DI SUSUN OLEH :
FAKULTAS KESEHATAN
2019
LEMBAR PERSETUJUAN
Menyetujui,
Menyetujui,
2. Post Partum
Post Partum adalah suatau masa antara kelahiran sampai dengan organ-
organ reproduksi kembali ke keadaan sebelum masa hamil. (Reeder, 2011). Post
Partum merupakan masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum kehamilan. Lama
Post Partum ini antara 6-8 minggu. (Solehati & Kosasih, 2015 yang melaporkan
penelitian tahun 2002 oleh Mochtar).
C. Klasifikasi
Menurut NANDA (2015) operasi SC dapat dibedakan menjadi :
1. Sectio caesaria abdomen
Seksio secara transperitonealis:
a) Sectio caesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus
uteri
b) Sectio caesaria ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada
segmen bawah rahim
c) Sectio caesaria ekstraperitonealis,yaitu tanpa membuka peritonium parietalis,
dengan demikian tidak membuka kavum abdominal
2. Sectio caesaria vaginalis
Menurut arah sayatan pada rahim, Sectio caesaria dapat dilakukan sebagai
berikut:
a) Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig
b) Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
c) Sayatan huruf T (T-incision)
3. Sectio caesaria klasik (Corporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
sepanjang 10 cm. Tetapi saat ini teknik ini jarang dilakukan karena memiliki
banyak kekurangan namun pada kasus seperti operasi berulang yang memiliki
banyak perlengketan organ cara ini dapat dipertimbangkan.
Kelebihan:
a) Mengeluarkan janin lebih cepat
b) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
a) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonealisasi yang baik
b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan
4. Sectio caesaria ismika (Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim
(low cervical transfersal) kira-kira sepanjang 10 cm.
Kelebihan:
a) Penjahitan luka lebih mudah
b) Penutupan luka lebih mudah
c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi
uterus ke rongga periotoneum
d) Perdarahan berkurang
e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri spontan
kurang/lebih kecil
Kekurangan:
a) Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat menyebabkan
arteri uterina terputus sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak
b) Keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi
D. Patofisiologi
Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus,
distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah
gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami
adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat
kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat
akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi
post de entris bagi kuman sehingga resiko tinggi infeksi. Oleh karena itu perlu
diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Luka operasi
menyebabkan nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan
gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Pengaruh anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri
berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Anestasi juga menyebabkan
ibu bedrest sehinggan kurang perawatan diri ini juga mempengaruhi saluran
pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus. Terhambatnya saraf otonom oleh
anestasi spinal menyebabkan penurunan saraf simpatis sehingga menyebabkan
kondisi diri menurun resiko tinggi infeksi dan ketidakmapuan miksi terjadi perubahan
pada eliminasi urine.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat
beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi.
E. Pathway
Etiologi SC
SECTIO CAESARAE
Resiko
aspirasi
F. Manifestasi Klinis
Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang
lebih koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post partum.
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2010), antara lain :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml6.
6. Emosi labil/perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler.
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham
prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan
G. Komplikasi
Menurut Oxorn (2010) komplikasi dari sectio caesarea adalah :
1. Perdarahan disebabkan karena :
a. Atonia Uteri
b. Pelebaran insisi uterus
c. Kesulitan mengeluarkan plasenta
d. Hematoma ligament latum (broad ligament)
2. Infeksi Puerperal (nifas)
a. Traktus genitalia
b. Insisi
c. Traktur urinaria
d. Paru-paru dan traktus respiratorius atas
3. Thrombophlebitis
4. Cidera, dengan atau tanpa fistula
a. Traktus urinaria
b. Usus
5. Obstruksi usus
a. Mekanis
b. Paralitik
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi.
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah.
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit ( Doengoes M. 2010 )
I. Penatalaksanaan
Penatalakanaan yang diberikan pada pasien Post SC menurut (Prawirohardjo, 2007)
diantaranya:
1. Penatalaksanaan secara medis
a. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak
terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan
yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah
diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
3) Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan
e. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
f. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
d) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C.
g. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti.
h. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
2. Penatalaksanaan secara keperawatan
a. Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan
30 menit pada 4 jam kemudian.
b. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat
c. Mobilisasi
Penderita harus turun dari tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali.
Pada hari kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan
bantuan.
d. Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima
setelah operasi
J. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan (mukus dalam jumlah
berlebihan), jalan nafas alergik (respon obat anastesi)
2. Nyeri akut b.d agen injuri fisik (pembedahan, trauma jalan lahir, episiotomi)
3. Ketidakefektifan pemberian ASI b.d kurang pengetahuan ibu, terhentinya proses
menyusui
4. Gangguan eliminasi urine
5. Gangguan pola tidur b.d kelemahan
6. Resiko Infeksi b.d faktor risiko: episiotomi, laserasi jalan lahir, bantuan
pertolongan persalinan
7. Defisit perawatan diri mandi, makan, eliminasi b.d kelelahan postpartum.
8. Konstipasi
9. Resiko syok (hipovolemik)
10. Defisiensi pengetahuan: perawatan post partum b.d kurangnya informasi
tentang penanganan post partum
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M.E. (2010). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Doengoes, M.E. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan. Alih Bahasa I Made Kariasi, S.Kp. Ni
Made Sumawarti, S.Kp. Jakarta: EGC.
Manuaba. (2008). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga. Berencana (Edisi
2).Jakarta : EGC.
NANDA NIC-NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA. Yogyakarta: Mediaction.
Oxorn H dan Forte W.R. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan. Editor Dr.
Mohammad Hakimi, Ph.D. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medika (YEM).
Prawirohardjo, S. 2007. Ilmu Kebidanan. Editor Prof. dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOG.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka