Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PRE EKLAMSIA RINGAN (PER)

Disusun oleh:
ANIS NUR ‘AZIZAH
170104020

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANHARAPAN BANGSA
PURWOKERTO
2017
1. DEFINISI
Pre eklamsi adalah suatu sindroma klinis dalam kehamilan viable ( usia
kehamilan > 20 minggu dan / berat janin 500 gram ) yang ditandai dengan hipertensi,
proteinuria dan edema. Gejala ini dapat timbul sebelum kehamilan 20 minggu bila
terjadi penyakit trofoblastik. ( Taufan, 2011)
Pre eklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan
edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. ( Taufan, 2011 dan Rukiyah, 2010).
Pre eklamsia ringan adalah tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mm
Hg dengan interval pemeriksaan 6 Jam dan diastoliknya 90-110 mm Hg 2 pengukuran
berjarak 4 jam dan tanda lain proteinuria ++(Sujiyati dkk., 2009).
2. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko pre eklamsia (Vicky, 2007 dan Mitayani, 2009):
a. Pre eklamsia 10 kali lebih sering terjadi pada primigravida
b. Kehamialn ganda memiliki resiko lebih dari 2 kali lipat
c. Obesitas (yang dengan indeks masa tubuh > 29) meningkatkan resiko 4 kali
lipat.
d. Riwayat hipertensi
e. Diabetes
f. Pre eklamsia sebelumnya (20% resiko kekambuhan
g. Primigravid, mulitipara
3. ETIOLOGI
Penyebab preeklamsi dan eklamsi secara pasti belum di ketahui. Teori yang
banyak di kemukakan sebagai penyebabnya adalah iskemia plasenta atau kurangnya
sirkulasi O2 ke plasenta. Faktor predisposisi atau terjadinya preeklamsia dan
eklampsia, antara lain (Sujiyati dkk., 2009):
a. Usia ekstrim ( 35 th)
Resiko terjadinya Preeklampsia meningkat seiring dengan peningkatan usia
(peningkatan resiko 1,3 per 5 tahun peningkatan usia) dan dengan interval antar
kehamilan (1,5 per 5 tahun interval antara kehamilan pertama dan kedua). Resiko
terjadinya Preeklampsia pada wanita usia belasan terutama adalah karena lebih
singkatnya. Sedang pada wanita usia lanjut terutama karena makin tua usia makin
berkurang kemampuannya dalam mengatasi terjadinya respon inflamasi sistemik
dan stress regangan hemodinamik.
b. Riwayat Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
Riwayat Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya memberikan resiko
sebesar 13,1 % untuk terjadinya Preeklampsia pada kehamilan kedua dengan
partner yang sama.
c. Riwayat keluarga yang mengalami Preeklampsia
eklampsia dan Preeklampsia memiliki kecenderungan untuk diturunkan secara
familial.
d. Penyakit yang mendasari yaitu:
1. Hipertensi kronis dan penyakit ginjal
2. Obesitas,resistensi insulin dan diabetes
3. Gangguan thrombofilik
e. Faktor eksogen: Merokok, Stress, tekanan psikososial yang berhubungan dengan
pekerjaan, latihan fisik,Infeksi saluran kemih.
4. MANIFESTASI KLINIS PER
Tanda dan gejala dari PER adalah timbulnya hipertensi disertai protein urin
dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan.
Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas
(Rukiyah, 2010). Gejala klinis pre eklamsi ringan meliputi:
a. Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastol 15 mmHg atau
lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih
atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg, diastol 90 mmHg sampai
kurang 110 mmHg.
b. Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan
c. Proteinuria secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara
kualitatif positif 2.
d. Tidak disertai gangguan fungsi organ
5. PATOFISIOLOGI
Pada pre eklamsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus.
Keadaan iskemia pada uterus, merangsang pelepasan bahan troboplastik yaitu akibat
dari hiperoksidase lemak dan pelepasan rennin uterus. Bahan troboplastik
menyebabkan terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan tromboplastin.
Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi
agegrasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan
terjadinya vasopasme sedangkan aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan
menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun
dan konsumtif koagulapati.
Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah
menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Rennin uterus yang
dikeluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama sama
angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensi II.
Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasopasme.
Vasopasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit
menyebabkan lumen hanya bisa dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer
akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan sehingga menyebabkan
terjadinya hipertensi.
Selain menyebabkan vasopasme, angiotensin II akan merangsang glandula
suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron. Vasopasme bersama dengan koagulasi
intravascular akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multiorgan.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ-organ tubuh diantaranya otak, darah,paru-
paru, hati/liver, renal dan plasenta. Pada otak akan menyebabkan terjadinya edema
serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial
yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi serebral, nyeri dan
terjadinya kejang sehingga menimbulkan diagnose keperawatan risiko cedera.
Pada darah akan terjadi enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan
pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya
perdarahan, sedangkan sela darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya
anemia hemolitik. Pada paru-paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya
kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya
oedema paru. Oedema paru akan menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran gas.
Pada hati, vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan gangguan kontraktilitas
miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa
penurunan curah jantung.
Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan reabsorbsi
natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema
sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan. Selain
itu, vasopasme arteriol pada ginjal akan menyebabkan penurunan GFR dan
permeabilitas terhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi
dengan peningkatan reabsorbsi oleh tubulus sehingga menyebabkan dieresis menurun
sehingga menyebabkan oliguri dan anuri. Oliguri dan anuri akan memunculkan
diagnose keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang
meningkat akan menyebabkan banyak protein lolos dari filtrasi glomerulus dan
menyebabkan proteinuria.
Hipertensi akan merangsang medulla oblongata dan system saraf parasimpatis
akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal
dan ekstremitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia
duodenal dan penumpukan ion H sehingga HCl meningkat sehingga dapat
menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang
meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnose
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Pada ekstremitas dapat terjadi metabolism anaerob menyebabkan ATP
diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat.
Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan
keadaan cepat lelah, lemah, sehingga muncul diagnose keperawatan intoleransi
aktivitas. Keadaan hipertensi akan mengakibatkan sesorang kurang terpajan informasi
dan memunculkan diagnosa keperawatan kurang pengetahuan. (Bothamley dkk,2013)
6. PATHWAY

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemerksaan diagnostik yang menunjang diagnosis preeklamsia antara lain (Boyle,
2007):
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
a) Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin
untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
b) Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
c) Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 )
2) Urinalisis: ditemukan protein dalam urine
3) Pemeriksaan Fungsi hati
a) Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
b) LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
c) Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
d) Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45
u/ml )
e) Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l
)
f) Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
4) Tes kimia darah: Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
b. Radiologi
1) Ultrasonografi: ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan
intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
2) Kardiotografi: diketahui denyut jantung janin lemah.
8. PENATALAKSANAAN
Penanganan Preeklamsia ringan menurut Rukiyah (2010), dapat dilakukan
dengan dua cara tergantung gejala yang timbul yakni :
a. Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklamsia ringan, dengan cara : ibu
dianjurkan banyak istirahat (berbaring,tidur/miring), diet : cukup protein, rendah
karbohidrat,lemak dan garam; pemberian sedativa ringan : tablet phenobarbital
3x30 mg atau diazepam 3x2 mg/oral selama 7 hari (atas instruksi dokter);
roborantia; kunjungan ulang selama 1 minggu; pemeriksaan laboratorium:
hemoglobin, hematokrit, trombosit, urin lengkap, asam urat darah, fungsi hati,
fungsi ginjal.
b. Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklamsi ringan berdasarkan kriteria :
setelah duan minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya
perbaikan dari gejala-gejala preeklamsia; kenaikan berat badan ibu 1kg atau
lebih/minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu); timbul salah satu atau lebih
gejala atau tanda-tanda preeklamsia berat.
c. Bila setelah satu minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan maka preeklamsia
ringan dianggap sebagai preeklamsia berat. Jika dalam perawatan dirumah sakit
sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka
penderita tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu
disesuaikan dengan perawatan rawat jalan.
d. Perawatan obstetri pasien preeklamsia menurut Rukiyah (2010) adalah :
1. Kehamilan preterm (kurang 37 minggu) : bila desakan darah mencapai
normotensi selama perawatan, persalinan ditunggu sampai aterm; bila
desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensi selama perawtan
maka kehamilanya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
2. Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih) : persalinan ditunggu sampai terjadi
onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan pada
tanggal taksiran persalinan
3. Cara persalinan: Persalinan dapat dilakukan secara spontan bila perlu
memperpendek kala II.
9. PENCEGAHAN
Pada umumnya timbulnya eklamsia dapat dicegah atau frekuensinya dapat
dikurangi. Usaha – usaha untuk menurunkan frekuensi eklamsia adalah:
a. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar
semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
b. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre eklamsia dan megobatinya
segera bila ditemukan
c. Mengakhiri kehamilan sedapat dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas
apabila dirawat tanda – tanda pre eklamsia tidak juga dapat hilang. (Rukiyah,
2010)
10. KOMPLIKASI
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi dibawah ini
yang bisa terjadi pada pre eklamsia dan eklamsia (Rukiyah, 2010) :
a. Solusio Plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih
sering terjadi pada pre eklamsia

b. Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada pre eklamsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
c. Hemolisis
Penderita dengan PEB kadang – kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis
yang dikenel dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan
kerusakan sel hati atau destruksi sel darh merah. Nekrosis periportal hati yang
sering ditemukan pada autopsy penderita eklamsia dapat menerangkan ikterus
tersebut.
d. Perdarahan Otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklamsia.
e. Kelainan Mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung sampai seminggu
dapat terjadi. Perdarahan kadang – kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan
tanda gawat akan terjadi apopleksia serebri.
f. Edema Paru – Paru
Paru – paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena
bronkopnemonia sebagai akibat aspirasi. Kadang – kadang ditemukan abses paru
– paru.
g. Sindroma HELLP (Haemolisys elevated liver enzymes dan low palatelet)
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,
hepatoselular (peningkatan enzim hati [SGOT,SGPT], gejala subyektif [cepat
lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]). Hemolisis akibat kerusakan membrane
eritrosit oleh radiakl bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia
(,150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit did inding vaskuler), kerusakan
tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom.
h. Kelainan Ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma
sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya. Kelainan lain
yang dapat timbul ialah anuria samapi gagal ginjal.
i. Pada Janin
Menurut Rukiyah (2010), komplikasi pre eklamsia pada janin adalah : Janin
yang dikandung ibu hamil pre eklamsia akan hidup dalam rahim dengan nutrisi
dan oksigen dibawah normal. Keadaan ini bisa terjadi karena pembuluh darh yang
menyalurkan darah ke plasenta menyempit, karena buruknya nutrisi pertumbuhan
janin akan terhambat sehingga akan terjadi bayi dengan berat lahir rendah. Bisa
juga janin dilahirkan kurang bulan (prematuritas), komplikasi lanjut dari
prematuritas adalh keterlambatan belajar, epilepsy, serebral palsy, dan masalah
pada pendengaran dan penglihatan, bayi saat dilahirkan asfiksia, dsb.
11. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penimbunan cairan pada paru
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi glumerulus
sekunder terhadap penurunan Cardiac Output
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penyakit
12. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penimbunan cairan pada paru
NOC : Respiratory Status : Gas exchange, Respiratory Status : ventilation,
Vital Sign Status (Morhead et al., 2008)
NIC :
Airway Management (Doetherman dan Gloria, 2008)
1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
4) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
5) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
6) Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring (Doetherman dan Gloria, 2008)
1) Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
2) Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular dan intercostal
3) Monitor pola nafas : bradipnea, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
4) Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
5) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara
tambahan
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi glumerulus
sekunder terhadap penurunan Cardiac Output
NOC : Fluid Balance (Morhead et al., 2008)
NIC :
1) Fluid Management (Doetherman dan Gloria, 2008)
a. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan
b. Monitor vital sign
c. Monitor indikasi retensi cairan
d. Monitor berat badan pasien sebelum dan setelah dialysis
e. Kaji lokasi dan luas edema
f. Dorong masukan oral
g. Berikan diuretic sesuai interuksi
2) Fluid Monitoring (Doetherman dan Gloria, 2008)
a. Monitor berat badan, monitor serum dan ektrolit urine
b. Monitor tanda dan gejala dari edema
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
NOC: Pain Level, pain control, comfort level (Morhead et al., 2008)
NIC: Pain management, Analgesic administration (Doetherman dan Gloria, 2008)
a. Kaji nyeri dengan format PQRST.
b. kontrol lingkungan yang dapat berkontribusi terhadap nyeri seperti suhu,
suara, dan cahaya.
c. Ajarkan pasien teknik non farmakologis seperti nafas dalam.
d. Kolaborasikan pemberian farmakologik untuk mengurangi nyeri.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penyakit
NOC : Circulation status (Morhead et al., 2008)
NIC : Peripheral Sensation Management (Doetherman dan Gloria, 2008)
a. Monitor daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tumpul/tajam
b. Monitor adanya paretese
c. lnstruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi
d. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
e. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
f. Monitor kemampuan BAB
g. Kolaborasi pemberian analgetik
h. Monitor adanya tromboplebitis
i. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
DAFTAR PUSTAKA
Bothamley, dkk. 2013. Patofisiologi dalam Kebidanan. Jakarta : EGC

Doetherman, J.M dan Gloria N.B. 2008. Nursing Intervensions Classification (NIC).
Edisi 5. USA: Mosby Elsevier.
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika
Morhead, S. et al. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi 5. USA:
Mosby Elsevier.
Rukiyah, Y. 2010. Asuhan Kebidanan 4 (Patologi). Jakarta: CV Trans Info Medi.
Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika
Taufan, N. 2011. Buku Ajar Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Vicky, C. 2007. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai