Anda di halaman 1dari 25

Asuhan Keperawatan

Osteoporosis Pada Lansia

Disusun Oleh :

Anggi Agustina 34403715053

Eka Yunita 34403715063

Maulida Nur Azkia 34403715075

Muh. Emil Fauzan 34403715076

Ria Fitria 34403715086

Tri Puji 34403715097

AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH KOTA TEGAL

Jl. Dewi Sartika No.1 Debong Kulon Kota Tegal Telp. (0283)
323523
Tahun 2017/2018

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telahmelimpahkan rahmat dan kasih-Nya, serta memberikan kekuatan
dan kesabarankepada kita sehingga dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Osteoporosis Pada Lansia “. Penulisan
makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Gerotik
Kita menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penelitian
dan penulisan makalah ini tidak akan berjalan dengan baik dan selesai
tepat pada waktunya. Kita menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
banyak kekuranganbaik isi maupun penulisan. Untuk itu kritik dan saran
untuk perbaikan dan kesempurnaan makalah ini sangat kita harapkan.
Dengan segenap hati, kita berharap makalah ini dapat memberikan
manfaat nyata bagi semua pihak, khususnya kita pribadi dan
pembacanya.

Tegal. 25 September 2017

Penulis
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidup sehat, bugar, dan tetap aktif sekalipun di usia lanjut merupakan dambaan
banyak orang. Namun, seiting bertambahnya usia, fungsi organ tubuh pun berangsur – angsur
menurun dan berakibat timbulnya berbagai macam penyakit. Masalah kesehatan pada usia
lanjut yang sering di temui dan perlu mendapat perhatian adalah penyakit osteoporosis.
Osteoporosis atau pengoroposan tulang memang rawan menyerang orang - orang berusia di
atas 40 tahun, terutama pada kaum perempuan. Dari hasil penelitian di amerika serikat pada
orang berusia di atas 50 tahun, 1 dari 4 perempuan dan 1 dari 8 laki – laki terkena
osteoporosis. Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini masih
merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Di
Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post-
menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80 tahun. Sekitar 80% persen klien
penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian
siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause
meningkatkan risiko terkena osteoporosis.
Penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki risiko
terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita, penyakit osteoporosis pada pria
juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak mengalami menopause, sehingga
osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414
persen dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000
diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. Beberapa fakta seputar
penyakit osteoporosis yang dapat meningkatkan kesadaran akan ancaman osteoporosis di
Indonesia adalah Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita
sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%,
pria 38%. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan
terjadi di Asia pada 2050. Mereka. Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di
Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang. Dua dari lima orang Indonesia
memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Berdasarkan data Depkes, jumlah klien
osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dan merupakan Negara dengan klien osteoporosis
terbesar ke 2 setelah Negara Cina.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimksud dangan osteoporosis?
2. Apa penyebab osteoporosis?
3. Apa gejala yang ditimbulkan osteoporosis?
4. Bagaimana pengobatan osteoporosis?
5. Bagaimanakah pencegahannya?

C. Tujuan Penulisan
Mahasiswa/i dapat melakukan asuhan keperawatan klien dengan ”Osteoporosis”.
Tujuan Umum :
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai proses pembelajaran
mahasiswa dalam memahami Osteoporosis, dan mahasiswa mampu memahami defenisi,
etiologi, manifestasi klinis, klassifikasi, penatalaksanaan medis dan keperawatan serta asuhan
keperawatan dari Osteoporosis.
Tujuan Khusus :

1. Mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh pada klien dengan


osteoporosis.

2. Mampu melakukan masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan


osteoporosis.

3. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan klien dengan osteoporosis.

4. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan osteoporosis.

5. Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah di lakukan


6. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus.

7. Mampu mengidentifikasi faktor pendukung,penghambat,serta dapat mencari


solusi.

8. Mampu mengdokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan osteoporosis.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Osteoforosis adalah suatu penyakit dengan tanda utama berupa berkurangnya
kepadatan massa tulang, yang berakibat meningkatnya kerapuhan tulang dan meningkatkan
resiko patah tulang. Massa tulang laki – laki dan perempuan akan berkurang seiring
bertambahnya usia. Masa tulang pada perempuan berkurang lebih cepat di bandingkan
dengan laki – laki. Hal ini disebabkan pada massa menopause, fungsi ovarium menurun
drastis yang berdampak pada berkurangnya produksi hormonestrogen dan progesteron. Saat
hormon estrogen turun kadarnya karena usia yang lanjut ( menopause ), terjadilah
penurunanaktivitas osteoblas ( pembentukan tulang baru ) dan peningkatan kerja sel osteoklas
( penghancur tulang ). Jadi, secara kodrati oateoporosis lebih banyak menyerang perempuan,
yaitu lebih 2,5 kali lebih sering dibandingkan laki – laki.
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masa tulang total. Terdapat
perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resoprsi tulang lebih besar dari
kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara
progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah. Tulang menjadi mudah fraktur dengan
stress yang tidak akan menimbulkan pada tulang normal. Osteoporosis sering mengakibatkan
fraktur konversi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah koulum femoris dan daerah
tronkanter, dan patah tulang coles pada pergelangan tangan. fraktur kompresi ganda fertebra
mengakibatkan deformitas skeletal. Osteoporosis merupakan penyakit skeletal sistemik yang
ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang,
yang mengakibatkan meningkatnya fragilitas tulang sehingga tulang cenderung untuk
mengalami fraktur spontan atau akibat trauma minimal. (Consensus Development
Conference, 1993).

Jenis Osteoporosis
Bila disederhanakan, terdapat dua jenis osteoporosis, yaitu osteoporosis primer dan
sekunder.

1. Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan
proses penuaan. Sampai saat ini osteoporosis primer masih menduduki tempat utama
karena lebih banyak ditemukan dibanding dengan osteoporosis sekunder. Proses
ketuaan pada wanita menopause dan usia lanjut merupakan contoh dari osteoporosis
primer.

2. Osteoporisis sekunder didefinisikan sebagai kehilangan massa tulang akibat hal hal
tertentu. mungkin berhubungan dengan kelainan patologis tertentu termasuk kelainan
endokrin, epek samping obat obatan, immobilisasi, Pada osteoporosis sekunder,
terjadi penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menimbulkan fraktur
traumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan steroid, artritis reumatoid,
kelainan hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis sistemik,
hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian status hipogonade, dan lain-lain.
B. Anatomi Fisiologi
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakkan rangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang
tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat. Komponen-
komponen nonselular utama dar jaringan tulang adalah mineral-mineral dan matriks organik
(kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu garam kristal
(hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini
memampatkan kekuatan tulang. Matriks organik tulang disebut juga sebagai osteoid. Materi
organik lain yang menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.

Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang :


 Diafisis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini
tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Sumsum kuning terdapat
pada diafisis, terutama terdiri dari sel-sel lemak.
 Metafisis, adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini
terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sel-sel
hematopoietik. Sumsum merah juga terdapat di bagian epifisis dan diafisis tulang.
 Lempeng epifisis, adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini
akna menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan dengan sendi
tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang
berhenti.

Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut perioteum yang mengandung
sel-sel yang dapat berproliferasi yang berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang
panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan
dari arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu
tulang yang patah.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang terususun dari tiga jenis sel : osteoblas,
osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
prteoglikan sebagai metriks tulang atau jaringan oeteoid melalui suatu proses yang disebut
osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jarigan osteoid, osteoblas mensekresikan
sejumlah besar fosfatase alkali yang memegang peranana penting dalam mengendapkan
kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang
memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium
dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.

C. Etiologi:
Etiologi Osteoporosis secara garis besarnya dikelompokan ke dalam 3 kategori :
1. Penyebab primer : menopause, usia lanjut, penyebab lain yang tidak diketahui.
2. Penyebab sekunder : pemakaian Obat kortikosteroid, gangguan metabolism, gizi buruk,
penyerapan yang buruk, penyakit tulang sumsum, gangguan fungsi ginjal, penyakit hepar,
penyakit paru kronis, cedera urat saraf belakang, rematik, transplasi organ.
3. Penyebab secara kausal : Osteoporosi juga dapat dikelompokan berdasarkan penyebab
penyakit atau keadaan dasarnya :
 Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kurangnya hormon estrogen (hormon utama
pada perempuan ), yang membantu pengangkutan kalsium ke- dalam tulang pada perempuan.
Biasanya gejala timbul pada peempuan yang berusia antara 51 – 75 tahun, tetapi dapat
muncul lebih cepat atau lebih lambat. Tidak semua perempuan memiliki risiko yang sama
untuk menderita osteoporosis postmenopausal, perempuan kulit putih dan daerah timur lebih
rentan menderita penyakit ini daripada kulit hitam.
 Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang
( osteoklas ) dan pembentukan tulang baru ( osteoblas ). Senilis berarti bahwa keadaan ini
hanya terjadi pada usia lanjut yaitu terjadi pada orang – orang berusia di atas 70 tahun dan 2
kali lebih sering pada perempuan.
 Kurang dari 5 % klien osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang
disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat – obatan. Penyakit ini disebabkan oleh gagal
ginjal kronis dan kelainan hormonal ( terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal ) serta obat –
obatan ( misalnya kortikosteroid, barbiturate, antikejang, dan hormone tiroid yang
berlebihan ). Pemakaian alcohol yang berlebihan dan merokok dapat memperburuk keadaan
ini.

 Osteoporosis juvenile idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak


diketahui. Hal ini terjadi pada anak – anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi
hormone yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas
dari rapuh yang jelas.
Faktor-faktor etiologi yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut
adalah :

.
A Determinan Massa Tulang

1). Faktor genetik


Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa
orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit
hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa
Kaukasia. Jacii seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika),
relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.
2). Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk.
Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan
mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa
ada hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut
menunjukkan respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan
mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar.
Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya
hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya; sebaliknya
atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di
tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa.
Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang
diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di sampihg faktor genetic.
3). Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan
mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang
bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan
maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang
melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan
genetiknya.

B . Determinan Penurunan Massa Tulang

1). Faktor genetik


Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan
tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan
tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai
ukuran tulang normal. Setiap seseorang mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sifat
genetiknya serta beban mekanis dan besar badannya. Apabila seseorang dengan tulang yang
besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan
lanjutnya usia, maka seseorang tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak dari
pada seseorang yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.
2). Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting dalarn proses
penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah
terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal.
Pada umumnya aktivitas fisik akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa
tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan
bertambahnya usia.
3). Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan
massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita post menopause.
Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause,
dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan
keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik
dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini
jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium
dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause
keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta
eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa
menopause adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium
sehari.

4). Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan
massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang
mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada
umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila
makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi
kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui
tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan
kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negative.
5). Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya
gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi
absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
6). Rokok, kopi dan Alkohol
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan
penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme
pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat
memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja. Alkoholisme akhir-akhir ini
merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan alkoholisme mempunyai
kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat.
Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .
Osteoporosis akibat pemakaian steroid
Harvey Cushing, lebih dari 50 tahun yang lalu telah mengamati bahwa
hiperkortisolisme berhubungan erat dengan penipisan massa tulang. Sindroma Cushing relatif
jarang dilaporkan. Setelah pemakaian steroid semakin meluas untuk pengobatan pelbagai
kondisi penyakit, efek samping yang cukup serius semakin sering diamati. Diperkirakan,
antara 30% sampai 50% pengguna steroid jangka panjang mengalami patah tulang
(atraumatic fracture), misalnya di tulang belakang atau paha. Penelitian mengenai
osteoporosis akibat pemakaian steroid menghadapi kendala karena pasien-pasien yang diobati
tersebut mungkin mengalami gangguan sistemik yang kompleks. Misalnya, klien artritis
rheumatoid dapat mengalami penipisan tulang (bone loss) akibat penyakit tersebut atau
karena pemberian steroid. Risiko osteoporosis dipengaruhi oleh dosis dan lama pengobatan
steroid, namun juga terkait dengan jenis kelamin dan apakah klien sudah menopause atau
belum. Penipisan tulang akibat pemberian steroid paling cepat berlangsung pada 6 bulan
pertama pengobatan, dengan rata-rata penurunan 5% pada tahun pertama, kemudian menurun
menjadi 1%-2% pada tahun-tahun berikutnya. Dosis harian prednison 7,5 mg per hari atau
lebih secara jelas meningkatkan pengeroposan tulang dan kemungkinan fraktur. Bahkan
prednison dosis rendah (5 mg per hari) telah terbukti meningkatkan risiko fraktur vertebra.

D. Manifestasi Klinis
Osteoporosis merupakan silent disease. Klien osteoporosis umumnya tidak
mempunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Osteoporosis
mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada daerah-daerah
yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang mendapat tekanan (tulang vertebra dan
kolumna femoris). Korpus vertebra menunjukan adanya perubahan bentuk, pemendekan dan
fraktur kompresi. Hal ini mengakibatkan berat badan pasien menurun dan terdapat lengkung
vertebra abnormal(kiposis). Osteoporosis pada kolumna femoris sering merupakan
predisposisi terjadinya fraktur patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan), yang sering
terjadi pada pasien usia lanjut.
Masa total tulang yang terkena, mengalami penurunaan dan menunjukan penipisan
korteks serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan karena adanya variasi
ketebalan trabekular pada individu ”normal” yang berbeda. Diagnosis mungkin dapat
ditegakkan dengan radiologis maupun histologist jika osteoporosis dalam keadaan berat.
Struktur tulang, seperti yang ditentukan secara analisis kimia dari abu tulang tidak
menunjukan adanya kelainan. Pasien osteoporosis mempunyai kalsium,fosfat, dan alkali
fosfatase yang normal dalam serum.
Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara factor genetic dan
factor lingkungan.
 Factor genetic meliputi:
usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan.

 Factor lingkungan meliputi:


merokok, Alcohol, Kopi, Defisiensi vitamin dan gizi, Gaya hidup, Mobilitas, anoreksia
nervosa dan pemakaian obat-obatan.

Kedua factor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium
dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa
tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya
menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga
terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang
dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan
lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan
kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
2. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyao nilai
penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm 3 baisanya
tidak menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65
mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
3. Pemeriksaan Laboratorium

1. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.


2. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen
merangsang pembentukkan Ct)

3. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.

4. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.

F. Penatalaksanaan Medis
Adapun penatalaksanaan pada klien dengan osteoporososis meliputi :

1. Pengobatan
 Perempuan yang menderita osteoporosis, harus mengonsumsi kalsium dan vitamin D
dalam jumlah yang mencukupi dan Bifosonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis.
 Perempuan pascamenopause yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan
estrogen ( biasanya bersama dengan progesterone) atau alendronat, yang dapat
memperlambat atau menghentikan penyakitnya. Sebelum terapi sulih estrogen
dilakukan,biasanya dilakukan pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan payudara dengan
mammogram, pemeriksaan kandungan, serta PAP smear untuk mengetahui apakah ada
kanker atau tidak. Terapi ini tidak di anjurkan pada perempuan yang pernah mengalami
kanker payudara dan kanker kandungan (ndometrium).

 Pemberian alendronat, yang berfungsi untuk :


1. Mengurangi kecepatan penghancuran tulang pada perempuan pasca menopause.
2. Meningkatkan massa tulang di tulang belakang dan tulang panggul.
3. Mengurangi angka kejadian patah tulang.
 Pemberian Kalsitonin, untuk diberikan kepada orang yang menderita patah tulang belakang
yang disertai nyeri. Obat ini bisa diberikan melalui suntikan atau melalui semprot hidung.
 Laki – laki yang menderita osteoporosis biasanya menapatkan kalsium dan tambahan vitamin
D
 Pemberian Nutrilife-deer Velvet merupakan alternative terkini yang bisa mengatasi
osteoporosis. Nutrilife-deer Velvet yang terbuat dari tanduk Rusa Merah New Zealand,
terbukti bermanfaat untuk mencegah osteoporosis dan telah digunakan selama lebih dari
10.000 tahun oleh China, Korea, dan Rusia. Obat ini mengandung delapan factor
pertumbuhan, prostaglandin, asam lemak, asam amino, dan komponen dari kartilago, dan
dosisnya 1x1/kapsul 1 hari.
 Pengobatan patah Tulang pada Osteoporosis.
Patah tulang panggul biasanya di atasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang
pergelangan biasanya digips atau di perbaiki dengan pembedahan. Jika terjadi penipisan
tulang belakang disertai nyeri panggung yang hebat, dapat di berikan obat pereda nyeri, di
pasang supportive back brace, dan dilakukan terapi fisik dengan mengompres bagian yang
nyeri dengan menggunakan air hangat atau dingin selama 10 – 20 menit.
 Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan pembentukan tulan
adalah Na-fluorida dan steroid anabolic
 Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang adalah
kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat.

b. Pencegahan

Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
1. Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2. Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
a). Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b) . Latihan teratur setiap hari
c). Hindari : - Makanan Tinggi protein - Minum kopi
- Minum Antasida yang - Merokok
Mengandung Alumunium - Minum Alkohol
d). pola hidup sehat antara lain cukup tidur, olahraga teratur (seperti jalan kaki,
berenang, senam aerobic).
Pencegahan Dan Pengobatan dengan vitamin dan mineral :
1.Vitamin C 8.Fosfor
2. Zat besi 9.Magnesium
3. Boron 10.Nutrilife-deer Velvet
4.Seng ( zinc ) 11. Jus Timun
5.Vitamin D 12. Jus Brokoli
6.Beras ponni 13.Jus Avokad
7.Kalsium 14.Jus Kale-collard

G. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra
torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles
pada pergelangan tangan . Penurunan fungsi, dan Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan
klien yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan riwayat psikososial.
1. Anamnese:
a) Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data
mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung
jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

b) Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan. Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu mengidentifikasi :
a. Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,dan pinggang
b. Berat badan menurun
c. Biasanya diatas 45 tahun
d. Jenis kelamin sering pada wanita
e. Pola latihan dan aktivitas

c) Pola aktivitas sehari-hari


Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian waktu
luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan toilet. Olahraga dapat membentuk pribadi
yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu, olahraga dapat mempertahankan
tonus otot dan gerakan sendi. Lansia memerlukan aktifitas yang adekuat untuk
mempertahankan fungsi tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara
saraf dan muskuloskeletal. Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan menurunnya
gerak persendian adalah agility ( kemampuan gerak cepat dan lancar ) menurun, dan stamina
menurun.
d) Aspek Penunjang
a. Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun yang
dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan
lokasi yang paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula transversal merupakan
kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nucleus pulposus kedalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
b. CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting
dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 biasanya tidak
menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65
mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
c. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing).
Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang.
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki.
b. B2 ( Blood).
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing. Adanya
pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan
dengan efek obat.
c. B3 ( Brain).
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat mengeluh
pusing dan gelisah.
1. Kepala dan wajah: ada sianosis
2. Mata: Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis.
3. Leher: Biasanya JVP dalam normal
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal yang disadari dan halus
merupakan indikasi adanya satu fraktur atau lebih, fraktur kompresi vertebra

d. B4 (Bladder).
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem perkemihan.
e. B5 ( Bowel).
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji frekuensi,
konsistensi, warna, serta bau feses.
f. B6 ( Bone).
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering menunjukan
kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada
perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi
fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
d. Riwayat Psikososial
Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Biasanya sering timbul kecemasan, takut
melakukan aktivitas dan perubahan konsep diri. Perawat perlu mengkaji masalah-masalah
psikologis yang timbul akibat proses ketuaan dan efek penyakit yang menyertainya.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut :
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan
klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan, terdapat
fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis.
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh
kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun,
dan terdapat penurunan tinggi badan.
3. Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun,
tulang belakang terlihat bungkuk.

C. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan
klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan, terdapat
fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil
klien dapat mengekspresikan perasaan nyerinya, klien dapat tenang dan istirahat, klien dapat
mandiri dalam penanganan dan perawatannya secara sederhana.
Intervensi :
• Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk
intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital dan
emosi/prilaku)
R/ Mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi
• Ajarkan klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya
R/ alternative lain untuk mengatasi nyeri misalnya kompres hangat, mengatur posisi untuk
mencegah kesalahan posisi pada tulang/jaringan yang cedera
• Dorong menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif, latihan nafasa
dalam,imajinasi,visualisasi,sentuhan teraupetik
R/ Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat meningkatkan
kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang mungkin menetap untuk periode lebih
lama
• Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi
R/ diberikan untuk menurunkan nyeri.

2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh
kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun,
dan terdapat penurunan tinggi badan
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik
dengan criteria hasil klien dapat meningkatkan mobilitas fisik, berpartisipasi dalam aktivitas
yang diinginkan/diperlukan, klien mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari secara
mandiri
Intervensi :
• Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada
R/ sebagai dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang sesuai dengan
kemampuannya
• Rencanakan tentang pemberian program latihan, ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari-
hari yang dapat dikerjakan
R/ latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi darah
• Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas /perawatan diri secara bertahap jika dapat
ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
R/ kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba, memberikan
bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.

3.Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun,
tulang belakang terlihat bungkuk
Tujuan :
cedera tidak terjadi dengan kriteria hasil klien tidak jatuh dan tidak mengalami fraktur, klien
dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur
Intervensi :
• Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya missal : tempatkan klien pada tempat tidur
rendah, berikan penerangan yang cukup, tempatkan klien pada ruangan yang mudah untuk
diobservasi.
R/ menciptakan lingkungan yang aman mengurangi risiko terjadinya kecelakaan.
• Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan,tidak naik tangga dan mengangkat beban
berat.
R/ pergerakan yang cepat akan memudahkan terjadinya fraktur kompresi vertebra pada klien
osteoporosis
• Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan.
R/ obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat menyebabkan pusing, mengantuk dan lemah
yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/massa tulang,
peningkatan porositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi disertai dengan kerusakan
arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga
tulang menjadi mudah patah (buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan system
musculoskeletal)
Penyakit osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga
tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium
dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur
kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh,
sehingga terjadilah osteoporosis.

B. Saran
Tidak ada saran yang terlalu mengikat dalam kasus ini, hanya saja Diharapkan
makalah ini bisa memberikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa calon perawat, sebagai
bekal untuk dapat memahami mengenai “ASKEP MUSKULOSKELETAL
OSTEOPOROSIS” menjadi bekal dalam pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus
yang kami bahas ini.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan maka penulis memberikan saran-saran
sebagai berikut :
1. Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat kondisi klien
serta senantiasa mengembangkan teknik terapeutik dalam berkomunikasi dengan klien.
2. Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan serta sikap profesional dalam menetapkan diagnosa
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

The power of soul for great health, mei 2006

dr. Iskandar junaiadi

Kumar, Vinay, Abul K. Abbas dan Nelson Fausto. 2005. Robbins and Cotran Pathologic
Basis of Disease. Seventh Edition. Philadelphia : Elsevier Saunders.

Lewis, Sharon L. 2007. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical
Problems Volume 2. Seventh Edition. St.Louis : Mosby.

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2005. Patofisiologi :
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1.Edisi 6. Jakarta : EGC.

Sherwood, Lauralee. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke
Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC.
http://ismaelstikesperintis.wordpress.com/2010/12/15/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan-osteoporosis/
http://asuhankeperawatan4u.blogspot.com/2013/02/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
dengan.html
http://www.4shared.com/office/4a5VvsYC/asuhan_keperawatan_osteoporosi.htm
http://www.infokeperawatan.com/susu-hanya-efektif-cegah-osteoporosis-sebelum-usia-30-
tahun.html
http://www.slideshare.net/search/slideshow?
searchfrom=header&q=patofisiologi+osteoporosis

Anda mungkin juga menyukai