Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN LOS INTRAKRANIAL

DI RUANG DI RUANG

RSUD ADNAN WD PAYAKUMBUH

Oleh :

R.N. ANGGA SAPUTRA

(2030282028)

PEMBIMBING AKADEMIK CI RUANGAN

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

TAHUN AJARAN

2020/2021
LAPORAN PENDAHULAN
SOL (Space Occupying Lesion)

A. Definisi
SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai adanya
lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Terdapat beberapa
penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma,
infark, abses otak dan tumor pada intracranial (Smeltzer & Bare, 2013).
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang
tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah satu tumor
susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat
adalah semua proses neoplastik yang terdapat dalam intracranial atau dalam kanalis
spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik
seperti yang berasal dari sel-selsaraf di meaningen otak, termasuk juga tumor yang
berasal dari sel penunjang (Neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan selaput otak.
(Fransisca, 2008: 84).
Kranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-
lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali
dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya vena
mengalami kompresi, dangan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal
mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa menimbulkan
peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan
volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.
B. Etiologi
Penyebab tumor sampai saat ini belum diketahui secara pasti, walaupun telah
banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau yaitu:
1) Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya
suatu glioma.
2) Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus dengan maksud untuk mengetahui peran
infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum
ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem
saraf pusat.
3) Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogenik sudah lama dan luas dilakukan. Kini
telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik.

C. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala umum:
1. Nyeri kepala berat pada pagi hari, makin tambah bila batuk dan membungkuk.
2. Kejang.
3. Tanda-tanda peningkatan TIK: nyeri kepala, papil edema, muntah.
4. Perubahan kepribadian.
5. Gangguan memori dan alam perasa.

Menurut lokasi tumor:

1. Lobus frontalis
Gangguan mental/ gangguan kepribadian ringan: depresi, bingung, tingkah laku
aneh, sulit memberi argumentasi, gangguan bicara.
2. Lobus oksipital
Kejang, gangguan penglihatan.
3. Lobus temporalis
Tinnitus, halusinasi pendengaran, afasia sensorik, kelumpuhan otot wajah.
4. Lobus parietalis
Hilang fungsi sensorik, gangguan penglihatan.
5. Cerebellum
Papil edema, nyeri kepala, gangguan motorik, hiperekstremitas sendi, hipotonia.

D. Patofisiologis
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau
melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari
fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi
ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul
meningitis. ( long,1996;193).
Abses otak (AO) dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi
di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung
seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran
hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan
substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada
daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. Pada tahap awal AO terjadi reaksi
radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem,
perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan.
Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada
pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag
mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama
kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang
konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.
E. WOC

Idiopatik
Tumor otak

Penekanan jaringan otak


Bertambahnya massa

Invasi jaringan otak Nekrosis jar. otak Penyerapan cairan otak

Kerusakan jar. Neuron Gang.Suplai Hipoksia Obstruksi vena di otak


( Nyeri ) darah jaringan

Kejang Gang.Neurologis Gang.Fungsi Gang.Perfusi Oedema


fokal otak jaringan

Defisit Disorientasi Peningkatan TIK Hidrosefalus


neurologis

Resti.Cidera Perubahan
 Aspirasi sekresi
proses pikir
 Obs. Jalan nafas
 Dispnea
 Henti nafas Bradikardi progresif, Bicara terganggu,
Hernialis ulkus
 Perubahan pola hipertensi sitemik, afasia
nafas gang.pernafasan

Ancaman Gang.Komunikasi Menisefalon


kematia verbal tekanan
Gang.Pertukaran
gas Cemas Mual, muntah,
Gang.kesadaran
papileodema, pandangan
Gang. Rasa kabur, penurunan fungsi
nyaman pendengaran, nyeri
kepala

( Suddart, Brunner. 2001)


F. KOMPLIKASI
Komplikasi setelah pembedahan dapat disebabkan efek depresif anestesi narkotik
dan imobilitas. Echymosis dan edema periorbital umumnya terjadi setelah pembedahan
intracranial. Komplikasi khusus / spesifik pembedahan intrakranial tergantung pada
area pembedahan dan prosedur yang diberikan, misalnya :
1. Kehilangan memory
2. Paralisis
3. Peningkatan ICP
4. Kehilangan / kerusakan verbal / berbicara
5. Kehilangan / kerusakan sensasi khusus
6. Mental confusion

Peningkatan TIK yang disebabkan edema cerebral / perdarahan adalah komplikasi


mayor pembedahan intrakranial, dengan manifestasi klinik :

1) Perubahan visual dan verbal


2) Perubahan kesadaran (level of conciousnes/LOC) berhubungan dengan sakit
kepala
3) Perubahan pupil
4) Kelemahan otot / paralysis
5) Perubahan pernafasan
6) Disamping terjadi komplikasi diatas, ada beberapa juga temuan gangguan yang
terjadi yaitu :
1. Gangguan fungsi neurologis.
Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada
serebelum maka akan menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan)
atau gaya berjalan yang sempoyongan dan kecenderunan jatuh ke sisi yang
lesu, otot-otot tidak terkoordinasi dan ristagmus ( gerakan mata berirama tidak
disengaja ) biasanya menunjukkan gerakan horizontal.
2. Gangguan kognitif.
Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan sehingga
dampaknya kemampuan berfikir, memberikan rasional, termasuk proses
mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memerhatikan juga akan menurun.
3. Gangguan tidur & mood
Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada kelenjar pireal, sehingga
hormone melatonin menurun akibatnya akan terjadi resiko sulit tidur, badan
malas, depresi, dan penyakit melemahkan system lain dalam tubuh.
4. Disfungsi seksual
a) Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi kuantitas
prolaktin yang berlebihan dengan menimbulkan amenurrea atau galaktorea
(kelebihan atau aliran spontan susu )
b) Pada pria dengan prolaktinoma dapat muncul dengan impotensi dan
hipogonadisme.
c) Gejala pada seksualitas biasanya berdampak pada hubungan dan perubahan
tingkat kepuasan.

G. Penatalaksanaan
1. Terapi antibiotik. Kombinasi antibiotik dengan antibiotik spektrum luas.
Antibiotik yang dipakai: Penicilin, chlorampenicol (chloramyetin) dan nafacillen
(unipen). Bila telah diketahui bakteri anaerob, metrodiazelo (flagyl) juga dipakai.
2. Surgery : aspirasi atau eksisi lengkap untuk evaluasi abses. (long,1996;194)

H. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas
tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang
sistem vaskuler.

2. MRI : Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang
otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang
menggunakan CT Scan
3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.
4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal.
Asuhan Keperawatan Teoritis

a. Data fokus pengkajian


1. Identitas klien : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit dan askes.
2. Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang :
demam, anoreksi dan malaise peninggian tekanan intrakranial serta gejala
nerologik fokal.
4. Riwayat penyakit dahulu :
pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) atau
infeksi paru – paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema), jantung (endokarditis),
organ pelvis, gigi dan kulit).
5. Aktivitas / istirahat
Gejala : malaise
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
6. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda
TD : meningkat
N : menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh
pada vasomotor).

7. Eliminasi
Gejala : -
Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.

8. Nutrisi
Gejala : kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)
Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.

9. Hygiene
Gejala :-
Tanda : ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan diri (pada
periode akut).

10. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.
Tanda : penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit
dalam keputusan, afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK),
nistagmus, kejang umum lokal.

11. Nyeri / kenyamanan


Gejala : sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher /
pungung kaku.
Tanda : tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.

