Anda di halaman 1dari 76

LAPORAN PANEL EXPERT

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN G2P1A0 37-38


MINGGU PEB + HIPERKALEMIA PRO SCTP DI RUANG
MAWAR RSUD DR. KANUJOSO DJATIWIBOWO
BALIKPAPAN

Disusun Oleh:
KELOMPOK 8-9

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2019/2020
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hampir semua kematian ibu (99%) terjadi di negara berkembang, komplikasi
utama yang menyumbang 80% dari seluruh kematian ibu adalah perdarahan hebat
setelah melahirkan, infeksi, preekampsia dan eklampsia. Dan salah satu komplikasi
persalinan yang ada di Indonesia adalah preeklamsia berat (PEB). PEB ditandai dengan
tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih, proteiunuria 2+, terjadinya kejang (eklampsia),
gangguan penglihatan, nyeri abdomen atas, terjadi trombositopenia, hemolisis,
pertumbuhan janin terhambat, edema paru, dan oliguria. Proteinuria dan hipertensi
adalah manifestasi klinis yang dominan pada preeklampsia karena ginjal menjadi target
penyakit pada beberapa organ seperti kegagalan ginjal, kerusakan pada organ hati, dan
terjadinya perdarahan intracranial. Sedangkan kejang pada pasien PEB meningkatkan
angka kematian ibu dan kematian janin dikarenakan terjadinya kolaps sirkulasi.
Keterlibatan hepar pada preeklampsia-eklampsia adalah hal yang serius dan disertai
dengan keterlibatan organ lain terutama ginjal dan otak, bersama dengan hemolisis dan
trombositopenia. Keadaan ini yang disebut sindrom Hemolisis Elevated Liver Enzymes
Low Platelet (HELLP) (Cunningham, 2012).
Di Indonesia mempunyai angka kejadiaan PEB sekitar 7-10% dari seluruh
kehamilan. Jumlah komplikasi kehamilan Provinsi Kalimantan Timur tahun 2018 dan
presklamsia merupakan komplikasi kehamilan di dapatkan data sebanyak 126.806 (20%
dari jumlah ibu hamil). Cakupan komplikasi kehamilan yang di tangani tahun 2018
sebesar 90,81% (Riskerdas, 2018).
Preeklampsia berakibat fatal jika tidak segera mendapatkan tindakan, merusak
plasenta sehingga menyebabkan bayi lahir dalam keadaan tidak bernyawa, atau lahir
prematur, penyakit ini juga membahayakan ginjal ibu hamil. Pada beberapa kasus, bisa
menyebabkan ibu hamil mengalami koma bahkan sampai kematian. Untuk mencegah hal
tersebut jalan terbaik adalah dilakukannya tindakan Sectio Caesarea (SC). Namun tidak
semua Ibu yang mengalami preeklamsi berat (PEB) atau eklampsia (preeklampsia yang
disertai kejang) harus di lakukan tindakan SC. Tindakan SC untuk perbaikan keadaan ibu
dan mencegah kematian janin dalam uterus. (Indiarti, 2009).
SC pada umumnya dilakukan ketika proses persalinan normal tidak
memungkinkan dilakukan karena alasan indikasi medis maupun non medis, SC
merupakan tindakan yang beresiko, dampak yang ditimbulkan antara lain berupa
perdarahan, infeksi, anastesi dan lainnya (Reeder, 2011) Beberapa penyulit persalinan
yang mungkin muncul dan perlu dilakukan SC diantara indikasi untuk dilakukan
tindakan SC yaitu malpresentasi janin yaitu letak bokong, letak lintang, presentasi
rangkap, presentasi muka dan dahi, dan gemelli/bayi kembar, plasenta previa sentralis
dan lateralis, panggul sempit, disproporsi sefalopelvik, partus lama, partus tak maju, dan
eklamsia/preeklamsia (Rustam, 2012).
Tahun 2013 menunjukkan kelahiran dengan metode SC (Section Caesarea)
sebesar 9,8 persen dari total 49.603 kelahiran sepanjang tahun 2013 sampai dengan 2018,
dengan proporsi tertinggi di DKI Jakarta (19,9%) dan terendah di Sulawesi Tenggara
(3,3%), dan proporsi SC di Kalimantan Timur sebesar (9,9%) (Riskesdas, 2018). Angka
kejadian pasien dilakukan SC karena pre eklmpsia berat sebanyak 21% (Riskerdas,
2018).
Ibu yang mengalami bedah SC akibat PEB harus segera diberikan perawatan post
SC berupa pengawasan, monitor, dan pengontrolan terhadap tekanan darah dimana
apabila tekanan darah pasien tinggi dapat menyebabkan terjadinya kejang. Pencegahan
terjadinya kejang yaitu dengan cara pemberian magnesium sulfat melalui intravena.
Penatalaksanaan cairan dalam pemberian cairan harus dilakukan pembatasan untuk
mengurangi resiko kelebihan cairan (Robson, 2012).
Peran perawat sebagai pelaksana keperawatan memiliki kemampuan yang
memadai dalam perawatan post SC dengan PEB diantaranya kemampuan untuk
membantu perawatan menurunkan tekanan darah, membantu Activity Daily Living
(ADL) pasien, perawatan yang dilakukan dalam keperawatan maternitas pada pasien post
SC PEB seperti perawatan luka, perawatan payudara, perawatan fungsi kandung kemih
dan perawatan perineum, memberi pertolongan mental serta pendidikan pada pasien dan
keluarga tentang nutrisi ibu post SC PEB (Manuaba, 2009).
Melihat berbagai fakta yang ada bahwa tingginya kasus PEB di Indonesia penulis
tertarik untuk menjadikan kasus PEB pada ibu hamil untuk dijadikan makalah kelompok.
sehingga dalam penyusunannya makalah ini penulis mengambil judul “Asuhan
Keperawatan dengan Post Sectio Caesarea Indikasi Preeklamsia Berat (PEB) RSU. Dr.
Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam laporan kasus ini
adalah “ bagaimana Asuhan Keperawatan dengan Pre Eklamsia Berat, Hiperkalemia, Pro
Sectio Caesarea RSU. Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan”.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran asuhan keperawatan dengan Pre Eklamsia Berat,
Hiperkalemia, Pro Sectio Caesarea RSU. Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penyusunan Makalah kelompok ini diharapkan penulis
mampu:
a. Mampu melakukan pengkajian dengan Pre Eklamsia Berat, Hiperkalemia, Pro
Sectio Caesarea RSU.Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.
b. Mampu menganalisa data yang telah diperoleh dari hasil pengkajian
keperawatan dengan Pre Eklamsia Berat, Hiperkalemia, Pro Sectio Caesarea
RSU. Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan dengan Pre Eklamsia Berat,
Hiperkalemia, Pro Sectio Caesarea RSU. Dr. Kanujoso Djatiwibowo
Balikpapan.
d. Mampu melakukan rencana tindakan keperawatan dengan Pre Eklamsia Berat,
Hiperkalemia, Pro Sectio Caesarea RSU. Dr. Kanujoso Djatiwibowo
Balikpapan.
e. Mampu melakukan evaluasi dengan Pre Eklamsia Berat, Hiperkalemia, Pro
Sectio Caesarea RSU. Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan dengan Pre Eklamsia Berat,
Hiperkalemia, Pro Sectio Caesarea RSU. Dr. Kanujoso Djatiwibowo
Balikpapan.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
Hasil study kasus ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan
tambahan pengetahuan referensi khususnya tentang Asuhan keperawatan tentang
pemilihan alat kontrasepsi, nutrisi, dan pengobatan yang sesuai dengan masalah Pre
Eklamsia Berat, Hiperkalemia, Pro Sectio Caesarea
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi dan acuan proses keperawatan dengan Asuhan
keperawatan tentang pemilihan alat kontrasepsi, nutrisi, dan pengobatan yang sesuai
dengan masalah Pre Eklamsia Berat, Hiperkalemia, Pro Sectio Caesarea
3. Bagi Mahasiswa
Menambah pengetahuan tentang proses keperawatan tentang Asuhan
keperawatan dengan tentang pemilihan alat kontrasepsi, nutrisi, dan pengobatan yang
sesuai dengan masalah Pre Eklamsia Berat, Hiperkalemia, Pro Sectio Caesarea
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan proposal yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Bab I.Pendahuluan
Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, sistematika penulisan
2. Bab II. Tinjauan teori
Berisi tentang SC ( Sectio Caesarea) PEB dan Hiperkalemia yang meliputi
definisi, etiologi, manifestasi klinis, fisiologisways dan pathway, penalaksanaan
medis, dan penatalaksanaan keperawatan berupa pengkajian, dan fokus intervensi
3. Bab III. Tinjauan Kasus
Berisi tentang kasus yang diambil, Pengkajian, Diagnose keperawatan,
Intervensi dan Evaluasi Keperawatan.
4. Bab IV. Pembahasan
Berisi hasil pembahasan perbandingan antara teori dan kasus yang dikelola
oleh kelompok
5. Bab V. Penutup
Berisi tentang saran dan kesimpulan yang didapat oleh kelompok dalam
pengelolaan kasus.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Teori
1. Pengertian
a. Sectio Caesarea
Sectio Caesarea di definisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi pada
dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (Sumelung, 2014). Sectio
Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan abdomen (Sofian, 2011). Sectio Caesarea
adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding perut dan dinding syaraf rahim dalam keadaan utuh serta berat janin
diatas 500 gram (Winkjosastro, 2010)
b. Post Partum
Postpartum adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta
sampai 6 minggu setelah melahirkan (Nugroho, 2014). Postpartum adalah dimulai
setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira selam 6 minggu (Wilis, 2014).
Postpartum adalah 1 jam setelah plasenta lahir hingga 6 minggu (42 hari)
setelahnya, masa ini juga dikenal sebagai masa involusi dimana system
reproduksi perempuan setelah melahirkan akan kembali ke kondisi seperti
sebelum hamil (Tanto, 2014).
c. Pre-eklamsia
Preeklampsia berat adalah hipertensi yang terjadi pada ibu hamil dengan usia
kehamilan 20 minggu atau setelah persalinan di tandai dengan meningkatnya
tekanan darah menjadi ≥ 140/90 mmHg dan di sertai dengan kadar proteinuria
300 mg protein dalam urin selama 24 jam (Lombo, 2017). Preeklampsia berat
adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa
nifas yang terdiri dari berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi
endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, edema, dan proteinuria
(Aprina, 2016). Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang
ditandai dengan timbulnya PEB 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria,
dan edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Cunningham, 2012).
Jadi masa nifas dengan post SC PEB adalah masa setelah seorang ibu
melahirkan bayi beserta plasenta dengan cara melalui insisi di dinding abdomen
dan dinding uterus (SC) akibat adanya komplikasi kehamilan berupa preeklamsia
berat yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan darah, edema, dan
proteinuria.
d. Hiperkalemia

Kalium untuk bumil menjadi asupan zat gizi yang cukup vital. Selama
kehamilan ibu hamil mengalami banyak perubahan fisik dan hormonal, maka
itu perlu diseimbangkan dengan asupan gizi, salah satunya kalium. Zat gizi yang
juga dikenal dengan potasium ini memiliki peran dalam menyeimbangkan fungsi
tubuh khususnya keseimbangan elektrolit serta cairan tubuh. Saat kehamilan,
perannya bisa lebih kompleks dan penting.

1. Manfaat kalium bagi ibu hamil

Beberapa manfaat kalium saat kehamilan antara lain :

 Mineral vital yang membantu menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit


tubuh
 Memainkan peran penting dalam kontraksi otot-otot tubuh

 Transmisi impuls saraf

 Pelepasan energi dari nutrisi penting seperti lemak, protein, dan


karbohidrat

 Mengatur tingkat tekanan darah sehat Anda

 Mengurangi kram kaki

2. Asupan Kalium untuk ibu hamil yang normal

Asupan kalium tidak bisa terlalu berlebihan ataupun kekurangan. Overdosis


kalium dalam tubuh ibu hamil sama berbahayanya dengan kekurangan kalium.

Asupan harian yang disarankan ialah 4.700 miligram. Pada ibu menyusui
asupannya lebih tinggi menjadi 5.100 miligram. Pada ibu hamil, asupan kalium
yang disarankan 4,4 mmol/L yang direkomendasikan oleh dokter.

3. Ciri hiperkalemia pada ibu hamil

Asupan kalium yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kondisi berbahaya, atau
dikenal juga dengan istilah hiperkalemia. Pada kasus tertentu, kondisi ini
bisa menyebabkan dehidrasi parah dan memperparah diabetes tipe 1. Selain itu
ada kasus juga yang menyebabkan gagal ginjal atau gagal jantung. Kondisi ini
bisa disebabkan karena overdosis obat-obatan, suplemen dengan dosis berlebihan,
dan mengonsumsi terlalu banyak kalium.

Beberapa gejala yang bisa dirasakan antara lain :


 Detak jantung tidak teratur
 Kelelahan ekstrim

 Nyeri dada

 Fungsi paru yang tidak teratur yang menyebabkan kesulitan bernapas

 Mati rasa

 Perasaan kesemutan

4. Kekurangan kalium pada ibu hamil

Tingkat kalium yang rendah bisa juga berbahaya pada tubuh ibu hamil, disebut
juga hypokalemia. Kekurangan kalium juga dapat menyebabkan kram otot,
masalah dengan kelahiran dan masalah lainnya pada kehamilan. Kondisi ini bisa
disebabkan karena asupan zat gizi kalium rendah maupun kondisi kesehatan yang
menurun. Beberapa kondisi tersebut seperti diet tak seimbang, retensi cairan, dan
kondisi muntah terus menerus.

Gejala-gejala kekurangan kalium pada ibu hamil ini antara lain :

 Kelemahan atau kelelahan


 Sembelit berat

 Pusing

 Depresi

 Detak jantung tidak teratur

 Perasaan kesemutan

 Mati rasa

 Kulit sangat kering

 Tekanan darah rendah


Dampak dari kondisi ini bisa berbahaya pada ibu hamil mulai dari edema atau
pembengkakkan hingga dianggap menjadi salah satu penyebab persalinan
prematur.

2. Klasifikasi
Berikut 2 klasifikasi Pre-eklamsia
a. Preeklampsia ringan menurut Wijayarini (2011) bila disertai keadaan sebagai
berikut:
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
telentang, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan sistolik
30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali
pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
2) Tidak adanya edema, sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri epigastrium,
oliguria.
3) Menurunnya gerakan janin.
4) Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, kwalitatif 1 + atau 2 + pada
kateter atau midstream.
b. Preeklampsia berat menurur Cuningham (2012):
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau meningkat >20mmHg.
2) Proteinuia 5 gr atau lebih per liter.
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.
4) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri pada epigastrium.
5) Terdapatnya edema paru dan sianosa.
6) Sindrom HELLP.
7) Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat
8) Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan
cepat.
9) Kenaikan kadar kreatinin plasma.
10) Edema paru dan sianosis.
11) Hemolisis mikroangiopatik.
3. Etiologi
a. Preeklamsia
Penyebab preeklamsia dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan
jelas, banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi pada
kehamilan. Teori-teori yang sekarang banyak dianut menurut Prawirohardjo (2010)
adalah:
1) Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadinya invasi sel-sel trofoblas
pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan
otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri
spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi.
Akibatnya, arteri spiralis relatife mengalami vasokontriksi dan terjadi
kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah ke
uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemi plasenta.
Diameter
2) Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam
kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan akibat
plasenta mengalami iskemia , plasenta yang mengalami iskemia dan
hipoksia akan menghasilkan oksidan ( disebut juga radikal bebas).
3) Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya “hasil
konsepsi” karena adanya HLA-G yang berperan penting dalam modulasi
respon imun, sehingga ibu tidak menolak hasil konsepsi (janin). Tapi pada
plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan akspresi HLA-G,
sehingga menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas
sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak dan gembur sehingga
memudahkan terjadinya dilates arteri spiralis. HLA-G juga merangsang
produksi stikoin sehingga mempermudah terjadinya reaksi inflamasi.
Kemungkinan terjadi immune-maladaption pada pre-eklamsia.

4) Teori adaptasi kardiovaskularori


Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya reftakter terhadap bahan
vasokontriksi dan ternyata menjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-
bahan vasokonpresor.
5) Teori genetik
Adanya paktor keurunan dan familial dalam gen tunggal. Terbuksti bahwa
ibu yang engalami pre-eklamsia 26% anak perempuannya akan mengalami
pre-eklamsia pula.
6) Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan gizi kan
berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
7) Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofblas didalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya inflamasi .
Ada beberapa faktor resiko terjadinya pre-eklamsia berat pada kehamilan
menurut Indriani (2012), Roberts (2011), Djannah (2010) yaitu sebagai berikut :
1) Usia
Usia merupakan bagian dari status reproduksi yang penting. Umur berkaitan
dengan peningkatan atau penurunan fungsi tubuh sehingga mempengaruhi
status kesehatan seseorang. Salah satu penelitian menyatakan bahwa wanita
usia remaja yang hamil untuk pertama kali dan wanita yang hamil pada usia 30
– 35 tahun mempunyai resiko yang sangat tinggi untuk mengalami
preeklampsia. Pada usia 30 – 35 tahun atau lebih akan terjadi perubahan pada
jaringan dan alat reproduksi serta jalan lahir tidak lentur lagi. Pada usia
tersebut cenderung didapatkan penyakit lain dalam tubuh ibu, salah satunya
hipertensi. Usia ibu yang terlalu tua saat hamil mengakibatkan gangguan
fungsi organ karena proses degenerasi. Proses degenerasi organ reproduksi
akan berdampak langsung pada kondisi ibu saat menjalani proses kehamilan
dan persalinan yang salah satunya adalah preeklampsia.
2) Status gizi (IMT)
Status gizi (IMT) menunjukkan indeks masa tubuh (IMT) kategori obesitas
lebih dominan yang menunjukkan bahwa resiko preeklampsia terjadi 3 kali
lipat lebih besar pada wanita dengan obesitas. Salah satu penelitian
menyatakan kegemukan disamping menyebabkan kolestrol tinggi dalam darah
juga menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang
berada dalam tubuh sekitar 15% dari berat badan, semakin gemuk seseorang
makin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti
makin berat pula fungsi pemompaan jantung. Sehingga hal ini dapat memicu
terjadinya preeklampsia.
3) Pekerjaan
Pekerjaan ibu rumah tangga lebih dominan. Karena pekerjaan dikaitkan
dengan adanya aktifitas fisik dan stress yang merupakan faktor resiko
terjadinya preeklampsia.
4) Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes
militus, hidrops fetalis, dan bayi besar.
5) Riwayat keluarga pernah mengalami preeklamsia/eklamsia.
b. Sectio Caesarea (SC)
Beberapa penyebab dilakukannya SC pada terminasi kehamilan menurut
Sofian (2011) adalah:
1) Plasenta preveria, dan lateralis
2) Panggul sempit
3) Disproporsi sefalopelfik
4) Partus lama (prolonged labor)
5) Partus tak maju (obstructed labor)
6) Distosia pelvic
7) Preeklamsia dan eklamsia
4. Manifestasi Klinik
Dalam PEB menurut Angsar (2008) diagnosis preeklamsia ditegakkan berdasarkan
adanya dari tiga gejala, yaitu :
a. Edema
b. Hipertensi
c. Proteinurin
Tanda gejalanya PEB menurut Cuningham (2012) yaitu :
a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg (PEB berat)
b. Proteinuria + ≥5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.
c. Oliguria (<400 ml dalam 24 jam).
d. Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
e. Nyeri epigastrum dan ikterus.
f. Trombositopenia.
g. Pertumbuhan janin terhambat.
h. Mual muntah
i. Nyeri epigastrium
j. Pusing
k. Penurunan visus
5. Perubahan fisiologi dan psikologi pada periode postpartum
a. Perubahan fisiologi pada pasien saat masa postpartum menurut Wilis (2014)
yaitu:
1) Perubahan sistem reproduksi
a) Involusi uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana
uterus kembali ke kondisi sebelum hamil. Proses involusi uterus adalah
sebagai berikut:
(1) Iskemia Miometrium: hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi
yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga
membuat uterus menjadi relative anemi dan menyebabkna serat otot
atrofi.
(2) Atrofi jaringan: atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian
hormone esterogen saat pelepasan plasenta.
(3) Autolysis: merupakn proses penghancuran diri yang terjadi didalam
otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang
telah mengendur hinggan panjangnya 10x panjang sebelum hamil
yang terjadi selama kehamilan. Hal ini disebakna karena penuruna
hormone esterogen dan prosterogen.
(4) Efek oksitoksin: oksitoksin menyebabkan terjadinya kontraksi dan
retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang
mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini
membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi serta
mengurangi perdarahan.
b) Involusi tempat plasenta
Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan
menonjol ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan
cepat luka mengecil, pada akhir minggi ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan
pada akhir nifas 1-2 cm. penyembuhan luka plasenta khas sekali.
Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh
darah besara yang tersumbat oleh thrombus. Luka bekas plasenta tidak
meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena diikuti pertumbuhan
endometrium baru dibawah permukaan luka.
Regenerasi endometrium terjadi ditempat implantasi plasenta selama
sekitar 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung
didalam decdua basalis. Pertumbuhan kelenjar ini mengikis pembuluh
darah yang membeku pada tempat implantasi plasenta hingga terkelupas
dan tak dipakai lagi pada pembuangan lochia.
c) Perubahan ligament
Setelah bayi lahir, ligament dan diafragma pelvis fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan saat melahirkan, kembali sediakala. Perubahan
ligament yang dapat terjadi pasca melahirkan antara lain: ligamentum
rotundum menjadi kendur yang mengakibatkan letak uerus menjadi
retrofleksi; ligament, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak
kendor.
d) Perubahan serviks
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terlukai,
dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri
berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga perbatasan
atara korpus dan serviks uteri berbentuk cincin. Warna serviks merah
kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Segera setelah bayi
dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan 2-3 jari dan setelah
1 minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk. Oleh karena itu hiperpalpasi
dan retraksi serviks, robekan serviks dapat sembuh. Namun demikian,
selesai involusi, ostium eksternum tidak sama waktu sebelum hamil. Pada
umumnya ostium eksternum lebih besar, tetap ada retak-retak dan
robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya.
e) Lochia
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs
plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama
dengan sisa cairan. Percampuran antara darah dan desidua inilah yang
dinamakan lokia. Lokia adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas dan
mempunyai reaksi basalis/alkalis yang membuat organism berkembang
lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal.
Lokia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda-beda pad setiap wanita. Lokia
mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lokia dapat
dibagi menjadi lokia rubra, sanguilenta, serosa, dan alba. Perbedaan
masing-masing lokia dapat dilihat sebagai berikut
Table 2.1 Jenis-jenis lokia
Lokia Waktu Warna Ciri-ciri
Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa,
Merah
Rubra 1-3 hari rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa
kehitaman
darah
Putih Sisa darah bercampur lendir
Sanguilenta 3-7 hari bercampur
merah
Lebih sedikit darah dan lebih banyak
Kekuningan/
Serosa 7-14 hari serum, juga terdiri dari leukosit dan
Kecoklatan
robekan laserasi plasenta
Mengandung leukosit, selaput lendir
Alba >14 hari Putih
serviks, dan serabut jaringan yang mati

f) Perubahan vulva, vagina dan perineum


Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta
peregangan, setelah beberapa hari persalinan ke dua organ ini kembali
dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga.
Hymen tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan
berubah menjadi karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara.
Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum
persalinan pertama. Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi
pada saat perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi
secara spontan ataupun dilakukan epsiotomi dengan indikasi tertentu.
Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus
tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkata tertentu. Hal
ini dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian.
2) Perubahan sistem pencernaan
Pasca melahirkan kadar progestron mulai menurun, faal usus
memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal. Beberapa hal yang
berkaitan dengan perubahan pada system pencernaan antara lain:
a) Nafsu makan
Ibu sering kali cepat lapar setelah melahirkan dan siap makan pada 1-2
jam post primordial, dan dapat ditoleransi dengan diet yang ringan.
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anastesia, dan keletihan,
kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk memperoleh
makanan dua kali dari jumlah yang biasa dikonsumsi disertai konsumsi
camilan yang sering ditemukan. kerapkali untuk pemulihan nafsu makan,
diperlukan waktu 3 – 4 hari sebelum faal usus kembali normal.
Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, namun asupan
makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari, gerak
tubuh berkurang dan usus bagian bawah sering kosong jika sebelum
melahirkan diberikan enema.
b) Motilitas
Secara khas penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Tetapi, apabila ada
kelebihan analgesia atau anastesia bisa memperlambat pengembalian
tonus dan motilitas ke keadaan normal.
c) Pengosongan usus
Pasca melahirkan ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebkan
tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan masa postpartum
dan juga efek dari anastesi ang dilakukan pada saat SC. Sistem
pencernaan selama masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali
normal. Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali secara
teratur:
(1) Pemberian diet/makanan yang banyak mengandung serat
(2) Pemberian cairan yang cukup
(3) Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan
(4) Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir
3) Perubahan sistem perkemihan
Pada pasca melahirkan kadar steroid yang bertujuan meningkatkan
fungsi ginjal menurun sehingga menyebabkan penurunan pada fungsi ginjal.
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 1 bulan setelah wanita
melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12-
36 jam.

4) Perubahan sistem muskuluskeletal


Perubahan sistem muskuluskeletal terjadi pada saat umur kehamilan
semakin bertambah. Adaptasi muskuluskeletal ini mencakup peningkatan
berta badan, bergesernya pusar akibat pembesaran rahim, relaksasi, dan
mobilitas. Namun demikian, pada saat post partum sistem muskuluskeletal
akan berangsur-angsur pulih kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah
melahirkan, untuk membantu mencegah komplikasi dan mempercepat
involusi uteri.
5) Perubahan sistem endokrin
Selama proses kehamilan dan persalina terdapat perubahan pada sistem
endokrin. Hormon-hormon yang berperan pada proses tersebut diantara lain:
a) Hormon plasenta
Pengeluaran plasenta menyebakan penurunan hormon yang
diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca
persalinan. Penurunan hormon plasenta (Human Placental Lactogen)
menyebakan kadar gula darah menurun pada masa nifas.
b) Hormon pituitary
Hormon pituitary antara lain: hormon prolakti, FSH, dan LH.
Hormon prolakti darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak
menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin berperan
dalam pembesaran payudar untuk merangsang produksi asi. FSH dan LH
meningkat pda fase konsetrasi folikuler pada minggu ke-3 dan LH tetap
rendah hingga ovulasi terjadi.
c) Hipotalamik pituitary ovarium
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya
mendapatkan menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang tidak
menyusui. Pada wanita menyusui mendapatkan menstruasi pada 6
minggu pasca melahirkan berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu
paska melahirkan. Sedangkan pada wanta yang tidak menyusui akan
mendapatkan menstruasi berkisar 40% seteleh 6 minggu psca melahirkan
dan 90% setelah 24 minggu.

d) Hormon oksitoksin
Hormone oksitoksin disekresikan dari kelenjar otak bagian
belakang, bekerja terhadap tonus otot uterus dan jaringan payudara.
Selam tahap ke-3 persalinan, hormon oksitokin berperan dalam
pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga pencegah
perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi asi dan seksresi
oksitoksin, sehingga dapat membbantu involusi uteri.
e) Hormon esterogen dan prosterogen
Volume darah normal selama kehamilan akan meningkat. Hormon
esterogen yang tinggi memperbesar hormone anti diuretik yang dapat
meningkatkan volume darah. Sedangkan hormon progesteron
mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan
peningkatan pembuluh darah. Hali ini mempengaruhi saluran kemih,
ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum, dan vulva serta
vagina.
6) Perubahan tanda-tanda vital
Pada masa nifas perubahan tanda-tanda vital yang perlu dikaji:
1) Suhu badan
Suhu tubuh pasca melahirkan akan naik pada hari ke-4 setelah
melahirkan. Hal ini diakibatkan adanya pembentukan asi,
kemungkinan payudara membengkak, maupun kemungkinan infeksi
pada endometrium, mastitis, atau traktus genetalis, atau sistem yang
lain. Apabila kenaikan suhu di atas 38˚C, waspada terhadap infeksi
pada luka SC postpartum.
2) Nadi
Denyut nadi normal orang dewasa 60-80x/permenit. Pasca
melahirkan denyut nadi dapat menjadi bradikardi maupun takikardi.
Denyut nadi yang melebihi 100x/permenit harus waspada
kemungkian infeksi atau perdarahan postpartum.
3) Tekanan darah
Tekanan darah normal manusia adalah sistolik antara 90-120
mmHg dan diastolic 60-80 mmHg pasca melahirkan pada kasus
normal tekanan darah tidak biasanya tidak berubah. Perubahan
tekanan darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat
diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi pada
postpartum merupakan tanda terjadinya preeklamsia postpartum.
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg merupakan ciri-ciri dari PEB ringan,
dan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg
merupak ciri-ciri dari PEB berat.
4) Pernafasan
Frekuensi pernafasan orang dewasa normal umumnya 16-
24x/menit. Pada ibu post partum umumnya pernafasan lamabat atau
normal. Hal ini dikarenakan ibu masih dalam masa pemulihan atau
dalam kondisi istirahat. Bila pernafasan pada masa postpartum lebih
cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok.
7) Perubahan sistem kardiovaskular
Volume darah yang normal yang diperlukan plasenta dan pembuluh
darah uterin, meningkat selam kehamilan. Dieresis terjadi akibat adanya
penurunan hormon esterogen, yang dengan cepat mengurangi volume plasma
menjadi normal kembali. Meskipun kadar esterogen menurun selama nifas,
namun kadarnya masih tetap tinggi daripada normal. Plasma darah tidak
banyak mengandung cairan sehingga daya koagulasi meningkat.
Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama
masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron
membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya
vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan bersam-sama dengan
trauma selama persalinan.
Kehilangan darah pada persalinan pervaginam mengeluarkan darah
sekitar ±300-400 cc, sedangkan kehilangan darah dengan persalinan sc
meningkat menjadi dua kali lipatnya. Pada persalinan sc homokonsentrasi
cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
8) Perubahan sistem hematologi
Pada minggu-minggu terakhir kehamilan kadar fibrinogen dan lasma
serta factor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post
partum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih
mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor
pembekuan darah.
Leukositosis adalah meningkatnua jumlah sel-sel darah putih sebanyak
15.000 selam persalinan. Jumlah leukosit akan tetap tinggi selama beberapa
hari pertama masa postpartum. Jumlah sel darah putih akan tetap bisa naik
lagi sampai 25.000-30.000 tanda adanya kondisi patologis jika wanita
tersebut mengalami persalinan lama.
Pada awal postpartum jumlah hemoglobin, hematokrit, dan eritrosit
sangat bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta,dan
tingkat volume darah yang berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh
status gizi dan hidrasi dari wanita tersebut. Jika hemaktokrit pada hari
pertama atau hari kedua lebih rendah dari titik 2% atau lebih tinggi daripada
saat memasuki persalinan awal, maka pasie dianggap telah kehilangan darah
yang cukup banyak. Titik 2% ± sama dengan kehilangan darah 500ml darah.
b. Perubahan psikologis pada pasien postpartum:
Proses adaptasi psikologi sudah terjadi selama kehamilan, menjelang proses
persalinan, maupun setelah proses persalinan. Pada periode tersebut, kecemasan
seorang wanita dapat bertambah. Pengalaman yang unik yang dialami oelh ibu
setelah persalinan. Masa nifas merupakan masa yang rentan dan terbuka untuk
bimbingan dan pembelajaran. Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi.
Tanggung jawab ibu mulai bertambah. Fase-fase yang akan dialami oleh ibu pada
masa nifas antara lain:
1) Fase taking in
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari
pertama sampai hari kedua setelah persalinan. Ibu terfokus pada dirinya
sendiri, sehingga cenderung pasif terhadap lingkungannya. Ketidaknyamanan
yang dialami antara lain rasa mules, nyeri pada luka jahitan, kurang tidur, dan
kelelahan. Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini adalah istirahat yang
cukup, komunikasi yang baik, dan asupan nutrisi. Gangguan psikologis yang
dialami oleh ibu pada fase ini adalah:
a) Kekecewaan pada bayinya
b) Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang dialami
c) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya
d) Kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya

2) Fase taking hold


Fase ini berlangsung anatara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu merasa
khawatir akan ketidakmampuan dan aras tanggung jawab dalam perawatan
bayinya. Perasaan ibu lebih sensitif sehingga mudah tersinggung. Hal yang
perlu diperhatikan adalah komunikasi yang baik, dukungan dan pemberian
penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang perawatan dirinya dan bayinya.
Hal-hal yang perlu dilakukan pada ibu selama fase ini adalah:
a) Mengajarkan cara perawatan bayi
b) Mengajarkan cara menyusui bayi yang benar
c) Cara perawatan luka jahitan
d) Pendkes tentang gizi ibu hamil
e) Kebesihan diri
f) Istirahat
g) Senam nifas
3) Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya. Fase ini berlagsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
dapat menyesuaikan diri dengan ketegantungan bayinya. Terjadi peningkatan
akan perawatan diri dan bayinya. Ibu merasa percaya diri akan peran
barunya, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya.
Dukungan suami dan keluarga dapat membantu merawat bayi. Kebutuhan
akan istirahat masih diperlukan ibu untuk menjaga kondisi fisiknya. Hal-hal
yang harus dipenuhi selama nifas adalah sebagai berikut:
a) Fisik: istirahat, asupan gizi, lingkungan yang bersih
b) Psikologi: dukungan dari keluarga sangan diperlukan
c) Sosial/perhatian: rasa kasih sayang, menghibur ibu saat sedih, dan
menemani ibu saat kesepian
6. Fisiologisways
Berasal dari beberapa faktor yang dapat menyebabkan PEB yaitu diantaranya
riwayat keluarga dengan pre-eklamsia dan eklamsi, pre-eklamsia pada kehamilan
sebelumnya, usia, pekerjaan, satatus gizi ibu dan masih banyak lagi (Indriani, 2012).
Banyak teori yang mengemukakan tentang terjadinya hipertensi pada kehamilan.
Seperti teori kelainan vaskularisasi plasenta, teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan
disfungsi endotel, teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin, teori adaptasi
kardiovaskularori genetik, teori defisiensi gizi, dan teori inflamasi. PEB bisa beresiko
terhadap kematian ibu dan janinnya (Prawirohardjo, 2010). Resiko yang terjadi pada
ibu yang menderita preeklamsia adalah sindrom HELLP, abrasio plasenta, kegagalan
ginjal, pelahiran premature, kegagalan multi-organ, eklamsia (kejang pada pre-
eklamsia yang terjadi karena tekana darah toinggi pada pre-eklamsia akan
menyebabkan keruskan pada pembuluh darah yang mengganggu aliran darah hal ini
mengakibatkan pembengkakan pembuluh darah yang bearad diotak dan akhirnya
mengganggu kerja otak sehingga memicu kejang), dan bahkan kematian
Janin yang dikandung oleh ibu dengan preeklamsia gangguan pertumbuhan
janin dapat terjadi akibat gangguan sirkulasi retropalsenter dimana spasme arteriola
menyebabkan asfiksia janin dan spasme yang berlangsung lama dapat mengganggu
pertumbuhan janin. Spasme pembuluh darah arteriola yang menuju organ penting
dalam tubuh dapat menimbulkan mengecilnya aliran darah yang menuju retroplasenta
sehingga mengakibatkan gangguan pertukaran CO2, O2 dan nutrisi pada janin.
Preeklamsi menyebabkan berkurangnya perfusi uteroplacental yang menyebabkan
berkurangnya aliran darah ini dapat menyebabkan berat badan lahir bayi rendah.
Spasme arteriola yang mendadak dan berat dapat menyebabkan kematian janin. Hal
ini bisa menyebabkan perburukan kondisi ibu dan janin sehingga banyak kondisi
darurat yang memaksa persalinan harus dilakukan dengan cara SC (Prawirohardjo,
2010).
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta
previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin, janin besar dan letak
lintang. Setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari
aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek
fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang
keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh
karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri
adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin
maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan apnue
yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri
sehingga darah banyak yang keluar(Wilis, 2014). Untuk pengaruh terhadap nafas
yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot
nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi (Sofian, 2011).
7. Pemeriksaan penunjang
a. Uji laboratorium
1) Fungsi urinaria seperti pemeriksaan proteinuria yang ≥+3
Pada Test urine (mikroalbumin) menjadi sebuah pertanda awal kerusakan
ginjal (Imad, 2014)
2) Hitung darah lengkap:
a) Untuk mengevaluasi trombosit untuk mengetahui peningkatan
trombositopenia pada pre-eklamsia dan hematokrit untuk mengetahui
adanya perdarahan pada post partum
b) Peningkatan LDH untuk mengetahui hemolisis mikroangiopati
c) ALT atau AST untuk mengetahui peningkatan kadar transminase serum atau
untuk mengetahui tes fungsi hati
d) Panel elektrolit, karena PEB mengalami hipokia dan menimbulkan
gangguan asam basa.
e) Kadar kalsium darah
Pada wanita dengan PEB kekurangan asupan kalsium akan mengakibatkan
penurunan kadar kalsium plasma dan penurunan aliran darah uteri,
kenaikan tekanan darah dan peningkatan protein urin (Rakhsanda, 2012).
f) Kadar natrium dan kalium darah
Hipokalemia pada preeklamsia mungkin karena kelainan pada transportasi
natrium dan kalium melintasi membran sel otot polos pembuluh darah, yang
biasanya bertanggung jawab untuk pemeliharaan tekanan darah (Indumati
et al, 2011)
g) Kadar magnesium darah
Magnesium merupakan salah satu mineral yang berperan penting bagi
kesehatan dan sistem metabolisme tubuh. Mineral ini ikut bekerja dalam
sekitar 300 fungsi enzim pada proses reaksi kimia tubuh dengan berbagai
bentuk. Proses sintesa protein, fungsi saraf dan otot, kontrol kadar glukosa
darah dan juga pengontrol tekanan darah merupakan sebagian fungsi
metabolisme tubuh yang berkaitan erat dengan magnesium (Widiyani,
2013).
8. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan PEB adalah terjadinya sindrom
HELLP. Sindrom HeLLP berasal dari singkatan Hemolisys Elevated Liver Enzyme
Low Platelet Count yaitu adalah preeklamsi-eklamsia yang disertai timbulnya
hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia.
Didahului tanda dan gejala yang tidak khas seperti malaise, lemah, nyeri
kepala, mual, mumtah, tanda tanda hemolis intravaskuler, khususnya pada kenaikan
LDH, AST, dan Bilirubin indirek. Tanda kerusakan atau disfungsi sel hepatosis hepar
seperti kenaikan ALT, AST, LDH. Trombositopenia yaitu dengan ditandai trombosit ≤
150.000/ml, semua perempuan hamil yang denga keluhan nyeri pada kuadran atas,
tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala pre-eklamsia harus dipertimbangkan
sindrom HELLP.
9. Penatalaksanaan medis
Pentalaksanaan medis pada pasien PEB Pro SC menurut Chris tanto (2014,
dan Nugroho (2010):
a. Pemberian antihipertensi seperti:
1) Metildopa 500-2000 mg dibagi dalam 2-4 dosis sehari. Metildopa merupakan
golongan α-adrenergik yang dieksresikan terutama melalui ginjal.
2) Labetalol dosis awal 2x100 mg dapat dinaikkan setiap minggu sampai
maksimal 2400 mg sehari. Titrasi dosis tidak boleh lebih dari 2x200 mg tiap
minggunya.
3) Nifedipin dengan dosis 30 mg sehari. Penggunaan nifedipin harus hati-hati
dalam penggunaan pasien yang mendapatkan MgSO4 , karena berpotensi
memerkuat blockade kanal kalsium pada otot, dan tidak boleh diberikan
sublingual.
b. Pemberian obat anti kejang seperti magnesium sulfat (MgSO4), diazepam atau
fenitoin. Pemberian MgSO4 40% 6 gr dan dilarutkan dalam 500 ml RL berikan
secara intravena dengan kecepatan 28 tetes/menit dan dilulang setelah 24 jam
pasca persalinan.
c. Pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri pasien. Pemberian analgesik
sessudah bedah sangatlah penting, pemberian sedasi yang berlebihan akan
menghambat mobilitas yang diperlukan pascabedah. Analgesik yang diberikan:
supositoria ketoprofen 2x/12 jam atau tramadol: oral tiap 6 jam atau parasetamol.
d. Pemberian antibiotik untuk mengurangi resiko infeksi. Pemberain antibiotik
dilakukan bila ada tanda dan gejala infeksi, dan ditandai juga adanya demam. Jika
ada tanda infeksi atau demam berikan antibiotik sampai bebas dari demam selama
48 jam.

B. Konsep Perawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah metode yang sistematis untuk memperoleh data dan informasi
yang penting tentang keadaan dan status kesehatan pasien dalam rangka pemenuhan
kebutuhannya. Pengkajian yang perlu dikaji pada ibu post sc PEB menurut
Ratnawati (2012) dan Fauziah (2012) meliputi:
a. Identitas klient yang meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
alamat, dan identitas suami.
b. Riwayat kesehatan sekarang meliputi yaitu:
1) Keluhan utama: menayakan keluhan atau apa yang dirasakan pasien saat
ini.
2) Riwayat kesehatan: menanyakan penyakit yang diderita pasien maupun
yang pernah diderita pasien baik akut ataupun kronis serta penyakit
menular dan keturunan.
3) Riwayat kesehatan keluarga: menanyakan penyakit-penyakit dan masalah
kesehatan dalam keluarga.
4) Riwayat penyakit ginekologi: tumor kandungan, tumor ovarium, dan lain-
lain.
c. Riwayat obstetrik
Untuk mengetahui riwayat kehamilan, persalinan, abortus, dan anak hidup yang
dimiliki saat pemeriksaan kehamilan sekarang.
1) Paritas ibu hamil dituliskan dengan G:gestasi/jumlah kehamilan, P:jumlah
kelahiran/paritas, A:abortus (G P A) atau G:gestasi/jumlah kehamilan,
T:kehamilan term jumlah kehamilan cukup bulan, P:jumlah kelahiran
premature, A:aborsi, L:living (jumlah anak yang hidup saat ini).
2) Riwayat menstruasi menanyakan pada pasien tentang usia pada saat
menarche, siklus menstruasi, lama menstruasi, masalah-masalah
menstruasi/amenorrhoe, perdarahan irregular, nyeri hebat, dan perdarahan
sampai menggumpal selama menstruasi.
3) Hari pertama haid terakhir (HPHT), menanyakan untuk menghitung
perkiraan waktu persalinan, tanggal tafsiran partus, dan jika bagi siklus
menstruasinya 28 hari maka perkiraan persalinanya dihitung dengan
penambahan 7 pada tanggal/mengurangi 3, penambahan 9 untuk bulan, dan
penambahan 1 untuk tahun (+7, -3, +1 atau +7, +9, +1). Bagi siklus 35 hari
tanggal ditambah 14, pengurangan 3 untuk bulan, penambahan 1 untu tahun
(+14, -3, +1).
4) Penggunaan obat-obatan selama kehamilan.
d. Pemenuhan kebutuhan akan gizi pada pasien post operasi dengan pre-eklamsia
dan eklamsia dimulai dari pemenuhan farmakologisnya hingga dietnya. Pasien
yang mengalami persalinan dengan cara operasi sesarea perlu diperhatikan
tentang nutrisi diet tinggi kalori, rendah lemak, tinggi proteinnya untuk
menunjang proses penyembuhan serta serta rendah garam apabila terjadi
penambahan berat badan atau udema. Nutrisi yang baik sangat penting untuk
mencapai keberhasilan penyembuhan luka. Namun, nutrisi di sini harus
mematuhi rekomendasi diet seimbang dan bergizi tinggi. Bahan makanan yang
terdiri dari empat golongan utama, yaitu protein, lemak, karbohidrat, dan
mikronutrien (vitamin dan mineral) penting untuk proses biokimia normal.
Asupan nutrisi berupa protein dan vitamin A dan C, tembaga, zinkum, dan zat
besi yang adekuat.Protein mensuplai asam amino yang dibutuhkan untuk
perbaikan jaringan dan regenerasi.Vitamin A dan zinkum dibutuhkan untuk
epitelialisasi, dan vitamin C serta zinkum diperlukan untuk sistesis kolagen dan
integrasi kapiler.Zat besi digunakan untuk sintesis hemoglobin yang bersama
oksigen diperlukan untuk menghantarkan oksigen keseluruh tubuh. Nutrisi
sendiri juga dapat membantu tubuh dalam meningkatkan mekanisme pertahanan
tubuh (sistem imun), dan pada akhirnya akan membantu proses penyembuhan
luka. Zat – zat yang mengandung berbagai gizi yang sangat dibutuhkan oleh
tubuh ini biasanya terkandung pada ikan, telur, daging dan sebagainya (Hanifah,
2009, Puspitasari, et al, 2011).
e. Penggunaan alat kontrasepsi pada post SC dengan indikasi PEB adalah
menggunakan pilih saja KB tipebarrier, yang tanpa hormon seperti spiral/IUD
atau kondom. Jika mau suntik, maka pilih yang suntik 3 bulan karena tidak
mengandung estrogen (Senoaji, 2014).
f. Pengkajian kebutuhan dasar manusia (Pola Gordon)
1) Pola persepsi kesehatan:
Pengumpulan data tentang persepsi dan pemeliharaan kesehatan yang perlu
ditanyakan dan pada pasien antara lain persepsi tentang penyakit atau sakit,
persepsi tentang arti kesehatan, pesepsi tentang penatalaksanaan kesehatan
(Alimul, 2010).
2) Pola nutrisi/metabolik
Nutrisi dan metabolisme yang ditanyakan adalah diet khusus atau suplemen
yang dikonsumsi dan instruksi diet sebelumnya, nafsu makan, jumlah
makan, atau minuman serta cairan yang masuk, serta adanya mual atau
muntah (Alimul, 2010).
3) Pola eliminasi, defeksi, dan miksi
Pola ini yang perlu ditanyakan adalah jumlah kebiasaan defekasi perhari,
ada atau tidaknya konstipasi, penurunan frekuensi urine, oliguria, atau
anuria (Alimul, 2010).
4) Pola latihan dan aktivitas
Pengumpulan data ini yang perlu ditanyakan adalah kemampuan dalam
menata diri apabila tingkat kemampuannya 0 berarti madiri, 1=
menggunakan alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3= dibantu orng lain dan
juga alat, 4= ketergantungan (Alimul, 2010).
5) Pola tidur-istirahat
Pengkajian pola tidur-istirahat yang dilakukan adalah jumlah jam tidur pada
malam hari, pagi hari, siang hari, merasa tenang setelah tidur, adanya
terbangun pada dini hari atau mimpi buruk (Alimul, 2010).
6) Pola perseptual yaitu meliputi penglihatan, pendengaran, pengecap dan
sensasi
7) Pola konsep diri dan persepsi diri
Persepsi ini yang ditanyakan adalah tentang dirinya dari masalah-masalah
yang ada sepeerti perasaan cemas, ketakutan, atau penilaian terhadap diri
mulai dari peran, ideal diri, gambaran diri, dan identitas tentang dirinya
(Alimul, 2010).

8) Pola hubungan dan peran


Pola yang perlu ditanyakan adalah status pekerjaan, kemapuan bekerja
hubungan pasien dengan keluarga, dan gangguan terhadap peran yang
dilakukan.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pengumpulan data tentang pola seksual dan reproduksi dan maslah seksual
yang berhubungana dengan keadaan pasien saat ini. Hal yang perlu dukaji
dala pola reproduksi dan seksua adaah pakaha kehidupan seksualnya aktif,
apakah pengguanaan alat bantu atau pelindung, apakah mengalami
kesulitan atau perubahan dalam pemenuhan kebutuhan seks, menayakan
pada gambaran pola haid, usia menarche, dan riwayat kehamilan,
10) Pola koping stress dan toleransi
Pengumpulan data ini yang ditanyakan adalah koping mekanisme saat
terjadi masalah. Hal yang perlu dikaji adalah apakaha ada perubahan besar
dikehidupan dalam beberapa tahun terakhir, dalam menghadapi masalah
apa yang dilakukan, efektif atau tidak tindakan tersebut, apakah ada orang
lain untuk berbagi, pakah orang tesebut ada sampai sekarang, apakah paisen
selalu mengalami tegang, adakah penggunaan obat atau zat tertentu.
11) Pola keyakinan dan nilai
Yang perlu ditanyakan adalah pantangan dalam agama yang pada saat sakit,
serta kebutuhan rohaniawan.
1) Pemeriksaan fisik meliputi
Keadaan umum dan tanda-tanda vital (tekanan darah pada pasien PEB
biasanya diatole ≥110 mmH sementara systole ≥140 mmHg, temperature
yang tinggi biasanya berasal dari tanda-tanda infeksi postpartum dengan
ditandai peningkatan leukosit, nadi yang melebihi 100x/menit dicurigai
adanya infeksi atau terjadinya perdarahan pada postpartum, dan pernafasan
bila pernafasan lebih dari batas normal diwaspadai adanya udema pada
paru-paru).
2) Kepala dan leher: kloasma gravidarum, bengkak, konjungtiva anemis,
pembesaran kelenjar limfe, pembesaran vena jugularis.
3) Mata: warna kornea hitam,selaput mata putih, pupil isokor (3mm/3mm),
4) Hidung: Pernafasan kuping hidung.
5) Telinga: normal, tak ada gangguan pada telinga.
6) Mulut: selaput mukosa bibir tampak kering, bibir pecah-pecah dan tampak
pucat.
7) Leher: adanya pembesaran kelenjar getah bening , vena membesar.
8) Thorax/dada meliputi:
a) Jantung: Inspeksi: tidak ada jejas, Palpasi: tidak ada nyeri tekan,
Perkusi : pekak, Auskultasi: regular.
b) Paru-paru: Inspeksi: simetris, Palpasi : tidak ada nyeri tekan, Perkusi :
bunyi pekak pada paru-paru, Auskultasi : vesikuler. Dikaji juga adanya
edema paru seperti suara mengi, crackle, tanda dispnea, nafas dangkal
dan lain-lain.
c) Payudara: meliputi kesimetrsisan, bentu, ukuran, adanya benjolan,
puting susu menonjol atau tidak, cadanya cairan asi yang keluar.
9) Abdomen: Inspeksi :tampak linea nigra, adanya strae gravidarum, adanya
luka post SC, Auskultasi: aktivitas pertama terjadi pada usus yang tercatat
biasanya dalam 24 jam. Aktivitas kontraksi usus halus terhambat dalam 24
jam setelah pembedahan, tetapi fungsi normalnya kembali dalam 3-4 hari,
Palpasi: adanya nyeri tekan, tinggi tfu, tidak ada distensi kandung kemih,
Perkusi: timpani positif.
10) Ekstremitas: edema, pucat, dan reflek patella, tanda Homan: untuk
mengetahui adanya tromboflbitis, tanda homan positif.
11) Genetalia: penggunaan kateter , luka, hemoroid, pembengkakan perineum,
pengeluaran cairan, adanya massa, ada atau tidaknya1 distensi kandung
kemih.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan tertulis yang tegas dan jelas tentang
masalah kesehatan pasien, penyebabnya dan faktor yang menunjang. Kegiatan yang
dilakukan meliputi memilih data, mengelompokkan data, mengenal masalah,
menyusun daftar masalah, menyusun referensi dan kesimpulan serta menegakkan
diagnosa (Nursalam, 2013). Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan
PEB pro SC adalah sebagai berikut:
a. Risiko kejang berhubungan dengan spasme pembuluh darah
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan
ditandai dengan dispnea
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan hipertensi ditandai dengan
edema, pengisian kapiler >3 detik
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agen obat (anastesi) ditandai
dengan kesulitan membolak-balikkan posisi
e. Resiko konstipasi berhubungan dengan obstruksi pasca bedah
f. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
g. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
h. Kesiapan meningkatkan menjadi orang tua ditandai dengan keinginan
mengepresikan untuk meningkatkan peran menjadi oranng tua
i. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen ditandai dengan sesak nafas, kelemahan, dan keletihan
j. Ketidak efektifan pemberian ASI berhubungan dengan kontraindikasi terhadap
menyusui ditandai dengan ketidakadekuatan suplai ASI
k. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai
dengan peningkatan frekuwensi nadi, peningkatan hematokrit.
3. Fokus Intervensi
Intervensi keperawatan menurut menurut Indriani (2012), Sofian (2011), Wilis
(2014), Robson ( 2011), dan Prawirohardjo (2010) adalah sebagai berikut:
a. Resiko kejang berhubungan dengan spasme pembuluh darah
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan selama …x… jam diharapkan resiko kejang
tidak terjadi dengan kriteria hasil sebagai berikut:
Tabel 2.2 Cardiopulmonary Status
Indikator IR ER
1. Frekuwensi pernafasan
2. Peningkatan tekanan darah sistol
3. Peningkatan tekanan darah diastol
Keterangan :
1) Berat
2) Besar
3) Sedang
4) Ringan
5) Tidak ada
Intervensi : Monitor tanda-tanda vital ,monitor cairan, perawatan kehamilan
resiko tinggi
1) Monitor tekanan darah, nadi suhu, status pernafasan pasien
2) Monitor pola pernafasan abnormal
3) Monitor oximetri nadi
4) Monitor sianosis sentral dan perifer
5) Monitor asupan dan pengeluaran cairan
6) Minitor distensi vena leher, ronkhi diparu-paru, edema perifer, dan
penambahan berat badan
7) Catat ada tidaknya vertigo saat bangkit untuk berdiri
8) Monitor berat badan
9) Minotor warna, kuantitas, dan berat jenis urin
10) Kolaborasi dalam pemberian anti hipertensi
11) Kolaborasi dalam pemberian anti konvulsi
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan selama …x… jam diharapkan
ketidakefektifan pola nafas teratasi dengan kriteria hasil sebagai berikut:
Tabel 2.3 Respiratory Status
Indikator IR ER
1. Respirasi rate
2. Saturasi oksigen
3. Auskultasi suara nafas
Keterangan :
1) Penyimpangan berat dari kisaran normal
2) Berat dari kisaran normal
3) Sedang dari kisaran normal
4) Ringan dari kisaran normal
5) Tidak ada
Intervensi : Respiratory Monitoring
1) Monitor jumlah, ritme, kedalaman, dan usaha pernafasan
2) Monitor pola pernafasan (bradipnea, takipnea, hiperventilasi, pernafasan
kusmaul)
3) Monitor tingkatan saturasi oksigen pada pasien yang dibius
4) Perhatikan pergerakan dada, lihat kesimetrisan dada, penggunaan dari
otot aksesoris, dan retraksi otot intercosta.
5) Monitor peningkatan kegelisahan, ansietas, dan kebutuhan oksigen
6) Auskultasi suara nafas
7) Kaji perlunya suction pada jalan nafas engan cara auskultasi suara nafas
ronkhi diparu-paru
8) Catat perubahan saturasi oksigen
9) Monitor suara nafas tambahan seperti mengorok atau mengi
10) Monitor kelelahan otot diafragma, seperti gerakan paradok
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan hipertensi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan selama …x… jam diharapkan
ketidakefektifan perfusi jaringan teratasi dengan kriteria hasil sebagai berikut:
Tabel 2.4 Circulation Status
Indikator IR ER
1. Pitting udema
2. Pengeluaran urin
3. Tekanan darah
Keterangan :
1) Penyimpangan berat dari kisaran normal
2) Berat dari kisaran normal
3) Sedang dari kisaran normal
4) Ringan dari kisaran normal
5) Tidak ada
Intervensi : Vital Sign Monitoring and Hemodynamic Regulation
1) Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan
2) Perhatikan kenaikan tekanan darah
3) Monitor tanda dan gejala hipotermi atau hipertermi
4) Monitor irama dan tekanan jantung
5) Monitor pulse oximetri
6) Monitor pola pernafasan abnormal
7) Monitor warna, suhu, dan kelembaban kulit
8) Monitor sianosis central dan perifer
9) Monitor irama dan laju pernafasan
10) Monitor dan mencatat tekanan darah
11) Monitor tanda dan gejala dari status ,asalah perfusi seperti hipertensi,
ekstremitas dingin termasuk lengan dan kaki, tudur yang terus-menerus,
penurunan kadar kreatinin dan BUN, dan hipotermia
12) Monitor udema perifer
13) Tinggikan kepala atau kaki
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan agen obat (anestesi)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x… jam diharapkan
pasien menunjukkan mobilitas fisik yang baik dengan kriteria hasil sebagai
berikut :
Tabel 2.5 Mobility
Indikator IR ER
1. Berpindah dengan mudah
2. Berjalan
3. Koordinasi
Keterangan :
1) Ekstrim
2) Berat
3) Sedang
4) Ringan
5) Tidak ada
Internvensi : Activity therapy
1) Beri bantuan pada pasien saat mobilisasi
2) Intruksikan pasien untuk mobilisasi secara bertahap : miring, duduk,
berdiri, dan berjalan
3) Memperbolehkan keluarga berpartisipasi membantu pasien dalam
mobilisasi
4) Sarankan metode-metode untuk meningkatkan aktivitas fisik yang tepat
5) Menentukan komitmen pasien untuk meningkatkan frekuensi dan
berbagai aktivitas
6) Kolaborasi dengan keluarga dalam membantu aktivitas pasien
7) Monitor respon pasien terhapa aktivitas seperti emosional dan fisik
8) Membantu aktivitas fisik secara umum seperti: ambulasi, perpindahan,
dan perwatan diri
e. Risiko konstipasi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x… jam diharapkan
pasien menunjukkan resiko konstipasi tidak terjadi dengan kriteria hasil sebagai
berikut :
Tabel 2.6 Surgical Recovery: Post-Operative
Indikator IR ER
1. Suara bising usus
2. Mual
3. Muntah
Keterangan :
1) Ekstrim
2) Berat
3) Sedang
4) Ringan
5) Tidak ada
Internvensi : Bowel Management, Exercise Therapy: Ambulation
1) Monitor suara bising usus
2) Monitor tanda dan gejala konstipasi
3) Masukkan obat supositoria jika diperlukan
4) Berikan minuman hangat setelah makan
5) Evaluasi efek samping penggunaan obat untuk pengobatan
gastrointestinal
6) Perhatikan kapan terakhir kali pasien bab
7) Menganjurkan pasien untuk duduk di kasur, duduk di pinggir kasur
(dengan menggelantungkan kaki), dan duduk dikursi
8) Membantu pasien dalam perpindahan
9) Gunakan sabuk pengaman untuk membantu pasien berpindah dan
ambulasi
10) Gunakan alat bantu dalam ambulasi seperti kursi roda dan lain-lain
11) Menganjurkan ambulasi dalam batas aman
f. Risiko infeksi berhubungan dengan dengan trauma jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x… jam diharapkan
resiko infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil sebagai berikut :
Tabel 2.7 Maternal Status:Postpartum
Indikator IR ER
1. Nyeri luka insisi
2. Perdarahan vagina
3. Infeksi
Keterangan :
1) Ekstrim
2) Berat
3) Sedang
4) Ringan
5) Tidak ada
Internvensi : Wound Care
1) Monitor karakteristik dari luka termasuk warna, ukuran, bau, dan
pengeluaran cairan
2) Memberikan perawatan luka insisi
3) Pertahankan tehnik ganti balut steril ketika dalam perawatan luka
4) Singkirkan benda-benda yang tertanam pada lika seperti serpishan kassa
dll
5) Mengganti balutan dan plester perekat
6) Bersihkan dengan luka dengan normal saline
7) Inspeksi luka setiap dalam perawatan luka
8) Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka
9) Pemberian antibiotik pada pasien
10) Dokumentasi lokasi luka, ukuran dan tampilan
11) Periksa luka setiap kali ganti balutan
12) Bandingkan dan catat setiap perubahan luka
g. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selam …x… jam diharapkan nyeri
berkurang dengan kriteria hasil sebagai berikut :
Tabel 2.8 Pain Level
Indikator IR ER
1. Melaporkan nyeri
2. Ekspresi nyeri
3. Meringis kesakitan
Keterangan :
1) Ekstrim
2) Berat
3) Sedang
4) Ringan
5) Tidak ada
Intervensi : Pain Management
1) Kaji secara komprehensif melingkupi lokasi, karakteristik, durasi,
kualitas, keparahan nyeri, dan faktok presipitasi penyebab nyeri
2) Observasi isyarat nonverbal dari ketidaknyamanan dari nyeri
3) Memastikan perawatan analgesik pasien yang penuh perhatian
4) Ajarkan penggunaan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
seperti relaksasi nafas dalam
5) Meyarankan istirahat yang cukup untuk mengurangi rasa sakit
6) Edukasi informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan
berakhir, dan antisipasi ketidaknyaman dalam prosedur
7) Kontrol faktor lingkungan yang dapat berdampak pada ketidaknyamanan
pasien seperti kegaduhan, pencahayaan, suhu,dan pembatasan pengunjung
8) Pilih dan implementasikan tindakan beragam tindakan yang beragam
farmakologi, nonfarmokologi, nonfarmakologis, dan interpersonal.
h. Kesiapan meningkatkan menjadi orang tua
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selam …x… jam diharapkan pasien dan
keluarganya siap dengan kriteria hasil sebagai berikut :
Tabel 2.9 Knowledge Infant Care
Indikator IR ER
1. Memegang bayi dengan benar
2. Memandikan bayi
3. Perawatan tali pusat
Keterangan :
1) Tidak tahu
2) Pengetahuan terbatas
3) Pengetahuan menengah
4) Pengetahuan banyak
5) Pengetahuan luas
Intervensi : Parent Education: Infant
1) Ajari orang tuan dalam ketrampilan perawatan bayi baru lahir
2) Berikan informasi tentang menyusui
3) Mendorong orang tua memegang, berpelukan, pijat, menyentuh bayi
4) Membantu orang tua dalam menafsirkan isyarat bayi, isyarat non verbal,
dan menangis
5) Menginstruksikan orang tua tentang cara merawat popok
6) Memberikan informasi tentang karakteristik perilaku bayi yang baru lahir
7) Membantu orang tua mengidentifikasi tentang karakteristik perilaku bayi
yang baru lahir
8) Bantu orang tua dalam mengidentifikasi karakteristik perilaku bayi
9) Berikan informasi bagi orang tua mengenai bagaimana membuat
lingkungan rumah yang aman bagi bayi
10) Motivasi orang tua untuk bermain dengan bayi
11) Tunjukkan bagaimana tehnik menenangkan bayi
i. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selam …x… jam diharapkan intoleransi
aktifitas teratasi dengan kriteria hasil sebagai berikut :
Tabel 2.10 Respiratory Status
Indikator IR ER
1. Jumlah pernafasan
2. Saturasi oksigen
3. Ritme pernafasan
Keterangan :
1) Penyimpangan berat dari kisaran normal
2) Berat dari kisaran normal
3) Sedang dari kisaran normal
4) Ringan dari kisaran normal
5) Tidak ada
Intervensi : Oxygent Therapy, Exercise Therapy: Ambulation dan terapi
latihan: mobilitasi, dan
1) Pertahankan jalan nafas yang paten
2) Bersihkan jalan nafas pasien
3) Menginstruksikan pasien tentang pentingnya menggunakan perangkat
oksigen
4) Monitor efektivitas terapi oksigen (pulse oxymetry)
5) Monitor kemampuan toleransi pasien dalam pemindahan oksigen ketika
makan
6) Monitor kecemasan pasien terkait terapi okigen
7) Ganti dari nasal masker ke nasal kanul apabila sudah toleransi
8) Monitor lokasi dan kecenderungan adanya nyeri nyeri dan
ketidaknyamanan sekama pergerakan/aktivitas
9) Menganjurkan pasien untuk duduk di kasur, duduk di pinggir kasur
(dengan menggelantungkan kaki), dan duduk dikursi
10) Membantu pasien dalam perpindahan
11) Menganjurkan ambulasi dalam batas normal
j. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kontraindikasi terhadap
menyusui
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selam …x… jam diharapkan
ketidakefektifan pemberian ASI teratasi dengan kriteria hasil sebagai berikut :
Tabel 2.11 Breastfeeding Estabilisment: Infant
Indikator IR ER
1. Reflek hisap
2. Terdengar suar menelan
Keterangan :
1) Tidak adekuat
2) Sedikit adekuat
3) Sedang adekuat
4) Banyak adekuat
5) Sangat adekuat
Intervensi : Lactation Counseling
1) Memberikan informasi tentang manfaat psikologis dan fisiologis dari
menyusui
2) Memberikan kesempatan untuk menyusui setelah lahir, bila sanggup
3) Menginstruksikan pada isyarat makan bayi
4) Memonitor kemampuan bayi untuk menghisap
5) Menunjukkan menghisap pelatihan jika perlu (bersihkan jari untuk
menstimulasi reflek hisap dan menyusu)
6) Menginstruksikan ibu untuk melakukan perawatan payudara
7) Menyarankan ibu untuk memakai bra yang pas dan mendukung
8) Monitor nyeri putting dan gangguan pada kulit putting
9) Memberikan informasi keuntungan memberikan ASI setelah melahirkan
10) Intruksikan macam-macam posisi meyusui
k. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selam …x… jam diharapkan kekurangan
volume cairan teratasi dengan kriteria hasil sebagai berikut :
Tabel 2.12 Nutrition Status : Food and Fluid Intake
Indikator IR ER
1. Pemasukan makanan
2. Pemasukan cairan oral
3. Cairan intravena
Keterangan :
1) Tidak adekuat
2) Sedikit adekuat
3) Sedang adekuat
4) Banyak adekuat
5) Sangat adekuat
Intervensi : Fluid/Electrolyte Management, Bleeding Reducton: Postpartum
uterus
1) Monitor intake dan output
2) Monitor tekanan darah, nadi, frekuwensi pernafasan
3) Monitor tanda dan gejala perburukan dari dehidrasi seperti
poliuria/oliguria, mata cekung, dan nafas pendek yang cepat
4) Monitor hasil specimen laborat untuk memonitoring pada perubahan
tingkatan elektrolit/cairan seperti BUN, hematokrit, protein, albumin, urin
5) Berikan cairan intravena yang sesuai
6) Monitor tanda-tanda vital
7) Monitor respon pasien setelah pemberian cairan intravena
8) Meninjau kembali sejarah obstetri dan catatan persalinan dari faktor resiko
perdarahan postpartum
9) Menerapkan es ke fundus
10) Menaikkan kaki

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1.Pengkajian

3.1.1.IdentitasKlien
Identitas Klien Istri Suami

Tanggal pengkajian 28/11/2019 28/11/2019

Tanggal masuk RS 28/11/2019

Nama Ny. Y Tn. A

Alamat Jl.Marsma Iswayudi Jl.Marsma Iswayudi


RT.04 Bpp.Selatan RT.04 Bpp.Selatan
Umur 37 tahun 38 tahun

No RM 621726

Agama Islam Islam

Pendidikan SMA SMA

Pekerjaan Swasta Swasta

Suku bangsa Jawa Jawa


Diagnosa G2P1A0 Hamil 37-38
minggu , PEB
Dokter dr. T

4.2.2.IdentitasPenanggung Jawab
Identitas NY.Y

Nama Tn. A

Alamat Jl. Marsma Iswayudi RT.04 Bpp.Selatan

Umur 38 tahun

Agama Islam

Pendidikan SMA

Hub. Suami
Dengan
klien

4.2.3.RiwayatKesehatan
Riwayat Klien

Keluhan Kepala pusing , leher terasa tegang


utama

Alasan masuk Perut terasa kencang-kencang, mules, pusing


rumah sakit

Riwayat
Kesehatan Selama hamil mengalami mual muntah pada
sekarang trisemester pertama, pasien tidak memiliki penyakit
menular, pasien memiliki penyakit hipertensi, pasien
mengalami peningkatan tekanan darah di usia
kehamilan 32-33 minggu
Ny. Y mengatakan riwayat obstetri denganG2 P1 A0
dengan kelahiran aterm usia kehamilan 37-38
minggu.HPHT 06.03.2019, Taksiran Persalinan
13.12.2019 Klien datang dari ruang IRD rujukan
Riwayat dari Klinik. Asih degan keluhan pusing, pandangan
kehamilan kabur. Pasien masuk ruang mawar melati tanggal
sekarang 28.11.2019 jam 20.00 rencana Operasi SC Tanggal
29.11.19 jam 09.00. Pasien post op SCTP jam 13.20
WIB tanggal 29.11.2019 dengan program Pro SCTP
+ PEB + hiperkalemia dan terpasang infus RL16
tpm, drip MgSo4 40% 20 cc/kolf terpasangO2
3 lpm nasal kanul dan kateter urine. Klien
mengatakan perut terasa mules dan kencang-
kencang setiap 1 jam sekali.

Ny. Y mengatakan menarche pada usia 13 tahun


dengan siklus haid teratur 22 hari, lama menstruasi
Riwayat 7 hari, tidak ada masalah menstruasi, dalam sehari
menstruasi klien hanya mengganti pembalut 2x, nyeri haid
hebat kadang muncul pada 3 hari pertama.

Ny. Y menggunakan alat kontrasepsi suntik, tiap 3


Riwayat
bulan sekali pasien suntik ke puskesmas, Ny. Y
kontrasepsi
sudah 7 tahun KB suntik.

Ny. Y mengatakan tidak memiliki riwayat PEB. Ny.


Riwayat
Y mengatakan kelahiran ini merupakan operasi
penyakit
pertama yg klien lakukan. Kelahiran anak pertama
dahulu
normal ditolong oleh bidan di klinik.

Ny. Y mengatakan dalam keluarga tidak ada


Riwayat penyakit keturunan seperti jantung, paru,
kesehatan DM, atau Hipertensi.
keluarga

Genogram
Ket :
4.2.4.RiwayatKehamilan dan Persalinan yang lalu
Riwayat Klien

Status G2P1A0, hamil 37-38 minggu taksiran persalinan


Obstetri 13/12/2019, Pasien rutin kontrol 1 bulan sekali di klinik
dokter kandungan
Penggunaan Ya, obat dari klinik Ny. Y mengatakan tidak tahu nama
obat selama obatnya.
kehamilan
Ny.Y mengatakan reaksi suami dan keluarga terhadap
Adaptasi kelahiran bayi sangat baik.
kehamilan

Riwayat Ny. Y mengatakan memiliki 1 anak jenis kelamin


persalinan perempuan.
Perempuan, persalinan spontan 39-40 minggu, ditolong oleh
bidan dan anak masih hidup. Berat bayi saat lahir 2700gr
Panjang bayi 47 cm, saat lahir menangis kuat, diberikan ASI
Anak 1 selama 1 tahun, umur Anaknya sekarang 11 tahun tanggal
partus 27 Agustus 2008

Sebelum dirawat: Ny.Y mengatakan kesehatan itu


penting.
Pola persepsi
dan Selama dirawat: Ny.Y mengatakan harus
pemeliharaan benar-benar memperhatikan kesehatan.
kesehatan

Sebelum dirawat: Ny.Y makan 3x sehari dan minum 6x


sehari, dengan jenis sayur,daging, nasi, air putih dan teh.
Ny.Y dapat menghabiskan 1 porsi piring dan 1 porsi gelas.
Ny.Y tidak ada keluhan.

Pola nutrisi
dan metabolik
Selama dirawat: Ny.Y makan 3x sehari dan minum 6x
sehari, dengan jenis sayur,daging, nasi, air putih dan teh.
Ny.Y dapat menghabiskan 1 porsi piring dan 1 porsi gelas.
Ny.Y tidak ada keluhan.

Sebelum dirawat: Ny.Y BAB 1x sehari, tidak ada


keluhan.

Ny Y BAK 5x sehari, cair, kuning bening, tidak


ada keluhan Selama dirawat: Ny.Y belum BAB, tidak ada
Pola eliminasi keluhan.

Ny Y BAK
menggunakan kateter urine, cair, kuning pekat, tidak ada
keluhan.

Analisa Input : ± 2.850 cc


keseimbangan Output :± 2.300 cc
cairan Ballance : ± 550 cc
perhari tgl. 18/11/2019 BB :75 Kg
tgl 28/11/2019 BB :80 KG
Sebelum dirawat: Ny. Y mampu melakukan semua
kemampuan diri secara mandiri.
Selama dirawat: Ny. Y melakukan aktivitas secara :
Mandiri : makan dan minum dan ROM.
Pola aktivitas Dengan alat: toileting Dibantu orang lain : mandi,
dan latihan berpakaian, mobilitas di atas tempat tidur, berpindah.

