Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Endometriosis merupakan penakit yang diderita oleh wanita penyakit ini
cenderung meninhgkat setiap tahunnya. Penderita penyakit ini bisa pada wanita usia
produktif dan yang sudah tua sekalipun. Tanda adanya penyakit ini antara lain sakit
nyeri yang amat hebat pada saat haid.
Penyakit ini umunya muncul pada usia reproduktif sekitar 5-10% dan 50%
diantarana pada wanita manepouse. Gejala yang paling menonjol adalah adanya neri
pada panggul dan ada yang melaporkan saat manepouse . banyak wanita yang tidak
tahu apa saja gejala awalnya sehingga kadang dianggap hanya nyeri biasa.
B. Permasalahan

Apa itu yang disebut dengan endometriosis, sebutkan dan jelaskan gejala dari
penyakit tersebut.

C. Tujuan

Untuk mengetahui penyeab, gejala,yang ditimbulkan oleh penyakit


endometriosis
BAB II

PEMBAHASAN

A. Struktur Organ Reproduksi Wanita

Struktur reproduksi eksternal pada wanita meliputi klitoris, dan dua pasang
labia yang engelilingi clitoris dan ada lubang vagina dan lubang uretra. Pada bagian
internal terdapat sepasang gonad, sebuah duktus dan ruangan untuk ruangan untuk
menampung embrio dan fetus. Sistem reproduksi perempuan tidak sepenuhnya
tertutup.

Saluran telur dilepaskan pada tuba fallopii, dan didalam organ ada
fimbriae,silia,duktus,sampai uterus. Uterus adalah organ yang tebal dan berotot yang
dapat mengembang selama kehamilan untuk menampung fetus dengan bobot hingga 4
kg. Lapisan dalam uterus, yakni endometrium, dialiri oleh banyak pembuluh darah
(Campbell, 2004).

B.       Siklus Menstruasi
Istilah siklus menstruasi secara spesifik mengacu pada perubahan yang terjadi dalam
uterus. Melalui kesepakatan, hari pertama periode menstruasi perempuan atau hari pertama
menstruasi dinyatakan sebagai hari 1 dari siklus tersebut. Fase aliran menstruasi (Menstrual
Flow Phase) siklus tersebut, saat pendarahan menstruasi (hilangnya sebagian besar lapisan
fungsional endometrium) terjadi, umumnya berlangsung beberapa hari. Kemudian sisa
endometrium yang tipis lainnya mulai mengalami regenerasi dan menebal selama seminggu
atau dua minggu. Fase tersebut dinamakan fase proliferasi (Proliferasi Phase) siklus
menstruasi. Selama fase berikutnya yaitu fase sekresi (Secretory Phase) yang umumnya
berlangsung sekitar dua minggu lamanya, endometrium menebal, mengandung lebih banyak
pembuluh, dan mengembangkan kelenjar yang mensekresikan cairan yang kaya glikogen
(Price, 2005).

C.      Siklus Ovarium
     Siklus ini dimulai dengan fase folikel (Follicular cycle) saat beberapa folikel di
ovarium mulai tumbuh. Sel telur membesar dan pembungkus sel folikel berlapis-lapis. Di
antara beberapa folikel yang mulai tumbuh, umumnya hanya satu yang membesar dan
matang, sementara yang lainnya akan mengalami disintegrasi. Folikel yang mengalami
pematangan itu mengembangkan rongga internal yang penuh cairan dan tumbuh menjadi
sangat besar, dan membentuk tonjolan dekat permukaan ovarium. Fase folikuler berakhir
dengan ovulasi, ketika folikel dan dinding ovarium di dekatnya pecah sehingga melepaskan
oosit. Jaringan folikel yang tetap ada di ovarium setelah ovulasi berkembang menjadi korpus
luteum (jaringan endokrin yang mensekresikan hormon betina) selama fase luteal (Luteal
Phase) (Guyton, 2007).  

