Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN PERIOPERATIF II

MIOMA UTERI

Disusun Oleh :

BERLYANA YOSIE KARTIKA SARI


1601460028

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MALANG
2020
A. Pengertian
Mioma uteri adalah tumor yang paling umum pada traktus genitalis (Derek
Llewellyn- Jones, 1994). Mioma uteri adalah tumor jinak otot rahim, disertai
jaringan ikatnya (www. Infomedika. htm, 2004).
Mioma uteri terbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari otot polos
jaringan fibrosus, sehingga mioma uteri dapat berkonsisten padat jika jaringan
ikatnya dominan dan berkonsentrasi lunak jika otot rahim yang dominan.
Mioma uteri biasa juga disebut leiomioma uteri, fibroma uteri,
fibroleiomioma, mioma fibroid atau mioma simpel. Mioma terdiri atas
serabut- serabut otot polos yang diselingi dengan jaringan ikat dan dikelilingi
kapsul yang tipis. Tumor ini dapat berasal dari setiap bagian duktus muller,
tetapi paling sering terjadi pada miomatreium. Disini beberapa tumor dapat
timbul secara serentak. Ukuran tumor dapat bervariasi dari sebesar kacang
polong sampai sebasar bola kaki. Degenarasi ganas mioma uteri, ditandai
dengan terjadinya perlunakan serta warna yang keabu- abuan, terutama jika
mioma tumbuh dengan cepat atau ditemukan pada pot menopause. Adanya
bagian nekrotik, lunak dan perdarahan pada potongan mioma perlu diwaspadai
adanya proses ganas. Bila berasal dari miometrium, maka dinding uterus
menebal, sehingga terjadi pembesaran uterus.
Mioma uteri terjadi kira – kira 5% wanita selama masa reproduksi.
Tumor ini tumbuh dengan lambat dan mungkin baru dideteksi secara klinis
pada kehidupan dekade ke- 4. pada dekade ke – 4 ini insidennya mencapai
kira – kira 20%. Mioma sering terjadi pada wanita nulipara atau wanita yang
hanya mempunyai satu orang anak.
Bentuk mikroskopis sering sulit dibedakan dengan mioma uteri yang
hiperselluler. Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering
ditemukan satu dari empat wanita selama masa reproduksi yang aktif.
Kejadian mioma uteri sukar ditetapkan karena tidak semua mioma uteri
memberikan keluhan dan memerlukan tindakan operasi. Mioma uteri tidak
memberikan tanda dan gejala klinik yang bermakna namun lebih sering pada
dekade ke- 4 serta pada wanita kulit hitam dan sekitar 5 – 10 % merupakan
submukosa.
Diet dan lemak tubuh juga berpengaruh terhadap resiko terjadinya
mioma. Marshall (1998), Sato (1998) dan Chiaffarino menemukan bahwa
resiko mioma meningkat seiring bertambahnya indeks massa tubuh dan
konsumsi daging dan ham. Sebagian besar mioma uteri ditemukan pada masa
reproduksi, karena diduga berhubungan dengan aktivitas estrogen. Dengan
demikian mioma uteri tidak dijumpai sebelum menarke dan akan mengalami
regresi setelah menopause, atau bahkan bertambah besar maka kemungkinan
besar mioma uteri tersebut telah mengalami degenerasi ganas menjadi
sarkoma uteri. Bila ditemukan pembesaran abdomen sebelum menarke, hal itu
pasti bukan mioma uteri tetapi kemungkinan besar kista ovarium dan resiko
untuk mengalami keganasan sangat besar.

B. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan
diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma
merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik
dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas
kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik,
adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.
1. Estrogen.
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat
pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen
eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan
ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen
seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%),
adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%).Mioma uteri
banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan
sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah
estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang
pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen
yang lebih banyak daripada miometrium normal.
2. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
3. Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon
yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat
pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari
leiomioma selama kehamilan mingkin merupakan hasil dari aksi sinergistik
antara HPL dan Estrogen.

Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor yang diduga


kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :

1. Umur :
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan
sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling
sering memberikan gejala klinis antara 35 – 45 tahun.
2. Paritas :
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang relatif infertil,
tetapi sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan
mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas,
atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik :
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian
mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada
wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
4. Fungsi ovarium :
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan
mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah
kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis
GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat
mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma
mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap
reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi
reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-like
growth factor yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah
mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih
banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting
pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan
karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah
menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini
kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah
ooforektomi bilateral pada usia dini.
C. Simtomatologi
Gejala tergantung pada besar dan posisi mioma. Kebanyakan mioma
kecil dan beberapa yang besar tidak menimbulkan gejala dan hanya terdeteksi
pada pemeriksaan rutin. Jika mioma terletak subendometrium, mungkin
disertai minoragia. Jika perdarahan yang hebat menetap, pasien mungkin
mengalami anemia. Ketika uterus berkontraksi, dapat timbul nyeri kram.
Mioma subendometrium yang bertangkai dapat menyebabkan perdarahan
persisten dari uterus.
Dimanapun posisinya didalam uterus, mioma besar dapat
menyebabkan gejala penekanan pada panggul, disuria dan sering kencing serta
konstipasi atau nyeri punggung jika uterus yang membesar menekan rectum.
Mioma servic dapat menyebabkan nyeri panggul dan kesulitan melakukan
hubungan seksual. Mioma fibrosa dapat tidak menunjukan gejala/
menyebabkan perdarahan vagina abnormal. Gejala lain akibat tekanan pada
organ – organ sekitarnya mencakup nyeri, sakit kepala, konstipasi dan masalah
– masalah perkemihan. Menorrhagi dan metroragi terjadi karena fibroid (dapat
merusak lapisan uterus).
D. Klasifikasi
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.
1. Lokasi
Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi.
Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus
urinarius. Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali
tanpa gejala.
2. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi
tiga jenis yaitu :
 Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan
saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus
melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam
ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma
yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu massa.
Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya
menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke
omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga
mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas
dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis
parasitik.
 Mioma Uteri Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila
masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan
menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan
berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang
berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah
perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma
subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam
otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan
otot rahim dominan).
 Mioma Uteri Submukosa
Terletak di bawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun tidak.
Mioma bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada
keadaan ini mudah terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas
permukaan ruangan rahim.
Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih
penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri
subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi
sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada
jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan
perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga
sebagai terapinya dilakukan histerektomi.

Atropi : setelah menopause dan rangsangan estrogen menghilang.


Degenerasi hialin (merupakan perubahan degeneratif yang paling umum
ditemukan):
 Jaringan ikat bertambah
 Berwarna putih dan keras
 Disebut “mioma durum”
Degenerasi kistik:
 Bagian tengah dengan degenerasi hialin mencair
 Menjadi poket kistik
Degenerasi membatu (calcareous degeneration) :
 Terdapat timbunan kalsium pada mioma uteri.
 Padat dan keras
 Berwarna putih
Red degeneration (carneous degeneration) :
 Terjadi paling sering pada masa kehamilan.
 Estrogen merangsang tumbuh kembang mioma.
 Aliran darah tidak seimbang (edema sekitar tungkai dan tekanan
hamil).
 Terjadi kekurangan darah menimbulkan nekrosis, pembentukan
trombus, bendungan darah dalam mioma, warna merah
(hemosiderosis/hemofusin).
 Proses ini biasanya disertai nyeri, tetapi dapat hilang sendiri.
Komplikasi lain yang jarang ditemukan meliputi: kelahiran preterm,
ruptur tumor dengan perdarahan peritoneal, shock dan bahkan
mencetuskan DIC.
Degenerasi Mukoid :
Daerah hyaline digantikan oleh bahan gelatinosa yang lembut. Biasanya
terjadi pada tumor yang besar, dengan aliran arterial yang terganggu.
Degenerasi Lemak:
Lemak ditemukan di dalam serat otot polos.
Degenerasi sarkomatous (transformasi maligna)
Terjadi pada kurang dari 1% mioma. Kontroversi yang ada saat ini adalah
apakah hal ini mewakili sebuah perubahan degeneratif ataukah sebuah
neoplasma spontan. Leiomyosarkoma merupakan sebuah tumor ganas yang
jarang terdiri dari sel-sel yang mempunyai diferensiasi otot polos.