Sebelum dirawat:
Pola istirahat Ny.Y tidur siang selama 2-3 jam, tidur malam 7-8 jam, tidak
tidur menggunakan pengantar tidur, tidak ada keluhan

Selama dirawat:
Ny.Y tidur siang selama 4-5 jam, tidur malam 9 jam, tidak
menggunakan pengantar tidur, terkadang pasien terbangun
karena nyeri pada luka operasi.
Sebelum dirawat: Ny. Y mengatakan tidak ada gangguan
dengan panca indra.
Pola kognitif Selama dirawat: Ny. Y mengatakan perut terasa kencang
perseptual dan mules setiap 60 menit sekali

Citra diri:
Ny. Y mengatakan tidak ada bagian tubuhnya yang tidak
disukai.
Identitas diri:
Ny.Y mengatakan dirinya adalah seorang perempuan yang
sudah berkeluarga.
Pola persepsi Peran diri:
diri atau Ny.Y mengatakan dirinya adalah seorang ibu bagi anaknya
konsep diri dan istri bagi suaminya.
Ideal diri:
Ny.Y mengatakan akan sangat ideal ketika melihat anaknya
sukses.
Harga diri:
Ny.Y mengatakan semua keluarga dan tetangga sangat
menghargainya.

Pola seksual Sebelum dirawat: Ny.Y mengatakan dirinya adalah ibu


dan beranak satu
reproduksi .
Selama dirawat: Ny.Y mengatakan dirinya adalah ibu
beranak 2.

Sebelum dirawat: Ny. Y mengatakan ketika muncul


masalah dalam keluarga selalu diselesaikan dengan
Pola musyawarah.
managemen Selama dirawat: Ny. Y mengatakan khawatir dengan
koping kehamilannya (keselamatan bayi dan ibu) dan proses operasi
besok

Sebelum dirawat: Ny. Y mengatakan beragama islam dan


selalu beribadah. Selama dirawat: Ny. Y mengatakan
Pola nilai dan beragama islam dan masih selalu beribadah.
keyakinan

Pengkajian Self consept mode ( konsep diri)


pendekatan a) Physical
adaptasi roy Klien menerima dengan kehamilan yang
direncanakan, klien menerima bentuk tubuh
yang mengalami perubahan, tidak ada
perubahan pola seksual setelah kehamilan,
klien tidak membatasi aktifitas, hubungan
dengan keluarga baik, hubungan dengan suami
baik, hubungan dengan teman dan tetangga
baik.

b) Personal self
Klien sangat percaya diri, kepercayaan
terhadap tuhan yang maha esa yang menolong
segala kesusahan dan kesulitan.
Role performance mode (fungsi peran)

Klien mengatakan siap untuk menjadi orang tua, klien


menyadari dan mengerti akan peran baru dank lien
siap menerima anggota baru

Interdependent mode ( interdependensi )

Keluarga mendukung secara utuh segala kegiatan


klien selam hamil dan kerap kali orang tua dan suami
membantu.

Klien merencanakan kelahiran bayi dengan


sebaik2nya

Rencana perawatan bayi yang akan dilakukan


a) Menyusui bayi dengan benar
b) ASI ekslusif 6 bulan
c) Perawatan tali pusat
d) Mandikan Bayi pagi dan sore
e) Imunisasi lengkap

Second level assessment


a) Stimulus fokal : klien tidak terpapar kuman
selama dilakukan perawatan di rumah sakit
b) Stimulus kontekstual : tidak penurunan daya
tahan tubuh
c) Stimulus residual : koping pertahan individu
klien baik, klien berorientasi bahwa segala
penyakit pasti akan ada obatnya

4.2.5.PemeriksaanUmum
Pemeriksaan Ny. Y

Keadaan
Baik
umum
Tingkat E4 V5 M6 ,
Kesadaran Composmentis
TD:150/96 mmHg
N : 90 kali/menit
TTV
T : 36,5 OC
RR : 20 kali/menit

4.2.6.Head To Toe
Head To Toe Klien

Kepala Bentuk bulat, tidak teraba benjolan, tidak ada lesi


Muka Bentuk oval, muka tidak pucat
Tidak udema, tidak anemis, isokor, tidak ikterik, tidak ada
Mata ganguan mata.

Hidung Tidak ada polip, bersih.


Gigi Ada caries.
Lidah Bersih.
Bibir Simetris, bersih.
Telinga Simetris, bersih.
Simetris kanan kiri, putting tampak masuk ke dalam, payudara
Payudara lebih berpigmen, bila dipijat keluar cairan berwarna jernih
(colostrums)
Dada
IC tidak nampak, tidak ada jejas atau lesi.
Inspeksi
Palpasi Tidak ada nyeri tekan.
Perkusi Sonor.
Auskultasi Vesikuler.
Abdomen (pre op)
Perut bulat, stretch mark pada perut bagian bawah
Inspeksi
Auskultasi Djj 138-140 x/mnt
TFU 29-30 cm, punggung kanan, presentasi kepala dibawah,
Palpasi
kepala melayang
Perkusi Tidak dilakukan
Abdomen (post -op)
Terdapat luka opersi pada perut bagian bawah , tertutup
Inspeksi
plester, tidak ada perdarahan.
Auskultasi Peristaltic usus 8x/menit
Tidak dilakukan
Palpasi
Perkusi Tidak dilakukan

Terpasang kateter, produksi 250 cc, warna kuning keruh


Genetalia

Ekstremitas
Klien Ny. Y
Variabel
(Kanan/kiri) Atas Bawah
Kekuatan
5/5 5/5
otot
ROM Aktif/aktif Aktif/aktif
Perunahan
bentuk -/- -/-
tulang
Perubahan
Hangat Hangat
akral
Udema -/- +/+
Capilary
<2 detik <2 detik
refil

4.2.7.PemeriksaanPenunjang
Hasil Satuan
Pemeriksaan
Ny. Y Nilai normal
Tanggal hasil lab Tanggal
28.11.2019
Hematologi Rutin

Hemoglobin 11.5 12.0-15.6 g/dl


Hematokrit 36 33-45 %
Leukosit 12.7 4.5-11.0 Ribu/µl
Trombosit 204 150-450 Ribu/µl
Eritrosit 4.29 4.10-5.10 Juta/µl
Gol. Darah B -
Hematostatis
PT 15.1 10.0-15. 0 Detik
APTT 32.4 20.0-40.0 Detik
INR 1.280 -
Kimia klinik
Glukosa darah
sewaktu 94 60-140 mg/dl

Sekresi
Protein kualitatif
Negatif Negatif -
HbsAg Non Non- -
Reaktif Reaktif
Natrium darah
138 136-145 mmol/L
Kalium darah
5,2 3.3-5.1 mmol/L
Clorida darah 105 98-106 mmol/L

Tanggal 29.11.2019
SGOT 28 <31 µ/l
SGPT 41 <34 µ/l
Albumin 3.2 3.5-5.2 g/dl
Creatinine 0.6 0.6-1.1 mg/dl
Ureum 10 <50 mg/dl
LDN 422 140-300 µ/l
Elektrolit
Natrium darah
132 136-145 mmol/L
Kalium darah
4,6 3.3-5.1 mmol/L
Clorida darah
105 98-106 mmol/L

4.2.8.Terapimedis
Tgl Jenis terapi Dosis terapi
klien Ny.Y klien Ny.Y
28.11.2019 Inf. RL 16 tpm
Inj. MgSO4 40 % 20cc/kolf

Inj. Furosemide 2x1 amp

29.11.2019 Inj. MgSO4 40 % 20cc/kolf/24 jam

P.O Ketorolac 30 mg/8 jam


P.O Asam 500 mg/8 jam
traneksamat
P.O Vit C 500 mg/12 jam
Ceftriaxone 2 x 1 gram
Terapi O2 3 lpm
30.11.2019 2 x 1 gram
Ceftriaxone
P.O Asam
500 mg/8 jam
Mefenamat
P.O Asam
500 mg/8 jam
Traneksamat
P.O Vit C 500 mg/12 jam

01.12.2019
P.O Cefadroxil 500 mg/12 jam

P.O Vit C 500 mg/12 jam

4.3.Analisa Data
No Tanggal Data Fokus Problem Etiologi
28.11.2019 DS : Risiko Konfusi -
1. jam.20.00 Ny. Y mengatakan akut (D.0068)
pusing, penglihatan
kabur
DO:
Keadaan umum
lemah
Kesadaran
composmentis
Edema tungkai
bawah +/+
T/D 150/96 mmHg
HR. 96X/mnt
RR. 20X/mnt
Lab :
Protein urine negatif

2. 28.11.2019 DS :
Jam.20.00 Ny. Y mengatakan Risiko -
pusing, penglihatan ketidakseimbangan
kabur Elektrolit(D.0037)
DO:
Keadaan umum
lemah
Kesadaran compos
mentis
Edema tungkai
bawah +/+
T/D 150/96 mmHg
HR. 96X/mnt
RR. 20X/mnt
Lab :
Protein urine
negative
Kalium 5,2 mmol/L

3 28.11.2019 DS :
Jam.20.30 Ny. Y mengatakan Anseitas (D.0080) Krisis situasional
merasa khawatir
tentang tindakan
operasi yang akan
dilakukan karena
baru pertama kali
operasi sectio.
Ny. Y mengatakan
khawatir dengan
DS. Gangguan Faktor mekanik
6. Ny.Y mengatakan integritas
terdapat sayatan kulit/jaringan
pada perut bekas (D.0129)
operasi sesar.

DO.
29.11.2019 Nampak luka di
Jam 15.00 tutup perban.
Nampak sayatan
pada perut Ny.Y
sepanjang ±10 cm
melintang di perut
kuadran III dan IV.
DS. Konstipasi Penurunan motilitas
7. Ny.Y sudah 3 hari (D.0049) gastrointestinal
belum BAB

DO.
TD:138/88 mmHg
N : 76kali/menit
30.11.2019 T : 36,5 OC
Jam.14.00 Peristaltik usus
9x/mnt

DS.
8. 30.11.2019 Menyusui tidak Ketidak adekuatan
Ny. Y mengatakan
efektif (D.0029)
Jam.15.00 produksi ASI nya Suplai ASI
sedikit
DO :
Ibu tidak rawat
gabung dengan
bayinya
Putting susu tampak
masuk ke dalam
DiagnosaKeperawatan
Diagnosa Pre op

Klien 1. Risiko konfusi akut (D.0068)


Ny. Y 2. Risiko ketidak seimbangan elektrolit (D0037)
3. Anseitas berhubungan dengan krisis situasional (D.0080)
Diagnosa post op

Klien 4. Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik (D.0077)


Ny. Y 5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (D.0054)
6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik
(D.0129)
7. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas
gastrointestinal (D.0049)
8. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidak adekuatan
suplai ASI (D.0029)
INTERVENSI KEPERAWATAN
No
TGL SLKI SIKI
dx.
28.11.2019 1 Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1 x 24 Pemantauan tanda-tanda vital (I.020060)
Observasi
jam Tingkat konfusi menurun dengan kriteria hasil :
1.1 Monitor tekanan darah, nadi suhu, status pernafasan pasien
- Tekanan darah dalam batas normal 1.2 Monitor pola pernafasan abnormal
1.3 Monitor pulse oximetri
- Respirasi dalam batas normal
1.4 Monitor sianosis sentral dan perifer
- Tidak ditemukan tanda-tanda kejang 1.5 Monitor asupan dan pengeluaran cairan
1.6 Minitor distensi vena leher, ronkhi diparu-paru, edema perifer,
dan penambahan berat badan
Terapeutik
1.7 Catat ada tidaknya vertigo saat bangkit untuk berdiri
1.8 Minotor warna, kuantitas, dan berat jenis urin
1.9 Dokumentasikan hasil pemantauan
1.10 Jelaskan prosedur dan tujuan pemantauan
1.11 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Manajemen Elektrolit (I.03122)
Observasi
2.1 Identifikasi kemungkinan penyebab ketidak seimbangan
elektrolit
2.2 Monitor kadar elektrolit serum
28.11.2019 2 Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24
2.3 Monitor kehilangan cairan
jam Keseimbangan elektrolit meningkat dengan
2.4 Monitor mual, muntah, diare
kriteria hasil : (L.03021)
2.5 Monitor tanda dan gejala Hipokalemia (kelemahanotot,
- Serum Natrium membaik
interval qt memanjang)
- Serum Kalium membaik
2.6 Monitor tanda dan gejalaHiperkalemia (gelisah, mual,
Terapeutik :

4.8 Berikan tehnik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri


(TENS, hypnosis, terapi music, aromaterapi, kompres
hangat/dingin, terapi pijat).
4.9 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan).

4.10 Fasilitasi istirahat dan tidur.

4.11 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi


meredakan nyer

Edukasi :

4.12 Jelaskan peyebab, periode dan pemicu nyeri.


4.13 Jelaskan strategi meredakan nyeri.
4.14 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
4.15 Anjurkan penggunaan analgetik secara tepat.
4.16 Ajarkan tehnik non farmakologis untuk mengurangi nyeri.

Kolaborasi :

4.17 Kolaborasi pemberian Analgetik, bila perlu


Dukungan Mobilisasi (I.05173)
Observasi :
5.1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
5.2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan.
5.3. Monitor Kondisi umum selama melakukan mobolisasi
5.4 Monitor frekwensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi.
Terapeutik
5.5.Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
5.6. Fasilitasi melakukan pergerakan , jika perlu
5.7.Libatkan keluarga untuk membantu pasien meningkatkan
pergerakan.
Edukasi
5.8. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.
5.9. Anjurkan melakukan mobilisasi dini.
5.10.Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis: duduk
di tempat tidur, duduk di samping tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi
6 Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam masalah Perawatan Luka (I.14564)
kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria
Observasi:
hasil :
Perfusi jaringan normal. Menunjukan proses terjadinya 6.1 Monitoring karateristik luka (drainage, warna, ukuran, bau)
penyembuhan luka.
6.2 Monitor tanda-tanda infeksi.
Tidak muncul luka baru.
Terapeutik:

6.3 Lepaskan balutan dan plester secara perlahan.


6.4 Cukur rambut sekitar luka, jika perlu
6.5 Bersihkan dengan Nacl atau pembersih non toksik.
6.6 Pasang balutan sesuai jenis luka.
6.7 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainage
6.8 Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan
protein1,25-1,5 g/kgBB/hari.

Edukasi:

6.9 Jelaskan tanda dan gejala infeksi.


6.10 Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein.
6.11 Anjurkan prosedur perawatan luka secara mandiri.
Kolaborasi :

6.12. Kolaborasi prosedur debridement, jika perlu.


6.13 Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu.

6.14 Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi sesuai


kebutuhan.
ManajemenKonstipasi (I.104155)

7.1. Periksa tanda dan gejala konstipasi

7.2. Periksa pergerakan usus

7.3. Anjurkan diet tinggi serat

7.4. Lakukan masase abdomen

7.5 Jelaskan etiologi dan masalah tindakan

7.6. Anjurkan peningkatan asupan cairan


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X24 jam,
7.6 Ajarkan cara mengatasi konsipasi
7. diharapkan proses defekasi membaik.
7.8. Konsultasi dengan tim medis tentang penurunan frekuensi
DenganKriteria :
bising usus
- Kontrol pengeluaran feses meningkat
7.9. Kolaborasi penggunaan obat pencahar jika perlu.

- Keluhan defekasi lama dan sulit menurun

- Distended abdomen menurun

EdukasiMenyusui (I.12393)
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : ny y Jenis Kelamin/Umur :


Dx. Medis : g2p1ao 37-38 mgg PEB Ruangan/Kamar :
MAWAR

Hari
Paraf
Tanggal
Jam Implementasi Keperawatan Evaluasi Nama

28-11-2019 1.1 melakukan pengukuran tekanan S : Klien mengatakan pusing, badan


darah, nadi, suhu, respirasi terasa lemas, perut kencang
Jam 20.00 kencang, dan terasa mules setiap 60
1.2 melakukan monitoring oksimetri
DX 1 menit sekali
1.3 melakukan pemantauan tetesan O : Kesadaran compos memntis
cairan E4V5M6 TD : 150/96 MMHG
1.4 melakukan observasi pembesaran NADI 80X/MENIT RR 20
vena jugularis, edema perifer dan XMENIT TEMP 36,5 C DJJ
peningkatan berat badan yang 135X/MENIT terapi RL drip Mgso4
drastic 40 % 20 cc/ setiap 16 tetes permenit
terpasang DC produksi 300 cc
1.5 melakukan observasi reaksi berwarna kuning keruh, terdapat
perubahan posisi dari berbaring ke oedem pada extremitas kanan dan
duduk kini dengan CRT < 3 detik hasil lab
tanggal 28 /11/ 2019 protein urine
1.6 melakukan monitoring produksi,
(-) kalium 5,3 mmol
jumlah dan warna urine

1.7 melakukan kolaborasi dalam


memberikan obat antihepertensi
dan anti konvulsi

S : Klien mengatakan pusing, badan


28.11.2019 2.1 melakukan identifikasi terasa lemas, perut kencang
kemungkinan terjadinya penyebab kencang, dan terasa mules setiap 60
Jam.20.15
ketidakseimbangan elektrolit menit sekali
DX 2
2.2 melakukan monitoring kehilangan O : Kesadaran compos memntis
cairan E4V5M6 TD : 150/96 MMHG
NADI 80X/MENIT RR 20
2.3 melakukan monitoring mual
XMENIT TEMP 36,5 C DJJ
muntah
135X/MENIT terapi RL drip Mgso4
2.4 melakukan monitoring tanda- 40 % 20 cc/ setiap 16 tetes permenit,
tanda hipolakemia dan furosemid 2 x 20 mg ,terpasang DC
hiperkalemia produksi 300 cc berwarna kuning
keruh, terdapat oedem pada
2.5 melakukan pendukomentasian
extremitas kanan dan kini dengan
hasil pemantauan CRT < 3 detik hasil lab tanggal 28 /
2.6 memberikan obat injeksi diuretic 11/ 2019 protein urine (-) kalium
20 mg intravena 5,3 mmol

3.1 melakukan identifikasi perubahan


tingkat ansietas S : Klien mengatakan merasa cemas
terhadap kondisi saat ini
28.11.2019 3.2 melakukan monitor tanda dan
gejala ansietas O : wajah tampak cemas, klien
Jam.20.30
3.3 menciptakan suasana yang tampak mngelus elus perutnya,
Dx 3 nyaman dan aman dengan klien ditemani oleh suaminya, TD :
membatasi pengunjung 150/96 MMHG NADI 80X/MENIT
RR 20 XMENIT TEMP 36,5 C DJJ
3.4 menemani pasien untuk 135X/MENIT
mengurangi kecemasan

3.5 mendengarkan keluhan pasien


dengan penuh empati

3.6 menganjurkan suami menemani


pasien

4.1. melakukan identifikasi,


karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas dan skala S: Klien meengatakan nyeri dengan :
29.11.2019
nyeri P : nyeri bertambah ketika bergerak
Jam.14.00
4.2. melakukan identifikasi respon Q : nyeri seperti disayat-sayat
DX 4 nyeri nonverbal
R : nyeri perut bekas operasi sctp
kuadran 3 dan 4
4.3. melakukan identifikasi
keyakinan dan pengetahuan S : skala nyeri 6
tentang nyeri T: nyeri hilang timbul

4.4. memberikan teknik O : Wajah tampak meringis menahan sakit


nonfarmakologi aromaterapi TD 150/90 mmhg Nadi 84 x / memit RR
20x/ menit temp 37c
jeruk masam

4.5. memberikan obat injeksi


analgesic 30 mg intravena
4.6. mengontrol suhu dan
pencahayaan ruangan

5.1 Mengidebtifikasi adanya nyeri


yang dirasakan oeh klien.

5.2 Memonitor kondisi umum pasien


selama melakukan mobilisasai S: Klien mengatakan gerakannya
terbatas karena nyeri post op
29.112019 5.3 Membatu pasien dalam
melakukan mobilisasi duduk dan Skala nyeri 6
Jam.15.00 toileting
Pasien mengatakan sudah 3 hari
Dx. 5 5.4 melibatkan keluarga pasien dalam tidak BAB
membantu klien dalam
mobilisasai. Pasien mengatakan produksi
ASInya sedikit
5.5 Menganjurkan pada pasien untuk
melakukan mobilisasi dini dengan O: Untuk duduk pasien dibantu
duduk di tempat tidur. oleh suami.

5.6 Membantu pasien untuk Pasien hanya miring kanan dan kiri
melakukan ambulasi.
Payudara tampak kencang, putting
susu masuk kedalam.

Dx 6 (Perawatan Luka)

6.1 melakukan monitoring


karakteristik luka warna, ukuran, bau

6.2 Melakukan monitor tanda-tanda


infeksi
29.11.2019
6.3 melepaskan balutan luka secara
Jam.15.00 perlahan

DX. 6 6.4 membersihkan luka dengan S:-


prinsip aseptik
O : terdapat luka di post sctp pada perut
6.5 menutup luka dengan kasa kuadran 3/ 4 luka bersih tidak ada tanda
tanda infeksi
6.6 memberikan diet dengan tinggi
kalori dan protein sebanyak 1 porsi
6.7 melakukan pendidikan kesehatan
tentang personal hygiene dan nutrisi

Dx 7 manajemen konstipasi

7.1 menanyakan keluhan dalam buang


air besar
:S : Klien mengatakan sudah 3x hari belum
7.2 mendengarkan bising usus ada BAB
30.11.2019 7.3 menganjurkan untuk makan tinggi
O : Bising usus 12 menit
Jam.14.00 serat
Klien menghabiskam makanan 1 porsi
DX.7 7.4 melakukan pijat pada daerah perut dangan tinggi serat dan protein

7.5 menjelaskan penyebab terjadinya


konstipasi

7.6 menganjurkan banyak minum air


putih

Dx 8 edukasi menyusui ( 1.12393 )

8.1 menanyakan kesiapan pasien


menerima penjelasan

8.2 menanyakan tujuan dan keinginan


alasan meyusui
S :klien mengatakan asi bisa keluar tapi
30.11.2019 sedikit, bayi belum aktif menysui
8.3 memberikan kesempatan untuk
Jam.14.00 bertanyaan O : payudara dara ibu tampak kencang,
puting susu tenggelam
Dx.8 8.4 memberikan dukungan dalam
menyusui

8.5 Menganjurkan untuk melibatkan


suami dalam mendukung menyusui

8.6 menjelaskan manfaat menyusui

8.7 mengajarkan posisi menyusui


dengan benar

8.8 mengajarkan perawatan payudara


Evaluasi
Dx Hari 1 DX Hari 2 Hari 3
Klien Ny. Y
1 S: Klien mengatakan DX. 4. DX.7
pusing berkurang S: Klien mengatakan S: Klien mengatakan
O: Kesadaran compos nyeri berkurang sudah
memntis E4V5M6 TD : dengan, skala nyeri 1. BAB.konsistensi
140/86 MMHG NADI O: klien nampak sudah keras, warna kuning
80X/MENIT RR 20 berjalan-jalan di O: klien sudah
XMENIT TEMP 36,5 C ruangan. beraktivitas ringan di
terapi RL drip Mgso4 A: Masalah nyeri akut ruangan.
teratasi sebagian. Peristaltik usus
40 % 20 cc/ setiap 16
P: Intervensi 10x/menit
tetes permenit selama selanjutnya A: Masalah konstipasi
24 jam furosemid 1x 20 : teratasi
mg ,terpasang DC -lanjutkan terapi P: Intervensi selanjutnya
produksi 800 cc obat -kaji keadaan :
berwarna kuning jernih, umum klien. -lanjutkan terapi obat
terdapat oedem pada -kaji keadaan umum
extremitas kanan dan klien.
-rencana klien boleh
kini dengan CRT < 3
pulang.
detik hasil lab tanggal
28 /11/ 2019 protein DX.8
urine (-) kalium 5,3
mmol S :Klien mengatakan
produksi ASInya
Ekspresi wajah nampak masih sedikit
menahan nyeri O: Payudara tampak
A: Masalah risiko kencang.
konfusi teratasi A: Masalah menyusui
P: Intervensi tidak efektif teratasi
selanjutnya sebagian
: P: Intervensi selanjutnya
-lanjutkan terapi obat :
-kaji keadaan umum - Menganjurkan untuk
klien.
melibatkan suami dalam
mendukung menyusui
- menjelaskan manfaat
menyusui
- mengajarkan posisi
menyusui dengan benar
- mengajarkan
perawatan payudara
2 S: Klien mengatakan DX.6
pusing berkurang, S: Klien mengatakan
badan lemas terdapat sayatan pada
O: Kesadaran compos perut bekas operasi SC.
memntis E4V5M6 TD : O: Luka nampak baik,
140/86 mmHg Nadi luka tertutup sempurna,
luka ditutup dengan
80X/Menit RR 20
perban. Perawatan luka
XMenit TEMP 36,5 C sudah diberikan.
D terapi RL drip Mgso4 Hentikan terapi yang
40 % 20 cc/ setiap 16 diberikan : inf. RA 16
tetes permenit, tpm
furosemid 1 x 20 mg O2 3 lpm
,terpasang DC produksi Kateter urine
800 cc berwarna kuning A: Masalah integritas kulit
belum teratasi.
jernih, terdapat oedem P: Intervensi selanjutnya
pada extremitas kanan :
dan kini dengan CRT < - Kaji luka bekas
3 detik hasil lab tanggal operasi SC pasien
29 /11/ 2019 protein
urine (-) kalium 4,6
mmol

3 S: Klien mengatakan DX.5


lebih tenang bila S: Klien mengatakan
ditemani suami terdapat sayatan pada
O: Expresi wajah rilek perut dan terasa
Pasien ditemani nyeri.
suami O: luka nampak
Pasien tampak tidur. tertutup perban.
A: Masalah anseitas TTV klien :
teratasi TD:140/86 mmHg
P: Intervensi selanjutnya N : 98 kali/menit
-Libatkan keluarga T : 36,6 OC
untuk menemani pasien RR : 20 kali/menit
Pasien berdiri di
bantu oleh keluarga
dan perawat
Pasien bisa duduk
tanda dibantu oleh
keluarga
A: Masalah mobilitas
fisik teratasi
P: Intervensi selanjutnya
:
-lanjutkan terapi obat.
- TTV
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis membahas mengenai asuhan keperawatan pada klien

dengan Pre-Eklamsia Berat, Hiperkalemia, pro SCTP di Ruang Mawar Melati

Rumah Sakit Umum Dr.Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. Pembahasan pada

bab ini berisi tentang perbandingan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus

yang disajikan untuk membahas tujuan khusus pada Ny Y. Setiap temuan

perbedaan diuraikan dengan konsep. Isi pembahasan sesuai tujuan khusus yaitu

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi tindakan, implementasi

keperawatan, dan evaluasi.

4.1. Pengkajian

Pengkajian adalah tanya jawab atau komunikasi secara langsung

dengan klien (autoanamnesis) maupun tak langsung (alloanamnesis) dengan

keluarganya untuk menggali informasi tentang status kesehatan klien. Status

kesehatan klien yang normal maupun yang senjang hendaknya dapat

dikumpulkan. Hal ini dimaksud untuk identifikasi pola fungsi kesehatan

klien, baik yang efektif optional maupun yang bermasalah. (Fauziah dan

Sutejo, 2012).

Pengkajian yang dilakukan kepada klien Ny. Y dengan Pre-Eklamsia

Berat, Hiperkalemia, pro SCTP di Ruang Mawar Melati Rumah Sakit Umum

Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan terdiri dari data subjektif dan data

objektif. Data subjektif berupa identitas klien dan penanggung jawab, riwayat

kesehatan, riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu, pemeriksaan


umum. Sedangkan data objektif adalah head to toe, pemeriksaan penunjang,

dan terapi medis.

Pengkajian dengan wawancara pada klien Ny. Y didapatkan keluhan

utama pre op yaitu klien mengatakan cemas dengan kehamilannya . Pada

klien Ny. Y setelah post op section caesarea klien mengeluh nyeri yang

dirasakan berupa nyeri bertambah ketika digerakan, nyeri seperti tertusuk-

tusuk, nyeri bagian luka post SC, skala nyeri 6 dan nyeri hilang timbul.

Hasil observasi didapatkan tanda-tanda vital klien dengan hasil

tekanan darah 150/96 mmHg, nadi 90 kali per menit, suhu 36,5 °C,

respiratory rate 20 kali per menit.

Pemeriksaan head to toe pada abdomen didapatkan hasil pengkajian

pada Ny. Y yaitu dari pemeriksaan inspeksi terdapat luka sayatan melintang

sepanjang ±10 cm pada bagian perut kuadran III dan IV. Pemeriksaan palpasi

pada klien terdapat nyeri tekan area post SC.

Klien memiliki riwayat obstetri persalinan anak pertama lahir normal

ditolong oleh bidan 9 tahun yang lalu. Klien baru pertama kali melakukan

kelahiran dan operasi caesarea yaitu pada tanggal 20.11.2019

Sectio Caesarea (SC) adalah proses persalinan yang dilakukan dengan

cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui

dinding depan perut atau vagina (Gurusinga, 2015). Tindakan operasi SC

menyebabkan terjadinya perubahan kontinuitas jaringan tubuh. Ketika

dilakukan proses operasi digunakan anastesi agar klien tidak merasakan

nyeri, namun setelah operasi selesai dan klien mulai sadar akan merasakan

nyeri pada bagian tubuh yang mengalami pembedahan. Nyeri yang dirasakan

ibu post SC berasal dari luka yang terdapat di perut (Sjamsuhidajat, 2005).
Nyeri yang dialami oleh klien selaras dengan teori yang ada. Nyeri

yang dialami oleh klien akan muncul setelah beberapa waktu dilakukan

operasi. Penilaian nyeri berupa subjektif sehingga setiap individu terkadang

akan menilai nyeri yang berbeda meskipun mereka sama-sama melakukan

operasi SC. Sayatan tersebut dapat berupa melintang atau membujur pada

abdomen klien. Abdomen yang mengalami sayatan akan menimbulkan rasa

nyeri. Sayatan yang terdapat pada perut selain menimbulkan kerusakan

integritas kulit, juga dapat menimbulkan resiko infeksi.

4.2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang renspon

individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual

dan potensial atau proses kehidupan (Andarmoyo, 2013)

Berdasarkan pengkajian yang sudah dilakukan kepada klien Ny. Y di

ruang Mawar Melati RSU Dr.Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan, didapatkan

diagnosa yaitu : (Pre op) Risiko konfusi akut, risiko ketidakseimbangan

elektrolit, anseitas, dan untuk post op yaitu nyeri akut berhubungan dengan

agen cedera fisik, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor

mekanik,konstipasi, dan menyusui tidak efektif.. Diagnosa keperawatan

utama pre op pada klien Ny. Y yaitu risiko konfusi akut sedangkan diagnose

utama post op yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.

Data yang ditemukan dari hasil pengkajian klien didapatkan data dari

klien berupa data subjektif Ny.Y mengatakan nyeri dengan : P : nyeri

bertambah ketika bergerak, Q: nyeri seperti tertusuk-tusuk, R :nyeri dibagian

luka post SC kuadran III dan IV, S :skala 5, T :nyeri hilang timbul. Data

objektif ekspresi wajah nampak menahan nyeri. TD:140/90 mmHg, N : 90

kali/menit, T : 36,5 OC, RR : 20 kali/menit.. Data objektif berupa ekspresi


wajah nampak menahan nyeri. TD:140/90 mmHg, N : 90 kali/menit, T : 36,5
O
C, RR : 20 kali/menit.

Nyeri adalah suatu kondisi yang menyebabkan suatu

ketidaknyamanan. Rasa ketidaknyamanan dapat disebabkan oleh terjadinya

kerusakan saraf sensori atau juga diawali rangsangan aktivitas sel T ke

korteks serebri dan menimbulkan persepsi nyeri (Smeltzer, 2010).

Komponen pengkajian analisis symptom meliputi (PQRST) : P

(Paliatif/Profocatif= yang menyebabkan timbulnya masalah), Q (Quality=

kualitas nyeri yang dirasakan), R (Regio = lokasi nyeri), S (Severity =

keparahan), T (Time = waktu) (Kneale & Davis, 2011).

Penulis memprioritaskan diagnose keperawatan risiko konfusi akut

pada pre operasi dan nyeri sebagai diagnosa utama post operasi karena kejang

bisa mengancam keselamatan ibu dan janin, sedangkan nyeri merupakan

keluhan utama klien post operasi. Berdasarkan hirarki kebutuhan manusia

menurut Abraham Maslow, kebutuhan rasa aman dan nyaman memang

menempati urutan ke dua setelah kebutuhan fisik, tetapi klien merasakan

kenyamanannya terganggu sehingga klien membutuhkan pertolongan untuk

mengatasi nyerinya agar kebutuhan rasa nyaman klien terpenuhi dan jika

masalah tidak segera diatasi akan menggangu kondisi fisik khususnya dalam

perawatan sehari-hari. Sehingga pada kasus ini ditemukan prioritas diagnosa

pre operasi resiko kejang dan prioritas diagnose post operasi nyeri akut.

5.3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan langkah berikutnya dalam proses

asuhan keperawatan. Perawat menetapkan tujuan dan kriteria hasil yang

diharapkan bagi klien dan merencanakan intervensi. Oleh karena itu,


diketahui bahwa dalam membuat perencanaan perlu mempertimbangkan :

tujuan, kriteria diharapkan dan intervensi keperawatan (Andarmoyo, 2013).

Tujuan pada prioritas diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen

cidera fisik pada klien adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24

jam diharapkan nyeri akut berkurang atau hilang. Kriteria hasil yang di

inginkan adalah mampu mengontrol nyeri, melaporkan bahwa nyeri

berkurang dengan menggunakan menejemen nyeri, dan mengatakan rasa

nyaman setelah nyeri berkurang. Intervensi yang diberikan berupa kaji

riwayat nyeri, lokasi, frekuensi, durasi, intensitas dan skala nyeri, berikan

tindakan kenyamanan dasar : relaksasi, distraksi, imajinasi, massage, awasi

atau pantau TTV, berikan posisi yang nyaman, ajarkan ambulasi dini,

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.

Intervensi keperawatan yang sudah direncanakan dituliskan

berdasarkan SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) dan SIKI

(Standar Intervensi Keperawatan Indonesis). Intervensi keperawatan yang

dilaksanakan telah sesuai dengan teori SIKI dan SLKI, dengan menyesuaikan

kondisi klien dan fasilitas yang ada, sehingga masalah keperawatan dapat

diselesaikan secara komprehensif.

5.4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan komponen dari proses

keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana

tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan

dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Andarmoyo, 2013).

Implementasi dalam mengurangi nyeri klien adalah mengkaji riwayat

nyeri, lokasi, frekuensi, durasi, intensitas dan skala nyeri, memberikan

tindakan kenyamanan dasar : relaksasi, distraksi, imajinasi, massage, awasi


atau memantau TTV, memberikan posisi yang nyaman, ajarkan ambulasi dini,

mengkolaborasikan dengan dokter dalam pemberian analgetik.

Pada kasus klien Ny.Y, sebelum dilakukan implementasi pada hari

pertama klien merasakan nyeri dengan data subjektif diketahui P : nyeri

bertambah ketika bergerak, Q: nyeri seperti tertusuk-tusuk, R :nyeri dibagian

luka post SC kuadran III dan IV, S :skala 5, T :nyeri hilang timbul. Data

objektif ekspresi wajah nampak menahan nyeri. Setelah klien mendapatkan

implementasi hasil dirasaakan pada hari kedua data subjektif diketahui klien

mengatakan nyeri dengan : P : nyeri bertambah ketika bergerak, Q: nyeri

seperti tertusuk-tusuk, R :nyeri dibagian luka post SC kuadran III dan IV, S

:skala 1, T :nyeri hilang timbul. Data objektif klien nampak sudah

berjalanjalan di ruangan.

Implementasi yang dilakukan sebagai jurus utama dalam menangani

nyeri pada klien post SC atas indikasi PEB adalah ambulasi dini. Ambulasi

menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi

kembali fungsi gastrointestinal normal. Ambulasi dini sesuai tahapan

prosedur yaitu setelah 6 jam pertama ibu dengan post sectio caesarea

sebaiknya melakukan tirah baring dengan menggerakan lengan tangan, kaki

dan tungkai bawah. Setelah 6-10 jam klien diharuskan untuk miring kanankiri

untuk mencegah trombosis dan trombo emboli. Setelah itu, ibu mulai dapat

duduk setelah 24 jam post sectio caesarea. Kemudian, secara bertahap dapat

mulai belajar berjalan secara perlahan dan perlu pengawasan (Puji, dkk,

2016).

Implementasi yang penulis lakukan kepada klien yaitu mengunyah

permen karet 2 jam pasca operasi untuk mempercepat pemulihan peristaltic

usus pasca operasi SC, hal ini sesuai dengan jurnal yang berjudul
“Mengunyah permen karet sebagai terapi modalitas untuk percepatan

pemulihan pasca operasi SC “ Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN

Alaudin Makasar. sedangkan ambulasi dini dilakukan pada 24 jam pasca

operasi. Pada hari kedua setelah dilakukan ambulasi dini, klien mengalami

penurunan skala nyeri menjadi skala 1. Hal ini, sesuai dengan jurnal yang

berjudul “ Pengaruh Ambulasi Dini terhadap Intensitas Nyeri pada Pasien

Post Sectio Caesarea di Ruang Flamboyen RSUD Dr. R. Koesma Tuban”.

5.5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah tahap terakhir dari proses asuhan

keperawatan untuk mengukur renspon klien terhadap tindakan keperawatan

dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan (Andarmoyo, 2013).

Evaluasi yang dilakukan pada klien selama 3x24 jam didapatkan

hasil pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik yaitu

kedua klien sama – sama merasakan nyeri dengan P : nyeri bertambah ketika

bergerak, Q: nyeri seperti tertusuk-tusuk, R :nyeri dibagian luka post SC

kuadran III dan IV, S :skala 1, T :nyeri hilang timbul dan data objektif klien

nampak sudah berjalan-jalan di ruangan.

Pelaksanaan mengunyah permen karet dapat dilakukan 2 jam pasca

operasi SC yang bertujuan untuk merangsang peristaltic usus sehingga pasien

terhindar dari konstipasi dan mempercepat pemberian diit pada pasien. Hal

ini sesuai dengan jurnal yang berjudul ‘Mengunyah permen karet sebagai

terapi modalitas untuk percepatan pemulihan pasca opersi SC” Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alaudi Makasar, 2 jam setelah passion

mengunyah permen karet peristaltic usus pasien dapat terdengar 9 x/menit.


Ambulasi dapat dilakukan 7 hari berturut-turut atau 2 hari

berturutturut. Pengaruh ambulasi dilakukan selama 7 hari maupun 2 hari

memiliki manfaat yang sama yaitu menurunkan intensitas nyeri. Tidak ada

yang berbeda dalam pemberian ambulasi selama 7 hari maupun 2 hari.

Langkah yang diberikan pada rensponden juga sama, yang berbeda hanya

pada lama waktu pemberian (Puji Utami dkk, 2016).

Hal ini sesuai dengan jurnal yang berjudul “ Pengaruh Ambulasi Dini

terhadap Intensitas Nyeri pada Pasien Post Sectio Caesarea di Ruang

Flamboyen RSUD Dr. R. Koesma Tuban” bahwa setelah dilakukan ambulasi

dini responden mengalami penurunan intensitas nyeri. Nyeri yang dirasakan

pada awal pengkajian yang masih tinggi atau sedang setelah dilakukan

ambulasi dini menjadi ringan atau hilang.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien Ny. Y ,maka


penulis menyimpulkan sebagai berikut :

1. Pengkajian

Pengkajian dengan wawancara pada klien didapatkan keluhan

utama pre op, pusing penglihatan kabur dan untuk post operasi di

dapatkan keluhan yang sama yaitu klien mengatakan nyeri pada luka post

SC. Pada klien nyeri yang dirasakan berupa nyeri bertambah ketika

digerakan, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri bagian luka post SC, skala

nyeri 5 dan nyeri hilang timbul.

2. Prioritas diagnosa keperawatan

Prioritas diagnosa keperawatan pre op pada kasus ini adalah

resiko kejang dan untuk post op adalah nyeri akut berhubungan dengan

agen cidera fisik.

3. Intervensi keperawatan

Intervensi yang dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri klien

adalah kaji riwayat nyeri, lokasi, frekuensi, durasi, intensitas dan skala

nyeri, berikan tindakan kenyamanan dasar : relaksasi, distraksi, imajinasi,

massage, awasi atau pantau TTV, berikan posisi yang nyaman, ajarkan

ambulasi dini, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.

4. Implementasi keperawatan

Implementasi yang diberikan untuk merangsang peristaaltik usus


klien yaitu dengan mengunyah permen karet 2 jam pasca opersi operasi
untuk mempercepat pemulihan peristaltic usus pasca operasi SC, hal ini
sesuai dengan jurnal yang berjudul “Mengunyah permen karet sebagai
terapi modalitas untuk percepatan pemulihan pasca operasi SC “ Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alaudin Makasar.

Implementasi yang diberikan kepada klien untuk mengurangi rasa

nyeri penulis menggunakan metode ambulasi dini pada jurnal yang

berjudul “ Pengaruh Ambulasi Dini terhadap Intensitas Nyeri pada Pasien

Post Sectio Caesarea di Ruang Flamboyen RSUD Dr. R. Koesma

Tuban”. Ambulasi dini sesuai tahapan prosedur yaitu setelah 6 jam

pertama ibu dengan post sectio caesarea sebaiknya melakukan tirah

baring dengan menggerakan lengan tangan, kaki dan tungkai bawah.

Setelah 6-10 jam klien diharuskan untuk miring kanan-kiri untuk

mencegah trombosis dan trombo emboli. Setelah itu, ibu mulai dapat

duduk setelah 24 jam post sectio caesarea. Kemudian, secara bertahap

dapat mulai belajar berjalan secara perlahan dan perlu pengawasan (Puji,

dkk, 2016).

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi pada klien setelah dilakukan implementasi ambulasi dini

adalah pada klien selama 3x24 jam didapatkan hasil pada diagnosa nyeri

akut berhubungan dengan agen cidera fisik yaitu kedua klien sama –

sama merasakan nyeri dengan P : nyeri bertambah ketika bergerak, Q:

nyeri seperti tertusuk-tusuk, R :nyeri dibagian luka post SC kuadran III

dan IV, S :skala 1, T :nyeri hilang timbul dan data objektif klien nampak

sudah berjalan-jalan di ruangan. Perubahan yang terjadi pada klien

selama perawatan yaitu terletak pada skala nyeri yang awalnya klien

memiliki skala nyeri 5 turun menjadi skala nyeri 1.


Evaluasi pada klien setelah diberikan implementasi mengunyah

permen karet 2 jam pasca operasi SC pada pemeriksaan auskultasi

abdomen peristaltic usus 9 kali/menit.

6.2. Saran

6.2.1. Pengembang ilmu pengetahuan

Diharapkan peneliti selanjutnya mampu mengembangkan

metode ambulasi dini dan mengunyah permen karet dalam mengurangi

intensitas nyeri dan merangsang peristaltik usus pada klien dengan post

sectio caesarea.

6.2.2. Penggunaan Praktis

6.2.2.1. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Diharapkan pihak institusi khususnya Poltekes

Kemenkes Kaltim Jurusan Keperawatan dapat menambah

referensi tentang asuhan keperawatan khususnya pada klien

dengan pre eklamsi berat, hyperkalemia pro sectio caesarea.

6.2.2.2. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan pihak rumah sakit khususnya RSU Dr.

Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan dapat mempertahankan

kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan dengan klien demi

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bersama khususnya

pada klien dengan pre eklamsi berat, hyperkalemia pro sectio

caesarea.

6.2.2.3. Bagi Perawat

Diharapkan perawat dapat mengaplikasikan metode

ambulasi dini dalam mengurangi intensitas nyeri pada klien

dengan pre eklamsi berat, hyperkalemia pro sectio caesarea.


6.2.2.4. Bagi Klien

Diharapkan pengetahuan yang sudah diperoleh

diaplikasi-kan kepada keluarga atau individu dengan pre

eklamsi berat, hyperkalemia,pro sectio caesarea.

Anda mungkin juga menyukai