Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1 Latar belakang

Setiap tahunnya diperkirakan terjadi 7,6 juta kematian perinatal di seluruh dunia dimana
57% diantaranya merupakan kematian fetal atau intrauterine fetal death (IUFD). Sekitar 98%
1,2
dari kematian perinatal ini terjadi di negara yang berkembang. . Kematian janin dapat terjadi
antepartum atau intrapartum dan merupakan komplikasi yang paling berbahaya dalam
kehamilan. Insiden kematian janin ini bervariasi diantara negara. Hingga saat ini, IUFD masih
menjadi masalah utama dalam praktek obstretrik. 3,4,5

WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist menyatakan Intra


Uterine Fetal Death ( IUFD ) adalah kematian pada fetus dengan berat lahir 500 gram atau lebih.
3
Menurut United States National Center for Health Statistic, kematian janin atau fetal death
dibagi menjadi Early Fetal Death, kematian janin yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari
20 minggu, Intermediate Fetal Death, kematian janin yang berlangsung antara usia kehamilan
20-28 minggu dan Late Fetal Death, kematian janin yang berlangsung pada usia lebih dari 28
minggu.

Angka kematian janin termasuk dalam angka kematian perinatal yang digunakan sebagai
ukuran dalam menilai kualitas pengawasan antenatal. Angka kematian perinatal di Indonesia
tidak diketahui dengan pasti karena belum ada survei yang menyeluruh. Angka yang ada ialah
angka kematian perinatal dari rumah sakit besar yang pada umumnya merupakan referral
hospital, sehingga belum dapat menggambarkan angka kematian perinatal secara keseluruhan.

Penyebab kematian janin bersifat multifaktorial baik dari faktor fetal, maternal, plasenta
maupun iatrogenik dengan 25 – 35 % kasus tidak diketahui penyebabnya. Untuk dapat
menentukan penyebab pasti harus dilakukan pemeriksaan autopsi. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat menegakkan diagnosis kematian janin intra
uterin.

Penatalaksanaan kematian janin intra uterin ialah melakukan terminasi kehamilan yang
dapat dilakukan melalui penanganan ekspektatif dan penanganan aktif. Ada beberapa metode
terminasi kehamilan pada kematian janin intra uterin, yaitu dengan induksi persalinan
pervaginam dan persalinan perabdominam (Sectio Caesaria ).

Dalam laporan kasus ini akan dibahas lebih lanjut mengenai IUFD dari faktor risiko,
etiologi hingga upaya penatalaksanaannya.

II. 2 Tujuan

1. Tujuan umum
Mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya IUFD serta mengetahui
penatalaksanaan gejala dan keluhan yang timbul pada wanita dengan IUFD

2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan tentang IUFD pada kasus
b. Mengetahui terapi pada pasien dengan keluhan dan gejala IUFD
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Definisi
Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 – International Statistical
Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau janin pada
usia gestasional ≥ 22 minggu. 2. WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist
(menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ialah janin yang mati dalam rahim dengan berat
badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau
lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau
infeksi

II. 2 Etiologi
Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin dapat
disebabkan oleh faktor maternal, fetal atau kelainan patologik plasenta.
 Faktor Maternal :
Post term (>42 minggu), diabetes melitus tidak terkontrol, seistemik lupus erimatosus,
infeksi, hipertensi, preeklampsia, eklampsia, hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit
rhesus, ruptura uteri, antifosfolippid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu.
 Faktor Fetal :
Hamil kembar, hamil tubuh terhambat, kelainan kongenital, kelainan genetik, infeksi
 Faktor plasental :
Kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa
 Sedangkan faktor risiko terjadinya kematian janin intra uterine meningkat pada usia ibu
> 40 tahun, pada ibu infertil, riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu
(ureplasma uretikum), kegemukan, ayah berusia lanjut.

II.3 Klasifikasi
Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian janin dapat dibagi
menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Golongan I : kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh (early fetal
death)
2. Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal death)
3. Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death)
4. Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas.

Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan- perubahan
sebagai berikut :
1. Rigor mortis (tegang mati)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) :
kulit kemerahan ‘setengah matang’
3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) :
Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi
merah dan mulai mengelupas.
4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) : kulit mengelupas luas, efusi cairan serosa di rongga
toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah
coklat.
.

5. Maserasi grade III (durasi >8 hari)


Hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh, mungkin terjadi mumifikasi. Badan janin
sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem dibawah
kulit.

II. 4 Manifestasi klinis & Diagnosis


1) Anamnesis :
 Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.
 Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil
 Penurunan berat badan

2) Pemeriksaan Fisik :
 Tinggi fundus uteri menurun, atau lebih rendah dari usia kehamilan
 Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang biasanya dapat terlihat pada ibu yang kurus
 Tidak teraba gerakan-gerakan janin

 Berat badan ibu menurun

 Dengan Doppler tidak dapat didengar adanya bunyi jantung janin.

3) Pemeriksaan penunjang:

a. USG
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan ultrasound, dimana tidak tampak
adanya gerakan jantung janin
b. Foto radiologik
– Tampak Tulang-tulang tengkorak tutup menutupi (tanda Spalding) yaitu
tumpang tindih (overlapping) secara ireguler tulang tengkorak, yang
terjadi akibat likuefaksi massa otak dan melemahnya struktur
ligamentosa yang membentuk tengkorak. Biasanya tanda ini muncul 5 hari
setelah kematian. Namun ciri-ciri yang sama dapat ditemukan pada
kehamilan ekstrauterin dengan janin hidup.
Spalding’s sign.
– Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda Naujokes)
– Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda Gerhard)
– Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin (tanda Robert)
– Femur length yang tidak sesuai dengan usia kehamilan. Digunakan untuk
menentukan usia kehamilan dan adanya kelainan dari system skelet

Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin, pemeriksaan
plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara komprehensif untuk mencari penyebab
kematian janin termasuk analisis kromosom, kemungkinan terpapar infeksi untuk
mengantisipasi kehamilan selanjutnya

Protokol Pemeriksaan pada janin dengan IUFD menurut Cunningham dan Hollier
(1997)1:

1. Deskripsi bayi
 malformasi
 bercak/ noda
 warna kulit – pucat, pletorik
 derajat maserasi
2. Tali pusat
 prolaps
 pembengkakan - leher, lengan, kaki
 hematoma atau striktur
 jumlah pembuluh darah
 panjang tali pusat
3. Cairan Amnion
 warna – mekoneum, darah
 konsistensi
 volume
4. Plasenta
 berat plasenta
 bekuan darah dan perlengketan
 malformasi struktur – sirkumvalata, lobus aksesorius
 edema – perubahan hidropik
5. Membran amnion
 bercak/noda
 ketebalan
 Tabel . Diagnosis dan Diagnosis Banding IUFD

Gejala dan Tanda


Gejala dan Tanda yang Kemungkinan
yang Kadang- Kadang
Selalu Ada Diagnosis
Ada

Gerakan janin berkurang Syok, uterus Solusio Plasenta


atau hilang, nyeri perut tegang/kaku, gawat janin
hilang timbul atau atau DJJ tidak terdengar
menetap, perdarahan
pervaginam sesudah
hamil 22 minggu
Gerakan janin dan DJJ Syok, perut kembung/ Ruptur Uteri
tidak ada, perdarahan, cairan bebas intra
nyeri perut hebat abdominal, kontur uterus
abnormal, abdomen
nyeri, bagian-bagian
janin teraba, denyut nadi
ibu cepat
Gerakan janin/DJJ hilang Tanda-tanda kehamilan IUFD
berhenti, TFU
berkurang, pembesaran
uterus berkurang

II.5 Komplikasi 1

Komplikasi yang dapat terjadi ialah trauma psikis ibu ataupun keluarga, apalagi bila
waktu antara kematian janin dan persalinan berlangsung lama. Bila terjadi ketuban pecah dapat
terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila kematian janin lebih dari 2 minggu.

II. 6 Penantalaksanaan 1,2,4

Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau
kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati. 6

1. USG merupakan sarana penunjang diagnostik pasti untuk memastikan kematian janin dimana
gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan, tidak ada denyut jantung janin,
ukuran kepala janin dan cairan ketuban berkurang.

2. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien selalu
didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa kemungkinan besar dapat lahir
pervaginam.

3. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu
dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.

4. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu
dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi
5. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan penanganan aktif.

6. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu

a. Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau


prostaglandin.

b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin


atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan amniotomi karena berisiko
infeksi

c. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir

7. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan serviks belum
matang, matangkan serviks dengan misoprostol:

a. Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6 jam

b. Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi 50
mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan
melebihi 4 dosis.

8. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

9. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah, waspada
koagulopati

10. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan kegiatan
ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

11. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi plasenta dan
infeksi .

SKEMA PENATALAKSANAAN IUFD1

Kasus refrakter atau kasus Partus Spontan


dimana terminasi kehamilan dalam 2 minggu

diindikasikan (80%)

 Psikologis
 Infeksi
 Penurunan kadar fibrinogen
 Retensi janin lebih dari 2 minggu
Rawat di RS, Induksi persalinan

Servik matang Servik belum matang

Infus Oksitosin Misoprostol

Gagal gagal

Oksitosin diulang dengan Ditambah dengan infus Oksitosin

Ditambah Prostaglandin/vaginam

II.6.1 METODE-METODE TERMINASI

1. Terminasi dilakukan dengan induksi, yaitu :


 Infus Oksitosin
Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah terjadi pematangan
serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5%
melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat diberikan dalam waktu yang bersamaan.
Pada kasus yang induksinya gagal, pemberian dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada
hari berikutnya. Infus dimulai dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5%
dengan kecepatan 30 tetes per menit.

Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis dinaikkan menjadi 40 unit.
Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang tinggi harus dipikirkan, oleh karena itu tidak
boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu yang sama.

Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat menurunkan resiko tersebut.
Apabila uterus masih refrakter, langkah yang dapat diulang setelah pemberian prostaglandin per
vaginam. Kemungkinan terdapat kehamilan sekunder harus disingkirkan bila upaya berulang
tetap gagal menginduksi persalinan.

 Misoprostol
Pemberian misoprostol per vaginam di daerah forniks posterior sangat efektif untuk induksi
pada keadaan dimana serviks belum matang. Pada kematian janin 24-28 minggu dapat
digunakan, misoprostol secara vaginal (50-100 μg tiap 4-6 jam) dan induksi oksitosin. Pada
kehamilan diatas 28 minggu dosis misoprostol 25 μg pervaginam / 6jam Langkah induksi ini
dapat ditambah dengan pemberian oksitosin.

2. Operasi Sectio Caesaria (SC)

Pada kasus IUFD jarang dilakukan. Operasi ini hanya dilakukan pada kasus yang dinilai
dengan plasenta praevia, bekas SC ( dua atau lebih) dan letak lintang.

II.7. Pencegahan 1,2,3

Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah
bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta. Pada gemelli dengan
T+T (twin to twin transfusion) pencegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis.
Resiko kematian janin dapat sepenuhnya dihindari dengan antenatal care yang baik. Ibu
menjauhkan diri dari penyakit infeksi, merokok, minuman beralkohol atau penggunaan obat-
obatan.

Tes-tes antepartum misalnya USG, tes darah alfa-fetoprotein, dan non-stress test fetal
elektronik dapat digunakan untuk mengevaluasi kegawatan janin sebelum terjadi kematian dan
terminasi kehamilan dapat segera dilakukan bila terjadi gawat janin.
BAB III
KASUS

III.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. F

Umur : 25 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Kliwonan, RT/RW 02/07, Desa Jogomulyo,

Tempuran

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Suku : Jawa

Asuransi : Jampersal

Tgl Masuk RS : 3 Oktober 2012 (pukul 19.45 WIB)

III.2 ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan tanggal 3 Oktober 2012 (pukul 19.45 WIB)

A. Keluhan Utama : G3P1A0


Janin tidak bergerak sejak 3 hari yang lalu (1 Oktober 2012)

B. Keluhan tambahan :
Darah (-), cairan (-), kenceng-kenceng (-)
C. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RST dr Soedjono Magelang dengan keluhan utama janin
tidak bergerak sejak 3 hari SMRS. Sebelumnya pasien tidak pernah merasakan hal
tersebut. Tidak terdapat kenceng-kenceng darah, cairan yang keluar dari jalan lahir,
Pasien melakukan ANC di Puskesmas > 5x selama kehamilan, tidak teratur tiap
bulannya.

Pasien tidak mengalami trauma dalam kehamilannya, pasien juga tidak ada
riwayat demam tinggi dan alergi selama hamil, riwayat keputihan disangkal, Riwayat
minum obat-obatan lama juga disangkal.

D. Riwayat Penyakit Dahulu :


Hipertensi, DM, alergi dan asma disangkal oleh pasien

E. Riwayat Penyakit Keluarga :


Hipertensi, DM, alergi dan asma disangkal oleh pasien.

F. Riwayat Menstruasi :
 Menarche : 17 tahun
 Siklus : 28 hari
 Lama haid : 7 hari
 Banyak : 2-3x ganti pembalut
 Dismenorrhea : (-)
 HPHT : 4 / 03 / 2012
 HPL : 11 / 12 / 2012

G. Riwayat Perkawinan :
Menikah satu kali, usia perkawinan 5 tahun, status masih menikah

H. Riwayat Persalinan :
1. Keguguran
2. Laki-laki, usia 1 tahun, spontan, bidan, 3100 gr
3. Hamil ini
I. Riwayat KB : tidak memakai KB

J. Riwayat Operasi : Pasien belum pernah operasi sebelumnya

K. Riwayat ANC :
Kontrol ke puskesmas >5x selama kehamilan, tidak rutin. Hamil saat ini mual (-),
muntah (-), perdarahan (-), riwayat trauma (-), riwayat infeksi (-)

L. Kebiasaan Hidup :
Merokok (-), Alkohol (-), minum obat & jamu (-)

III.3 PEMERIKSAAN FISIK


A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

TB : 150cm BB : 54kg

Tanda Vital : TD : 120 / 80 mmHg

N : 100 x / menit

RR : 18 x / menit

Suhu : 36,5 º C

Kepala : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah rontok

Mata : Conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

edema palpebra -/-

THT : Sekret telinga -/-, sekret hidung -/-, tonsil tidak

hiperemis, T1 – T1
Leher : KGB tidak membesar, tiroid tidak teraba membesar.

Thorax :

 Mammae : Simetris, membesar, areola mammae


hiperpigmentasi

 Pulmo : Suara nafas vesikuler, ronki - / -, wheezing - / -


 Cor : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Lihat status obstetri

Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)

B. STATUS OBSTETRIK
Inspeksi : Perut tampak buncit, letak, striae gravidarum (+),

linea nigra (+), luka bekas SC (-)

Palpasi :

 Leopold I : TFU 24 cm, teraba satu bagian besar,bulat, keras,


kepala
 Leopold II : Kanan : teraba bagian kecil janin
Kiri : teraba bagian keras melebar seperti papan

 Leopold III : Teraba satu bagian besar, lunak, bokong


 Leopold IV : belum masuk PAP
His : (-)
Auskultasi : DJJ (-)

Kesan : TFU 24 cm tidak sesuai dengan hamil 30 minggu, presentasi bokong,


pu-ki, DJJ (-), Janin intrauterine, tunggal, mati.
ANOGENITAL

o Inspeksi :

vulva : hematome (-), oedema (-), hiperemis (-)

Uretra : hematome (-), oedema (-)

o Vaginal Touche :
Portio tebal-lunak, pembukaan (-), KK (+), STLD (-)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Laboratorium :
Hematologi tanggal 04-10-12

Pemeriksaaan Hasil Range

Hb 11,9g/dL 11.0-15.0

Ht 31,1 % 36.0-48.0

Eritrosit 3.61 3.50-5.50

MCV 86.4 80.0-99.0

MCH 32.9 26.0-32.0

MCHC 38.2 32.0-36.0

Trombosit 362.000/ uL 150.000-390.000

Leukosit 14,2 ribu/uL 4.0-10.0


 USG
Tampak janin tunggal, intra uterin, presenatasi bokong, gerakan janin (-), BPD sesuai
umur kehamilan 27 minggu, IUFD

III.4 DIAGNOSIS
IUFD dengan presbo pada multigravida hamil preterm

III.5 DIAGNOSIS BANDING


Solusio Plasenta, Ruptur Uteri

III. 6 PENATALAKSANAAN
 Observasi Tanda-tanda
 Observasi tanda-tanda inpartu
 Induksi cytotex ½ tab pervaginam

III. 7 PROGNOSIS
Ibu : Dubia ad Bonam
Janin : malam

Follow up

Tgl S O A P
4/10/12 Mules (+), Ku / Kes : Sakit IUFD pada - Observasi
nyeri perut Ringan / CM multigravida TTV
Pkl
bagian bawah hamil preterm
St. Generalis : dengan presbo - Observasi
06.00
kemajuan
 T : 110 / 70 persalinan
WIB
mmHg
- Pro partus
 N : 80
x/mnt Pervaginam

 S : 36,4

 P : 24 x/mnt

St. Obstetri :

 DJJ : (-)

 His : (+)

Tanggal 04-10-12 pkl 10.15 WIB telah lahir spontan, mati, jenis kelamin laki-laki, BB : 1300gr,
Pb : 40cm, maserasi derajat 2, plasenta lahir spontan, perdarahan kurang lebih 100cc, perineum
utuh

Tgl S O A P

5/10/2012 Nyeri perut Ku / kes : TSS / CM P3A1 Observasi TTV


bagian bawah
Pkl (+) St. Generalis : Post partus Pengawasan post
pervaginam dengan partum
06.00 perdarahan  T : 100 / 70 IUFD
pervaginam
WIB  N : 72 x/mnt

 S : 36,2 °C

 P : 22 x/mnt

St. Puerperalis :

 Abdo:

Perut tampak datar, TFU


2 JBP, NT (-) Tympani,
 Perdarahan
pervaginam (+)

Tgl 5-10-12 pkl 09.00 dilakukan tindakan kuretase

Laporan tindakan kuretase :

 Desinfeksi
 Stadium Narkose
 Posisi pasien Litotomi
 Dilakukan kuretase
 Hasil :
o Jaringan sisa plasenta kurang lebih 25 cc
o Perdarahan 25 cc
 Operasi selesai
 KU pasien baik

Instruksi post operasi :

 Observasi KU+TTV
 Amoxcicilin 3 x 500mg
 Metilergo 3x1 tab
 Asam mefenamat 3x500mg

Tanggal S O A P

5/1/2012 Keluhan (-) Ku / kes : TSR / CM P3A1  Amoxcicilin


3 x 500mg
16.00 St. Generalis : Post partus
pervaginam dengan  Metilergo
 T : 130/90
IUFD, post kuretase 3x1 tab
 N : 84 x/mnt  Asam
mefenamat
 S : 36,2 °C 3x500mg
 Pasien boleh
 P : 22 x/mnt
pulang
St. Puerperalis :

 Abdo:

Perut tampak datar, TFU


2 JBP, NT (-)
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini wanita, 25 tahun dengan diagnosa kematian janin intra uterin. Dalam
kasus ini, diagnosis Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang disesuaikan dengan literatur.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien dengan G3P2A1 lahir hidup 2. Hamil 30
minggu datang ke IGD RST dr Soedjono Magelang dengan keluhan utama janin tidak bergerak
sejak 3 hari SMRS. Sebelumnya pasien tidak pernah merasakan hal tersebut. Tidak terdapat
kenceng-kenceng darah, cairan yang keluar dari jalan lahir, Pasien melakukan ANC di
Puskesmas > 5x selama kehamilan, tidak teratur tiap bulannya.
Pasien tidak mengalami trauma dalam kehamilannya, pasien juga tidak ada riwayat
demam tinggi dan alergi selama hamil, riwayat keputihan disangkal, Riwayat minum obat-obatan
lama juga disangkal.
Pada pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan obstetri, inspeksi menjelaskan tanda- tanda
kehamilan pada pasien ini tidak sesuai dengan masa kehamilan. Ukuran tinggi fundus uteri yang
berkurang dari usia kehamilan ditemukan. Pada palpasi, gerak janin (-), dan pada auskultasi
dengan pemeriksaan Doppler tidak terdengar bunyi jantung janin, hal ini turut membuktikan
adanya kematian janin intra uterin. Pada pemeriksaan laboratorium, hanya didapatkan
pemeriksaan darah rutin dalam batas normal pada wanita dengan kehamilan. Seharusnya
dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap yaitu fibrinogen untuk mengetahui ada
tidaknya permasalahan pada faktor pembekuan darah dari faktor janin terhadap maternal. Pada
pemeriksaan USG, ditemukan Janin Tunggal, Intra uterine, letak presentasi bokong, DJJ (-).
Didapatkan kesan janin IUFD disertai dengan deskripsi yang menjadi dasar diagnosis IUFD,
seperti tidak adanya gerakan janin dan DJJ ( - ), sehingga dapat ditegakkan diagnosis IUFD
dengan pasti.
Penyebab IUFD bisa karena faktor maternal, fetal dan plasental. Berdasarkan anamnesis,
pasien ini tidak ada riwayat trauma, infeksi, dan alergi dalam kehamilannya ini. Pasien juga
mengaku tidak punya kebiasaan minum alkohol, merokok, dan minum obat- obatan lama.
Namun melihat usia ibu 48 tahun, dapat merupakan faktor ibu yang terlalu tua saat kehamilan.
Faktor fetal belum dapat kita singkirkan karena sebaiknya dilakukan pemeriksaan
autopsi apakah terdapat kelainan kongenital mayor pada janin. Pasien tidak memiliki binatang
peliharaan, makan daging setengah matang, yang menurut literatur dapat menyebabkan infeksi
toksoplasmosis pada janin. Inkompatibilitas Rhesus juga sangat kecil kemungkinannya
mengingat pasien dan suaminya dari suku yang sama.

Penatalaksanaan pada pasien ini sesuai dengan literatur, yaitu dilakukan dengan
penanganan aktif. Terminasi kehamilan segera pada pasien ini dipilih melalui induksi persalinan
pervaginam dengan mempertimbangkan kehamilan dan mengurangi gangguan psikologis pada
ibu dan keluarganya. Penanganan secara aktif pada pasien ini juga sudah sesuai dengan prosedur
yang seharusnya. Pada kasus ini dilakukan terminasi kehamilan, induksi persalinan dilakukan
dengan pemebrian cytotex (misoprostol) ½ tab pervaginam karena serviks belum matang.

Tindakan kuretase dilakukan karena terdapat perdarahan pervaginam post partum yang
disebabkan karena adanya retensi sisa plasenta. Setelah kuretase pasien diberikan amoxcicilin
500 mg 3x1 tab untuk mengatasi infeksi dimana amoxcicilin nti bakteri spektrum luas yang
bersifat bakterisid. efektif terhadap sebagian bakteri gram-positif dan beberapa gram-negatif
yang patogen.
Bakteri patogen yang sensitif terhadap amoksisilina adalah Staphylococci, Streptococci,
Enterococci, S. pneumoniae, N. gonorrhoeae, H. influenzae, E. coli dan P. mirabilis. Diberikan
juga metil ergometrin 3x1 tab untuk Pencegahan dan pengobatan perdarahan. Dan juga diberikan
Asam Mefenamat 500mg 3x 1 tab untuk mengurangi rasa nyeri diamana mekanisme kerja asam
mefenanmat adalah dengan menghambat enzim COX.

Komplikasi IUFD lebih dari 6 minggu akan mengakibatkan gangguan pembekuan darah,
infeksi dan berbagai komplikasi yang membahayakan nyawa ibu
Edukasi pada pasien ini ialah memberikan dukungan psikologis agar pasien tidak
terganggu akibat kematian janin yang dialaminya saat ini, dan menyarankan kepada keluarga
pasien untuk memberikan dukungan yang besar untuk ibu.
BAB V

PENUTUP

V.1 KESIMPULAN

 Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kematian janin intra uterin (IUFD) berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
 Pengetahuan ibu mengenai pemeriksaan Ante Natal Care yang teratur dan efektif sangat
dibutuhkan untuk mengetahui kesejahteraan janin untuk mendeteksi penurunan
kesejahteraan janin dan komplikasi pada ibu dapat dihindari.
 Penatalaksanaan IUFD dibagi menjadi penanganan ekspektatif dan aktif. Penanganan
aktif lebih baik untuk mencegah komplikasi lebih lanjut pada ibu dan mengurangi
gangguan psikologis keluarga, terutama ibu.
 Dukungan moril / psikologis dari pihak dokter dan keluarga sangat berperan penting pada
kasus IUFD.
 Pada kasus ini, kemungkinan penyebab IUFD ialah faktor maternal atau fetal . Namun,
penyebab pasti hanya dapat ditegakkan bila pada bayi yang dilahirkan dilakukan autopsi.

V.2 SARAN

 Pemeriksaan Laboratorium TORCH dan Antifosfolipid yang merupakan faktor resiko


IUFD sebaiknya sebelum kehamilan.
 Penyuluhan bagi para ibu dengan kehamilan untuk melakukan Ante Natal Care secara
teratur di RS atau Bidan.
 Pemeriksaan USG selama kehamilan, untuk mendeteksi dini adanya kelainan pada
kehamilannya dan untuk pemantauan kesejahteraan janin.
 Penyuluhan pada para ibu dengan kehamilan untuk dapat melakukan pemantauan
kesejahteraan janinnya sendiri dengan cara yang sederhana, misalnya menghitung
gerakan janin dengan cara Cardif count, sehingga bila terjadi penurunan kesejahteraan
janin dapat di deteksi dini.
 Pada kasus kematian janin intra uterin dapat ditentukan sebab kematian dengan
pemeriksaan autopsi, dengan syarat persetujuan dari pihak keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

1. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi IV,cetakan lima. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008. 357-8, 732-35.

2. Cunningham, FG. Williams Obstetrics 21 st Edition. McGraw Hill.USA. 1073-1078, 1390-


94, 1475-77

3. De Cherney, Alan. Nathan,Lauren. Current. Obstetry & Gynecology.LANGE. Diagnosis and


Treatment. Page 173-4, 201

4. Scott, James. Disaia, Philip. Hammond, B. charles, Danforth Buku Saku Obstetri dan
Ginekologi. Cetakan pertama, Jakarta ; Widya Medika, 2002.

5. Ultrasonography in Obstetry and Gynecology. Fifth Edition. Saunders Elsevier. Page 747.

6. Pemantauan Janin. Handaya,Bambang, Prof. Gulardi.1999. Diakses dari :


http://www.geocities.com.

Anda mungkin juga menyukai