E. Gambaran Klinik
Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan
apa-apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam
uterus. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi :
1. Besarnya mioma uteri.
2. Lokalisasi mioma uteri.
3. Perubahan-perubahan pada mioma uteri.
Gejala klinik terjadi hanya pada sekitar 35 % – 50% dari pasien yang terkena.
Adapun gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri:
 Perdarahan abnormal, merupakan gejala klinik yang sering ditemukan
(30%). Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa: menoragi, metroragi,
dan hipermenorrhea. Perdarahan dapat menyebabkan anemia defisiensi Fe.
Perdarahan abnormal ini dapat dijelaskan oleh karena bertambahnya area
permukaaan dari endometrium yang menyebabkan gangguan kontraksi
otot rahim, distorsi dan kongesti dari pembuluh darah di sekitarnya dan
ulserasi dari lapisan endometrium.
 Penekanan rahim yang membesar :
o Terasa berat di abdomen bagian bawah.
o Gejala traktus urinarius: urine frequency, retensi urine, obstruksi
ureter dan hidronefrosis.
o Gejala intestinal: konstipasi dan obstruksi intestinal.
o Terasa nyeri karena tertekannya saraf.
 Nyeri, dapat disebabkan oleh :
o Penekanan saraf.
o Torsi bertangkai.
o Submukosa mioma terlahir.
o Infeksi pada mioma.
 Infertilitas, akibat penekanan saluran tuba oleh mioma yang berlokasi di
cornu. Perdarahan kontinyu pada pasien dengan mioma submukosa dapat
menghalangi implantasi. Terdapat peningkatan insiden aborsi dan
kelahiran prematur pada pasien dengan mioma intramural dan submukosa.
 Kongesti vena, disebabkan oleh kompresi tumor yang menyebabkan
edema ekstremitas bawah, hemorrhoid, nyeri dan dyspareunia.
 Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan.
Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling
mempengaruhi :
 Kehamilan dapat mengalami keguguran.
 Persalinan prematuritas.
 Gangguan proses persalinan.
 Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infentiritas.
 Pada kala III dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan
perdarahan.
Biasanya mioma akan mengalami involusi yang nyata setelah kelahiran.
Pengaruh kehamilan dan persalinan pada mioma uteri :
▪ Cepat bertambah besar, mungkin karena pengaruh hormon estrogen
yang meningkat dalam kehamilan.
▪ Degenerasi merah dan degenerasi karnosa : tumor menjadi lebih
lunak, berubah bentuk, dan berwarna merah. Bisa terjadi gangguan
sirkulasi sehingga terjadi perdarahan.
▪ Mioma subserosum yang bertangkai oleh desakan uterus yang
membesar atau setelah bayi lahir, terjadi torsi (terpelintir) pada
tangkainya, torsi menyebabkan gangguan sirkulasi dan nekrosis pada
tumor. Wanita hamil merasakan nyeri yang hebat pada perut
(abdoment akut).
▪ Kehamilan dapat mengalami keguguran.
▪ Persalinan prematuritas.
▪ Gangguan proses persalinan.
▪ Tertutupnya saluran indung telur sehingga menimbulkan infertilitas.
▪ Pada kala III dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan
perdarahan.
▪ Mioma yang lokasinya dibelakang dapat terdesak kedalam kavum
douglasi dan terjadi inkarserasi.
Pengaruh mioma pada kehamilan dan persalinan :
▪ Subfertil (agak mandul) sampai fertil (mandul) dan kadang- kadang
hanya punya anak satu. Terutama pada mioma uteri sub mucosum.
▪ Sering terjadi abortus. Akibat adanya distorsi rongga uterus.
▪ Terjadi kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang
besar dan letak sub serus.
▪ Distosia tumor yang menghalangi jalan lahir, terutama pada mioma
yang letaknya diservix.
▪ Inersia uteri terutama pada kala I dan kala II.
▪ Atonia uteri terutama paska persalinan ; perdarahan banyak, terutama
pada mioma yang letaknya didalam dinding rahim.
▪ Kelainan letak plasenta.
▪ Plasenta sukar lepas (retensio plasenta), terutama pada mioma yang
sub mukus dengan intra mural.

Penanganan berdasarkan pada kemungkinan adanya keganasan,


kemungkinan torsi dan abdomen akut dan kemungkinan menimbulkan
komplikasi obstetrik, maka :

▪ Tumor ovarium dalam kehamilan yang lebih besar dari telur angsa
harus dikeluarkan.
▪ Waktu yang tepat untuk operasi adalah kehamilan 16 – 20 minggu.
▪ Operasi yang dilakukan pada umur kahamilan dibawah 20 minggu
harus diberikan substitusi progesteron :
- Beberapa hari sebelum operasi.
- Beberapa hari setelah operasi, sebab ditakutkan korpus luteum
terangkat bersama tumor yang dapat menyebabkan abortus.
▪ Operasi darurat apabila terjadi torsi dan aboment akut.

▪ Bila tumor agak besar dan lokasinya agak bawah akan menghalangi
persalinan, penanganan yang dilakukan :
- Coba reposisi, kalau perlu dalam narkosa.
- Bila tidak bisa persalinan diselesaikan dengan sectio cesarea
dan jangan lupa, tumor sekaligus diangkat.

F. Komplikasi
1) Perdarahan sampai terjadi anemia.
2) Torsi tangkai mioma dari :
a) Mioma uteri subserosa.
b) Mioma uteri submukosa.
3) Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
4) Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
▪ Pengaruh mioma terhadap kehamilan.
 Infertilitas.
 Abortus.
 Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
 Inersia uteri.
 Gangguan jalan persalinan.
 Perdarahan post partum.
 Retensi plasenta.
▪ Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
 Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
 Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.