12. Pernapasan
Gejala : adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental
(letargi sampai koma) dan gelisah

13. Keamanan
Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis, telinga
tengah, sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi
lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala.

b. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungn dengan kurangnya darah ke
jaringan otak.
2. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK.
3. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi.
4. Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran akibat
tekanan pada serebelum (otak kecil).
5. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan.
c. Intervensi keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi

1 Gangguan perfusi Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 a) Memantau status neurologis dengan teratur dan
jaringan cerebral jam diharapkan perfusi jaringan kembali bandingkan dengan keadaan normalnya seperti GCS
berhubungn dengan normal dengan kriteria hasil: b) Memantau frekuensi dan irama jantung
kurangnya darah ke a) TTV normal c) Memantau suhu juga atur suhu lingkungan sesuai
jaringan otak b) Kesadaran pasien kembali seperti kebutuhan. Batasi penggunaan selimut dan lakukan
sebelum sakit kompres hangat jika terjadi demam
c) Gelisah hilang d) Memantau masukan dan pengeluaran, catat
d) Ingatanya kembali seperti sebelum karakteristik urin, tugor kulit dan keadaan membrane
sakit mukosa
e) Mengunakan selimut hipotermia
f) Kolaborasi pemberian obatse suai indikasi seperti
steroid, klorpomasin, asetaminofen

2 Gangguan rasa nyeri Setelah dilakukan perawatan selama a) Memberikan lingkungan yang tenang
berhubung-an dengan 3x24 jam nyeri hilang dengan kriteria b) Meningkatkan tirah baring, bantu perawatan diri
peningkatan TIK hasil : pasien
c) Meletakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin
a) a. Nyeri hilang diatas mata
b) b. Pasien tenang d) Mendukung pasien untuk menemukan posisi yang
c) c. Tidak terjadi mual muntah nyaman
d) d. Pasien dapat beristirahat dengan e) Memberikan ROM aktif/pasif
tenang f) Mengunakan pelembab yang agak hangat pada nyeri
leher/punggung yang tidak ada demam
g) Kolaborasi pemberian obat analgetik seperti
asetaminofen, kodein sesuai indikasi

3 Gangguan kebutuhan Setelah dilakukan perawatan selama 3 x a) Mengkaji kemampuan pasien untuk mengunyah,
nutrisi berhubungan 24 jam diharapkan kebutuhan pasien menelan
dengan kurang nutrisi menjadi adekuat dengan kriteria hasil: b) Memberi makanan dalam jumlah kecil dan sering
a) a. Mual muntah hilang c) Menimbang berat badan
b) b. Nafsu makan meningkat d) Kolaborasi dengan ahli gizi
c) c. BB kembali seperti sebelum sakit

4 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan perawatan selama 2 x a) Memeriksa kembali kemampuan dan keadaan secara
fisik berhubungan 24 jam diharapkan klien dapat fungsional pada kerusakan yang terjadi.
dengan penurunan menunjukkan cara mobilisasi secara b) Mengkaji derajat imobilitas pasien.
kesadaran akibat optimal. Kriteria hasil :
tekanan pada serebeluma) Klien dapat meningkatkan kekuatan dan c) Meletakkan pasien pada posisi tertentu, ubah posisi
(otak kecil). fungsi tubuh yang sakit, pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi
b) Mempertahankan integritas kulit dan antara waktu
kandung kemih dan fungsi usus.

5 Gangguan persepsi Setelah dilakukan perawatan selama 3 x a) Memastikan atau validasi persepsi pasien dan berikan
sensori berhubungan 24 jam diharapkan penglihatan pasien umpan balik, orientasikan kembali pasien secara
dengan gangguan kembali normal dengan kriteria hasil : teratur pada lingkungan, dan tindakan yang akan
penglihatan Pasien dapat melihat dengan jelas dilakukan terutama jika penglihatannya terganggu
b) Membuat jadwal istirahat yang adekuat/periode tidur
tanpa ada gangguan
c) Memberikan kesempatan yang lebih banyak untuk
berkomunikasi dam melakikan aktivitas
d) Merujuk pada ahli fisioterapi
DAFTAR PUSTAKA

 Diagnosis Keperawatan NANDA. 2014. Jakarta: EGC


 Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction
Jogja.www.scribd.com
 McPhee, S. J., & Ganong, W. F. (2012). Patofisiologi penyakit pengantar menuju
kedokteran klinis. Jakarta: EGC. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. Alih bahasa H. Y.
Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Penerbit : Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
 Batticaca, F. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai