Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

Disusun Oleh :

Handa tri nurcahyo

18613229

PRODI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE

A. DEFINISI

Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani

secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak

yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada

siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat

akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung

selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang

jelas selain vaskuler.

Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak

(Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah  kehilangan fungsi otak yang

diakibatkan  oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi

penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).

B. KLASIFIKASI

1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu: (Muttaqin,

2008)

a. Stroke Hemoragi,

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.

Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga

terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak

dibagi dua, yaitu:

1) Perdarahan intraserebra

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi

mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang

menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang

terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.

Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di

daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.

2) Perdarahan subaraknoid

Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma

yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-

cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya

keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya

struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat

disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal

(hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)

b. Stroke Non Hemoragi

Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya

terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak

terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan

selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.


2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:

a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama

beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan

spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan

neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24

jam atau beberapa hari.

c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau

permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan

TIA berulang.

C. ETIOLOGI

Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):

a. Thrombosis Cerebral

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga

menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di

sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau

bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan

tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis

memburuk pada 48 jam setelah trombosis.

Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:

a. Aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan


pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri

iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah

serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.

Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi

melalui mekanisme berikut:

1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.

2) Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi trombosis.

3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan

thrombus (embolus).

4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan

terjadi perdarahan.

b. Hyperkoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat

melambatkan aliran darah serebral.

c. Arteritis( radang pada arteri )

d. Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan

darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung

yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung

cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini

dapat menimbulkan emboli:

1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).

2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan

ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong

sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.

4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya

gumpalan-gumpalan pada endocardium.

b. Haemorhagi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang

subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena

atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan

perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,

pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan

membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan

mungkin herniasi otak.

c. Hipoksia Umum

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:

a. Hipertensi yang parah

b. Cardiac Pulmonary Arrest

c. Cardiac output turun akibat aritmia

d. Hipoksia Setempat

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:

a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.

b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.


D. PATOFISIOLOGI

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya

infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan

adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang 

tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan

lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan

umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung

sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik,

atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau

terjadi turbulensi.

Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli

dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh

pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema

ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat

berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan

berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis

biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah

serebral oleh  embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi

septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau

ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat

menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan

cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.


Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi

pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian

dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas

terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat

menyebabkan herniasi otak.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan

perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan

darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,

talamus dan pons.

Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan

disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit.

Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi

oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak

akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya

tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah

yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan

neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.

Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih
dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada
perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-
60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)
E. PATHWAY
Stroke Hemoragi Stroke Non Hemoragi

Peningkatan Tekanan
Trombus/ Emboli
Sistemik
di cerebal

Aneurisme
Suplai darah ke jaringan
cerebal tidak adekuat
Perdarahan
Arakhnoid/Ventrikel

Vasospasme Perfusi jaringan


Hematoma Cerebal
arteri cerebal cerebal tidak
PTIK/ Herniasi cerebal efektif
Iskemik infark
Penurunan Penekanan
kesadaran saluran Deficit neurologi
pernafasan
Hemisfer kanan Hemisfer kiri

Pola Nafas Tidak Hemiparese/ hemiplegi Hemiparese/hemiplegi


Efektif kiri kanan
Area grocca

Kerusakan fungsi
N.VII Deficit Resiko Hambatan
perawatan diri kerusakan mobilitas fisik
integritas kulit
Gangguan Resiko trauma
komunikasi
verbal Resiko aspirasi

Resiko jatuh

F. MANIFESTASI KLINIS
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh

darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah

aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak

akan membaik sepenuhnya.

1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)

2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul

mendadak.

3. Tonus otot lemah atau kaku

4. Menurun atau hilangnya rasa

5.  Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”

6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)

7. Disartria (bicara pelo atau cadel)

8.  Gangguan persepsi

9.  Gangguan status mental

10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

G. KOMPLIKASI

Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi

ini dapat dikelompokan berdasarkan:

1. Berhubungan dengan immobilisasi  infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,

konstipasi dan thromboflebitis.

2. Berhubungan dengan paralisis          nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,

deformitas dan terjatuh

3. Berhubungan dengan kerusakan otak  epilepsi dan sakit kepala.


4. Hidrocephalus

Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon

pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Angiografi serebral

Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.

2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).

Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,

melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).

3. CT scan

Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya

jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.

4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)

Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya

perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat

dari hemoragik.

5. EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari

jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.

6. Pemeriksaan laboratorium

a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan

yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal

(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.


b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)

c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.

d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-rangsur

turun kembali.

e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS

Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan

tindakan sebagai berikut:

1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang

sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.

2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha

memperbaiki hipotensi dan hipertensi.

3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.

4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin

pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.

5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK

Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang

berlebihan,

Pengobatan Konservatif

a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi

maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.

b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.

c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi


pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.

d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya

trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.

Pengobatan Pembedahan

Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :

a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan

membuka arteri karotis di leher.

b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya

paling dirasakan oleh pasien TIA.

c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut

d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,

alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose

medis.

2. Keluhan utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak

dapat berkomunikasi.

3. Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien

sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi

otak yang lain.

4. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma

kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,

vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.

5. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko perfusi cerebral tidak efektif b.d aliran darah ke otak terhambat

2. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan oksigen di otak

3. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan kesadaran.

4. Risiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran


 K.          RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi


1. Resiko perfusi cerebral Tupen : Setelah dilakukan tindakan Manageman peningkatan tekanna intra
tidak efektif b.d aliran kranial
darah ke otak terhambat keperawatan selama 3 x 24 jam,
Observasi
(D.0017) diharapkan suplai aliran darah keotak
 Identifikasi penyebab peningkatan
Definisi: beresiko
lancar dengan kriteria hasil: TIK
mengalami penurunan
 Monitor tanda/gejala peningkatan
sirkulasi darah ke otak 1. mendemonstrasikan status sirkulasi
TIK ( mis. Tekanan darah, tekanan
Faktor resiko : yang ditandai dengan nadi melebar, bradikardi, pola
nafas ireguler, kesadaran menurun)
 Keabnormalan masa a. Tekanan systole dandiastole dalam Monitor peningkatan TD
protombin dan atau  Monitor MAP ( mean arteri
masa trombplastin rentang yang diharapkan preasure)
parsial  Monitor CVP ( central Venous
b. Tidak ada ortostatikhipertensi
 Penurunan kinerja preassure)
ventrikel kiri c. Tidak ada tanda tanda peningkatan  Monitor PAWP, jika perlu
 Aterosklerosis aorta  Identifikasi penyebab peningkatan
tekanan intrakranial (tidak lebih TIK
 Diseksi arteri
 Fibrilasi atrium  Monitor PAP, jika perlu
dari 15 mmHg)
 Tumor otak  Monitor ICP ( intra cranial
2. mendemonstrasikan kemampuan preassure ), jika perlu
 Stenosis karotis
 Monitor CCP ( cerebral perfusion
 Miksoma atrium
kognitif yang ditandai dengan: preasure )
 Koagulasi
 Monitor gelombang ICP
 Embolisme  berkomunikasi dengan jelas dan  Monitor status pernafasan
Kondisi klinis terkait  Monitor intake dan output cairan
sesuai dengan kemampuan
 Monitor cairan
 Stroke cerebrospinalis( mis. Warna,
menunjukkan perhatian, konsentrasi
 Cedera kepala konsistensi)
 Infark miokard akut dan orientasi memproses informasi 
 Diseksi arteri Terapiutik
 Embolisme membuat keputusan dengan benar
 Fibrilasi atrium  Meminimalkan stimulus dengan
3. menunjukkan fungsi sensori motori menyediakan lingkungan yang
 Hipertensi
tenang
Neoplasma otak cranial yang utuh : tingkat kesadaran
 Berika posisi semi fowler
mambaik, tidak ada gerakan gerakan  Hindarkan manuver valsava
 Cegah terjadinya kejang
involunter  Hindari penggunaan PEEp
 Hindari oenggunaan cairan IV
hipotonik
 Atur ventilator agar PaCO2
optimal
 Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian sedasi dan


anti konvulsan, jika perlu
 Kolaborasi pemberian diuretik
osmosi, jika perlu
 Kolaborasi pemberian pelunak
tinja, jika perlu
Pemantauan tekanan intrakranial

Observasi

 Monitor pelebaran tekana nadi


( selisih TDS dan TTD)
 Monitor penurunan frekwensi
jantung
 Monitor irreguler irama nafas
 Monitor penurunan tingkat
kesadaran
 Monitor perlambatan atau ketidak
seimbangan respon pupil
 Monitor kadar CO2 dan
pertahankan dalam rentang yang
diindikasikan
 Monitor tekanan perfusi cerebral
 Monitor jumlah kecepatan dan
karakteristik drainase cairan
cerebrospinal
 Monitor efek stimulus lingkungan
terhadap TIK
Terapiutik

 Ambil sampel drainase cairan


serebrospinal
 Kalibrasi transduser
 Pertahankan sterilitas sistem
pemantauan
 Pertahankan posisi kepala dan
leher netral
 Bilas sistem pemantauan, jika
perlu
 Atur interval pemantauan sesuai
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi

Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

informasi hasil pemantauan, jika perlu


2 Gangguan komunikasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Intervensi utama :
verbal b.d penurunan 1x30 menit diharapkan klien mampu:
oksigen di otak (D.0119) 1. promosi komunikasi : defisit bicara
1. Kemampuan berbicara, Tindakan:
Definisi: penurunan, mendengar, kesesuaian ekspresi
perlambatan, atau ketiadaan wajah/tubuh Observasi:
kemampuan untuk 2. Afasia, Disfasia, Pelo, Gagap,  identifikasi priorotas metode
menerima, memproses, Tidak ada kontak mata membaik komunikasi yang digunakan sesuai
mengirim, dan/atau dengan kemampuan
menggunakan sistem simbol  identifikasi sumber pesan secara jelas
Penyebab: (siapa seharusnya mengatakan)
Terapiutik
1. Penurunan sirkulasi
serebral  fasilitas mengungkapkan isi pesan
2. Gangguan dengan jelas
neuromuskular  fasilitas menyampaikan struktur pesan
3. Gangguan pendengaran secara logis
4. Gangguan  dukung pasien dan keluarga
muskuloskeletal menggunakankomunikasi efektif
5. Kelainan palatum Edukasi
6. Hambatan fisik
(terpasang trakeostomi,  jelaskan perlunya komunikasi efektif
intubasi)  ajarkan memformulasikan pesan
7. Hambatan psikologis dengan tepat
8. Hambatan lingkungan
Hambatan dan gejala
mayor

Subjektif:

1. Tidak tersedia
Objektif:

1. Tidak mampu bicara


atau mendengar
2. Menunjukkan respon
yang tidak sesuai
Gejala dan tanda minor

Subjektif:

1. Tidak tersedia
Objektif:

1. Afasia
2. Disfasia
3. Pelo
4. Gagap
5. Tidak ada kontak mata
6. Sulit memahami
komunikasi
Dislalia
3 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Intervensi utama
b.d penurunan kesadaran 1x24 jam diharapkan klien mampu:
(D.0005) Managemen jalan nafas
1. Pola nafas membaik
Definisi: inspirasi dan atau 2. Tanda-tanda vital membaik Observasi:
ekspirasi yang tidak Tingkat kesadaran membaik  Monitor pola nafas (frekwensi,
memberikan ventilasi kedalaman, usaha nafas)
adekuat  Monitor bunyi nafas tambahan
Penyebab: (mengi, whezing, rokhi kering)
 Monitor sputum (jumlah, warna
1. Depresi pusat aroma)
pernafasan Terapiutik
2. Hambatan upaya nafas
3. Deformitas dinding dada  Posisikan semi fowler/semi fowler
4. Deformitas tulang dada  Pertahankan kepatenan jalan nafas
5. Gangguan neurologis dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
(cidera kepala, trust jika curiga trauma servikal)
gangguan kejang)  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
6. Cidera pada medula  Keluarka sumbatan benda padat
spinalis Edukasi
Gejala dan tanda mayor
 Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari,
Subjektif jika tidak kontraindikasi
 Ajarkan batuk efektif
1. Dispnea
Kolaborasi
Objektif
 Kolaborasi pemberian bronkodilatori,
1. Penggunaan otot bantu ekspektorat, jika perlu
2. Fase ekspirasi Edukasi
memanjang
3. Pola nafas abnormal  Jelaskan tujuan prosedur pemantauan
(takipnea, bradipnea, informasi hasil pemantauan, jika
hiperventilasi) perlu
Gejala dan tanda minor

Subjektif

1. Ortopnea
Objektif

1. Pernafasan cuping
hidung
2. Ventilasi semenit
menurun
3. Kapasitas vital menurun
4. Tekanan inspirasi
menurun
5. Ekskrusi dada berubah
Kondisi klinis terkait

1. Depresi sistem syaraf


pusat
2. Cidera kepala
3. Trauma thoraksi
4. Stroke
Intoksikasi alkohol
4 D.0006 Risiko Aspirasi Setalah dilakukan intervensi 3x24 jam Intervensi utama
diharapkan klien dapat
berhubungan dengan 1. Tingkat kesadaran naik Managemen jalan nafas
2. Kebersihan mulut meningkat
penurunan tingkat Observasi:
3. Sianosis menurun
kesadaran 4. Batuk menurun  Monitor pola nafas (frekwensi,
5. Geloisah menurun kedalaman, usaha nafas)
Resiko mengalami
 Monitor bunyi nafas tambahan
masuknya sekresi (mengi, whezing, rokhi kering)
gastrointestonal, sekresi  Monitor sputum (jumlah, warna
orofaring, benda cair atau aroma)
padat ke dalam saluran Terapiutik

trakeobronkhial akibat  Posisikan semi fowler/semi fowler


disfungsi mekanisme  Pertahankan kepatenan jalan nafas
protektif saluran napas. dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
trust jika curiga trauma servikal)
FAKTOR RISIKO :  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Keluarka sumbatan benda padat
Edukasi
1. Penurunan tingkat
kesadaran.  Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari,
2. Penurunan refleks jika tidak kontraindikasi
muntah dan / atau batuk.  Ajarkan batuk efektif
Kolaborasi
3. Ganggunan menelan.
4. Disfagia.  Kolaborasi pemberian bronkodilatori,
5. Kerusakan mobilitas ekspektorat, jika perlu
Edukasi
fisik.
6. Peningkatan residu Jelaskan tujuan prosedur pemantauan
lambung. informasi hasil pemantauan, jika perlu

7. Peningkatan tekanan
intragastrik.
8. Penurunan motilitas
gastrointestinal.
9. Sfingter esofagus bawah
inkompeten.
10. Perlambatan
pengosongan lambung.
11. Terpasang selang
nasogastrik.
12. Terpasang trakeostomi
atau endotracheal tube.
13. Trauma / pembedahan
leher, mulut, dan / atau
wajah.
14. Efek agen farmakologis.
15. Ketidakmatangan
koordinasi menghisap,
menelan dan bernafas.

Kondisi Klinis Terkait :


1. Cedera Kepala.
2. Stroke.
3. Cedera medula sipinalis.
4. Guillain barre syndrome.
5. Penyakit Parkinson.
6. Keracunan obat dan
alkohol.
7. Pembesaran uterus.
8. Miestenia gravis.
9. Fistula trakeoesofagus.
10. Strikura esofagus.
11. Sklrerosis multiple.
12. Labiopalatoskizis.
13. Atresia esofagus.
14. Laringomalasia.
15. Prematureritas..
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.

        Jakarta: Salemba Medika

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima

Medika

Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol

2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta:

EGC.

PPNI, T. P. S. D. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik Edisi 1. In Dewan Pengurus Pusat

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. In DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta.
Practice Nurse.

Anda mungkin juga menyukai