Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PRE EKLAMSIA BERAT (PEB)

OLEH :
ROOSDANI NOVITASARI
NIM 20.300.0056

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA

TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
PRE EKLAMSIA BERAT (PEB)

OLEH :
ROOSDANI NOVITASARI
NIM 20.300.0056

Palangka Raya, 08 Maret 2021


Mengetahui,
Preseptor Akademik Preseptor Klinik

( ) ( LIDYA AMIANI, S.Kep., Ns )


I. KONSEP DASAR TEORI
1.1 Definisi
Pre eklamsia merupakan penyakit khas akibat kehamilan yang memperlihatkan
gejala trias (hipertensi, edema, dan proteinuria), kadang-kadang hanya hipertensi
dan edema atau hipertensi dan proteinuria (dua gejala dari trias dan satu gejala yang
harus ada yaitu hipertensi).
Menurut Mansjoer (2000), pre eklamsia merupakan timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan.
Pre eklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi
terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah
normal dan diartikan juga sebagai penyakit vasospastik yang melibatkan banyak
system dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi dan proteinuria (Bobak,
Lowdermik, & Jensen, 2005)
Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
a. Pre eklamsia ringan ditandai dengan:
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang, kenaikan diastolic 15 mmHg atau lebih dari tensi baseline (tensi
sebelum kehamilan 20 minggu), dan kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih.
Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak
periksa 1 jam atau berada dalam interval 4-6 jam.
2) Edema umum, kaki, jari tangan dan muka. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih
dalam seminggu
3) Proteinuria kuantatif 0,3 atau lebih per liter, kualitatif 1+ atau 2+ pada urin
kateter atau midstream (aliran tengah)
b. Pre eklamsia berat
Pre eklamsia berat ditandai dengan:
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
2) Proteinuria 5 gr atau lebih per liter
3) Oliguria yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
4) Adanya gangguan serebral atau kesdaran, gangguan visus atau penglihatan dan
rasa nyeri pada epigastrum
5) Terdapat edema paru dan sianosis
6) Kadar enzim hati (SGOT,SGPT) meningkat disertai ikterik
7) Perdarahan pada retina
8) Trombosit kurang dari 100.000/mm

1.2 Etiologi
Penyebab pre-eklamsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap
sebagai “maladaptation syndrome” akibat penyempitan pembuluh darah secara
umum yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari-ari) sehingga berakitab kurangnya
pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin, namun ada beberapa faktor
predisposisi terjadinya pre eklamsia, diantaranya yaitu:
a. Primigravida atau primipara mudab (85%)
b. Grand multigravida
c. Social ekonomi rendah
d. Gizi buruk
e. Faktor usia )remaja <20 th dan usai diatas 35 th)
f. Pernah pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
g. Hipertensi kronik
h. Diabetes mellitus
i. Mola hidatidosa
j. Pemuaian uterus yang berlebihan, biasanya akibat dari kehamilan ganda atau
polihidramnion (14-20%)
k. Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan eklamsia (ibu dan saudara
perempuan)
l. Hidrofetalis
m. Penyakit ginjal kronik
n. Kehamilan ganda, bayi besar
o. Obesitas
p. Interval antar kehamilan yang jauh