D.      Hormon, Siklus Ovarium dan Siklus Menstruasi


Hormon mengkoordinasikan siklus menstruasi dan siklus ovarium sedemikian rupa
sehingga folikel dan peristiwa ovulasi disinkronasikan dengan persiapan dinding uterus untuk
kemungkinan implantasi embrio. Lima hormon berpartisipasi dalam skema rumit yang
melibatkan baik umpan balik negatif maupun posisif. Hormon-hormon tersebut adalah
hormon pembebas gonadotropin (GnRH), yang disekresikan oleh hipotalamus, hormon
perangsang folikel (FSH) dan hormon lutenisasi (LH), yang merupakan dua gonadotropin
yang dihasilkan oleh hipofisis anterior dan estrogen serta progesteron, yaitu dua hormon
kelamin yang disekresikan oleh ovarium (Price, 2005).
Selama fase folikuler siklus ovarium, pituitari mensekresikan sejumlah kecil FSH dan
LH sebagai respon terhadap rangsangan GnRH dari hipotalamus. Pada waktu tersebut sel-sel
folikel ovarium yang belum matang mempunyai reseptor untuk FSH. FSH merangsang
pertumbuhan folikel dan sel-sel folikel yang sedang tumbuh ini mensekresikan estrogen.
Peningkatan kadar estrogen secara perlahan terjadi selama sebagian besar fase folikuler.
Peningkatan kecil kadar estrogen tersebut akan menghambat sekresi hormon pituitari,
sehingga mempertahankan kadar FSH dan LH relatif rendah selama fase folikuler. Hubungan
antar hormon tersebut berubah secara radikal dan relatif mendadak ketika sekresi estrogen
oleh folikel yang sedang tumbuh mulai meningkat. Sementara
peningkatan kadar estrogen yang terjadi dapat menghambat sekresi gonadotropin pituitari,
estrogen dalam konsentrasi tinggi mempunyai pengaruh berlawanan dan merangsang sekresi
gonadotropin dengan cara mempengaruhi hipotalamus untuk meningkatkan produksi GnRH.
Pengaruh itu lebih besar untuk LH karena konsentrasi estrogen yang tinggi, selain
merangsang sekresi GnRH, juga meningkatkan sensitifitas mekanisme pelepasan LH di
pituitari terhadap sinyal hipotalamus (GnRH). Pada saat itu, folikel telah mempunyai reseptor
terhadap LH dan dapat merespon terhadap petunjuk hormonal ini. Dalam satu contoh umpan
balik positif, peningkatan konsentrasi LH yang disebabkan oleh peningkatan sekresi estrogen
dari folikel yang sedang tumbuh menginduksi pematangan akhir folikel tersebut, dan ovulasi
terjadi sekitar sehari setelah lonjakan kadar LH tersebut (Price, 2005).
LH dapat merangsang transformasi jaringan folikel yang tertinggal di ovarium untuk
membentuk korpus luteum setelah ovulasi. Selama fase luteal siklus ovarium, LH
mempengaruhi korpus luteum mensekresikan estrogen dan hormon steroid kedua yaitu
progesteron. Korpus luteum umumnya mencapai perkembangan maksimalnya sekitar 8
sampai 10 hari setelah ovulasi. Setelah kadar estrogen dan progesteron meningkat, kombinasi
hormon-hormon tersebut memberikan umpan balik negatif pada hipotalamus dan pituitari,
sehingga menghambat sekresi LH dan FSH. Mendekati akhir masa luteal, korpus luteum akan
lisis (kemungkinan sebagai akibat dari prostaglandin yang disekresikan oleh sel-sel itu
sendiri). Konsekuensinya, konsentrasi estrogen dan progesteron menurun. Penurunan kadar
hormon ovarium tersebut membebaskan hipotalamus dan pituitari dari pengaruh yang bersifat
menghambat dari hormon-hormon tersebut. Kemudian pituitari mulai mensekresikan cukup
FSH untuk merangsang pertumbuhan folikel baru di ovarium, yang mengawali fase folikuler
siklus ovarium berikutnya (Guyton, 2007).
Estrogen yang disekresikan dalam jumlah yang semakin meningkat oleh folikel yang
sedang tumbuh, merupakan suatu sinyal hormonal ke uterus yang menyebabkan endometrium
menebal. Dengan demikian, fase folikel siklus ovarium dikoordinasikan dengan fase
proliferasi siklus menstruasi. Penurunan cepat dalam kadar hormon ovarium ketika korpus
luteum lisis menyebabkan kontraksi arteri dalam dinding uterus yang menyebabkan dinding
endometrium tidak dialiri darah. Disintegrasi endometrium mengakibatkan menstruasi dan
permulaan satu siklus menstruasi baru (Guyton, 2007).
E.       Definisi Endometriosis
Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan mirip dengan dinding rahim
(endometrium) ditemukan di tempat lain dalam tubuh (Smeltzer, 2001). Endometriosis juga
dapat berupa suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih berfungsi terdapat di
luar kavum uteri dan diluar miometrium (Prawirohardjo, 2008).
Definisi lain tentang endometriosis yaitu terdapatnya kelenjar-kelenjar dan stroma
endometrium pada tempat-tempat diluar rongga rahim. Implantasi endometriosis bisa terdapat
pada ovarium, ligamen latum, Cavum Douglasi, tuba Falopii, vagina, serviks, pada pusat,
paru-paru, dan kelenjar-kelenjar limfa (Rayburn, 2001).

F.       Teori Penyebab Endometriosis


     Ada teori penyebab endometriosis yang dinyatakan oleh para ahli sebagai
berikut (Wood, 2008a):

1.    Metaplasia
            Metaplasia yaitu perubahan dari satu tipe jaringan normal menjadi tipe jaringan
normal lainnya. Beberapa jaringan endometrium memiliki kemampuan dalam beberapa kasus
untuk menggantikan jenis jaringan lain di luar rahim. Beberapa peneliti percaya hal ini terjadi
pada embrio, ketika pembentukan rahim pertama. Lainnya percaya bahwa beberapa sel
dewasa mempertahankan kemampuan mereka dalam tahap embrionik untuk berubah menjadi
jaringan reproduksi.
2.    Menstruasi Mundur dan Transplantasi
Sampson (1920) mengatakan bahwa aliran menstruasi mundur mengalir melalui saluran tuba
(disebut "aliran mundur") dan tersimpan pada organ panggul dan tumbuh menjadi kista.
Namun, ada sedikit bukti bahwa sel-sel endometrium dapat benar-benar melekat dan tumbuh
ke organ panggul perempuan. Bertahun-tahun kemudian, para peneliti menemukan bahwa
90% wanita memiliki aliran mundur.
3.    Predisposisi genetik
Penelitian telah menunjukkan bahwa wanita dengan riwayat keluarga menderita
endometriosis lebih mungkin untuk terkena penyakit ini. Dan ketika diturunkan maka
penyakit ini cenderung menjadi lebih buruk pada generasi berikutnya. Studi di seluruh dunia
yang sedang berlangsung yaitu studi Endogene International mengadakan penelitian
berdasarkan sampel darah dari wanita dengan endometriosis dengan harapan mengisolasi
sebuah gen endometriosis.
4.    Pengaruh lingkungan  
            Beberapa studi telah menunjuk bahwa faktor lingkungan dapat menjadi kontributor
terhadap perkembangan endometriosis, khususnya senyawa-senyawa yang bersifat
racun memiliki efek pada hormon-hormon reproduksi dan respon sistem kekebalan tubuh,
walaupun teori ini tidak terbukti dan masih kontroversial.
Hipotesis berbeda tersebut telah diajukan sebagai penyebab endometriosis.
Sayangnya, tak satu pun dari teori-teori ini sepenuhnya terbukti, juga tidak sepenuhnya
menjelaskan semua mekanisme yang berhubungan dengan perkembangan penyakit. Dengan
demikian, penyebab endometriosis masih belum diketahui. Sebagian besar peneliti,
berpendapat bahwa endometriosis ini diperparah oleh estrogen. Selanjutnya, sebagian besar
pengobatan untuk endometriosis saat ini hanya berupaya untuk mengurangi produksi estrogen
dalam tubuh wanita untuk meringankan gejala (Smeltzer, 2001).

G.      Faktor Risiko
Wanita yang beresiko terkena penyakit endometriosis, yaitu (Wood, 2008b):
·       Wanita yang ibu atau saudara perempuannya pernah menderita endometriosis
·       Memiliki siklus menstruasi kurang atau lebih dari 27 hari
·       Menarke (menstruasi yang pertama) terjadi pada usia relatif muda (< 11 thn)
·       Masa menstruasi berlangsung selama 7 hari atau lebih
·       Orgasme saat menstruasi

H.      Gejala Endometriosis
Rasa sakit sering berkorelasi dengan siklus menstruasi, namun seorang wanita dengan
endometriosis juga dapat mengalami rasa sakit pada waktu lain selama siklus bulanan. Bagi
banyak wanita, tapi tidak semua, rasa sakit endometriosis dapat menjadi begitu parah dan
berdampak signifikan dengan hidupnya. Nyeri yang dirasakan saat endometriosis terjadi
sebelum, selama, dan setelah menstruasi, selama ovulasi, dalam usus selama menstruasi,
ketika buang air kecil, selama atau setelah hubungan seksual, dan didaerah punggung bawah
serta gejala lain mungkin dapat terjadi adalah diare atau sembelit (khususnya dalam kaitannya
dengan menstruasi), perut kembung (sehubungan dengan menstruasi), perdarahan berat atau
tidak teratur, dan kelelahan (Wood, 2008c).
Namun perlu ditekankan disini bahwa rasa sakit pada saat menstruasi
atau dysmenorrhea tidak selalu berhubungan dengan gejala endometriosis. Kadar hormone
prostaglandin yang tinggi akan cenderung menyebabkan terjadinya dysmenorrhea (Wood,
2008c).

I.         Patologi
Organ yang biasa terkena endometriosis adalah ovarium, organ tuba dan salah satu
atau kedua ligamentum sakrouterinum, Cavum Douglasi, dan permukaan
uterus bagian belakang dapat ditemukan satu atau beberapa bintik sampai benjolan kecil yang
berwarna kebiru-biruan (Prawirohardjo, 2008).
J.        Penyebab endometriosis
Ada beberapa teori yang diutarakan oleh beberapa ahli mengenai penyebab
endometriosis yaitu (Eisenberg, 2009):
-     Endometriosis mungkin disebabkan oleh faktor keturunan, atau beberapa anggota keluarga
mempunyai sifat yang membuat mereka terlihat seperti endometriosis.
-     Tumbuhnya jaringan endometrium dibagian tubuh yang lain selain uterus melalui
sistem peredaran darah atau sistem limfa.
-     Endometriosis dapat disebabkan adanya ganguan pada sistem imunitas, endometriosis juga
dapat menjadi kanker ovarium.
-     Hormon estrogen dapat menjadi pemicu pertumbuhan endometriosis. Beberapa
penelitian memandang hal ini sebagai penyakit sistem endokrin, sistem kelenjar, hormon, dan
sekresi lain dari tubuh.
-     Jaringan endometrium juga dapat ditemukan pada bekas luka abdominal dan mungkin
ditemukan di tempat tersebut akibat kesalahan sewaktu pembedahan.
-     Sejumlah kecil jaringan saat pembentukan embrio yang kemudian berubah menjadi
endometriosis.
-     Penelitian terbaru menunjukan adanya hubungan antara paparan dioksin dan
endometriosis. Dioksin adalah senyawa yang bersifat toksik yang berasal dari pembuatan
pestisida dan pembakaran sampah plastik.
Jaringan endometriosis dapat berada di abdomen melewati
tuba Falopii saat menstruasi. Transplantasi jaringan ini tumbuh diluar uterus.

Menurut Sumilat (2009, kom. pribadi), penyebab dari penyakit ini belum diketahui
secara pasti, para ahli mengatakan bahwa ”banyak faktor yang menyebabkan penyakit
endometriosis, dapat berasal dari aliran menstruasi mundur dan implantasi, metaplasia,
predisposisi genetik, dan pengaruh lingkungan”. Orgasme saat menstruasi dapat
menimbulkan aliran menstruasi mundur dan endometriosis dapat menurun ke wanita yang ibu
atau saudara perempuan menderita endometriosis karena terjadi penurunan imunitas pada
penderita endometriosis, hal ini sesuai teori predisposisi genetik yang dikemukakan oleh
Dmoski tahun 1995.
Sumilat (2009, kom. pribadi) juga berpendapat bahwa gangguan sistem imun juga
dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini, menurut penelitian J.A. Hill tahun 1988
mendapatkan adanya kegagalan dalam sistem peluruhan darah haid oleh makrofag dan fungsi
sel NK yang menurun pada endometriosis (Simatupang, 2003). Sumilat (2009, kom. pribadi)
berpendapat bahwa penurunan sistem imun ini yang kemudian diturunkan ke generasi
berikutnya. Sehingga keturunan selanjutnya memiliki resiko terkena endometriosis lebih
besar.

K.      Senyawa kimia yang dapat menimbulkan endometriosis


Menurut Sumilat (2009, kom. pribadi), penyebab penyakit ini berasal dari pengaruh
lingkungan, hal ini dikarenakan adanya perubahan gaya hidup maupun terpengaruh dari
paparan polutan. Ruhendra (1997) dan Tangri (2003) menyebutkan bahwa ada beberapa
senyawa kimia yang dapat menyebabkan endometriosis, namun sampai saat ini masih
diadakan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh senyawa tersebut terhadap tubuh
khususnya terhadap kista endometriosis. 

Dioksin adalah produk sampingan hasil berbagai proses kimia, misalnya dari proses
insinerator sampah (terutama plastik), pengilangan logam, pembakaran bensin yang
mengandung timbal dalam otomobil, pembuatan produk-produk kertas, pembuatan herbisida,
dan pembakaran sampah organik yang mengandung klorin (Ruhendra, 1999).

Dioksin yang terbentuk selama pembakaran sampah, masuk ke udara bersama abu,


kemudian mengendap pada tanaman pangan, kemudian dikonsumsi oleh ternak dan
terakumulasi pada sel lemak dan muncul pada daging dan susu yang akhirnya dikonsumsi
manusia (Tangri, 2003).

Dioksin dapat menyebabkan gangguan kesehatan secara luas, termasuk gangguan


kulit, sistem reproduksi, hormonal, sistem kekebalan, diabetes, kanker, dan pertumbuhan
(Ruhendra, 1999).

Sumber klorin dapat berasal dari proses industri yang menggunakan klorin sebagai
pemutihan kertas dari hasil daur ulang kertas. Dampak klorin terhadap tubuh manusia sama
dengan dioksin karena klorin merupakan hasil samping dari pembentukan dioksin (Ruhendra,
1999).

Penelitian Rier et al (1993), menyebutkan faktor lingkungan juga memberikan


pengaruh pada perkembangan endometriosis, khususnya berhubungan dengan zat toksik yang
mempunyai efek pada hormon reproduksi dan respon pada sistem imun. Pada percobaan ini
79% dari kera-kera yang terpapar dioksin menyebabkan endometriosis pada tubuhnya
(Simatupang, 2003).

Dioksin diduga sebagai penyebab endometriosis. Dugaan ini dirumuskan pada tahun
1994 berdasar hasil observasi langsung terhadap kasus peningkatan penyakit endometriosis
pada primata yang dipapar dengan dioksin. Total radiasi pada tubuh berhubungan dengan
meningkatnya prevalensi endometriosis pada primata. Pada manusia, bukti-bukti penelitian
mengenai pengaruh dioksin masih kurang. Peristiwa polusi yang terjadi di Seveso,  Italia,
ditemukan prevalensi endometriosis tidak meningkat. Juga pada bayi yang masih menyusui
yang kemungkinan terpapar dioksin lewat air susu ibu, prevalensi endometriosis saat berumur
dewasa rendah  (Redwine, 2004).

Daging ham dan makanan cepat saji mengandung kolesterol. Mengkonsumsi daging
ham dan makanan cepat saji dapat berdampak pada jaringan endometrium di uterus dan di
luar uterus dan dapat menimbulkan nyeri saat menstruasi. Hal ini dikarenakan sel stroma
pada uterus menghasilkan estradiol yang diperoleh dari kolesterol yang selanjutnya
menghasilkan estrogen yang berpengaruh terhadap jaringan endometrium  (Bulun, 2009).

Menurut David (1993) dan Bulun (2009), kafein dan kolesterol tidak dapat dijadikan
sebagai penyebab endometriosis karena kafein dan kolesterol mempengaruhi peningkatan
kadar estrogen, hal ini hanya memperparah kista endometriosis karena jaringan endometrium
yang ada di uterus maupun yang di luar uterus mengalami penebalan sehingga menekan ke
tempat perlekatannya. Saat kadar estrogen menurun sel-sel ini tidak dapat keluar sehingga
menyebabkan nyeri dan perlekatan di tempat yang sama sehingga menimbulkan lesi atau
kista keriput dan berwarna cokelat atau biru kehitaman yang menandakan pendarahan yang
tidak dapat keluar. Pembentukan ini disebut pseudokist (Smeltzer, 2001).

L.       Gejala endometriosis
Menurut American Fertility Society (2007a), gejala endometriosis dapat berupa :
-     Nyeri haid
Banyak wanita mengalami nyeri pada saat haid normal. Bila nyeri dirasakan berat maka
disebut dysmenorrhea dan mungkin menjadi penyebab endometriosis atau tipe lain dalam
patologi pelvik seperti uteri fibroid atau adenomiosis. Nyeri berat juga dapat menyebabkan
mual-mual, muntah, dan diare. Dysmenorrhea primer terjadi pada saat awal terjadinya
menstruasi, kemudian cenderung meningkat selama masa reproduktif atau setelah masa
reproduktif. Dysmenorrhea sekunder terjadi setelah kehidupan selanjutnya dan mungkin akan
terus meningkat dengan umur. Ini mungkin menjadi sebuah tanda peringatan dari
endometriosis, walaupun beberapa wanita dengan endometriosis  tidak merasa nyeri.

-     Nyeri saat berhubungan


Endometriosis dapat menyebabkan rasa nyeri selama dan setelah berhubungan, kondisi ini
diketahui sebagai dyspareunia. Penetrasi dalam dapat menghasilkan rasa nyeri di batasan
ovarium dengan jaringan otot di bagian atas vagina. Rasa nyeri juga disebabkan adanya nodul
lunak endometriosis di belakang uterus atau pada ligamen latum, yang berhubungan dengan
serviks.

N.      Klasifikasi endometriosis
Berdasarkan visualisasi rongga pelvis dan volume tiga dimensi dari
endometriosis dilakukan penilaian terhadap ukuran, lokasi dan kedalaman invasi, keterlibatan
ovarium dan densitas dari perlekatan. Dengan perhitungan ini didapatkan nilai-nilai dari
skoring yang kemudian jumlahnya berkaitan dengan derajat klasifikasi endometriosis. Nilai
1-4 adalah minimal (stadium I), 5-15 adalah ringan (stadium II), 16-40 adalah sedang
(stadium III) dan lebih dari 40 adalah berat (stadium IV) (Rusdi, 2009).

Sumber: American Fertility Society, 2007a.

Skema klasifikasi berdasarkan beratnya penyakit endometriosis menurut


American Fertility Society (2007a) dapat dilihat pada gambar dibawah.
O.      Diagnosa
Visualisasi endometriosis diperlukan untuk memastikan diagnosis. Cara-cara yang
biasa dilakukan untuk mendiagnosis adalah dengan melakukan pemeriksaan laparoskopi
untuk melihat lesi (Rayburn, 2001). Diagnosa laparoskopi dilakukan setiap hari dari siklus
menstruasi dengan pasien dibawah pengaruh anestesia (obat bius). Diagnostik endometriosis
dibutuhkan untuk melihat keberadaan dari satu atau lebih lesi kebiru-biruan atau hitam.
Stadium endometriosis menurut revisi klasifikasi dari American Fertility Society (R-AFS).
Implantasi endometriosis pada peritoneum atau ovarium nilainya ditentukan dari diameter
dan kedalaman, yang mana nilai perlekatan digunakan dalam lampiran catatan kepadatan dan
derajat. Total R-AFS nilai (implan dan perlekatan) berurutan dari 1-5, 6-15, 16-40, dan 41-
150 dapat disamakan dari minimal (stadium I), ringan (stadium II), sedang (stadium III), dan
berat (stadium IV) endometriosis (Marcoux, 1997) (Tabel 2 dan Gambar 9).
Pendapat klinik saat ini bahwa prosedur pembedahan seperti laparoskopi dibutuhkan
untuk menentukan diagnosa endometriosis. Laparoskopi dilakukan untuk melihat keberadaan
endometriosis. Pemeriksaan riwayat dan pemeriksaan badan dapat menemukan nyeri pelvik
kronik dan dysmenorrheal, pemunduran uterus, penebalan ligamen uterosakral tidak sama
sekali terdiagnostik. Proses diagnostik lain (American Fertility Society, 2007b). 

Dokter mungkin akan memutuskan untuk mengobati endometriosis selama


laparoskopi. Dilakukan pembedahan kecil tambahan untuk memasukan alat bedah.
Endometriosis mungkin jadi menggumpal, menguap, terbakar atau dipotong, dan jaringan
otot atau kista ovarium mungkin dikeluarkan. Selama laparoskopi, dokter memutuskan
membuka dan memasukan alat tersebut lewat tuba Falopii untuk melihat serviks di dalam
uterus (American Fertility Society, 2007b).

Proses diagnosa lain dilakukan pada kasus yang lebih khusus, dokter mungkin akan
menggunakan teknik pengambilan gambar yang khusus seperti ultrasound, Computerized
Tomography (CT scan), atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk menambah
informasi tentang pelvis. Prosedur ini dapat mengidentifikasi kista dan mengetahui
karekteristik cairan dengan kista ovarium, kista endometrioma dan kista korpus luteum
mungkin serupa kelihatannya. Uji ini digunakan bila menilai seorang wanita infertil atau
nyeri pelvis kronis. (American Fertility Society, 2007b).

P.       Dampak yang ditimbulkan


Fakta-fakta menunjukan adanya hubungan antara endometriosis dengan infertilitas.
Endometriosis ditemukan 50% pada wanita infertil. Pasien infertil dengan endometriosis
ringan tanpa perawatan dapat hamil dengan rata-rata 2% sampai 4,5% perbulan,
dibandingkan pada normal fertilitas dari 15% sampai 20% perbulannya. Pasien infertil
dengan endometriosis sedang dan berat memiliki rata-rata kehamilan tiap bulannya kurang
dari 2%. Endometriosis berhubungan dengan infertilitas, tidak semua wanita yang memiliki
endometriosis adalah infertil. Sebagai contoh banyak wanita menjalani sterilisasi tuba tercatat
mengalami endometriosis. Penyebab dan efek endometriosis diperkirakan berhubungan
antara berkurangnya fertilitas namun tidak terbukti. Ini diperkirakan bahwa endometriosis
merubah secara tidak langsung keadaan rongga pinggang dengan menimbulkan perlekatan
pada organ-organ rongga pelvik sehingga mengganggu fungsi dari organ tersebut. Teori
mencakup inflamasi, perubahan sistem imun, perubahan hormon, ganguan fungsi tuba
Falopii, fertilitas dan implantasi. Itu lebih mudah untuk dipahami bagaimana endometriosis
sedang dan berat dapat mengurangi fertilitas, karena sebagian besar perlekatan di rongga
pinggang menyebabkan tidak terjadinya ovulasi, menghalangi sperma masuk ke tuba Falopii,
dan menghalangi kemampuan tuba Falopii menangkap ovum selama ovulasi (American
Fertility Society, 2007a).

Tabel 3. Jenis ganguan sistem yang disebabkan oleh endometriosis

No Sistem Jenis Gangguan


1 Fungsi Koitus Dyspareunia (menurunkan frekuensi
sanggama)
2 Fungsi Sperma Inaktivasi sperma
Fagositosis sperma dengan makrofag
3 Fungsi Tuba Falopi Kerusakan fimbriae
i Penurunan motilitas tuba akibat
prostaglandin
4 Fungsi Ovarium Anovulasi
Pelepasan gonadotropin yang terganggu
Sumber: Widjanarko, 2009.

Endometriosis dapat menyebabkan gangguan pada fungsi sistem organ reproduksi


yaitu fungsi koitus, sperma, tuba Falopii, ovarium. Pada fungsi koitus menyebabkan rasa
nyeri saat senggama (dyspareunia) sehingga mengurangi frekuensi senggama. Pada fungsi
sperma, endometriosis akan menghambat sperma dengan antibodi tertentu. Hal ini didasari
dari hasil penelitian dimana terhadap antibodi yang memiliki efek menghambat gerakan
sperma sehingga berakibat terjadinya infertilitas (Rusdi, 2009). Pada penderita endometriosis
dibandingkan wanita normal, makrofag teraktifasi oleh adanya kista, hal ini menyebabkan
makrofag pada penderita infertil dengan endometriosis membunuh lebih banyak sperma. Jika
makrofag ini memasuki sistem reproduksi melalui tuba, maka akan terbentuk antibodi
terhadap sperma yang akhirnya mematikan sperma sehingga terjadi infertilitas (Abdullah,
2009).

Endometriosis pada tuba Falopii akan menyebabkan kerusakan pada fimbriae


sehingga tidak dapat menangkap sel telur yang dilepaskan oleh ovarium. Endometriosis juga
menyebabkan penurunan silia pada tuba Falopii sehingga sel telur tidak dapat turun ke uterus.
Pada fungsi ovarium terjadi anovulasi sehingga folikel yang telah matang langsung
membentuk korpus luteum tanpa melepaskan sel telur. Hal ini juga berpengaruh terhadap
hormon gonadotropin dan mengakibatkan terganggunya siklua ovarium selanjutnya. Menurut
Abdullah (2009) perlengketan tuba yang luas akan menghambat motilitas dan kemampuan
fimbre untuk menangkap sel telur. Sedangkan berkurangnya motilitas tuba dan transportasi
ovum mungkin disebabkan oleh sekresi prostaglandin oleh jaringan endometritik.

Endometriosis berhubungan dengan perubahan-perubahan fisiologis alat reproduksi


yang dapat menghambat terjadinya kehamilan. Derajat keterlibatan organ-organ pelvik
merupakan faktor utama dalam menentukan kemampuan reproduksi penderita. Di bawah ini
beberapa fenomena yang mungkin mengurangi kemampuan reproduksi pada penderita
endometriosis sesuai dengan letak jaringan endometriotik berimplantasi (Abdullah, 2009):
·      Endometriosis pada serviks: Kekakuan dan penyempitan serviks, akibat endometriosis akan
mengurangi laju pergerakan sperma sehingga mengurangi fertilitas.
·      Endometriosis pada Cavum Douglas: Melibatkan ligamentum sakrouterina dan bagian
posterior uterus akan menyebabkan dispareni, sehingga mengurangi frekuensi koitus.
·        Endometriosis pada ovarium: akan menyebabkan destruksi kortikal dan pada gilirannya
menyebabkan oligo atau anovulasi, sehingga menghambat proses reproduksi.
·      Endometriosis tuba Falopii: Perlengketan tuba Falopii yang luas akan menghambat
motilitas dan kemampuan fimbriae untuk menangkap sel telur.

Q.      Penanganan
Penanganan endometriosis di bagi menjadi 2 jenis terapi yaitu terapi medik dan terapi
pembedahan.
a.    Terapi medik diindikasikan kepada pasien yang ingin mempertahankan kesuburannya atau
yang gejala ringan (Rayburn, 2001). Jenis-jenis terapi medik seperti terlampir pada Tabel. 3
dibawah ini (Widjanarko, 2009):
Tabel 4. Jenis-jenis terapi medik endometriosis
Jenis Kandungan Fungsi Mekanisme Dosis Efek
samping
Progestin Progesteron Menciptakan Menurunkan Medroxyprogestero Depresi,
kehamilan kadar FSH, n acetate: 10 – 30 peningkatan
palsu LH, dan mg/hari; berat badan
estrogen Depo-Provera® 150
mg setiap 3 bulan
Danazol Androgen Menciptakan Mencegah 800 mg/hari selama Jerawat,
lemah menopause keluarnya 6 bulan berat badan
palsu FSH, LH, dan meningkat,
pertumbuhan perubahan
endometrium suara
GnRH Analog Menciptakan Menekan Leuprolide 3.75 Penurunan
agonis GnRH menopause sekresi mg / bulan; densitas
palsu hormon Nafareline 200 mg 2 tulang, rasa
GnRH dan kali sehari; kering
endometrium Goserelin 3.75 mg / mulut,
bulan gangguan
emosi
b.    Terapi pembedahan dapat dilaksanakan dengan laparoskopi untuk mengangkat kista-kista,
melepaskan adhesi, dan melenyapkan implantasi dengan sinar laser atau elektrokauter.
Tujuan pembedahan untuk mengembalikan kesuburan dan menghilangkan gejala (Rayburn,
2001).

Terapi bedah konservatif dilakukan pada kasus infertilitas, penyakit berat dengan
perlekatan hebat, usia tua. Terapi bedah konservatif antara lain meliputi pelepasan perlekatan,
merusak jaringan endometriotik, dan rekonstruksi anatomis sebaik mungkin (Widjanarko,
2009).

Penanganan endometriosis menurut Sumilat (2009, kom. pribadi) dapat dilakukan


dengan terapi medik seperti pemberian analog general dan obat KB atau dengan terapi
pembedahan menggunakan laparoskopi operatif yaitu pembakaran kista endometriosis
dengan menggunakan laser.
Tabel 5. Keuntungan dan kerugian terapi medik dan terapi pembedahan
Jenis terapi Keuntungan Kerugian
Terapi medik1.      Biaya lebih murah 1.      Sering ditemukan efek
2.      Terapi empiris (dapat di samping
modifikasi dengan mudah) 2.      Tidak memperbaiki fertilitas
3.      Efektif untuk menghilangkan3.      Beberapa obat hanya dapat
rasa nyeri digunakan untuk waktu singkat
Terapi 1.      Efektif untuk menghilangkan1.      Biaya mahal
pembedahan rasa nyeri 2.      Resiko medis “ penetapan
2.      Lebih efisien dibandingkan kurang baik dan penaksiran
terapi medis kurang baik” sekitar 3%
3.      Melalui biopsi dapat 3.      Efisiensi diragukan, efek
ditegakkan diagnosa pasti menghilangkan rasa nyeri
temporer
Sumber: Widjanarko, 2009
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.      Kesimpulan
Hasil studi pustaka dan diskusi dengan ahli disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1.         Penyebab utama endometriosis belum dapat dipastikan, akan tetapi kemungkinan dapat
disebabkan oleh aliran menstruasi mundur, predisposisi genetik, metaplasia, maupun
pengaruh dari pencemaran lingkungan
2.         Gejala endometriosis yang dapat dirasakan oleh penderita yaitu antara lain berupa nyeri
haid (dysmenorrhea) dan nyeri saat berhubungan (dyspareunia)
3.         Penanganan endometriosis dapat dilakukan dengan terapi medik seperti pemberian
progestin, danazol, GnRH agonis, dan microguinon. Sedangkan terapi pembedahan dilakukan
dengan laparoskopi melalui pelepasan perlekatan, merusak jaringan endometriotik,
rekonstruksi anatomis sebaik mungkin, mengangkat kista, dan melenyapkan implantasi
dengan sinar laser atau elektrokauter.

B.       Saran
1.         Perlu di informasikan tentang pencegahan dan penanganan penyakit endometriosis pada
remaja.
2.         Perlu diadakan penyuluhan tentang bahaya penyakit endometriosis kepada masyarakat
luas agar dapat diantisipasi dengan baik dan dapat mencegah meningkatnya jumlah penderita.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, N. 2009. Endometriosis dan Infertilitas. Jurnal Medika Nusantara, vol.25 No.2:1-


7. 2004.  (http://med.unhas.ac.id /index.php?
option =com_ content&task=category&sectionid=12&id=101&Itemid=48/1index.php, diakse
s pada tanggal 30 Desember 2009). 7 hal.

American Fertility Society. 2007a. Booklet Endometriosis A Guide for Patients. American


Society For Reproductive Medicine. Alabama. (http://www.asrm.org/Patients
/Booklet/Endometriosis.pdf diakses pada tanggal 28 Januari 2010). 16 hal.

American Fertility Society. 2007b. Booklet Laparoscopy And Hysteroscopy A Guide for


Patients. American Society For Reproductive Medicine. Alabama.
(http://www.asrm.org/Patients/Booklet/Laparoscopy.pdf diakses pada tanggal 28 Januari
2010). 12 hal.

Bulun, S. E. 2009. Endometriosis. The New England Journal of Medicine. Vol.360 No.3: 268-279.


(http://content.nejm.org/cgi/content/ full/360/3/268, diakses pada tanggal 30 Desember
2009). 11 hal.

Campbell, Neil A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2004. BIOLOGI Edisi Kelima Jilid 3. Penerbit
Erlangga. Jakarta.

David, L. O., and L. B. Schwartz. 1993. Endometriosis. The New England Journ. of


Medicine. Vol.328 No.24: 1759-1769. (http://content.nejm.org/cgi/
content/full/328/24/1759, diakses pada tanggal 30 Desember 2009).  10 hal.

Eisenberg, E. 2009. Endometriosis Frequently Asked Questions. Office on Women's Health in


the Department of Health and Human Services. USA. (http://www.womenshealth.gov,
diakses pada tanggal 05 Januari  2010). 6 hal.        

Guyton, A. C. dan Jhon E. H. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC Medical
Publisher. Jakarta. Hal 1065-1078.

Jacoeb, T.Z. 2007. Dicari Formula Pengobatan Endometriosis yang Tepat.


(http://www.majalahfarmacia.com/rubrik/magdetail.asp?mid=42/one_news.asp.htm) diakses
pada tanggal 10 januari 2010.
Marcoux, S., R. Maheux., S. Berube. 1997. Laparoscopic Surgery In Infertile Women With
Minimal Or Mild Endometriosis. The New England Journal of Medicine. Vol.337
No.4 :217-222. (http://content.nejm.org /cgi/content/full/337/4/217, diakses pada tanggal 31
Desember 2009). 5 hal.
Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kandungan. P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Hal
316-326.

Price, S.A. dan Lorraine M.W. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi


6 Volume 2. EGC Medical Publisher. Jakarta. Hal 1277-1289.

Purves et al. 2007. Life: The Science of Biology 4 th Edition. Sinauer Associates.


(http://www.emc.maricopa.edu/faculty/farabee/Biobk/Biobookreprod.html,  diakses pada
tanggal 20 Desember 2007).

Rayburn, W. F., Christopher C. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Widya Medika. Jakarta. Hal 278-
282.

Redwine, D. 2009. Endometriosis Advances and Controversies. Marcel Dekker.Inc. New York.


Hal 2-10.

Rier S. E., et al. 1993. Endometriosis in rhesus monkeys following chronic exposure to 2,3,7,8-
tetrachlorodibenzo-dioxin. Toxicological Sciences. Volume 21, Number 4 : 433-441.
(http://toxsci.oxfordjournals.org/cgi/ reprint /21/4/433)

Ruhendra. 1999. Dioksin. UIKA. Bogor. (http://furl.net/store?u=http:// Fjurnal- kopertis


4.tripod.com/ 2F6-01.html & amp;t pendahuluan, diakses pada tanggal 28 Januari 2010).

Rusdi, G. 2009. Tesis Sebaran Kadar Sel T Regulator  Cairan Peritoneum  Pasien


Endometriosis. FK UI. Jakarta. (http://www.scribd.com/doc/ 22327442/sebaran kadar sel t
regulator cairan peritoneum pasien endometriosis, diakses pada tanggal 07 Januari 2010). 51
hal.
Sampson JA. 2009. Peritoneal endometriosis due to menstrual dissemination of endometrial
tissue into peritoneal cavity. Am J Obstet Gynecol 1927; No. 14: 69-422.
(http://content.nejm.org/cgi/external_ref?access_num= 000202353400057&link_type=ISI)

Simatupang, J. 2003. Referat Iv Perubahan Imunologis  Pada Endometriosis Peritoneal. FK


UNSRI. Palembang. (http://digilib.unsri.ac.id/download/ Perubahan%20imunologis%20pada
%20endometriosis.pdf, diakses pada tanggal 08 Januari 2009). 29 hal.

Anda mungkin juga menyukai