A. Definisi
Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran,
penghilangan, penyingkiran, penyisihan. Dalam bidang kesehatan, eleminasi
adalah proses pebuangan sisa metabolism tubuh baik berupa urine atau bowel
(feses).
Eliminasi urine adalah proses pembuangan sisa-sisa metabolism.
Eliminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini
sangat bergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi urine seperti ginjal, ureter,
bladder dan uretra. Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urine.
Ureter mengalirkan ke bladder. Dalam bladder urine ditampung sampai
mencapai batas tertentu yang kemudian dikeluarkan melalui uretra. (Tarwoto
Martonah, 2006, hal.58).
B. Etiologi
1. Pertumbuhan dan perkembangan
Usia dan berat badan dapat memengaruhi jumlah pengeluaran urine. Pada usia
lanjut volume bladder berkurang, demikian juga wanita hamil sehingga
frekuensi berkemih juga lebih sering.
2. Sosiokultural
Budaya masyarakat dimana sebagian masyarakat hanya dapat miksi pada
tempat tertutup dan sebaliknya ada masyarakat yang dapat miksi pada lokasi
terbuka.
3. Psikologis
Pada keadaan cemas dan stress akan meningkatkan stimulasi berkemih.
4. Kebiasaan Seseorang
Misalnya seseorang hanya bias berkemih di toilet, sehingga ia tidak dapat
berkemih dengan menggunakan pot urine.
5. Tonus Otot
Eliminasi urine memerlukan tonus otot bladder, otot abdomen, dan pelvis
untuk berkontraksi. Jika ada gangguan tonus, dorongan otot untuk berkemih
juga akan berkurang.
6. Intake Cairan dan Makanan
Alkohol menghambat Anti Diuretik Hormon (ADH) untuk meningkatkan
pembuangan urine. Kopi, teh, coklat, cola (mengandung kafein) dapat
meningkatkan pembuangan dan ekskresi urine.
7. Kondisi Penyakit
Pada pasien yang demam akan terjadi penurunan produksi urine karena
banyak cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan iritasi organ
kemih menimbulkan retensi urine.
8. Pembedahan
Penggunaan anestesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga produksi urine
akan menurun.
9. Pengobatan
Penggunaan diuretic meningkatkan output urine, antikolinergik, dan
antihipertensi menimbulkan retensi urine.
10. Pemeriksaan Diagnostik
Intravenus pyelogram di mana pasien dibatasi intake sebelum prosedur untuk
mengurangi output urine. Cystocospy dapat menimbulkan edema local pada
uretra, spasme pada spinter bladder sehingga dapat menimbukan urine.
(Tarwoto Martonah, 2006, hal.61-62).
C. Patofisiologi
1. Retensi Urine
Merupakan penumpukan urine dalam bladder dan ketidakmampuan bladder
untuk mengosongkan kandung kemih. Penyebab distensi bladder adalah urine
yang terdapat dalam bladder melebihi 400 ml. Normalnya adalah 250-400 ml.
2. Inkontinensia Urine
Merupakan ketidakmampuan otot spinter eksternal sementara atau menetap
untuk mengontrol ekskresi urine. Ada dua jenis inkontinensia : pertama, stress
inkontinensia yaitu stress yang terjadi pada saat tekanan intra-abdomen
meningkat seperti pada saat atau tertawa. Kedua, urge inkontinensia yaitu
inkontinensia yang terjadi saat klien terdesak ingin berkemih, hal ini terjadi
akibat infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme bladder.
3. Enurisis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan
ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter eksterna. Biasanya terjadi pada
anak-anak atau pada orang jompo.
4. Urgency
Merupakan perasaan ingin segera berkemih dan biasanya terjadi pada anak-anak
karena kemampuan spinter untuk mengontrol berkurang.
5. Dysuria
Merupakan rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misalnya pada infeksi
saluran kemih, trauma, dan striktur uretra.
6. Polyuria
Merupakan produksi urine melebihi normal, tanpa peningkatan tanpa
peningkatan intake cairan, misalnya pada pasien diabetes mellitus.
5. Urinary Suppression
Merupakan keadaan dimana ginjal tidak memproduksi urine secara tiba-tiba.
Anuria (urine kurang dari 100 ml / 24 jam), oliguria (urine berkisar 100-500
ml / 24 jam). (Tarwoto Martonah, 2006, hal.62-63).
Pohon Masalah :
D. Manifestasi Klinis
1. Inkontinensia Urinarius Fungsional
Batasan Karakteristik :
a. Mampu mengosongkan kandung kemih dengan komplet
b. Jumlah waktu yang diperlukan untuk mencapai toilet melebihi lama
waktu antara merasakan dorongan untuk berkemih dan tidak dapat
mengontrol berkemih.
c. Mengeluarkan urine sebelum mencapai toilet
d. Mungkin inkontinen hanya pada dini hari
e. Merasakan perlunya untuk berkemih.
2. Inkontinensia Urine Aliran Berlebih
Batasan Karakteristik :
a. Distensi kandung kemih
b. Volume residu pascaberkemih tinggi
c. Nokturia
d. Terlihat rembesan involunnter sedikit urine
e. Melaporkan rembesan involunter sedikit urine
8. Retensi Urine
Batasan Karakteristik :
a. Tidak ada haluaran urine
b. Distensi kandung kemih
c. Menetes
d. Disuria
e. Sering berkemih
f. Inkontinensia aliran berlebih
g. Residu urine
h. Sensasi kandung kemih penuh
i. Berkemih sedikit. (Nanda Internasional. 2011. Hal. 270-280)
E. Pemeriksaan Diagnostik
F. Penatalaksanaan Medis
Cara kerja :
a. Jelaskan prosedur pada klien
b. Cuci tangan
c. Pasang sampiran
f. Letakkan urinal dibawah bokong (untuk wanita) atau diantara kegua paha
i. Rapikan alat
2. Kateterasi Perkemihan
Tujuan :
operasi besar
a. Jelaskan prosedur
b. Cuci tangan
c. Pasang sampiran
d. Pasang perlak
h. Kateter diberi minyak pelumas atau jeli pada ujungnya, lalu masukan
j. Setelah kateter masuk, isi balon dengan cairan aquades atau sejenisnya
untuk kateter menetap, dan bila intermiten tarik kembali sambil pasien
k. Sambung kateter dengan kantung penampung dan fiksasi ke arah atas paha
l. Rapikan alat
a. Jelaskan prosedur
b. Cuci tangan
c. Pasang sampiran
d. Pasang perlak
g. Bersihkan vulva dengan kapas sublimat dengan arah dari atas kebawah 3
kali
h. Buka labia mayor dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri dan bersihkan
bagian dalam
i. Kateter diberi minyak pelumas atau jeli pada pada ujungnya, masukan
perlahan dan minta pasien menarik nafas dalam, masukkan 2,5-5 cm atau
j. Setelah selesai isi balon dengan cairan aquades atau jenisnya dan bila
kateter intermiten tarik kembali secara perlahan sambil pasien menarik nafas
samping
l. Rapikan alat
Tujuan :
Cara kerja :
a. Jelaskan prosedur
b. Cuci tangan
c. Pasang sampiran
d. Pasang perlak
g. Bersihkan daerah genital dengan air sabun bilas dengan air hingga bersih
kemudian keringkan
i. Letakan pangkal kateter pada batang penis dengan perekat elastik dan
k. Rapikan alat
l. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
G. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
- Pola berkemih
- Frekuensi urine
- Gejala dari perubahan berkemih
- Faktor yang memengaruhi berkemih
b. Pemeriksaan fisik
1. Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder,
pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus.
2. Genetalia wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan
vagina.
3. Genetalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, terderness, adanya pembesaran skrotum.
c. Intake dan output cairan
- Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam).
- Kebiasaan minum di rumah.
- Intake, cairan infus, oral, makanan, NGT.
- Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan
cairan.
- Output urine dari urinal, cateter bag, drainage ureterostomy, sistostomi.
- Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan.
d. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan urine (urinalisis):
Warna (N : jernih kekuningan)
Penampilan (N: jernih)
Bau (N: beraroma)
pH (N:4,5-8,0)
Berat jenis (N: 1,005-1,030)
Glukosa (N: negatif)
Keton (N:negatif)
8. Kultur urine (N: kuman patogen negatif).
H. Diagnosa
7. Retensi Urine
Faktor yang Berhubungan
a. Sumbatan
b. Tekanan ureter tinggi
c. Inhibisi arkus refleks
d. Sfingter kuat
I. Perencanaan