, waspada posisi menghindari nyeri.
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Suhu tidur
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1) Tidak tersedia
Objektif
1) Tekanan darah meningkat

15
2) Pola nafas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berfikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diaphoresis
Kondisi klinis terkait
1) Kondisi pembedahan
2) Cedera traumatis
3) Infeksi
4) Sindrom coroner akut
5) Glaucoma[CITATION PPN17 \p 172 \l 1033 ]
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformatis
pergeseran fragmen tulang
Gangguan mobilitas fisik
Kategori: fisiologis
Subkategori: aktivitas istirahat
Definisi:
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri.
Penyebab:
1) Kerusakan integritas struktur tulang
2) Perubahan metabolisme
3) Penurunan kendali otot
4) Penurunan massa otot
5) Penurunan kekuatan otot
6) Malnutrisi
7) Nyeri
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
Mengeluh saat menggerakan ekstremitas
Objektif

16
1) Kekuatan otot menurun
2) Rentang gerak ROM menurun
Gejala dan tanda minor
Subyektif
1) Nyeri saat bergerak
2) Enggan melakukan pergerakan
3) Merasa cemas saat bergerak
Objektif
1) Sendi kaku
2) Gerakan tidak terkoordinasi
3) Gerakan terbatas
4) Fisik lemah
Kondisi klinis terkait
1) Stroke
2) Cedera medula spinalis
3) Trauma
4) Fraktur
5) Osteoporosis[CITATION PPN17 \p 124 \l 1033 ]
3) Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan,
penurunan aktivitas dan kekuatan otot.
Resiko Jatuh
Kategori: lingkungan
Subketagori: keamanan dan proteksi
Definisi:
Beresiko mengurangi kerusakan fisik dan gangguan
Faktor resiko:
1) Usia >65 tahun (pada dewasa) atau < 2 tahun (pada anak)
2) Riwayat jatuh
3) Anggota gerak bawah
4) Menggunakan alat bantu jalan
5) Kekuatan otot menurun
6) Neuropati

17
Kondisi klinis terkait
1) Osteoporosis
2) Kejang
3) Penyakit serebrovaskular
4) Katarak
5) Glaukoma
6) Demensia
7) amputasi[CITATION PPN17 \p 306 \l 1033 ]
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan menurut[ CITATION Jud11 \l 1033 ]
a. Nyeri akut
Tujuan: memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan
oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang,
kadang-kadang sering atau selalu)
1) Mengenali awitan nyeri
2) Menggunakan tindakan pencegahan
3) Melaporkan nyeri yang dapat dikendalikan
Kriteria hasil:
1) Memperlihatkan tehnik relaksasi secara individual yang
efektif untuk mencapai kenyamanan
2) Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (dengan
skala 0-10)
3) Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
4) Mengenali faktor penyebab dan penggunaan tindakan untuk
memodifikasi faktor tersebut
5) Melaporkan nyeri pada layanan kesehatan
6) Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesik
dan non analgesik secara tepat
7) Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernafasan,
ferkuensi jantung, atau tekanan darah
8) Mempertahankan selera makan yang baik
9) Melaporkan pola tidur yang baik

18
10) Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan performa
peran dan hubungan interpersonal.
Nursing intervension classivications NIC
1) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama
untuk mengumpulkan informasi pengkajian
2) Minta paien untuk menilai nyeri atau ketidak nyamanan pada
skala (0-10)(0= tidak ada nyeri atau ketidak nyamanan pada
skala, 10= nyeri hebat)
3) Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri
analgesik dan kemungkinan efeksampingnya
4) Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan
terhadap nyeri dan respon pasien
5) Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai
dan tingkat perkembangan pasien.
Penyuluhan pasien/keluarga
1) Sertakan dalam intruksi pemulangan pasien obat khusus yang
harus minum, frekuensi pemberian, kemungkinan efek
samping kemungkinan interaksi obat kewaspadaan khusus
saat mengkonsumsi obat tersebut misalnya pembatasan
aktivitas fisik, dan nama orang yang harus dihubungi bila
mengalami nyeri membandel.
2) Intruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat
jika peredaan nyeri tidak dapat dicapai
3) Informasikan kepda pasien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang
disarankan
4) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau
epioid misalnya resiko ketergantungan atau overdosis
5) Management nyeri NIC berikan informasi tentang nyeri,
seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan
antisipasi ketidak nyamanan akibat prosedur.
6) Management nyeri NIC: ajarkan penggunaan tehnik
naufarmakologi, misalnya umpan balik biologis

19
transcutaneus electrical nerve simulation (TENS), hypnosis,
relaksasi imajinasi terbimbing, terpi musik,distraksi terapi
bermain, terapi aktivitas arkupresur, kompres hangat, atau
dingin dan masase sebelum, setelah dan jika memungkinkan
selama aktivitas yang menimbulkan nyeri sebelum nyeri
terjadi atau meningkat dan bersedia penggunaan tindakan
peredaan nyeri yang lain.
Aktifitas kolaboratif

1) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian obat yang


terjadwal misalnya, setiap 4 jam selama 36 jam atau PCA
2) Management nyeri NIC
a) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri
menjadi lebih berat
b) Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau
jika keluahan saat ini merupakan perubahan bermakna
dari pengalaman nyeri psien dimasa lalu [CITATION Jud11 \p
296-299 \l 1033 ]
b. Gangguan Mobilitas Fisik
Tujuan/kriteria hasil
1) Meminta bantuan untuk aktivitas mobilitas jika diperlukan
2) Menyangga berat badan
3) Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri
dengan alat bantu
4) Berikan dengan menggunakan langkah-langkah yang benar
5) Menggunakan kursi roda secara efektif
Nursing interventions classification NIC
Aktifitas keperawatan:
1) Kaji kebutuhan keluarga terhadap bantuan pelayanan
kesehatan dirumah dan kebutuhan terhadap peralatan
pengobatan yang tahan lama
2) Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaaan alat bantu
mobilitas

20
3) Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah
4) Rujuk keahli terapi fisik untuk program lain
Penyuluhan pasien/keluarga:
1) Dukung pasien dan keluarga untuk memandang keterbatasan
dengan realistik
2) Berikan penguatan positif selama aktivitas
3) Ajarka tehnik ambulasi dan berpindah yang aman
Aktivitas kolaboratif:
1) Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai sumber dalam
perencanaan aktivitas pasien
2) Rujuk ke ahli terapi fisik untuk program latihan[CITATION
Jud11 \p 267-270 \l 1033 ]
c. Resiko Jatuh
Tujuan/ kriteria hasil
1) Menciptakan lingkungan yang aman
2) Mengidentifikasi resiko yang meningkatkan kerentanan
terhadap jatuh
3) Menghindari cedera fisik akibat jatuh
Nursing interventions classifications NIC :
Aktifitas keperawatan :
1) Bantu pasien saat ambulasi, jika perlu digunakan sabuk
pengaman perpindahan dan bantuan orang lain jika pasien
sempoyongan
2) Jika, perlu gunakan rsetrain fisik untuk membatasi resiko
jatuh
3) Singkirkan bahan lingkungan misalnya, menyediakan
penerangan yang adekuat
4) Identifikasi karakteristik lingkungan yang dapat
meningkatkan potensi jatuh misalnya, lantai yang licin dan
tangga tanpa pengaman.
Penyuluhan pasien/keluarga:
1) Ajarkan pasien bagaimana posisi terjatuh yang dapat
meminimalkan cedera

21
2) Intruksikan pasien menggunakan kacamata yang diresepkan
Aktifitas kolaboratif
1) Berkolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain untuk
meminimalkan efeksamping obat yang dapat menyebabkan
jatuh misalnya, ortostatik dan gaya berjalan yang
sempoyongan.
2) Lakukan perujukan ke ahli fisioterapi untuk latihan cara
berjalan dan latihan fisik untuk memperbaiki mobilitas,
keseimbangan dan kekuatan[CITATION Jud11 \p 159-162 \l 1033
]
4. Implementasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
1) Memantau tingkat nyeri pada punggung, nyeri terlokalisasi
atau menyebar pada abdomen atau pinggang. Skala nyeri 7-9
yaitu nyeri berat.
2) Mengajarkan pada klien tentang alternative lain untuk
mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya.
3) Mengkaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri : aspirin,
ibuprofen, piroxicam.
b. Sikap Perawat
1) Sistematis.
2) Hati-hati.
3) Berkomunkasi.
4) Mandiri.
5) Teliti.
6) Tanggap terhadap respon klien.
7) Rapih.
8) Menjaga privacy.
9) Sopan.
5. Evaluasi
Nyeri akut berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
S : klien mengatakan nyeri berkurang

22
O : dapat melakukan perawatan secara mandiri dan penanganannya
secara sederhana
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
1) Pantau tingkat nyeri pada punggung, nyeri terlokalisasi atau
menyebar pada abdomen atau pinggang. Skala nyeri 7-9 yaitu
nyeri berat.
2) Ajarkan pada klien tentang alternative lain untuk mengatasi
dan mengurangi rasa nyerinya.
3) Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri : aspirin, ibuprofen,
piroxicam

23
BAB 3
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Osteoporosis adalah suatu keadaan pengurangan jaringan tulang per
unit volume, sehingga tidak mampu melindungi atau mencegah terjadinya
fraktur terhadap trauma minimal. Secara histopatologis osteoporosis
ditandai oleh berkurangnya ketebalan korteks disertai dengan
berkurangnya jumlah maupun ukuran trabekula tulang.(Doengoes,
Marilynn E:2015).
B.       Saran
Sebagai perawat dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan
berperan dalam upaya pendidikan dengan memberikan penyuluhan tentang
pengertian osteoporosis, penyebab dan gejala osteoporosis serta
pengelolaan osteoporosis. Berperan juga dalam meningkatkan mutu dan
pemerataan pelayanan kesehatan serta peningkatan pengetahuan, sikap dan
praktik pasien serta keluarganya dalam melaksanakan pengobatan
osteoporosis. Peran yang terakhir adalah peningkatan kerja sama dan
system rujukan antar berbagai tingkat fasilitas pelayanan kesehatan, hal ini
akan memberi nilai posistif dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.

24
DAFTAR PUSTAKA

Corwn elizabeth. 2015. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth. 2015. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 3,

Jakarta : EGC.

Doengoes, Marilynn E. 2015.  Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran, EGC.

M. Najib Bustan (2015), Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak

Menular.PT.Rineka Cipta:Jakarta

Ns. Umi Istinah. (2016), Asuhan Keperawatan Klien Dengan

Gangguan Sistem Muskuloskeletal.Pustaka Baru Press

Price, S. A & Wilson, L. 2015. Patifisiologi: Konsep klinis proses-proses

penyakit; alih bahasa, Brahm U. Pendit..[et. al]. Edisi 6. Jakarta: ECG.

Priscilla LeMone (2012), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Gangguan

Muskuloskeletal, Ed.5. Penerbit buku kedokteran. EGC

R. Boedhi Darmojo, 2017. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta, Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

25

Anda mungkin juga menyukai