Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN DEPARTEMEN

KEPERAWATAN BEDAH PADA PASIEN


DENGAN “SOP CEREBRI”
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR
DI RUANG 17

Nama : ST ANNISA AL-KAMILAH


NIM : 201810461011008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN
KEPERAWATAN BEDAH PADA PASIEN
DENGAN “SOP CEREBRI”
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR
DI RUANG 17

Disusun Oleh:
St Annisa Al-Kamilah
NIM. 201810461011008

Malang, _________________ 2018

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

……………………....… ..………………………
LAPORAN PENDAHULUAN
SOP CEREBRI

A. Definisi

SOP (Space Occupying Procces) merupakan generalisasi masalah tentang


adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak
penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri,
hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial (Long, C (1996, dalam
Satyanegara, 2014).
Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi
maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas
pertama kali diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari
rongga cranium. Akhirnya vena mengalami kompresi, dan gangguan sirkulasi darah
otak dan cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik.
Kongesti venosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi
cairan serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti
diatas (Long, C (1996, dalam Satyanegara, 2014).
Posisi tumor dalam otak dapat mempunyai pengaruh yang dramatis pada
tanda-tanda dan gejala. Misalnya suatu tumor dapat menyumbat aliran keluar dari
cairan serebrospinal atau yang langsung menekan pada vena-vena besar,
meyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial dengan cepat. Tanda-tanda
dan gejala memungkinkan dokter untuk melokalisirlesi akan tergantung pada
terjadinya gangguan dalam otak serta derajat kerusakan jaringan saraf yang
ditimbulkan oleh lesi. Nyeri kepala hebat, kemungkinan akibat
peregangan durameter dan muntah-muntah akibat tekanan pada batang otak
merupakan keluhan yang umum (Long, C (1996, dalam Satyanegara, 2014).
B. Etiologi
Etiologi dari penyakit ini belum dapat diketahui secara pasti, namun faktor
resiko terjadinya tumor otak antara lain:
1. Riwayat trauma kepala
2. Faktor genetik
3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik
4. Virus tertentu
5. Defisiensi imunologi
6. Congenital
(Kusuma, 2015)
C. Manifestasi Klinis
1. Nyeri Kepala (Headache)
Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. Biasanya
muncul pada pagi hari setelah bangun tidur dan berlangsung beberapa waktu,
datang pergi (rekuren) dengan interval tak teratur beberapa menit sampai beberapa
jam. Serangan semakin lama semakin sering dengan interval semakin pendek.
Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu penderita batuk, bersin atau mengejan
(misalnya waktu buang air besar atau koitus). Nyeri kepaia juga bertambah berat
waktu posisi berbaring, dan berkurang bila duduk. Penyebab nyeri kepala ini
diduga akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure seperti dura, pembuluh
darah atau serabut saraf. Nyeri kepala merupakan gejala permulaan dari tumor otak
yang berlokasi di daerah lobus oksipitalis.
2. Muntah
Lebih jarang dibanding dengan nyeri kepala. Muntah biasanya proyektil
(menyemprot) tanpa didahului rasa mual, dan jarang terjadi tanpa disertai nyeri
kepala.

3. Edema Papil
Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan
oftalmoskop. Gambarannya berupa kaburnya batas papil, warna papil berubah
menjadi lebih kemerahan dan pucat, pembuluh darah melebar atau kadang-kadang
tampak terputus-putus. Untuk mengetahui gambaran edema papil seharusnya kita
sudah mengetahui gambaran papil normal terlcbih dahulu. Penyebab edema papil
ini masih diperdebatkan, tapi diduga akibat penekanan terhadap vena sentralis
retinae. Biasanya terjadi bila tumor yang lokasi atau pembesarannya menckan jalan
aliran likuor sehingga mengakibatkan bendungan dan terjadi hidrocepallus.
4. Kejang
Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang korteks
motorik. Kejang yang sifatnya lokal sukar dibedakan dengan kejang akibat lesi otak
lainnya, sedang kejang yang sifatnya umum atau general sukar dibedakan dengan
kejang karena epilepsi. Tapi bila kejang terjadi pertama kali pada usia dekade III
dari kehidupan harus diwaspadai kemungkinan adanya tumor otak (Kusuma, 2015).
D. Klasifikasi
Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi:
1. Jinak
- Acoustic neuroma
- Meningioma
- Pituitary adenoma
- Astrocytoma ( grade I )
2. Malignant
- Astrocytoma ( grade 2,3,4 )
- Oligodendroglioma
- Apendymoma
Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi :
1. Tumor intradural
- Ekstramedular
- Cleurofibroma
- Meningioma intramedural
- Apendimoma
- Astrocytoma
- Oligodendroglioma
- Hemangioblastoma
2. Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer (Kusuma, 2015)
E. Patofisiologi

Riwayat trauma kepala, faktor genetik, paparan zat


kimia yang bersifat karsinogenik, virus tertentu,
defisiensi imunologi, congenital.

SOP

Penekanan jar. otak Massa bertambah

Penyerapan cairan otak


Invasi jar. otak Nekrosis jar.otak

Kerusakan jar. Ggg. Suplai Hipoksia Obs.vena di otak


Neuron darah jaringan
oedema
Ggg. kejang
perfusi Ggg. Fungsi Ggg.
jarigan otak Perfusi jar. Peningkatan
serebral serebral TIK
Risiko Disorientasi
cidera

Ggg. Proses
pikir

Mual, muntah nyeri kepala afasia


Herniasi
(jaringan otak
berpindah)
Nafsu makan Nyeri akut Ggg.
menurun  Komunikasi
Penurunan BB verbal Menekan
ensefalon

Ketidakseimbangan Penurunan
nutrisi kurang dari kesadaran
kebutuhan tubuh
Ggg.
kesadaran
F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan
Computed Tomography Scanner merupakan suatu prosedur yang
digunakan untuk mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang
tengkorak dan otak. CT-Scan memberi informasi spesifik mengenai jumlah,
ukuran, kepadatan, jejas tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta
member informasi tentang sistem vaskuler (Yueniwati, 2017).
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Pemeriksaan MRI diindikasikan terutama untuk susunan saraf pusat (otak,
tulang belakang) dan persendian (muskuluskeletal). MRI membantu dalam
mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang otak dan daerah
hipofisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT-
Scan (Satyanegara, 2014).
3. Angiografi.
Merupakan nama untuk pemeriksaan sinar-x yang menggunakan suntikan
pewarna untuk mengenal pasti tempat dan mengeluarkan gambaran saluran-
saluran darah utama di dalam otak. Angiografi dapat memberi gambaran
pembuluh darah serebal dan letak tumor (Abdullah, 2015).
4. Elektroensefalografi
Merekam aktivitas umum elektrik di otak, dengan meletakkan elektroda-
elektroda pada daearah kulit kepala atau dengan menempatkan mikroelekroda
dalam jaringan otak (Sudoyo et al, 2015).
G. Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Pembedahan adalah pengobatan yang paling umum untuk tumor otak.
Tujuannya adalah untuk mengangkat sebanyak tumor dan meminimalisir sebisa
mungkin peluang kehilangan fungsi otak. Operasi untuk membuka tulang
tengkorak disebut kraniotomi. Hal ini dilakukan dengan anestesi
umum. Sebelum operasi dimulai, rambut kepala dicukur. Ahli bedah kemudian
membuat sayatan di kulit kepala menggunakan sejenis gergaji khusus untuk
mengangkat sepotong tulang dari tengkorak. Setelah menghapus sebagian atau
seluruh tumor, ahli bedah menutup kembali bukaan tersebut dengan potongan
tulang tadi atau sepotong metal. Ahli bedah kemudian menutup
sayatan di kulit kepala. Beberapa ahli bedah dapat menggunakan saluran yang
ditempatkan di bawah kulit kepala selama satu atau dua hari setelah operasi
untuk meminimalkan akumulasi darah atau cairan (Sudoyo et al, 2015).
2. Radiosurgery stereotactic
Stereotactic radiosurgery (SRS) menjadi salah satu modalitas penting
dalam tatalaksana metastasis otak. Kelebihan dari prosedur ini adalah
memperkecil kemungkinan komplikasi pada pasien dan memperpendek waktu
pemulihan. Kekurangannya adalah tidak adanya sample jaringan tumor yang
dapat diteliti lebih lanjut oleh ahli patologi, serta pembengkakan otak yang
dapat terjadi setelah radioterapi (Kodrat & Novirianthy, 2016).
3. Radioterapi
Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor. Sebuah
mesin besar diarahkan pada tumor dan jaringan di dekatnya. Mungkin kadang
radiasi diarahkan ke seluruh otak atau ke syaraf tulang belakang. Radioterapi
biasanya dilakukan sesudah operasi. Radiasi membunuh sel-sel tumor (sisa)
yang mungkin tidak dapat diangkat melalui operasi. Radiasi juga dapat
dilakukan sebagai terapi pengganti operasi (Yueniwati, 2017).
4. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan khusus untuk mematikan
sel-sel kanker. Obat-obatan tersebut dapat diberikan melalui injeksi, pil atau
sirup yang diminum, dan krim yang dioleskan pada kulit. Obat-obatan biasanya
diberikan dalam 2-4 siklus yang meliputi periode pengobatan dan periode
pemulihan. Dua jenis obat kemoterapi, yaitu: temozolomide (Temodar) dan
bevacizumab (Avastin), barubaru ini telah mendapat persetujuan untuk
pengobatan glioma ganas. Mereka lebih efektif, dan memiliki efek samping
lebih sedikit jika dibandingkan dengan obat-obatan kemo versi lama.
Temozolomide memiliki keunggulan lain, yaitu bisa secara oral (Yudissanta &
Ratna, 2012).
Untuk beberapa pasien dengan kasus kanker otak kambuhan, ahli bedah
biasanya melakukan operasi pengangkatan tumor dan kemudian melakukan
implantasi wafer yang mengandung obat kemoterapi. Selama beberapa minggu,
wafer larut, melepaskan obat ke otak. Obat tersebut kemudian membunuh sel
kankernya (Yueniwati, 2017).
H. Komplikasi
1. Gangguan Fungsi Luhur. Gangguan ini sering diistilahkan dengan gangguan
kognitif dan neurobehavior sehubungan dengan kerusakan fungsi pada area
otak yang ditumbuhi tumor atau terkena pembedahan maupun radioterapi.
2. Ganguan Wicara. Gangguan wicara sering menjadi komplikasi pasien tumor
otak. Dalam hal ini kita mengenal istilah disartria dan aphasia.
3. Ganguan Pola Makan
4. Kelemahan Otot
5. Gangguan Penglihatan dan Pendengaran
6. Stroke
7. Epilepsi
8. Depresi
9. Hidrosephalus
10. Cerebral Hernia
11. Ganguan Seksualitas
12. Terbentuknya Gumpalan Darah (Satyanegara, 2014).
Daftar Pustaka

Abdullah, J.M. (2015). Memahami Barah Otak. Malaysia: Universiti Sains Malaysia

Kodrat, H., & Novirianthy, R. (2016). Stereotactic Radiosurgery in Recurrent Brain


Metastases After Prior Radiosurgery: A Case Report and Review of Literature.
Indonesian Journal of Cancer, 10 (4).

Kusuma, H. (2015). Askep Berdasarkan Diagnose Medis dan Nanda. Yogyakarta:


Mediaction Publishing

Satyanegara. (2014). Ilmu Bedah Saraf Edisi V. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (2015). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Yudissanta, A., & Ratna, M. (2012). Analisis Pemakaian Kemoterapi Pada Kasus
Kanker Payudara Dengan Menggunakan Metode Regresi Logistik Multinomial
(Studi Kasus Pasien Di Rumah Sakit “X” Surabaya). Jurnal Sains dan Seni ITS, 1,
(1)

Yueniwati, Y. (2017). Pencitraan pada Tumor Otak Modalitas dan Interpretasinya.


Malang: Tim UB Press

Anda mungkin juga menyukai