1.3 Patofisiologi
Pada pre eklamsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini menyebabkan
prostaglandin plasenta menurun dan mengakibtakn iskemia uterus. Keadaan iskemia
pada uterus, merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase
lemah dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik berperan dalam proses
terjadinya endotheliosis yang menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin
yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi/agregasi
trombosit deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya
vasospasme sedangkan aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan
menyebabkan koagulasi intravascular yang mengakibatkan perfusi darah menurun
dan konsumtif koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan
faktor pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis.
Renin uterus yang dikeluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan
bersama-sama angiotensinogen menjdai angiotensin I dan selanjutnya menjadi
angiotensin II. Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya
vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol
yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati satu sel darah merah.
Tekana perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan sehingga
menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, angiotensin II
akan merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan aldosterone. Vasospasme
bersama dengan koagulasi intravascular akan menyebabkan gangguan perfusi darah
dan gangguan multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ tubuh diantaranya otak, darah, paru-
paru, hati/liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan terjadinya
edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan tekana intracranial. Tekanan
intracranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi serebral,
nteri dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan risisko
cedera. Pada darah akan terjadi endotheliosis menyebabkan sel darah merah dan
pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya
anemia hemotalitik. Pada paru-paru, LADEP akan meningkat menyebabkan
terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan
mengakibatkan terjadinya edema paru. Edema paru akan menyebabkan terjadinya
gangguan pertukaran gas. Pada hati, vasokontarksi pembuluh darah akan
menyebabkan gangguan kontaktilitas miokard sehingga menyebabkan payah
jantung dan memunculkan diagnose keperawatan penurunan curah jantung. Pada
ginjal, akibat pengaruh aldosterone terjadi peningkatan reabsopsi natrium da
menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema sehingga
dapat memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan. Selain itu
vasospasme arteriol pada ginjal akan menyebabkanpenurunan GFR dan
permeabilitas terhadap protein akan meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi
dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus sehingga menyebabkan diuresis
menurun sehingga menyebabkan terjadinya oliguria dan anuri. Oliguria atau anuri
akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi urine. Permeabilitas
terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari
filtrasi glomerulus dan menyebabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus
arteriola selanjutnya menyebabkan edema diskus optikus dan retina. Keadaan ini
dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa risiko cidera.
Pada plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia sebagai
pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehingga berakibat terjadinya
Intra Uterin Growth Retardation serta muncul diagnosa risiko gawat janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis
akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal
dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya
hipoksia duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga
dapat menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang
meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga muncul diagnosa
keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada
ektremitas dapat terjadi metabolisme anaerob yang menyebabkan ATP diproduksi
dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat. Terbentuknya
asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat
lelah, lemah sehingga muncul diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan
hipertensi akan mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan
memunculkan diagnosa keperawatan kurang pengetahuan.

1.4 Manifestasi klinis


Biasanya tanda-tanda pre eklamsia timbul dengan urutan pertambahan berat
badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre
eklamsia ringan tidak ditemukan gejala subyektif, sedangkan pada pre eklamsia
berat ditemukan gejala subyektif berupa sakit kepala di daerah frontal, diplopia,
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrum, dan mual atau muntah. Gejala ini
sering ditemukan pada pre eklamsia yang meningkan dan merupakan petunjuk
bahwa eklamsia akan timbul. Penegakkan diagnosa pre eklamsia yaitu adanya 2
gejala di antara trias tanda utama, dimana tanda utamanya yaitu hipertensi dan 2
tanda yang lain yaitu edema atau proteinuria. Tetapi dalam praktik medis hanya
hipertensi dan proteinuria yang dijadikan sebagai 2 tanda dalam peneggakkan
diagnosa pre eklamsia.

1.5 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pre eklamsia tergantung pada
derajat pre eklamsia yang dia alami, namun yang termasuk komplikasi pre eklamsia
antara lain:
1. Komplikasi pada ibu
a) Eklamsia
b) Tekanan darah meningkat dan dapat menyebabkan perdarahan otak dan
gagal jantung mendadak yang berakibat pada kematian ibu
c) Gangguan fungsi hati : Sindrom HELLP (Hemolisis, Elevated, Liver,
Enzymes and Low Plateleted) dan hemolysis yang dapat menyebabkan
ikterik. Sindrom HELLP merupakan singkatan dari homolis (pecahnya sel
darah merah), meningkatnya enzim hati, serta rendahnya jumlah
platelet/trombosit darah. HELLP syndrome dapat secara cepat mengancam
kehamilan yang ditandai dengan terjadinya hemolysis, peningkatan kadar
enzim hati, dan hitung trombosit rendah. Gejalanya yaitu mual, muntah,
nyeri kepala, dan nyeri perut bagian kanan atas.
d) Solution plasenta
e) Hipofebrinogemia yang berakibat perdarahan
f) Gangguan fungsi ginjal : oligo sampai anuria
g) Perdarahan atau ablasio retina yang dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan untuk sementara
h) Aspirasi dan edema paru-paru yang dapat mengganggu pernafasan
i) Cedera fisik karena lidah tergigit, terbentur atau terjatuh dari tempat tidur
saar serangan kejang
j) DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) atau kelebihan pembekuan
darah
2. Komplikasi pada janin
a) Hipoksia karena solustio plasenta
b) Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus sehingga terjadi peningkatan
angka morbiditas dan mortalitas perinatal
c) Asfiksia mendadak atau asfiksia neonatorum karena spasme pembuluh darah
dan dapat menyebabkan kematian janin (IUFD)
d) Lahir premature dengan risiko HMD (Hyalin Membran Disease)
1.6 Pathway Faktor resiko:
1. Primigravida dan multigravida
Faktor imunologik Tekanan darah naik 2. Riwayat keluarga dengan pre eklamsia atau eklamsia
3. Pre eklamsia pada kehamilan sebelumnya, abortus
4. Ibu hamil usia <20 th atau >35 th
Perfusi ke jaringan turun 5. Wanita dgn gangguan fungsi organ atau riwayat kesehatan diabetes,
penyakit ginjal, migraine dan tekanan darah tinggi
6. Kehamilan kembar
7. Obesitas
8. Internal antar kehamilan yang jauh

Aliran darah Kebutuhan Kerusakan Terjadi mikroemboli Edema


berkurang nutrisi janin glomerulus pd hati (kerusakan
tidak liver
terpenuhi Edema paru Edema serebral
CO2 turun Kemampuan
filtrasi turun Nyeri
Adanya lesi epigastrum Dispnea Spasme arteriolar retina
MK: Gang. pada arteri
Perfusi utero Proteinuria Retensi urin
jaringan plasenta MK: Nyeri
MK: Peradangan
Ketidak kabur
Protein MK: Gang. efektifan
Resiko gawat plasma dlm eliminasi pola napas
tubuh turun MK: Gang.
janin
Persepsi
sensori
MK: penglihatan
Kekurangan
volume
cairan
1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan pre eklamsia
yaitu sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan Darah Lengkap dan Asupan Darah
 Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kada normal hemoglobin
untuk wanita hamil adalah 12-14%)
 Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%)
 Trombosit menurun (nilai rujukan 150.000-450.000/mm3)
b) Urinalis
Ditemukan protein dalam urine
c) Pemeriksaan fungsi hati
 Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dL)
 Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 uL
 Serum glutamate pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N=15-45
u/ml)
 Serum glutamate oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N=<
31u/ml)
 Total protein serum menurun (N= 6,7 – 8,7 g/dL)
d) Tes Kimia Darah
Asam urat meningkat > 2,7 mg/dL dimana nilai normalnya yaitu 2,k4 – 2,7
mg/dL
2. Pemeriksaan radiologi
a) Ultrasonografi (USG)
hasil USG menunjukkan bahwa ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra
uterus. Pernafasan intra uterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume
cairan ketuban sedikit
b) Kardiografi
Hasil pemeriksaan dengan menggunakan kardigrafi menunjukkan bahwa
denyut jantung lemah.

1.8 Penatalaksanaan
1. Pencegahan atau tindakan preventif
a. Peeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti, mengenali tanda-
tanda sedini mungkin (pre eklamsia ringan) lalu berikan pengobatan yang
cukup supaya penyakit tidak menjdai lebih berat
b. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre eklamsia kalau
ada faktor predisposisi
c. Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta
pentingnya mengatur diet rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi
protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan
2. Penatalaksanaan atau tindakan kuratif
Tujuan utama penatalaksaan atau penanganan adalah untuk mencegah terjadinya
pre eklamsia berlanjut dan eklamsia sehingga janin bisa lahir hidup dan sehat.
a. Penanganan pre eklamsia ringan
Penderita dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering
misalkan 2 kali seminggu. Penanganan dengan istirahat ditempat, diit rendah
garam, dan berikan obat-obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari
atau fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis 3 kali 1 sehari. Diuretika dan
obat anthihipertensi tidak dianjurkan karena obat ini tidak begitu bermanfaat,
bahkan bias menutupi tanda dan gejala pre eklamsia berat. Apabila di raat
inap monitor keadaan janin ; kadar estriol urin, lakukan aminoskopi, dan
ultrasografi, jika keadaan mengizinkan barulah induksi partus pada usia
kehamilan minggu 37 ke atas.
b. Penanganan pre eklamsia berat
a) Pre eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu
Jika janin belum menunjukkan tanda maturitas paru-paru dengan uji
kocok dan rasio L/S makan penanganannya adalah :
 Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramuscular
kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuscular selama
tidak ada kontrakindikasi
 Jika ada perbaiakn jalannya penyakit pemberian sulfas magnesikus
dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai kriteria pre eklamsia
ringan
 Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa dan keadaan janin dimonitor serta
berat badan ditimbang seperti pada pre eklamsia ringan
 Jika tidak ada perbaikan lakukan terminasi kehamilan dengan induksi
partus atau tindakan lain tergantung keadaan
b) Pre eklamsia berat kehamilan lebih dari 37 minggu
 Penderita di rawat inap :
Istirahat mutlak, berikan diet rendah garam dan tinggi protein, berikan
suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuscular, 4 gr digluteus kanan
dan 4 gr digluteus kiri dengan syarat reflek patella positif, infus
dektrosa 5% dan ringer laktat
 Berikan obat anti hipertensif : injeksi katapres 1 ampul IM dan
selanjutnya berikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau 2 kali ½ tablet
sehari
 Diuretika diberikan jika ada edema umum, edema paru dan kegagalan
jantung kongestif
 Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua lakukan induksi
partus dengan ataua tanpa amniotomi.
 Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forceps jadi
ibundilarang mengedan
 Jangan diberikan methergin postpartum kecuali terjadi perdarahan
yang disebabkan atonia uteri
 Bila ada indikasi obstetric dilakukan seksio sesarea (SC)
3. Perawatan mandiri untuk pre eklamsia
a. Aromatheraphy : penelitian membuktikan bahwa minyak tertentu dapat
menimbulkan efek penurunan tekanan darah dan membantu reaksasi seperti :
lavender, kamomile, kenanga, neroli dan cendana. Ada juga aromatheraphy
yang dapat meningkatkan tekanan darah diantaranya rosemary, fenel, hyssop
dan sage
b. Pijat : pijat bagian punggung, leher, bahu, kaki, bias memberikan ketenangan
dan kenyamanan
c. Shiatsu, tai chi, yoga dan latihan relaksasi
d. Terapi nutrisi : spesialis nutrisi menganjurkan penggunaan vitamin suplemen
mineral. Khususnya zinc dan vitamin B6

I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


2.1 Pengkajian
1) Data subjektif
a) Identitas umum ibu
b) Umur biasanya sering terjadi pada primigravida, < 20 th atau > 35 th
c) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadinya peningkatan tekanan darah,
adanya edema, pusing, nyeri epigastrum, mual muntah, penglihatan kabur,
pertambahan berat badan yang berlebihan yaitu naik > 1 kg/minggu,
pembengkakan ditungkai, muka dan bagian tubuh lainnya dan urin keruh
atau sedikit (pada pre eklamsia berat < 400 ml/24 jam
d) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
e) Riwayat kesehatan keluarga : Kemungkinan mempunyai riwayat
preeklampsia dan eklampsia dalam keluarga.
f) Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion
serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
g) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan
h) Psikososial spiritual : emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya.
2) Data Objektif
a) Pemeriksaan fisik
 Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
 Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, dan lokasi edema
 Perkusi : untuk mengetahui reflex patella sebagai syarat pemberian SM
jika reflex positif
 Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress.
Selain itu, untuk pre eklamsia ringan tekanan darah pasien > 140/90
mmHg atau peningkatan sistolik > 30 mmHg dan distolik > 15 mmHg
dari tekanan biasa (base line level/ tekanan darah sebelum usia kehamilan
20 minggu). Sedangkan untuk pre eklamsia berat tekanan darah sistolik
>160 mmHg dan atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg.

2.2 Pemeriksaan penunjang


1) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur 2 kali dengan interval
4-6 jam
2) Laboratorium : proteinuria dengan kateter atau midstream (biasanya meningkat
hingga 0,3 gr/liter atau lebih dan +1 hingga +2 pada skala kualitatif) kadar
hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatinin meingkat, uric acid
biasanya > 7 mg/100 ml
3) Pemeriksaan darah lengkap dengan penghapusan darah.
 Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk
wanita hamil adalah 12-14 gr%).
 Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).
 Trombosit menurun (nilai rujukan 150-450 ribu/mm3).
4) Pemeriksaan fungsi hati
 Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dl).
 LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.
 Aspartat amonomtransferase (AST) > 60 ul.
 Serum glutamate pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N = 15-45 u/ml).
 Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N = 6,7-8,7
mg/dl).
 Total protein serum menurun (N = 2,4-2,7 mg/dl).
5) Urinalisis : ditemukan protein dalam urine.
6) Berat badan : peningkatan lebih dari 1 kg/minggu
7) Tingkat kesadaran : penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
8) USG : untuk mengatahui keadaan janin
9) NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

2.3 Analisa data


Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi,
menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menginteprestasikan dan akhirnya
membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyatan masalah keperawatan
atau yang disebut diagnosa keperawatan.
2.4 Diagnosa Keperawatan
1) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pre eklamsia
berat
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi akibat
penimbunan cairan paru : adanya edema paru
3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload dan afterload
4) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
6) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor psikologis dan ketidakmampuan untuk mencerna, menelan dan
mengabsorpsi makanan
7) Risiko cedera berhubungan dengan diplopia dan peningkatan intracranial :
kejang
2.5 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Risisko setelah dilakukan tidakan Neurology monitoring 1. Klien dengan cedera kepala
ketidakefektifan keperawatan selama 1x24 jam 1. Monitor ukuran pupil, bentuk, akan mempengaruhi reaktivitas
perfusi jaringan otak diharapkan status neuroligi simetris, dan reaktifitas pupil pupil karena pupil diatur oleh
berhubungan dengan membaik dan ketidakefektifan 2. Monitor keadaan klien dengan syaraf cranialis
pre eklamsia berat perfusi jaringan serebral teratasi GCS 2. Mengetahui penurunan
dengan indikator : 3. Monitor TTV kesadaran klien
NOC: Management neurology 4. Monitor status respirasi: 3. Memantau kondisi
Indikator Awal Target ABClevels, pola nafas, hemodinamik klien
Status 2 3 kedalaman nafas, RR 4. Mengetahui kondisi pernafasan
neurologi : 5. Monitor reflek muntah klien
syaraf sensorik 6. Monitor pergerakan otot 5. Peningkatan TIK
dan motorik 7. Monitor tremor 6. Memonitor kelemahan
Ukuran pupil 4 4 8. Monitor reflek babinski 7. Memonitor persyarafan di
Pupil reaktif 3 4 9. Identifikasi kondisi gawat perifer
Pola 3 4 darurat pada pasien 8. Reflek babinsky (+)
pergerakan 10. Monitor tanda peningkatan menunjukkan adanya
mata tekanan intracranial perdarahan otak
Pola nafas 3 4 11. Kolaborasi dengan dokter jika 9. Peningkatan TIK dengan tanda
TTV dalam 3 4 terjadi perubahan kondisi pada muntah proyektil, kejang,
batas normal klien penurunan kesadaran
Pola istirahat 3 4
dan tidur
Tidak muntah 5 5
Tidak gelisah 3 4
Keterangan :
1 = keluahan ekstrim
2 = keluhan substansial
3 = keluhan sedang
4 = keluhan ringan
5 = tidak ada keluhan

Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan NIC: Airway management 1. Untuk mempermudah
gas berhubungan keperawatan 3x24 jam, status 1. Posisikan klien untuk pertukaran gas
dengan ventilasi- respiratori : pertukaran gas dengan memaksimalkan potensi 2. Untuk memantau kondisi jalan
perfusi akibat indikator ventilasinya nafas klien
penimbunan cairan 1. Status mental dalam batas 2. Identifikasi kebutuhan klien 3. Untuk mengeluarkan sputum
paru : adanya edema normal (5) akan insersi jalan nafas baik 4. Memantau kondisi pernafasan
paru 2. Dapat melakukan napas dalam actual maupun potensial klien
(5) 3. Lakukan terapi fisik dada 5. Memantau kondisi klien
3. Tidak terlihat sianosis (5) 4. Auskultasi suara nafas, tandai
4. Tidak mengalami somnolen (4) area penurunan atau hilangnya
5. PaO2 dalam rentang normal (4) ventilasi dan adanya bunyi
6. pH arteri normal (4) tambahan
7. ventilasi-perfusi dalam kondisi 5. Monitor status pernafasan dan
seimbang (4) oksigenasi sesuai kebutuhan

Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan 1. Evaluasi adanya nyeri dada 1. Menunjukkan jantung dalam
jantung berhubungan keperawatan selama 3x24 jam 2. Catat adanya distrimia jantung kondisi abnormal
dengan perubahan diharapkan penurunan curah 3. Catat adanya tanda dan gejala 2. Takikardi, bradikardi
preload dan afterload jantung teratasi dengan indikator: penurunan cardiac output 3. Tanda dan gejala penurunan
NOC : Cardiac pump effectiveness, 4. Monitor status pernafasan yang cardiac output : pucat, akral
Circulation status, Vital Sign menandakan gagal jantung dingin, udema ektremitas
Status, Tissue perfusion perifer 5. Monitor balance cairan 4. Gagal jantung kiri menyebabkan
Indikator Awal Target 6. Monitor respon klien terhadap udema di paru dan gagal jantung
TTV dalam 2 3 efek pengobatan antiaritmia kanan menyebabkan udema
batas normal 7. Monitor adanya dyspnea, ekstremitas
Dapat 1 3 fatigue, takipneu dan ortopneu 5. Mengetahui adanya kelebihan
mentoleransi 8. Anjurkan untuk menurunkan cairan karena klien biasanya
aktivitas, tidak stress udema
ada kelelahan 9. Monitor TD, nadi, suhu dan RR 6. Mengetahui respon klien
Tidaka ada 1 1 10. Monitor irama jantung terhadap obat
edema paru 11. Monitor frekuensi dan irama 7. Udema paru menyebabkan
Tidak ada asites 5 5 pernafasan dyspnea
Tidak ada udema 2 2 12. Monitor pola pernapasan 8. Stress menambah berat kerja
perifer abnormal jantung
Tidak terjadi 5 5 13. Monitor suhu, warna, dan 9. Mengetahui kondisi
penurunan kelembaban kulit hemodiamik klien
keasadaran 14. Monitor sianosis perifer 10. Suara jantung tambahan, S3, S4
Tidak ada 5 5 15. Jelaskan pada klien tujuan dari 11. Ronchi basah menunjukkan
distensi vena pemberian oksigen adanya cairan di pulmo
jugularis 16. Kolaborasi pemberian obat anti 12. Dyspnea, cepat dan dangkal
Warna kulit 1 2 aritmia dan vasodilator 13. Memungkinkan terjadinya
normal sianosis
Keterangan : 14. Kurang O2 menyebabkan
1 = keluahan ekstrim sianosi perifer
2 = keluhan substansial 15. Membantu suplai O2 ke klien
3 = keluhan sedang 16. Obat anti aritmia dan
4 = keluhan ringan vasodilator untuk membantu
5 = tidak ada keluhan pengelolaan kontraindikasi
jantung

Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pengeluaran urin, cata 1. Pengeluaran urin mungkin
cairan berhubungan keperawatan selama 3x24 jam jumlah dan warna saat dimana sedikit dan pekat karena
dengan gangguan diharapkan volume cairan klien diuresis terjadi penurunan perfusi ginjal
mekanisme regulasi stabil dengan kriteria hasil: 2. Monitor dan hitung intake 2. Pemantauan intake dan output
1. Keseimbangan intake dan output output cairan selama 24 jam cairan membantu keseimbangan
cairan (4) 3. Pertahankan duduk atau tirah cairan dan elektrolit klien
2. TTV normal (4) baring dengan posisi semifowler 3. Posisi duduk atau tirah baring
3. BB stabil dan tidak terdapat atau posisi nyaman bagi klien dengan posisi semifowler dapat
edema (4) selama fase akut meningkatkan filtrasi ginjal dan
4. Menyatakan pemahaman 4. Monitor TTV terutama TD dan menurunkan produksi ADH
tentang pembatasan cairan CVP (bila ada) 4. Hipertensi dan peningkatan
individual (5) 5. Monitor rehidrasi cairan dan CVP menunjukkan kelebihan
batasi asupan cairan cairan dan dapat menunjukkan
6. Timbang berat badan setiap hari kongesti paru serta gagal
jika memungkinkan dan amati jantung
turgor kulit serta adanya edema 5. Pemantauan dan pembatasan
7. Kolaborasi pemberian medikasi cairan BB ideal kluaran urin dan
seperti pemberian diuretic respon terhadap terapi
furosemide, spironolactone dan 6. Berat badan, turgor kulit dan
hidronolacton adanya edema mempengaruhi
kondisi cairan dalam tubuh
7. Diuretic bertujuan untuk
menurunkan volume plasma dan
menurunkan retensi cairan
dijaringan sehingga
menunjukkan risiko terjadinya
edema

Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji aktivitas dan periode 1. Mengetahui aktivitas dan
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam klien istirahat klien, rencanakan dan periode istirahat pasien serta
kelemahan umum mempunyai cukup energy untuk jadwalkan periode istirahat dan upaya untuk menurunkan
beraktivitas sehingga toleran tirah baring yang cukup dan keletihan dan kelemahan klien
terhadap aktivitas dengan kriteria adekuat 2. Tahapan yang diberikan
hasil: 2. Berikan latihan aktivitas fisik membantu proses aktivitas
1. TTV normal (4) secara bertahap (ROM, secara perlahan degan
2. EKG normal (4) ambulasi dini, cara berpindah, menghemat tenaga namun
3. Koordinasi otot, tulang dan dan pemenuhan kebutuhan tujuan tepat
anggota gerak lainnya baik (4) dasar) 3. Mengurangi pemakaian energy
4. Klien melaporkan kemampuan 3. Bantu klien dalam memenuhi sampai kekuatan klien pulih
dalam ADL (4) kebutuhan dasar kembali
4. Lakukan terapi komponen darah 4. Mencegah dan mengurangi
sesuai resep bila klien menderita anemia berat yang berakibat
anemia berat pada kelemahan
5. Kaji aktivitas dan respon klien 5. Menjaga kemungkinan adanya
setelah latihan aktivitas respon abnormal dari tubuh
(monitor TTV) sebagai akibat dari latihan

Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pola amakn kebiasaan 1. Meningkatkan nafsu makan
nutrisi : kurang dari keperawatan 3x24 jam diharapkan makan dan makanan yang klien dan menghindari makanan
kebutuhan tubuh kebutuhan nutrisi klien terpenuhi disukai klien yang alergi
berhubungan dengan dengan kriteria hasil: 2. Kaji TTV klien secara rutin, 2. Monitor KU klien mengetahui
faktor psikologis dan 1. Masukan per oral mungkin (5) status mual, muntah dan bising kemampuan klien dalam
ketidakmampuan 2. Porsi makan yang disediakan usus memenuhi kebutuhan nutrisi
untuk mencerna, habis (5) 3. Berikan makanan sesuai diet 3. Meminimalkan anoreksia dan
menelan dan 3. Masa dan tonus otot baik (5) dan berikan selagi hangat mengurangi iritasi gaster
mengabsorpsi 4. Tidak terjadi penurunan BB (5) 4. Jelaskan pentingnya makanan 4. Klien termotivasi untuk makan
makanan 5. Mual dan muntah tidak ada (5) untuk kesembuhan 5. Meningkatkan kenyamanan saat
5. Anjurkan klien makan sedikit makan
tetapi sering 6. Glukosa dalam karbohidrat
6. Anjurkan klien untuk cukup efektif untuk pemenuhan
meningkatkan nutrisi yang energy, lemak sulit untuk
adekuat terutama makanan yang diserap sehingga membebani
banyak mengandung hepar, protein baik untuk
karbohidrat atau glukosa, meningkatkan dan mempercepat
protein dan berserat kesembuhan klien, makan
7. Kolaborasi dengan ahli gizi berserat membantu mencegah
untuk pemberian diet sesuai konstipasi
indikasi 7. Meningkatkan proses
penyembuhan

Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi keterbatasan fisik 1. Mengetahui penyebab klien
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam dan kognitif klien yang dapat mengalami risiko cedera
diplopia dan diharapkan tidak terjadi cedera meningkatkan risiko cedera 2. Memberikan pengetahuan
peningkatan dengan kriteria hasil: 2. Ajarkan klien untuk kepada klien sehingga terhindar
intracranial : kejang 1. Klien tidak mengeluh pusing (5) meminimalkan cedera misalkan dari cedera
2. Klien tidak mengalami cedera ketika ditempat tidur maka 3. Mengantisipasi hal-hal yang
(5) gunakan side rail, ketika menyebabkan terjadinya cedera
3. Klien mempu menjelaskan cara mobilitas dari tempat tidur 4. Sayuran hijau dapat menambah
mencegah terjadinya cedera (5) anjurkan dibantu keluarga atau darah dan mengobati anemia
tongkat sebagai pegangan serta diet rendah garam dapat
3. Damping klien dalam mengurangi kekambuhan
melakukan pemenuhan hipertensi
kebutuhan ADL
4. Anjurkan klien untuk banyak
mengkonsumsi makanan yang
menambah darah seperti sayur
hijau dan diet rendah garam
untuk menurunkan tekanan
darah sehingga mengurangi
pusing
2.6 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan mencakup tindakan madiri yang berdasarkan analisis, kesimpulan
perawat yang bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain dan tindakan kolaborasi
yang didasarkan hasil keputusan bersama dokter atau petugas kesehatan lainnya.

2.7 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi keperawatan merupakan hasil perkembangan ibu dan janin dengan
berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak di capai
DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. (2002). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Bobak, I.M., Deitra L.L., & Margaret D.J (2005). Buku ajar keperawatan maternitas,
Eedisi 4. Jakarta; EGC

Hada & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda NIC-NOC. Jogjakarta: Mmediaction

Herdman, T. H. (2012). Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014.


Jakarta: EGC

Prawirohardjo, S. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Sumiati & Dwi F. (2012). “Hubungan obesitas terhadap pre eklamsia pada kehamilan di
RSU Haji Ssurabaya”. Embrio Jurnal Kebidanan, Vol 1, No. 2, Hal. 21-24.

Widiastuti, N. P. A (2012). “Asuhan keperawatan pre eklamsia”.


http://nursingisbeautiful.wordpress.com/2021/03/09/askep-pre-eklamsia/.

Anda mungkin juga menyukai