Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

HISPRUNG

A. DEFINISI HISPRUG

1. Pengertian

Penyakit hisprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan oleh

kelainan inervasi usus, di mulai dari sfingter ani interna dan meluas ke proximal,

melibatkan panjang usus yang bervariasi.Hisprung adalah penyebab obstruksi

usus bagian bawah yang paling sering terjadi pada neonatus, dengan insiden

1:1500 kelahiran hidup.Laki-laki lebih banyak daripada perempuan 4:1 dan ada

insiden keluarga pada penyakit segmen panjang. Hisprung dengan bawaan lain

termasuk sindrom down, sindrom laurance moon-barderbield dan sindrom

wardenburg serta kelainan kardiovaskuler. (Behrman, 1996)

Penyakit hisprung disebabkan oleh tak adanya sel ganglion kongenital dalam

pleksus intramuscural usus besar.Segmen yang terkena bisa sangat pendek.

Tampil pada usia muda dengan konstipasi parah. Enema barium bisa

menunjukkan penyempitan segmen dengan dilatasi colon di proksimal.Biopsi

rectum bisa mengkonfirmasi diagnosis, jika jaringan submukosa di cakup. Terapi

simtomatik bisa bermanfaat, tetapi kebanyakan pasien memerlukan pembedahan

(G. Holdstock, 1991)

Penyakit hirschsprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion

parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah,

1997 : 138).

Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan

obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus.

(Donna L. Wong, 2003 : 507).

PenyakitHisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab

gangguan pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh
Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada

dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis

2. Etiologi

a. Adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional yang berimigrasi ke

dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa

untuk berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus. Disebabkan

oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.

Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian

bawah kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada

kolon. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985 : 1134)

b. Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”.

c. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi

kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus. (Suriadi, 2001 :

242).

3. Manifestasi klinis

a. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.

b. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja

seperti pita.

c. Obstruksi usus dalam periode neonatal.

d. Nyeri abdomen dan distensi.

e. Gangguan pertumbuhan.

(Suriadi, 2001 : 242)

a. Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan

evaluai mekonium.

b. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang membaik

secara spontan maupun dengan edema.


c. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang

diikuti dengan obstruksi usus akut.

d. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam.

Diare berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.

e. Gejala hanya konstipasi ringan.

(Mansjoer, 2000 : 380)

a. Masa Neonatal :

1) Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.

2) Muntah berisi empedu.

3) Enggan minum.

4) Distensi abdomen

b. Masa bayi dan anak-anak :

1) Konstipasi

2) Diare berulang

3) Tinja seperti pita, berbau busuk

4) Distensi abdomen

5) Gagal tumbuh

(Betz, 2002 : 197)

4. Klasifikasi

Dua kelompok besar, yaitu :

a. Tipe kolon spastik

Biasanya dipicu oleh makanan, menyebabkan konstipasi berkala

(konstipasi periodik) atau diare disertai nyeri.Kadang konstipasi silih berganti

dengan diare.Sering tampak lendir pada tinjanya.Nyeri bisa berupa serangan

nyeri tumpul atau kram, biasanya di perut sebelah bawah.Perut terasa


kembung, mual, sakit kepala, lemas, depresi, kecemasan dan sulit untuk

berkonsentrasi.Buang air besar sering meringankan gejala-gejalanya.

b. Tipe yang kedua menyebabkan diare tanpa rasa nyeri dan konstipasi yang

relatif tanpa rasa nyeri. Diare mulai secara tiba-tiba dan tidak dapat ditahan.

Yang khas adalah diare timbul segera setelah makan. Beberapa penderita

mengalami perut kembung dan konstipasi dengan disertai sedikit nyeri.

Menurut letak segmen aganglionik maka penyakit ini dibagi dalam :

a. Megakolon kongenital segmen pendek

Bila segmen aganglionik meliputi rektum sampai sigmoid (70-80%)

b. Megakolon kongenital segmen panjang

Bila segmen aganglionik lebih tinggi dari sigmoid (20%)

c. Kolon aganglionik total

Bila segmen aganglionik mengenai seluruh kolon (5-11%)

d. Kolon aganglionik universal

Bila segmen aganglionik meliputi seluruh usus sampai pylorus (5%) Colon-

rectum

5. Patofisiologi

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya

kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa

kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian

proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau

tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi

usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah

keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus

dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang

rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).


Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol

kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen

aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya

bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan

menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).

Penyakit Hirschsprung adalah akibat tidak adanya sel ganglion pada dinding

usus, meluas ke proksimal dan berlanjut mulai dari anus sampai panjang yang

bervariasi.Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan

neuroblast dari usus proksimal ke distal.Segmen yang agangloinik terbatas pada

rektosigmoid pada 75 % penderita, 10% seluruh kolonnya tanpa sel-sel ganglion.

Bertambah banyaknya ujung-ujung saraf pada usus yang aganglionik

menyebabkan kadar asetilkolinesterase tinggi. Secara histologi, tidak di dapatkan

pleksus Meissner dan Auerbach dan ditemukan berkas-berkas saraf yang

hipertrofi dengan konsentrasi asetikolinesterase yang tinggi di antara lapisan-

lapisan otot dan pada submukosa.

Pada penyakit ini, bagian kolon dari yang paling distal sampai pada bagian

usus yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion

parasimpatik intramural.Bagian kolon aganglionik itu tidak dapat mengembang

sehingga tetap sempit dan defekasi terganggu. Akibat gangguan defekasi ini

kolon proksimal yang normal akan melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk

megakolon. Pada Morbus Hirschsprung segemen pendek, daerah aganglionik

meliputi rectum sampai sigmoid, ini disebut penyakit Hirschsprung klasik.Penyakit

ini terbanyak (80%) ditemukan pada anak laki-laki, yaitu 5 kali lebih sering

daripada anak perempuan.Bila daerah aganglionik meluas lebih tinggi dari

sigmoid disebut Hirschsprung segmen panjang.Bila aganglionosis mengenai

seluruh kolon disebut kolon aganglionik total, dan bila mengenai kolon dan

hamper seluruh usus halus, disebut aganglionosis universal.


6. Pathway

Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,

kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus

Sel ganglion pada kolon

Tidak ada/ sangat sedikit

Kontrol kontraksi dan relaksasi

Peristaltik abnormal

Peristaltik tidak sempurna spinter rektum tidak dapat relaksasi

Obstruksi parsial Feses tidak mampu melewati

spinkter ani

Refluks peristaltik akumulasi benda padat, gas, cair

Mual dan muntah Perasaan penuh obstruksi di colon

Resiko volume cairan Perubahan nutrisi

Kurang dari kebutuhan kurang dari kebutuhan

Gangguan defekasi konstipasi Pelebaran kolon (Mega colon)

Sumber : (Betz, Cecily & Sowden 2002 : 196)


7. Tanda dan gejala

Setelah bayi lahir

a. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)

b. Muntah berwarna hijau

c. Distensi abdomen, konstipasi.

d. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja /

pengeluaran gas yang banyak.

Gejala pada anak yang lebih besar karena gejala tidak jelas pada waktu lahir.

a. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir

b. Distensi abdomen bertambah

c. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling

d. Terganggu tumbang karena sering diare.

e. Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita.

f. Perut besar dan membuncit

8. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Radiologi

Merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit

Hirschsprung.Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi

usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan

usus besar. Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan

diagnosa Hirschsprung adalahbarium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda

khas:

1) Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang

panjangnya bervariasi.

2) Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke

arah daerah dilatasi.

3) Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.


Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas

penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium,

yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces.

Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces

kearah proksimal kolon.Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung

namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di

daerah rektum dan sigmoid.

b. Manometri anus yaitu pengukuran tekanan sfingter anus dengan cara

mengembangkan balon di dalam rektum

Sebuah balon kecil ditiupkan pada rektum.Ano-rektal manometri

mengukur tekanan dari otot spinchter anal dan seberapa baik seorang dapat

merasakan perbedaan sensasi dari rektum yang penuh. Pada anak-anak

yang memiliki penyakit Hirschsprung otot pada rektum tidak relaksasi secara

normal.Selama tes, pasien diminta untuk memeras, santai, dan

mendorong. Tekanan otot spinchter anal diukur selama aktivitas.Saat

memeras, seseorang mengencangkan otot spinchter seperti mencegah

sesuatu keluar.Saat mendorong seseorang seolah mencoba seperti

pergerakan usus.Tes ini biasanya berhasil pada anak-anak yang kooperatif

dan dewasa.

c. Biopsi rektum menunjukkan tidak adanya ganglion sel-sel saraf.

d. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada

penyakit ini khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase (

Darmawan K, 2004 : 17 )

e. Biopsi isap Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap

dan mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa ( Mansjoer,dkk 2000 hal

380 )
f. Pemeriksaan colok anus, Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan

dan kadang disertai tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk

mengetahui bau dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada

usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.

9. Penatalaksanaan

a. Pembedahan

Penatalaksanaan operasi adalah untuk memperbaiki portion

aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan

mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi

spinkter ani internal.

Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :

1) Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk

melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya

usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.

2) Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat

berat anak mencapai sekitar 9 Kg (20 pounds) atau sekitar 3 bulan

setelah operasi pertama (Betz Cecily & Sowden 2002 : 98)

Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson,

Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang

paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian

akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah (Darmawan K 2004 : 37)

b. Konservatif

Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif

melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan

mekonium dan udara.


c. Tindakan bedah sementara

Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa

yangterlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis b e r a t

dan keadaan u m u m m e m buruk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion

normal yang paling distal.

d. Terapi farmakologi

1) Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan juga

modifikasi diet dan wujud feses adalah efektif

2) Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam megakolon

toksik. Tidak memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba

10. Komplikasi

a. Kebocoran Anastomose

Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh

ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang tidak

adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar

anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang

dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati.

Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini

beragam. Kebocoran anastomosis ringan menimbulkan gejala peningkatan

suhu tubuh, terdapat infiltrat atau abses rongga pelvik, kebocoran berat dapat

terjadi demam tinggi, pelvioperitonitis atau peritonitis umum , sepsis dan

kematian. Apabila dijumpai tanda-tanda dini kebocoran, segera dibuat

kolostomi di segmen proksimal.

b. Stenosis

Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh gangguan

penyembuhan luka di daerah anastomose, infeksi yang menyebabkan

terbentuknya jaringan fibrosis, serta prosedur bedah yang dipergunakan.

Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi prosedur Swenson atau


Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat prosedur Duhamel

sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave.

Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan defekasi yaitu

kecipirit, distensi abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal.Tindakan

yang dapat dilakukan bervariasi, tergantung penyebab stenosis, mulai dari

businasi hingga sfinkterektomi posterior.

c. Enterokolitis

Enterocolitis terjadi karena proses peradangan mukosa kolon dan

usus halus. Semakin berkembang penyakit hirschprung maka lumen usus

halus makin dipenuhi eksudat fibrin yang dapat meningkatkan resiko

perforasi. Proses ini dapat terjadi pada usus yang aganglionik maupun

ganglionik. Enterokolitis terjadi pada 10-30% pasien penyakit Hirschprung

terutama jika segmen usus yang terkena panjang

Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita dengan tanda-tanda

enterokolitis adalah :

1) Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit.

2) Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi.

3) Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari.

4) Pemberian antibiotika yang tepat.

Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih kecil pada

pasien dengan endorektal pullthrough.Enterokolitis merupakan penyebab

kecacatan dan kematian pada megakolon kongenital, mekanisme timbulnya

enterokolitis menurut Swenson adalah karena obtruksi parsial.Obtruksi usus

pasca bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter ani dan kolon

aganlionik yang tersisa masih spastik.Manifestasi klinis enterokolitis berupa

distensi abdomen diikuti tanda obtruksi seperti muntah hijau atau fekal dan

feses keluar eksplosif cair dan berbau busuk.Enetrokolitis nekrotikan


merupakan komplikasi paling parah dapat terjadi nekrosis, infeksi dan

perforasi.Hal yang sulit pada megakolon kongenital adalah terdapatnya

gangguan defekasi pasca pullthrough, kadang ahli bedah dihadapkan pada

konstipasi persisten dan enterokolitis berulang pasca bedah.

d. Gangguan Fungsi Sfinkter

Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang diterima

universal untuk menilai fungsi anorektal ini.Fecal soiling atau kecipirit

merupakan parameter yang sering dipakai peneliti terdahulu untuk menilai

fungsi anorektal pasca operasi, meskipun secara teoritis hal tersebut tidaklah

sama. Kecipirit adalah suatu keadaan keluarnya feces lewat anus tanpa

dapat dikendalikan oleh penderita, keluarnya sedikit-sedikit dan sering.

A. Konsep dasar asuhan keperawatan

1. Pengkajian

a. Biodata

Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan

merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan

dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai

sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak

perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh

kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan

perempuan (Ngastiyah, 1997).

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama.

Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir.Trias

yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari

24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala

lain adalah muntah dan diare.


2) Riwayat penyakit sekarang.

Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional.

Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan

ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi,

muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa

minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada

juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi

abdomen, dan demam.Diare berbau busuk dapat terjadi.

3) Riwayat penyakit dahulu.

Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat

kehamilan, persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi. Tidak ada

penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung.

4) Riwayat kesehatan keluarga.

Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain

yang menderita Hirschsprung. Tidak ada keluarga yang menderita

penyakit ini diturunkan kepada anaknya.

c. Pemeriksaan fisik.

1) Sistem integument

Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat

dilihat capilary refil, warna kulit, edema kulit.

2) Sistem respirasi

Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan

3) Sistem kardiovaskuler

Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut

nadi apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.

4) Sistem penglihatan

Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata


5) Sistem Gastrointestinal

Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising

usus, adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen,

muntah (frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.

d. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.

1) Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat

gambaran obstruksi usus rendah.

2) Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi,

gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit,

enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi barium

setelah 24-48 jam.

3) Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.

4) Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.

5) Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat

peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.

e. Analisa data

No Data Menyimpang Etiologi Masalah

1 DS : Spinter rectum tidak Konstipasi


dpt relaksasi
- ibu klien mengatakan
anaknya dengan Perut
kembung
- Orang tua klien Feses tidak mampu
mengeluh anaknya melewati spinkter
nyeri saat di pegang ani

DO :

- Klien tampak Obstipasi Akumuulasi benda


- Tampak Mekonium padat, gas, cair
yang lambat keluar
- Tampak ada Distensi
abdomen Obstruksi di kolon
- Klien Konstipasi
selama beberapa
minggu/ bulan
Pelebaran kolon
2 DS : Peristaltic abnormal Gangguan nutrisi
kurang dari
- Ibu klien mengatakan kebutuhan tubuh
Muntah berwarna hijau
- Orang tua klien Peristaltic tidak
mengatakan Diare sempurna

DO :

- Klien tampak Obstipasi Obstruksi parsial


- Terdapat Obstruksi
usus yang fungsional
- Tampak Obstruksi usus Refluk peristaltic
akut

Perasaan penuh

3 DS : Usus spasis dan Gangguan rasa


daya dorong tidak nyaman
- Ibu klien mengeluh ada
anaknya Demam
- Ibu klien mengeluh
anaknya Sesak nafas
- Ibu klien mengeluh Obstipasi
anaknya Tidak nyaman
- Ibu klien mengeluh
anaknya Nyeri saat di Distensi abdomen
pegang

DO :

- Klien biasanya tampak


Distress pernafasan
- Akral hangat

f. Diganosa Keperawatan

1) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Peristaltic abnormal,

Peristaltic tidak sempurna, Obstruksi parsial, Refluk peristaltic, Perasaan

penuh d.d Muntah berwarna hijau, Diare, Obstruksi usus akut, Obstipasi,

Obstruksi usus yang fungsional

2) Konstipasi b.d Spinter rectum tidak dpt relaksasi, Feses tidak mampu

melewati spinkter ani, Akumuulasi benda padat, gas, cair, Obstruksi di

kolon, Pelebaran kolon d.d Perut kembung, Nyeri, Obstipasi, Mekonium


yang lambat keluar, Distensi abdomen, Konstipasi selama beberapa

minggu/ bulan

3) Gangguan rasa nyaman b.d usus spasis dan daya dorong tidak ada,

obstipasi, distensi abdomen, d.d Sesak nafas, Tidak nyaman, Nyeri,

Demam, Distress pernafasan, Akral hangat

4) Nyeri b.d usus spastic dan daya dorong tidak ada, obstipasi, tidak ada

meconium, distensi abdomen hebat d.d Biasanya ibu klien mengatakan

anaknya dengan Perut kembung, Orang tua klien biasanya mengeluh

anaknya Nyeri saat di pegang, Biasanya tampak Distensi abdomen,

Biasanya tampak Obstruksi usus akut

5) Kurang pengetahuan b.d mual, muntah, nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh, pembedahan, d.d Biasanya orang tua klien mengatakan bahwa

mereka tidak tau apa-apa tentang penyakit anaknya, Orang tua klien

tampak bertanya tentang apa yang petugas kesehatan lakukan

g. Intervensi Keperawatan

1) Pre operasi

a) Konstipasi b.d Spinter rectum tidak dapat relaksasi, Feses tidak

mampu melewati spinkter ani, Akumuulasi benda padat, gas, cair,

Obstruksi di kolon, Pelebaran kolon d.d Perut kembung, Nyeri,

Obstipasi, Mekonium yang lambat keluar, Distensi abdomen,

Konstipasi selama beberapa minggu/ bulan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3X24 jam

anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai

fungsi eliminasi secara normal dan bisa dilakukan

Kriteria Hasil

- Mual dan muntah berkurang

- Defekasi lancer

- Tidak memuntahkan ASI dan formula yg diberikan


Intervensi Rasional
Berikan bantuan enema dengan Untuk mengosongkan usus
cairan fisiologis NaCl 0,9%
Observasi tanda-tanda vital dan Untuk mengetahui adanya
bising usus setiap 2jam sekali tanda-tanda syok
Observasi pengeluaran feces per- Untuk mengetahui
rectal-bentuk, konsistensi, jumlah pengeluaran feses dari bentuk,
konsistensi, dan jumlah
Observasi intake yang mempengaruhi Untuk mengetahui intake yang
pola dan konsistensi feses mempengaruhi pola dan
konsistensi feses
Anjurkan untuk menjalani diet yang Respon pengobatan
telah dianjurkan
Kolaborasi dengan dokter tentang Untuk melanjutkan pengobatan
rencanan pembedahan selanjutnya

b) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Peristaltic

abnormal, Peristaltic tidak sempurna, Obstruksi parsial, Refluk

peristaltic, Perasaan penuh d.d Muntah berwarna hijau, Diare,

Obstruksi usus akut, Obstipasi, Obstruksi usus yang fungsional

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3X24 jam

diharapkan pasien menerima asupan nutrisi yang cukup

Kriteria Hasil :

- BB seimbang 3,25

- Tidak memuntahkan ASI dan formula yang diberikan

Intervensi Rasional
berikan asupan nutrisi yang Untuk meningkatkan asupan makanan
cukup sesuai dengan diet
yang dianjurkan
ukur BB anak tiap hari Untuk mengetahui peningkatan dan
penurunan BB
gunakan sute alternatif (NGT Nutrisi parenteral dibutuhkan jika
dan parenteral) kebutuhan per oral yang sangat
kurang dan untuk mengantisipasi
pasien yang sudah mulai merasa mual
dan muntah

c) Gangguan rasa nyaman b.d usus spasis dan daya dorong tidak ada,

obstipasi, distensi abdomen, d.d Sesak nafas, Tidak nyaman, Nyeri,

Demam, Distress pernafasan, Akral hangat


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3X24 jam

diharapkan kebutuhan rasa nyaman terpenuhi

Kriteria Hasil : Tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan

pola tidur

Intervensi Rasional
sarankan orang tua hadir Untuk kenyamanan anak
selama prosedur
berikan tindakan kenyamanan Untuk menyediakan manajemen nyeri
sesuai usia nonpharmacological
kaji terhadap tanda nyeri untuk mrngetahui tingkat nyeri dan
menentukan langkah selanjutnya
ciptakan lingkungan Terapi menggabungkan budaya klien
yang mendukung dan penuh dan usia dan faktor perkembangan
kasih
berikan analgesik sesuai Mengurangi nyeri

2) Post operasi

a) Nyeri b/d insisi pembedahan

Tujuan :Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang,

tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur

intervensi Rasional
Observasi dan monitoring Mengetahui tingkat nyeri dan
tanda skala nyeri menentukan langkah selanjutnya
Lakukan teknik pengurangan Upaya dengan distraksi dapat
nyeri seperti teknik pijat mengurangi rasa nyeri
punggung dansentuhan
Kolaborasi dalam pemberian Mengurangi persepsi terhadap nyeri
analgetik apabila yamg kerjanya pada sistem saraf
dimungkinkan pusat

b) Kurang pengetahuan (ibu) b.d kurangnya informasi yang didapat

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 124 jam

diharapkan pengetahuan ibu tentang penyakit anaknya bertambah

Kriteria Hasil :

- ibu mengungkapkan suatu pemahaman yang baik tentang

proses penyakit ananknya

- ibu memahami terapi yang diprogramkan tim dokter


-

Intervensi Rasional
1. jelaskan pada ibu tantang Untuk mengetahui perkembangan
penyakit yang di derita anaknya
anaknya
2. berikan ibu jadwal Mengurangi kecemasan
pemeriksaan diagnostik
3. berikan informasi tentang Mengurangi resiko terjadinya infeksi
rencana operasi
4. berikan penjelasan pada ibu Untuk meningkatkan pengetahuan ibu
tentang perawatan setelah
operasi
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Sowden, 2002, Keperawatan Pediatric Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit. Jakarta :

EGC.

Hidayat, A A. (2008), pengantar konsep dasar keperawatan. Edisi ke-2, salemba medika:

Jakarta

Mansjoer , Arif . 2000 .Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 .Jakarta : Media Aesulapius

FKUI

Marliyn E. Doengoes, Dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3

Nanda, 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classification 2012-2014

Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit edisi ke-2 EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai