Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN PEB (PREEKLAMSIA BERAT) DI RUANG

ICU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANEMBAHAN SENOPATI

Disusun Oleh :
Ubaidillah M22040014

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI

TAHUN AJARAN 2022/2023


LAPORAN PENDAHULUAN

PEB (PREEKLAMSIA BERAT)

A. DEFINISI
Pre-eklamsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil,
bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias berupa hipertensi,
proteinuri, dan edema pada bagian kaki atau tangan. Pre-eklamsia cenderung
terjadi pada trimester kedua (diatas 20 minggu). Pre-eklamsia timbul akibat
kehamilan dan berakhir setelah terminasi kehamilan (Nurjannah, 2016).
Pre-eklamsia adalah kelainan malafungsi endotel pembuluh darah
atau vascular yang menyebar luas sehingga terjadi vasopasme setelah usia
kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ
dan pengaktifan enodtel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema
nondependen, dan dijumpai proteinuria 300 mg per 24 jam atau 30 mg/dl (+1
pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu.
(Brooks MD, 2011).
Pre-eklamsia berat adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan (Mami, dkk, 2011).
Jadi dapat disimpulkan bahwa PEB adalah suatu kumpulann gejala
yang timbul pada ibu hamil, masa nifas atau post ppartum yang ditandai
dengan hipertensi, edema pada kaki dan tangan, terdapat proteinuria (+1
pada dipstik).

B. ETIOLOGI
1. Penyebab pre-eklamsia hingga kini belum diketahui. Penyebab yang
diperkirakan terjadi, adalah :
a. Kelainan aliran darah menuju rahim.
b. Kerusakan pembuluh darah.
c. Masalah dengan sistem pertahanan tubuh.
d. Diet atau konsumsi makanan yang salah.
2. Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan pertama, kehamilan pada
usia remaja dan kehamilan pada wanita usia diatas 40 tahun. Faktor
lainnya yang dapat meningkatkan resiko terjadinya pre-eklamsia, yaitu:
a. Riwayat pre-eklamsi pada kehamilan sebelumnya.
b. Primigravida atau multipara dengan usia lebih tua.
c. Riwayat pre-eklampsia pada ibu atau saudara perempuan.
d. Obesitas.
e. Mengandung lebih dari satu janin.
f. Riwayat diabetes, kelainan ginjal

C. PATOFISIOLOGI
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan
terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan
perfusi ke organ , termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme
merupakan dasar dari timbulnya proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler
menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial.
Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari
sirculating pressors.
Pre eklampsia yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ
tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya
gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra
Uterin Growth Retardation.Preeklamsia berat dihubungkan dengan kerusakan
endotelial vaskuler yang disebabkan oleh vasospasme dan vasokontriksi
arteriolar. Sirlulasi arteri terganggu oleh adanya area konstriksi dan dilatasi
yang bergantian. Kerusakan endoterial menyebabkan kebocoran plasma
kedalam ruang ekstravaskuler dan memungkinkan terjadinya agregasi
trombosit. Tekanan osmotik koloid menurun saat protein masuk keruang
ekstravaskuler, dan wanita beresiko mengalami hipovolemia dan perubahan
perfusi dan oksigenasi jaringan. Edema paru dapat terjadi paru non
kardiogenik atau kardiogenik. Edema paru non kardiogenik terjadi karena
kapiler pulmonari menjadi lebih permeabel dan rentang terhadap kebocoran
cairan. Edema paru kardiogenik terjadi karena peningkatan tekanan
hidrostatik dalam kapiler pulmonari, peningkatan ini terjadi karena
penumpukan cairan dalam bantalan pulmonari. Vasospasmen arteri dan
kerusakan endotelial juga mengurangi perfusi keginjal. Penurunan perfusi
keginjal menyebabkan penurunan GFR dan oliguria. Kerusakan endotelial
kapiler glomerulus memungkinkan protein menembus membran kapiler dan
masuk kedalam urine, yang menyebabkan proteinuria, peningkatan nitrogen
urea darah dan peningkatan kreatinin serum. Hati juga terpengaruh oleh
vasospasme multisistem dan kerusakan endotelial. Penurunan perfusi kehati
menyebabkan iskemik dan nekrosis (Manuaba, 2012).

PATHWAY
Web Of Caution (WOC)
D. TANDA DAN GEJALA
Preeklamsi berat ditandai dengan:
1. Sakit kepala.
2. Penglihatan kabur, dan lebih sensitif pada cahaya silau.
3. Nyeri di daerah lambung.
4. Mual atau muntah.
5. Adanya pitting edema setelah bangun pagi atau tirah baring lebih dari 1
jam (didaerah pretibia, tangan dan wajah)
6. Tekanan darah sistol 160/110 mmHg atau lebih
7. Proteinuria 5 gr/liter atau lebih (+3 atau 4)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambaran klinis preeklamsia berat, bila ditemukan salah satu dari tekanan
darah lebih dari 160/110 mmHg, edema, oligouria <400 cc/24 jam,
proteinuria 5g/24 jam dan terdapat disnpea sianosis (Manuaba, 2007).
Pemeriksaan laboratoris yang diperlukan berikut:
1. urine: pemeriksaan reagen urine : protein ≥ (+) diikuti
pemeriksaan urin 24 jam,
2. darah: pemeriksaan darah untuk menegakkan diagnosa
preeklamsia berat adalah dengan pemeriksaan hemoglobin,
hematokrit, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal untuk mengetahui
total urin selama 24 jam kreatinin klirens (Varney, 2007).

F. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Pada penderita yang sudah masuk ke rumah sakit dengan tanda-tanda
dan gejala-gejala preeklamsi berat segera harus di beri sedativa yang
kuat untuk mencegah timbulnya kejang-kejang. Sebagai tindakan
pengobatan untuk mencegah kejang-kejang dapat di berikan:
a. Larutan magnesium sulfat 40% sebanyak 10 ml (4 gr) disuntikan
intramuskulus bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan dan
dapat di ulang 4 gr tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan
magnesium sulfat hanya diberikan bila diuresis baik, reflek patella
positif, dan kecepatan pernafasan lebih dari 16 per menit. Obat
tersebut selain menenangkan, juga menurunkan tekanan darah dan
meningkatkan diuresis.
Jika terjadi toksisitas, segera berikan antidot kalsium glukonas 10%
secara intravena selama 3 menit.
b. Klopromazin 50 mg intramuskulus.
c. Diazepam 20 mg intramuskulus, Digunakan bila MgSO 4 tidak
tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak dipenuhi. Cara
pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika
dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat di ruang
ICU.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
b. Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan.
c. Pemberian obat antikejang.
d. Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema
paru-paru, payah jantung. Diuretikum yang dipakai adalah
furosemid.
e. Pemberian antihipertensi
Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut off) tekanan
darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort
mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmHg dan
MAP ≥ 126 mmHg. Di RSU Soetomo Surabaya batas tekanan darah
pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥ 180 mmHg
dan/atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg.

G. KOMPLIKASI
1. Berkurangnya aliran darah menuju plasenta.
Pre-eklamsia akan mempengaruhi pembuluh arteri yang membawa darah
menuju plasenta. Jika plasenta tidak mendapat cukup darah, maka janin
akan mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi sehingga pertumbuhan
janin melambat atau lahir dengan berat kurang.
2. Pre-eklampsia juga dapat menyebabkan terjadinya kelahiran prematur
dan komplikasi lanjutan dari kelahiran prematur yaitu keterlambatan
belajar, epilepsi, sereberal palsy, dan masalah pada pendengaran dan
penglihatan.
3. Lepasnya plasenta.
Pre-eklamsia meningkatkan risiko lepasnya plasenta dari dinding rahim
sebelum lahir, sehingga terjadi pendarahan dan dapat mengancam bayi
maupun ibunya.
4. Sindrom HELLP
HELLP adalah singkatan dari Hemolysis (perusakan sel darah merah),
Elevated liver enzym dan low platelet count (meningkatnya kadar enzim
dalam hati dan rendahnya jumlah sel darah dalam keseluruhan darah).
Gejalanya pusing dan muntah, sakit kepala serta nyeri perut atas.
5. Eklampsia
Jika pre-eklamsia tidak terkontrol, maka akan terjadi eklamsia. Eklamsia
dapat mengakibatkan kerusakan permanen organ tubuh ibu, seperti otak,
hati atau ginjal. Eklamsia berat menyebabkan ibu mengalami koma,
kerusakan otak bahkan berujung pada kematian janin maupun ibunya.
DAFTAR PUSTAKA

Bluechek, G. M., Butcher, H. M., Dochterman, J. M. & Wagner, C. M., 2013. Nursing Interventions
Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. 6 ed. Yogyakarta: Mocomedia.

Herdman, T. H. & Kamitsuru, S., 2015. Diagnosa Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017. 10
penyunt. Jakarta: EGC.

Ladewig, P. W., London, M. L. & O, S. B., 2006. Asuhan Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC.

Manuaba, I. B. G., 2012. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L. & Swanson, E., 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC)
Edisi Bahasa Indonesia. 5 ed. Yogyakarta: mocomedia.

Nugroho, T., 2010. Obstetric Untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nurjannah, I., 2016. ISDA (Intan's Screening Diagnoses Assesment). 6 ed. Yogyakarta: Mocomedia.

Prawirohardjo, S., 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP.

Sujiyatini, Mufdlilah & Hidayat, A., 2014. Buku asuhan patologi kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medi

Anda mungkin juga menyukai