G. Pemeriksaan penunjang
a. USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan
endometriium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga
dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua
pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik
USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak
dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya
membutuhkan diagnosa jaringan.
b. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola
gemanya pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga
bergabung dengan uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk
tak teratur.
c. Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga
pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.
d. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa
disertai dengan infertilitas.
e. Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
f. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi
hati, ureum, kreatinin darah.
g. Tes kehamilan.
I. Penanganan
Penanganan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu penanganan
secara konservatif dan penanganan secara operatif.
1. Penanganan konservatif sebagai berikut :
Ø Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
Ø Bila anemia, Hb < 8 g% transfusi PRC.
Ø Pemberian zat besi.
Ø Penggunaan agonis GnRH leuprolid asetat 3,75 mg IM pada hari 1-3
menstruasi setiap minggu sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan
pengerutan tumor dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi
gonadotropin dan menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa
yang ditemukan pada periode postmenopause. Efek maksimum dalam
mengurangi ukuran tumor diobservasi dalam 12 minggu. Terapi agonis
GnRH ini dapat pula diberikan sebelum pembedahan, karena
memberikan beberapa keuntungan: mengurangi hilangnya darah
selama pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi
darah. Namun obat ini menimbulkan kahilangan masa tulang
meningkat dan osteoporosis pada wanita tersebut.
Catatan : Baru-baru ini, progestin dan antipprogestin dilaporkan
mempunyai efek terapeutik. Kehadiran tumor dapat ditekan
atau diperlambat dengan pemberian progestin dan
levonorgestrol intrauterin

2. Penanganan operatif, bila :


Ø Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
Ø Pertumbuhan tumor cepat.
Ø Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
Ø Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
Ø Hipermenorea pada mioma submukosa.
Ø Penekanan pada organ sekitarnya.
Jenis operasi yang dilakukan dapat berupa :
a) Enukleasi Mioma
Dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak atau
mempertahankan uterus demi kelangsungan fertilitas. Sejauh ini tampaknya
aman, efektif, dan masih menjadi pilihan terbaik. Enukleasi sebaiknya tidak
dilakukan bila ada kemungkinan terjadinya karsinoma endometrium atau
sarkoma uterus, juga dihindari pada masa kehamilan. Tindakan ini
seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan jelas yang dengan
mudah dapat dijepit dan diikat. Bila miomektomi menyebabkan cacat yang
menembus atau sangat berdekatan dengan endometrium, kehamilan
berikutnya harus dilahirkan dengan seksio sesarea.
Kriteria preoperasi menurut American College of Obstetricians
Gynecologists (ACOG) adalah sebagai berikut :
Ø Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
Ø Terdapat leiomioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
Ø Apabila tidak ditemukan alasan yang jelas penyebab kegagalan
kehamilan dan keguguran yang berulang.
b) Histerektomi
Dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita
yang memiliki leiomioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala.
Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut:
Ø Terdapatnya 1 sampai 3 leiomioma asimptomatik atau yang dapat
teraba dari luar dan dikeluhkan olah pasien.
Ø Perdarahan uterus berlebihan :
o Perdarahan yang banyak bergumpal-gumpal atau berulang-ulang
selama lebih dari 8 hari.
o Anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
Ø Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma meliputi :
o Nyeri hebat dan akut.
o Rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang
kronis.
o Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulang dan
tidak disebabkan infeksi saluran kemih.
c). Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Apabila wanita sudah dilakukan miomektomi kemungkinan dapat
hamil sekitar 30 – 50%. Dan perlu disadari oleh penderita bahwa setelah
dilakukan miomektomi harus dilanjutkan histerektomi.
Lama perawatan :
- 1 hari pasca diagnosa keperawatan.
- 7 hari pasca histerektomi/ miomektomi.
Masa pemulihan :
- 2 minggu pasca diagnosa perawatan.
- 6 minggu pasca histerektomi/ miomektomi.

c) Penanganan Radioterapi
Ø Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk
patient).
Ø Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
Ø Bukan jenis submukosa.
Ø Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
Ø Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan
menopause.
Maksud dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN MIOMA UTERI

1. Pengkajian.
Data subjektif :
- Pasien mengeluh nyeri saat menstruasi.
- Pasien mengatakan ada perdarahan abnormal.
- Pasien merasa penuh pada perut bagian kanan bawah.
- Pasien mengeluh adanya perubahan pola BAK dan BAB.
- Pasien merasa haidnya tidak teratur.
Data objektif :
- Ada benjolan pada perut bagian bawah yang padat, kenyal, permukaan
tumor rata serta adanya pergerakan tumor.
- Pemeriksaan ginekologi dengan pemeriksaan bimanual di dapat tumor
menyatu dengan rahim atau mengisi kavum douglas.
- Infertilitas atau abortus.

2. Diagnosa.
- Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan adanya penekanan
syaraf.
- Resiko terjadi anemi berhubungan dengan perdarahan abnormal yang
ditandai dengan perdarahan pervagina berlebihan, pasien lemah, sklera
pucat.
- Gangguan pola eliminasi; disuria berhubungan dengan pembesaran uterus
yang menekan vesika urinaria.
- Gangguan pola eliminasi; konstipasi berhubungan dengan pembesaran
uterus yang menekan rektum.
- Resiko terjadinya infertilitas berhubungan dengan penutupan saluran
indung telur.
- Resiko terjadinya abortus berhubungan dengan adanya distorsi rongga
uterus.
3. Perencanaan
a. Diangnosa
Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan adanya penekanan
pada organ dan syaraf viseral.
Tujuan : Nyeri dapat mengalami penurunan / berkurang.
Intervensi :
- Kaji tingkat nyeri pasien (skala)
- Kolborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik.
- Atur posisi tidur senyaman mungkin.
- Ajarkan teknik relaksasi/ distraksi untuk mengurangi nyeri.

b. Diangnosa
Resiko terjadi anemi berhubungan dengan perdarahan abnormal yang
ditandai dengan perdarahan pervagina berlebihan, pasien lemah, sklera
pucat.
Tujuan : Anemia dapat dicegah
Intervensi :
- Monitor jumlah darah yang keluar.
- Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan
cek Hb dan Ht.
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk penatalaksanaan nutrisi
adekuat.
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat penambah
darah (SF)
- Kaji TTV.

c. Diagnosa
Gangguan pola eliminasi; disuria berhubungan dengan pembesaran uterus
yang menekan vesika urinaria.
Tujuan : Disuria dapat dicegah.
Intervensi :
- Kaji pola miksi pasien
- Berikan penjelasan pada pasien mengenai penyebab disuria.
- Anjurkan kepada pasien agar tidak takut untuk miksi.
- Pasang kateter bila diperlukan
- Kolaborasi dengan doter untuk pemberian obat analgetik.

d. Diagnosa
Gangguan pola eliminasi; konstipasi berhubungan dengan pembesaran
uterus yang menekan rektum.
Tujuan : konstipasi dapat dicegah
Intervensi :
- kaji adanya tanda - tanda adanya konstipasi
- kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat pencahar
- anjurkan pasien untuk relaksasi
- anjurkan pasien untuk banyak minum
- anjurkan pasien untuk banyak makan makanan berserat
e. Diagnosa.
Resiko terjadinya infertilitas berhubungan dengan penutupan saluran
indung telur.
Tujuan : Infertilitas dapat dicegah
Intervensi :
- Kolaborasi dengan ahli radiologi (USG) untuk menentukan
jenis tumor, letak mioma.
- Kolaborasi dengan ahli histerografi dan histeroskopi.
- Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk cek darah
lengkap.
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian nutrisi yang
adekuat.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk tindakan selanjutnya
(operasi, pengobatan infertilitas).

f. Diagnosa
Resiko terjadinya abortus berhubungan dengan adanya distorsi rongga
uterus.
Tujuan : abortus dapat teratasi
Intervensi :
- Kaji tanda – tanda perdarahan dan jumlah darah.
- Observasi dengah pemeriksaaan pelvis secara periodik setiap 3
– 6 bulan.
- Kolaborasi pemberian obat penguat janin, obat anemi (zat
besi).
- Anjurkan pasien un tuk lebih banyak istirahat (bedrest total).
- Ajarkan pasien untuk relaksasi.
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian nutrisi yang
adekuat.
4. Evaluasi.
 Anemi dapat teratasi
 Rasa nyeri berkurang
 Pola eliminasiBAK
 BAB teratasi
 Infertilitas dapat dicegah
 Abortus dapat dicegah.
DAFTAR PUSTAKA

▪ Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. EGC

▪ http: //www. InfoMedika.com/ mioma uteri. Htm

▪ Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 1991.


Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi. POGI. Jakarta

▪ Sarjadi. 1995. Patologi Ginekologi Hipokrates. Fakultas Kedokteran


Universitas Diponegoro. Jakarta

▪ Sarwono Prawirahardjo. 1976. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka.


Jakarta

▪ Wiknjosastro Hanifa. 1999. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirahardjo. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai