Mahasiswa
Mengetahui
NIP NIP
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PRE-EKLAMSI BERAT
Oleh: Dahlia Kurniwati Utami, S.Kep
1. Kasus
Asuhan keperawatan pada pasien dengan pre-eklamsi berat
2. Proses terjadinya masalah
A. Pengertian
Menurut Mochtar (1998: 199), Pre eklampsia dan eklampsia merupakan
kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas
yang terdiri dari trias: hipertensi, proteinuria, dan edema yang kadang-kadang
disertai konvulsi sampai koma, dimana ibu hamil tersebut tidak menunjukkan
tanda-tanda kelainan-kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya.
Pre eklampsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam
triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada
molahidatidosa (Hanifa, 2002).
Pre eklampsi adalah kondisi khusus dalam kehamilan ditandai dengan
peningkatan tekanan darah dan protein uria. Bisa berhubungan dengan kejang
(eklamsia) dan gagal organ ganda pada ibu, sementara komplikasi pada janin
meliputi retriksi pertumbuhan dan abrupsio plasenta (Sennan & Chappel,
2001).
Pre eklamsi ialah sekelompok penyulit yang timbul pada masa hamil,
persalinan, nifas, dan ditandai adanya hipertensi, protein uriadan edema
(Arshita Auliana, 2007).
Pre eklamsi adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan edema
akibat kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan
(Mansjoer dkk, 2006).
Berdasarkan berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat ditarik
kesimpulan pre-eklamsi berat adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu
hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias: hipertensi,
proteinuria, dan edema yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma,
dimana ibu hamil tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan-kelainan
vaskular atau hipertensi sebelumnya dan umumnya terjadi dalam triwulan ke-3
kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya.
B. Penyebab (Etiologi)
Menurut Rochimhadi (2005), penyebab pre-eklampsia dan eklampsia
sampai sekarang belum diketahui. Namun ada beberapa faktor resiko terjadinya
preeklamsi, yaitu:
1. Kehamilan pertama
Pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking
antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya
preeklampsia Perkembangan preklamsia semakin meningkat pada umur
kehamilan pertama dan kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti
terlalu muda atau terlalu tua.
2. Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
Seseorang yang mempunyai riwayat keluarga dengan preeklampsia maka
akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.
3. Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia pada kehamilan
sebelumnya maka akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.
4. Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
5. Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine,
dan tekanan darah tinggi)
6. Kehamilan kembar.
7. Kegemukan.
C. Manifestasi Klinis
Menurut Bahiyatun (2009), tanda dan gejala pre-eklamsi dapat dibedakan
berdasarkan klasifikasinya, yaitu:
1. Pre eklampsi ringan
a) Bila tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg diatas tekanan biasa, tekanan
diastolik 90 mmHg kenaikan 15 mmHg diatas tekanan biasa, tekanan
yang meninggi ini sekurangnya diukur dua kali dengan jarak 6 jam.
b) Protein urin sebesar 300 mm/dl dalam 24 jam atau > 1 gr/1 secara rantom
dengan memakai contoh urin siang hari yang dikumpulkan pada 2 waktu
dengan jarak 6 jam karena kehilangan protein adalah bervariasi.
c) Edema dependent, bengkak di mata, wajah, jari, bunyi pulmoner tidak
terdengar. Edema timbul dengan diketahui penambahan berat badan yang
sebanyak ini disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian baru
edema nampak, edema ini tidak hilang dengan istirahat.
3. Eklampsia
a) Kehamilan lebih dari 20 minggu atau persalinan atau nifas.
b) Tanda- tanda pre eklampsia (hipertensi, edema, protein uria)
c) Kejang dan koma
d) Terkadang disertai gangguan fungsi organ.
D. Patofisiologi
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia
uterus. Keadaan iskemia pada uterus, merangsang pelepasan bahan tropoblastik
yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan
tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan
tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan
tomboksan dan aktivasi / agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan
tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan aktivasi/
agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi intravaskular
yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif koagulapati.
Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah
menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin uterus yang di
keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama- sama
angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensin II.
Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme.
Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang
menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel darah
merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhab
sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme,
angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan
aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan
menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak,
darah, paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat
menyebabkan terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan
tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan
terjadinya gangguan perfusi serebral , nyeri dan terjadinya kejang sehingga
menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi
enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah.
Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan,
sedangkan sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya anemia
hemolitik. Pada paru- paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya
kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan
terjadinya oedema paru. Oedema paru akan menyebabkan terjadinya kerusakan
pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh darah menyebabkan akan
menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan payah
jantung dan memunculkan diagnosa keperawatan penurunan curah jantung.
Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan reabsorpsi natrium
dan menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema
sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan.
Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan penurunan GFR
dan permeabilitas terrhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak
diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan
diuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan anuri.
Oligouri atau anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan
eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan
menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus dan
menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola
selanjutnya menyebabkan oedem diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat
menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa keperawatan
risiko cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan
hipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta
sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation serta
memunculkan diagnosa keperawatan risiko gawat janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf
parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi
traktus gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat
menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H
menyebabkan HCl meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik.
Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan
timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa keperawatan ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada ektrimitas dapat terjadi metabolisme
anaerob menyebabkan ATP diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP
dan pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP
yang diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah sehingga
muncul diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan
mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan
diagnosa keperawatan kurang pengetahuan.
E. Komplikasi
1. Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari dinding rahim. Pada
penderita preeklamsi ini terjadi karena adanya vasospasme pada pembuluh
darah yang menyebabkan aliran darah ke plasenta terganggu. Sehingga
nutrisi menuju ke janin atau plasenta berkurang kemudian terjadi sianosis
yang menyebabkan plasenta lepas dari dinding rahim.
2. Hemolisis
Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati pada
penderita pre-eklampsia.
3. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
4. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan
pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan
adanya apopleksia serebri.
5. Edema paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena
bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses
paru-paru.
6. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol
umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.
7. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,
hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT], gejala subjektif
[cepat lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]), hemolisis akibat kerusakan
membran eritrosit oleh radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh.
Trombositopenia (<150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit di dinding
vaskuler), kerusakan tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom.
8. Prematuritas
Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa
juga terjadi anuria atau gagal ginjal.
9. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation):
DIC adalah gangguan serius yang terjadi pada mekanisme pembekuan darah
pada tubuh. Pada penderita preeklamsi terjadi proteinuria yaitu protein yang
keluar bersama urin akibat dari kerusakan ginjal. Sedangkan dalam
mekanisme pembekuan darah di perlukan fibrinogen yang merupakan
protein. Sehingga pada penderita preeklamsi karena terjadi kekurangan
protein dalam darah menyebabkan mekanisme pembekuan darah terganggu
kemudian terjadinya DIC.
F. Penatalaksanaan
1. Prinsip Penatalaksanaan Pre-Eklampsia
a) Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
b) Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
c) Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan
janin terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
d) Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera
mungkin setelah matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau
ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.
2. Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Ringan
a) Dapat dikatakan tidak mempunyai risiko bagi ibu maupun janin
b) Tidak perlu segera diberikan obat antihipertensi atau obat lainnya, tidak
perlu dirawat kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman 140-
150/90-100 mmhg).
c) Istirahat yang cukup (berbaring / tiduran minimal 4 jam pada siang hari
dan minimal 8 jam pada malam hari)
d) Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur
e) Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg/hari.
f) Bila tekanan darah tidak turun, dianjurkan dirawat dan diberi obat
antihipertensi: metildopa 3 x 125 mg/hari (max.1500 mg/hari), atau
nifedipin 3-8 x 5-10 mg/hari, atau nifedipin retard 2-3 x 20 mg/hari, atau
pindolol 1-3 x 5 mg/hari (max.30 mg/hari).
g) Diet rendah garam dan diuretik tidak perlu
h) Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap 1
minggu
i) Indikasi rawat: jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah 2
minggu rawat jalan, peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu 2
kali berturut-turut, atau pasien menunjukkan tanda-tanda pre-eklampsia
berat. Berikan juga obat antihipertensi.
j) Jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana sebagai pre-
eklampsia berat. Jika perbaikan, lanjutkan rawat jalan
k) Pengakhiran kehamilan: ditunggu sampai usia 40 minggu, kecuali
ditemukan pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, solusio plasenta,
eklampsia, atau indikasi terminasi lainnya. Minimal usia 38 minggu,
janin sudah dinyatakan matur.
l) Persalinan pada pre-eklampsia ringan dapat dilakukan spontan, atau
dengan bantuan ekstraksi untuk mempercepat kala II.
3. Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Berat
Dapat ditangani secara aktif atau konservatif. Aktif berarti: kehamilan
diakhiri/ diterminasi bersama dengan pengobatan medisinal. Konservatif
berarti: kehamilan dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal.
Prinsip: Tetap pemantauan janin dengan klinis, USG, kardiotokografi.
a) Penanganan aktif.
Penderita harus segera dirawat, sebaiknya dirawat di ruang khusus di
daerah kamar bersalin.Tidak harus ruangan gelap. Penderita ditangani
aktif bila ada satu atau lebih kriteria ini.
1) Ada tanda-tanda impending eklampsia
2) Ada hellp syndrome
3) Ada kegagalan penanganan konservatif
4) Ada tanda-tanda gawat janin
5) Usia kehamilan 35 minggu atau lebih
Pengobatan medisinal : diberikan obat anti kejang MgSO4 dalam infus
dextrose 5% sebanyak 500 cc tiap 6 jam. Cara pemberian MgSO4 : dosis awal
2 gram intravena diberikan dalam 10 menit, dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam drip infus (80 ml/jam atau 15-20
tetes/menit). Syarat pemberian MgSO4 : – frekuensi napas lebih dari 16 kali
permenit – tidak ada tanda-tanda gawat napas – diuresis lebih dari 100 ml
dalam 4 jam sebelumnya – refleks patella positif. MgSO4 dihentikan bila : –
ada tanda-tanda intoksikasi – atau setelah 24 jam pasca persalinan – atau bila
baru 6 jam pasca persalinan sudah terdapat perbaikan yang nyata. Siapkan
antidotum MgSO4 yaitu Ca-glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc NaCl 0.9%,
diberikan intravena dalam 3 menit).Obat anti hipertensi diberikan bila tekanan
darah sistolik lebih dari 160 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari 110
mmHg.Obat yang dipakai umumnya nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg
oral. Bila dalam 2 jam belum turun dapat diberi tambahan 10 mg lagi.
Terminasi kehamilan : bila penderita belum in partu, dilakukan induksi
persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter Folley, atau prostaglandin
E2. Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau ada
kontraindikasi partus pervaginam. Pada persalinan pervaginam kala 2, bila
perlu dibantu ekstraksi vakum atau cunam.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%), Hematokrit meningkat
(nilai rujukan 37 – 43 vol%), Trombosit menurun (nilai rujukan 150 – 450
ribu/mm3), protein uri dengan kateter atau midstream (biasanya meningkat
hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif), BJ urine
meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml,
total protein serum menurun (N= 6,7-8,7 g/dl).
2. Ultrasonografi: ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus.
Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan
ketuban sedikit.
H. Pencegahan
1. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali
tanda-tanda sedini mungkin (pre-eklampsia ringan) lalu diberikan
pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
2. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pere-eklampsia
kalau ada faktor – faktor peredisposisi.
3. Berikan penerangan tentang mamfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta
pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi
protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.
I. Pathway
(Terlampir)
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas klien: Nama, Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida <
20 tahun atau > 35 tahun, jeniskelamin, alamat, tanggal lahir, pekerjan,
status perkawinan, agama, pendidikan.
b) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema,
pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
c) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
d) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia
sebelumnya
e) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok
maupun selingan
f) Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya.
g) Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi: edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
2) Palpasi: untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
3) Auskultasi: mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
4) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian
SM ( jika refleks + )
h) Pemeriksaan penunjang
1) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali
dengan interval 6 jam
2) Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ),
kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini
meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
3) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
4) Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan
pada otak
5) USG ; untuk mengetahui keadaan janin
6) NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
2. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan
kardiak output sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah.
b) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Gangguan mekanisme
regulasi.
c) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ventilasi-perfusi,
hipoksia, sianosis
d) Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan
fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan darah)
e) Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan
perubahan pada plasenta
f) Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus dan pembukaan jalan
lahir
g) Ansietas berhubungan dengan koping yang tidak efektif terhadap proses
persalinan
h) Defesiansi pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan perawatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
3. Intervensi Keperawatan
2. Kelebihan volume Setelah dilakukan 1. Tidak terdapat tanda- 1. Pantau masukan dan pengeluaran cairan setiap hari.
cairan berhubungan tindakan keperawatan tanda edema. R/ Pembatasan dalam pemberian cairan dapat
dengan Gangguan selama………..diharapkan 2. Hasil laboratorium mengurangi odema.
mekanisme regulasi. volume cairan seimbang. hematokrit dalam 2. Anjurkan klien untuk rutin menimbang berat badan
batas normal. R/ Mengetahui peningkatan berat badan yang berlebih
3. Pantau tanda-tanda vital, catat waktu pengisian
kapiler.
R/ Menjaga peningkatan vital sign berlebih.
4. Kaji ulang masukan diit dari protein dan kalori,
berikan informasi sesuai dengan kebutuhan.
R/ Kesesuaian dalam pemberian informasi dapat
mengurangi tingkat kecemasan.
5. Perhatikan tanda-tanda edema berlebihan atau
berlanjut.
R/ Menghindari edema anasarka. Krena cairan yang
tidakmampu keluar.
6. Kaji distensi vena jugularis.
R/ Pembesaran vena jugularis merupakan tanda dari
pembengkakan dri jantung.
7. Anjurkan klien untuk diet rendah garam.
R/ Diet rendah garam akan memngurangi asupan Na
dalam tubuh.
8. Kolaborasi dalam pemberian antidiuretik.
R/ Pemberian diuretik akan mengurangi cairan yang
tertimbun di tubuh melalui urine.
3. Ketidakefektifan pola setelah dilakukan tindakan 1. Tidak ada sianosis 1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman
nafas berhubungan keperawatan selama ……. R/ untuk mengetahui pola nafas pasien
dengan penimbunan jam diharapkan pola nafas 2. Pola nafas normal 2. Auskultasi bunyi nafas
cairan pada paru: efektif. reguler R/ mengetahui ada tidaknya nafas tambahan
oedem paru. 3. Ajarkan nafas dalam pada klien
3. RR : 16-24 x/mnt 4. Anjurkan klien untuk posisi semi fowler
R/ merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru
4. Tidak ada 5. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi
penggunaan otot R/ meningkatkan pengiriman oksigen ke paru
bantu pernafasan
4. Resiko tinggi Setelah dilakukan tinfakan 1. Kesadaran : compos 1. Monitor tekanan darah tiap 4 jam
terjadinya kejang pada keperawatan selama ........ mentis R/. Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau
ibu berhubungan tidak terjadi kejang pada lebih merupkan indikasi dari PIH
dengan penurunan ibu. 2. GCS : 15 ( 4-5-6 )
fungsi organ
(vasospasme dan 3. Tanda-tanda vital 2. Catat tingkat kesadaran pasien
peningkatan tekanan dalam batas normal R/. Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan
darah). (Tekanan Darah : aliran darah otak
100-120/70-80
mmHg Suhu : 36-37
C, Nadi : 60-80 3. Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek
x/mnt, RR : 16-20 patella dalam, penurunan nadi,dan respirasi, nyeri
x/mnt) epigastrium dan oliguria )
R/. Gejala tersebut merupakan manifestasi dari
perubahan pada otak, ginjal, jantung dan paru yang
mendahului status kejang
Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta. EGC .
Harry Oxorn & William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi & Fisiologi
Persalinan. Yogyakarta. Andi Offset.
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius.