Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

“ SOL (SPACE OCCUPYING LESION) DENGAN POST CRANIOTOMY”


STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
DI RUANG ICU RSUD DR.H ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

DISUSUN OLEH :

RIZKI AYU FITRI PEBRIANI, S.KEP

1726051078

PRECEPTOR AKADEMIK PRECEPTOR KLINIK

( ) (Ns. Zaikar Faisal, S.Kep, M.Kep)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

TRI MANDIRI SAKTI

BENGKULU

2018
LAPORAN PENDAHULUAN

SOL (SPACE OCCUPYING LESION) DENGAN POST CRANIOTOMY

A. DEFINISI
SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah tentang adanya
lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang
dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak
dan tumor intracranial (Judith M.W. 2012).
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang
tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah satu tumor
susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat adalah
semua proses neoplastik yang terdapat dalam intracranial atau dalam kanalis spinalis,
yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang
berasal dari sel-selsaraf di meaningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari sel
penunjang (Neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan selaput otak. (Fransisca B
Batticaca. 2008: 84).
Kranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-
lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali
dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya vena
mengalami kompresi, dangan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal
mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa menimbulkan
peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan
volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.
Craniotomy adalah perbaikan pembedahan, reseksi atau pengangkatan
pertumbuhan atau abnormalitas di dalam kranium, terdiri atas pengangkatan dan
penggantian tulang tengkorak untuk memberikan pencapaian pada struktur intracranial
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas
(maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di
sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan
selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal
dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ
lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut
tumor otak sekunder.

B. ETIOLOGI
 Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun telah
banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga
.
2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest).
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang
mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh.
3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya
suatu glioma.
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses
terjadinya neoplasma.
5. Substansi-substansi Karsinogenik
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogeni
seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan.
 Penyebab dilakukannya craniotomy antara lain :
1. Adanya benturan kepala yang diam terhadap benda yang sedang bergerak.
Misalnya pukulan-pukulan benda tumpul, kena lemparan benda tumpul
2. Kepala membentur benda atau objek yang secara relative tidak bergerak. Misalnya
membentur tanah atau mobil.
3. Kombinasi keduanya adalah trauma capitis berat : Trauma tidak langsung
disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek terkena pada
kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua
itu berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi dan pembentukan rongga.
4. Cedera : kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, cedera saat berolahraga
dan cedera kepala terbuka atau yang sering disebabkan oleh peluru atau pisau
(Corwin, 2009 : 244).
5. Kongenital : Beberapa tumor otak tertentu seperti kraniofaringioma, teratoma,
berasal darisisa-sisa embrional yang kemudian mengalami pertumbuhan
neoplastik.

C. INDIKASI
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai
berikut:
1. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
2. Mengurangi tekanan intrakranial.
3. Mengevakuasi bekuan darah .
4. Mengontrol bekuan darah,
5. Pembenahan organ-organ intrakranial,
6. Tumor otak,
7. Perdarahan (hemorrage),
8. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
9. Peradangan dalam otak
10. Trauma pada tengkorak
D. PATOFISIOLOGI
Tumor otak menyebabkan timbulnya ganguan neurologik progresif, gangguan
neurologik pada tumor otak biasanya disebabkan oleh dua factor-faktor gangguan fokal
akibat tumor dan peningkataan TIK.
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dari
infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neural.
Perubahan suplai darah akibat tekanan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis
jaringan otak.
Peningkatan TIK dapat disebabkan oleh beberapa factor : bertambahnya massa
dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan
serebrospinal. Beberepa tumor dapat menyebabkan pendarahan. Obstruksi vena dan
edema akibat kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan volume intracranial
dan TIK.
Pada mekanisme kompensasi akan bekerja menurunkan volume darah ntrakranial,
volume CSF< kandunan cairan intra sel dan mengurangi sel-sel parenkim. Peningkatan
tekanan yang tidak diobati mengakibatkan terjadinya herniasi unkus atau serebelum.
Herniasi menekan mensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran. Pada herniasi
serebelum, tonsil bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa
posterior. Kompresi medulla oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat, perubahan
fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan TIK adalah bradikardia progresif,
hipertensi sistemik ( pelebaran nadi) dan gagal nafas. (price Sylvia A.2005: 1187)
Peningkatan TIK dapat pula dilakukan proses pembedahan untuk mencegah
peningkatan TIK dapat dilakukan dengan 3 cara yang pertama kraniotomi, kraniektomi,
kranioplasti. Dari proses pembedahan itu akan menyebabkan perlukaan pada kulit kepala
yang merupakan tempat masuknya mikroorganisme yang dapat menyebabkan resiko
tinggi infeksi. Dapat pula menyebabkan nyeri karena dari proses pembedahan itu
menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan yang merangsang reseptor nyeri, biasanya
pasien dengan kraniotomi akan mengalami intoleransi aktivitas karena kelemahan fisik
akibat nyeri. Dari proses inflamasi juga akan didapatkan respon yang memungkinkan
terjadinya edema otak yang akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan. Dari proses
pembedahan dapat pula menyebabkan resti kekurangan cairan dan nutrisi akibat efek dari
anastesi selama proses pembedahan. Prosedur anastesi dan pengguanaan ETT pada
proses pembedahan akan menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan yang akan
memungkinkan terjadinya resiko jalan napas tidak efektif. (Muttaqin, 2007: 152 dan
Dongoes, 2000 : 271, Brunner & Suddarth. 2000).
E. PATWAY SOL

Idiopatik

Tumor Otak/SOL

Penekanan jaringan otak Bertambahnya massa

Invasi jaringan otak Nekrosis Jar. Penyerapan cairan otak


otak Obstruksi vena di otak
Kerusakan Jar.Neuron
Gg.Suplai darah Hipoksia Jaringan
(Nyeri)
Gg.Fungsi otak MK: Gg.Perfusi Edema
Kejang Gg.Neurologis Jaringan
fokal Disorientasi Hidrosepalus
Defisit neurologis Peningktan TIK

 Aspirasi sekresi MK : Resiko Cidera Perubahan proses pikir


 Obs. Jln napas
 Dispnea Hernialis ulkus
Bradikardi progresif, hipertensi Bicara terganggu, afasia
 Henti napas
sistemik, Gg.pernapasan Manisefalon
 Perubahan pola Gg. Komunikasi verbal
napas Ancaman kematian tekanan

Mk.Gg. Mk.Cemas MK:


Pertukaran gas Mual, muntah, papil edema, Gg.Kesadaran
Mk.Nyeri pandangan kabur, penurunan fungsi
pendengaran, nyeri kepala
F. MANIFESTASI KLINIS
 Tanda dan gejala umum:
1. Nyeri kepala berat pada pagi hari, makin tambah bila batuk dan membungkuk.
2. Kejang
3. Tanda-tanda peningkatan TIK: nyeri kepala, papil edema, muntah.
4. Perubahan kepribadian
5. Gangguan memori dan alam perasa
 Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :

1. Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak pada satu
sisi tubuh ( kejang jacksonian )
2. Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang englihatan
pada setengah lapang pandang , pada sisi yang berlawanan dengan tumor) dan
halusinasi penglihatan
3. Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan
kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan nistagmus
(gerakan mata berirama dan tidak disengaja)
4. Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status emosional dan
tingkah laku, disintegrasi perilaku mental., pasien sering menjadi ekstrim yang
tidak teratur dan kurang merawat diri
5. Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan saraf
kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf kelima),
kelemahan atau paralisis (saraf kranial keketujuh), abnormalitas fungsi motorik.
6. Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan
bicara dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia. ( Brunner & Sudarth,
2003 ; 2170)
 Menurut Brunner dan Suddarth (2000:65) gejala-gejala yang ditimbulkan pada klien
dengan post craniotomy antara lain :
1. Penurunan kesadaran, nyeri kepala hebat, dan pusing
2. Bila hematoma semakin meluas akan timbul gejala deserebrasi dan gangguan
tanda vital dan fungsi pernafasan.
3. Terjadinya peningkatan TIK setelah pembedahan ditandai dengan muntah
proyektil, pusing dan peningkatan tanda-tanda vital.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan.
Memberi informasi spesifik mengenai jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor dan
meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang sistem
vaskuler.
2. MRI.
Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang otak dan
daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT
Scan.
3. Biopsi Stereotaktik bantuan komputer (tiga dimensi)
Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar
pengobatan serta informasi prognosis.
4. Angiografi
Memberi gambaran pembuluh darahserebral dan letak tumor.
5. Elektroensefalografi (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat
memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang

H. DAMPAK POST CRANIOTOMY TERHADAP SISTEM TUBUH LAIN


1. Sistem Kardiovaskuler
Craniotomy bisa menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal
miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru. Akibat adanya perdarahan
otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler
pembuluh darah arteriol berkontraksi. Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis
mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini bisa menyebabkan
terjadinya penurunan curah jantung dan meningkatkan atrium kiri, sehingga tubuh
akan berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya
peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.
2. Sistem Pernafasan
Adanya edema paru dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru menyebabkan
hiperapneu dan bronkho kontriksi. Konsentrasi oksigen dan karbondioksida dalam
darah arteri mempengaruhi aliran darah. Bila tekanan oksigen rendah, aliran darah
bertambah karena terjadi vasodilatasi, jika terjadi penurunan tekanan karbondioksida
akan menimbulkan alkalosis sehingga terjadi vasokontriksi dan penurunan CBF
(Cerebral Blood Fluid). Bila tekanan karbondioksida bertambah akibat gangguan
sistem pernafasan akan menyebabkan asidosis dan vasodilatasi. Hal tersebut
menyebabkan penambahan CBF yang kemudian terjadi peningkatan tingginya
TIK.Tingginya TIK dapat menyebabkan terjadinya herniasi dan penekanan batang
otak atau medula oblongata. Akibat penekanan pada medulla oblongata menyebabkan
pernafasan ataksia (kurangnya koordinasi dalam gerakan bernafas).
3. Sistem Eliminasi
Pada pasien dengan post craniotomy terjadi perubahan metabolisme yaitu
kecenderungan retensi natrium dan air serta hilangnya sejumlah nitrogen. Setelah tiga
sampai 4 hari retensi cairan dan natrium mulai berkurang dan dapat timbul
hiponatremia.
4. Sistem Pencernaan
Hipotalamus merangsang anterior hipofise untuk mengeluarkan steroid adrenal. Hal
ini adalah kompensasi tubuh untuk menangani edema serebral, namun pengaruhnya
terhadap lambung adalah terjadinya peningkatan ekskresi asam lambung yang
menyebabkan hiperasiditas. Selain itu juga hiperasiditas terjadi karena adanya
peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani stress yang mempengaruhi
produksi asam lambung. Jika hiperasiditas ini tidak segera ditangani, akan
menyebabkan perdarah lambung.
5. Sistem Muskuloskeletal
Akibat dari post craniotomy dapat mempengaruhi gerakan tubuh. Hemisfer atau
hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada area motorik otak. Selain
itu, pasien dapat mempunyai control volunter terhadap gerakan dalam menghadapi
kesulitan perawatan diri dan kehidupan sehari – hari yang berhubungan dengan
postur, spastisitas atau kontraktur.
Gerakan volunter terjadi sebagai akibat dari hubungan sinapsis dari 2 kelompok
neuron yang besar. Sel saraf pada kelompok pertama muncul pada bagian posterior
lobus frontalis yang disebut girus presentral atau “strip motorik “. Di sini kedua
bagian saraf itu bersinaps dengan kelompok neuron-neuron motorik bawah yang
berjalan dari batang otak atau medulla spinalis atau otot-otot tertentu. Masing-masing
dari kelompok neuron ini mentransmisikan informasi tertentu pada gerakan.
Sehingga, pasien akan menunjukan gejala khusus jika ada salah satu dari jaras neuron
ini cidera.
Pada disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang otak, terdapat
kehilangan penghambatan serebral dari gerakan involunter. Terdapat gangguan tonus
otot dan penampilan postur abnormal, yang pada saatnya dapat membuat komplikasi
seperti peningkatan saptisitas dan kontraktur.

I. PENATALAKSANAAN
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
2. Mempercepat penyembuhan
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien
Mempersiapkan pasien pulang
Adapun penatalaksanaan Perawatan post op craniotomy yang dilakukan pembedahan
intracranial mencakup :
Perawatan pasca pembedahan
1. Tindakan keperawatan post operasi
 Monitor kesadaran, tanda – tanda vital, CVP, intake dan out put
 Observasi dan catat sifat drain (warna, jumlah) drainage.
 Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati – hati jangan sampai
drain tercabut.
 Perawatan luka operasi secara steril
2. Makanan
 Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan
sesudah pembedahan, makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah
makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses
penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan
membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi.
 Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral) Biasanya makanan
baru diberikan jika:
a) Perut tidak kembung
b) Peristaltik usus normal
c) Flatus positif
d) Bowel movement positif
3. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil.
Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan
posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen
dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini.
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
a) Sistem Perkemihan
 Control volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post
anesthesia inhalasi, IV, spinal
 Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi → retensio urine.
 Pencegahan : inpeksi, palpasi, perkusi → abdomen bawah (distensi buli –
buli)
 Dower catheter → kaji warna, jumlah urine, out put urine <30 ml/jam →
komplikasi ginjal
b) System Gastrointestinal
 Mual muntah → 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat
menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada
bedah kepala dan leher serta TIO mneingkat
 Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus
 Kaji paralitik ileus → suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus
 Jumlah warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam
 Insersi NGT intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan
decompresi dan drainase lambung
 Meningkatkan istirahat.
 Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
 Memonitor perdarahan.
 Mencegah obstruksi usus.
 Irigasi atau pemberian obat.
Proses penyembuhan luka
1. Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel
darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening
digunakan sebagaikerangka.
2. Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel
epiteltimbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan
kemerahan.
3. Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-
jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
4. Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
5. Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka
a) Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C.
b) Menghindari obat – obat anti radang seperti steroid
c) Pencegahan infeksi
d) Pengembalian Fungsi fisik.
e) Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas
dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini.tindakan pencegahan terhadap
komplikasi post operasi.

J. KOMPLIKASI POST OP
1. Edema cerebral
2. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral
3. Hypovolemik syok
4. Hydrocephalus
5. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus)
6. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya
besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah
vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan
tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
7. Infeksi
Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling
sering menimbulkan infeksi adalah stapylococus auereus, organism garam positif
stapylococus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling
penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptic dan antiseptic.
8. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi. Dehisensi
luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-
organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi
luka, kesalahan menutup waktu pembedahan

K. KRITERIA EVALUASI
Hasil yang diharapkan setelah perawatan pasien post operasi, meliputi ;
1. Tidak timbul nyeri luka selama proses penyembuhan, luka insisi normal tanpa infeksi
dan pasien tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat
2. Tidak timbul komplikasi
3. Pola eliminasi lancer dan kehilangan berat badan minimal atau tetap normal
4. Sebelum pulang pasien mengetahui tentang :
 Pengobatan lanjutan & diet.
 Jenis obat yang diberikan & batas kegiatan dan rencana kegiatan di rumah.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Primary Survey
1. Air way
a. Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair)setelah dilakukan
pembedahan akibat pemberian anestesi.
b. Potency jalan nafas, → meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
c. Auscultasi paru → keadekwatan expansi paru, kesimetrisan.
2. Breathing
a. Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguanirama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensimaupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi,
stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderungterjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
b. Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit →
depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal → gangguan cardiovasculair atau
rata-rata metabolisme yang meningkat.
c. Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan
diafragma, retraksi sterna → efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
3. Circulating
a. Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanandarah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi
lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia,disritmia).
b. Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
4. Disability : berfokus pada status neurologi
a. Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata,respon motorik dan
tanda-tanda vital.
b. Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara,kesulitan menelan,
kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dangelisah.
5. Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan
B. Secondary Survey
Pemeriksaan fisik
Pasien Nampak tegang, wajah menahan sakit, lemah kesdaran somnolent apatis, GCS
15, TD 120/80 mmHg, Nadi 98 x/m, suhu 37 ºC, RR 20 x/m
a. Abdomen
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah iga,dan limpa
tidak membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit. Distensi abdominal
dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus dilakukan padagastrointestinal.
b. Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4 – 4 dan
ekstremitas bawah 4 – 4, akral dingin dan pucat.
c. Integument
Kulit keriput, pucat, turgor sedang.
d. Pemeriksaan neurologis
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi :
1. Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
2. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangansebagian lapang pandang, foto fobia
3. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetris) deviasi pada mata
4. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
5. Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus
vagusmenyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
6. Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalahsatu
sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

C. Tersiery Survey
a. Kardiovaskuler
Klien Nampak lemah, kulit dan konjuntiva pucat dan akral hangat. Tekanan darah
120/70 mmHg, nadi 120x/m, kapiler refille 2 detik. Pemeriksaan laboratorium : HB
9.9 gr %, HCT 32 dan PLT 235
b. Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak lemah,
refleksdalam batas normal.
c. Bladder
Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc, warna kuning
kecoklatan.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan gygiene luka yang buruk
4. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan perdarahan
NURSING CARE PLANING

NOC
kontrol nyeri
Diagnosa
No Tidak pernah Jarang Kadang- Sering Secara NIC
Keperawatan
Skala Outcome menunjukkan menunjukkan kadang menunjukkan konsisten
menunjukkan menunjukkan
1 Nyeri akut Mengendalikan 1 2 3 4 5 Manajemen nyeri
berhubungan kapan nyeri 1. Lakukan pengkajian
agen terjadi nyeri komperhensif
pencedera Menggambarkan 1 2 3 4 5 yang meliputi
fisiologi faktor penyebab lokasi, karateristik,
Menggunakan 1 2 3 4 5 frekuensi, kualitas,
tindakan dan pencetus.
pencegahan 2. Observasi adanya
tanpa analgetik pentunjuk nonverbal
Mengenali apa 1 2 3 4 5 mengenai
yang terkait ketidaknyamanan
dengan gejala terutama pada
nyeri mereka yang yang
Melaporkan 1 2 3 4 5 tidak dapat
nyeri yang berkomunikasi
terkontrol secara efektif
3. Pastikan perawatan
anelgesik bagi
pasien di lakukan
dengan pemantaun
yang ketat
4. Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lainnya,
mengenai efektifitas
tindakan
pengontrolan nyei
yang pernah di
gunakan
sebelumnya
5. Berikan informasi
mengenai nyeri,
seperti penyebab
nyeri, berapa lama
nyeri di rasakan,
NURSING CARE PLANING

NOC
Diagnosa perawatan diri: kebersihan
No NIC
Keperawatan sangat banyak cukup sedikit tidak
Skala Outcome
terganggu terganggu terganggu terganggu terganggu
3 Resiko infeksi mencuci tangan 1 2 3 4 5 Kontrol infeksi
dibuktikan membersikan area 1 2 3 4 5 1. Bersikan lingkungan dengan baik
dengan prosedur menggunakan 1 2 3 4 5 setelah digunakan untuk setiap
invasif pembalut pasien
mempertahankan 1 2 3 4 5 2. Ganti peralatan perawatan per
penampilan yang pasien sesuai protokol institusi
rapi 3. Isolasi orang yang terkena
mempertahankan 1 2 3 4 5 penyakit menular
kebersihan tubuh 4. Batasi jumlah pengunjung
5. Ajarkan cara cuci tangan bagi
tenaga kesehatan
6. Ajarkan pasien mengenal teknik
mencuci tangan dengan tepat
7. Anjurkan pengunjung untuk
mencuci tangan pada saat
memasuki dan meninggalkan
ruangan pasien
8. Gunakan sabun anti mikroba
untuk mencuci tangan yang
sesuai
9. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kegiatan perawatan pasien
10. Pakai sarung tanangan
sebagaimana dianjurkan oleh
kebijakan universal
11. Gunakan teknik perawatan luka
yang tepat
12. Tingkatkan intake nutrisi yang
tepat
13. Dorong untuk berisiirahat
14. Berikan terapi antibiotik yang
sesuai
NURSING CARE PLANING

NOC
Diagnosa Integritas jaringan kulit dan membran mukosa
No NIC
Keperawatan sangat banyak cukup sedikit tidak
Skala Outcome
terganggu terganggu terganggu terganggu terganggu
2 Kerusakan Suhu kulit 1 2 3 4 5 perawatan kulit: pengobatan topikal
integritas kulit 1. Jangan menggunakan alas kasur
b/d tindakan sensasi 1 2 3 4 5 yang bertekstur kasar
invasif Elastisitas 1 2 3 4 5 2. Bersikan dengan sabun antibiotik
dengan cepat
Keringat 1 2 3 4 5 3. Pakaikan pasien pakaian yang
longgar
Tekstur 1 2 3 4 5 4. Sapu kulit dengan bubuk obat
dengan tepat
5. Berikan pijatan di sekitar area yang
terkena
6. Pakaikan popok yang longgar
dengan tepat
7. Jaga kebersihan toilet,sesuai
keperluan
8. Jaga alas kasur tetap bersih, kering
dan bebas kerut
9. Berikan bedak kering kedalam
lipatan kulit
Berikan antibiotik topikal untuk daerah
yang terkena dengan tepat
NURSING CARE PLANING

No Diagnosa NOC NIC


keperawatan
4. Resiko Keseimbangan Cairan Monior Cairan
1. Tentukan jumlah dan jenis
ketidakseimbangan Skala outcome Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak
keseluruhan terganggu terganggu terganggu terganggu terganggu intake/asupan cairan serta kebiasaan
cairan ditandai eliminasi
Tekanan darah 1 2 3 4 5
2. Periksa tugor kulit
dengan obsruksi
3. Monitor berat badan
intesinal Denyut nadi radial 1 2 3 4 5 4. Monitor asupan dan pengeluaran
5. Monitor ekanan darah, denyut nadi,
dan status pernapasan
Keseimbangan 1 2 3 4 5
intake dan output 6. Monitir tekanan darah ortostatik dan
dalam 24 jam perubahan irama jantung dengan
Tugor kulit 1 2 3 4 5 tepat
7. Rekam inkontensia pada pasien
yang membutuhkan asupan dan
Kelembaban 1 2 3 4 5
membran mukosa pengeluaran akurat
8. Monitor mukosa, tugor kulit, dan
respon haus
9. Monitor warna, kuanitas,dan berat
jenis urine
10. Monitor tanda dan gejala asites
11. Catat ada tidaknya vertigo pada saat
bangkit untuk berdiri
12. Berikan cairan dengan tepat
13. Batasi dan alokasikan asupan cairan
14. Cek grafik asupan dan pengeluaran
secara berkala untuk memastikan
pemberian pelayanan yang baik
DAFTAR PUSTAKA

Judith M.W.(2012).Buku Saku Diagnosa Keperawatan:NANDA,Intervensi NIC,Kriteria hasil


NOC.Edisi ke-9.Jakarta :EGC

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta:
EGC

Batticaca, Fransisca.2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. 3. EGC : Jakarta.

Kusuma, Amin. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosis medis dan
NANDA NIC NOC. Penerbit : Mediaction.

Anda mungkin juga menyukai