Disusun oleh:
ANIS NUR ‘AZIZAH
170104020
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemerksaan diagnostik yang menunjang diagnosis preeklamsia antara lain (Boyle,
2007):
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
a) Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin
untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
b) Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% )
c) Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 )
2) Urinalisis: ditemukan protein dalam urine
3) Pemeriksaan Fungsi hati
a) Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
b) LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
c) Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
d) Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N= 15-45
u/ml )
e) Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat ( N= <31 u/l
)
f) Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
4) Tes kimia darah: Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
b. Radiologi
1) Ultrasonografi: ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan
intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
2) Kardiotografi: diketahui denyut jantung janin lemah.
8. PENATALAKSANAAN
Penanganan Preeklamsia ringan menurut Rukiyah (2010), dapat dilakukan
dengan dua cara tergantung gejala yang timbul yakni :
a. Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklamsia ringan, dengan cara : ibu
dianjurkan banyak istirahat (berbaring,tidur/miring), diet : cukup protein, rendah
karbohidrat,lemak dan garam; pemberian sedativa ringan : tablet phenobarbital
3x30 mg atau diazepam 3x2 mg/oral selama 7 hari (atas instruksi dokter);
roborantia; kunjungan ulang selama 1 minggu; pemeriksaan laboratorium:
hemoglobin, hematokrit, trombosit, urin lengkap, asam urat darah, fungsi hati,
fungsi ginjal.
b. Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklamsi ringan berdasarkan kriteria :
setelah duan minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya
perbaikan dari gejala-gejala preeklamsia; kenaikan berat badan ibu 1kg atau
lebih/minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu); timbul salah satu atau lebih
gejala atau tanda-tanda preeklamsia berat.
c. Bila setelah satu minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan maka preeklamsia
ringan dianggap sebagai preeklamsia berat. Jika dalam perawatan dirumah sakit
sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka
penderita tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu
disesuaikan dengan perawatan rawat jalan.
d. Perawatan obstetri pasien preeklamsia menurut Rukiyah (2010) adalah :
1. Kehamilan preterm (kurang 37 minggu) : bila desakan darah mencapai
normotensi selama perawatan, persalinan ditunggu sampai aterm; bila
desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensi selama perawtan
maka kehamilanya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
2. Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih) : persalinan ditunggu sampai terjadi
onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan pada
tanggal taksiran persalinan
3. Cara persalinan: Persalinan dapat dilakukan secara spontan bila perlu
memperpendek kala II.
9. PENCEGAHAN
Pada umumnya timbulnya eklamsia dapat dicegah atau frekuensinya dapat
dikurangi. Usaha – usaha untuk menurunkan frekuensi eklamsia adalah:
a. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar
semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
b. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre eklamsia dan megobatinya
segera bila ditemukan
c. Mengakhiri kehamilan sedapat dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas
apabila dirawat tanda – tanda pre eklamsia tidak juga dapat hilang. (Rukiyah,
2010)
10. KOMPLIKASI
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi dibawah ini
yang bisa terjadi pada pre eklamsia dan eklamsia (Rukiyah, 2010) :
a. Solusio Plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih
sering terjadi pada pre eklamsia
b. Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada pre eklamsia berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
c. Hemolisis
Penderita dengan PEB kadang – kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis
yang dikenel dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan
kerusakan sel hati atau destruksi sel darh merah. Nekrosis periportal hati yang
sering ditemukan pada autopsy penderita eklamsia dapat menerangkan ikterus
tersebut.
d. Perdarahan Otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklamsia.
e. Kelainan Mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung sampai seminggu
dapat terjadi. Perdarahan kadang – kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan
tanda gawat akan terjadi apopleksia serebri.
f. Edema Paru – Paru
Paru – paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena
bronkopnemonia sebagai akibat aspirasi. Kadang – kadang ditemukan abses paru
– paru.
g. Sindroma HELLP (Haemolisys elevated liver enzymes dan low palatelet)
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,
hepatoselular (peningkatan enzim hati [SGOT,SGPT], gejala subyektif [cepat
lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]). Hemolisis akibat kerusakan membrane
eritrosit oleh radiakl bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia
(,150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit did inding vaskuler), kerusakan
tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom.
h. Kelainan Ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma
sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya. Kelainan lain
yang dapat timbul ialah anuria samapi gagal ginjal.
i. Pada Janin
Menurut Rukiyah (2010), komplikasi pre eklamsia pada janin adalah : Janin
yang dikandung ibu hamil pre eklamsia akan hidup dalam rahim dengan nutrisi
dan oksigen dibawah normal. Keadaan ini bisa terjadi karena pembuluh darh yang
menyalurkan darah ke plasenta menyempit, karena buruknya nutrisi pertumbuhan
janin akan terhambat sehingga akan terjadi bayi dengan berat lahir rendah. Bisa
juga janin dilahirkan kurang bulan (prematuritas), komplikasi lanjut dari
prematuritas adalh keterlambatan belajar, epilepsy, serebral palsy, dan masalah
pada pendengaran dan penglihatan, bayi saat dilahirkan asfiksia, dsb.
11. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penimbunan cairan pada paru
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi glumerulus
sekunder terhadap penurunan Cardiac Output
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penyakit
12. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penimbunan cairan pada paru
NOC : Respiratory Status : Gas exchange, Respiratory Status : ventilation,
Vital Sign Status (Morhead et al., 2008)
NIC :
Airway Management (Doetherman dan Gloria, 2008)
1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
4) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
5) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
6) Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring (Doetherman dan Gloria, 2008)
1) Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
2) Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular dan intercostal
3) Monitor pola nafas : bradipnea, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
4) Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
5) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara
tambahan
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi glumerulus
sekunder terhadap penurunan Cardiac Output
NOC : Fluid Balance (Morhead et al., 2008)
NIC :
1) Fluid Management (Doetherman dan Gloria, 2008)
a. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan
b. Monitor vital sign
c. Monitor indikasi retensi cairan
d. Monitor berat badan pasien sebelum dan setelah dialysis
e. Kaji lokasi dan luas edema
f. Dorong masukan oral
g. Berikan diuretic sesuai interuksi
2) Fluid Monitoring (Doetherman dan Gloria, 2008)
a. Monitor berat badan, monitor serum dan ektrolit urine
b. Monitor tanda dan gejala dari edema
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
NOC: Pain Level, pain control, comfort level (Morhead et al., 2008)
NIC: Pain management, Analgesic administration (Doetherman dan Gloria, 2008)
a. Kaji nyeri dengan format PQRST.
b. kontrol lingkungan yang dapat berkontribusi terhadap nyeri seperti suhu,
suara, dan cahaya.
c. Ajarkan pasien teknik non farmakologis seperti nafas dalam.
d. Kolaborasikan pemberian farmakologik untuk mengurangi nyeri.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penyakit
NOC : Circulation status (Morhead et al., 2008)
NIC : Peripheral Sensation Management (Doetherman dan Gloria, 2008)
a. Monitor daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tumpul/tajam
b. Monitor adanya paretese
c. lnstruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi
d. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
e. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
f. Monitor kemampuan BAB
g. Kolaborasi pemberian analgetik
h. Monitor adanya tromboplebitis
i. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
DAFTAR PUSTAKA
Bothamley, dkk. 2013. Patofisiologi dalam Kebidanan. Jakarta : EGC
Doetherman, J.M dan Gloria N.B. 2008. Nursing Intervensions Classification (NIC).
Edisi 5. USA: Mosby Elsevier.
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika
Morhead, S. et al. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi 5. USA:
Mosby Elsevier.
Rukiyah, Y. 2010. Asuhan Kebidanan 4 (Patologi). Jakarta: CV Trans Info Medi.
Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika
Taufan, N. 2011. Buku Ajar Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta :
Nuha Medika.
Vicky, C. 2007. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Jakarta: EGC.