Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE

NON HEMORAGIK

Oleh :
Angga Agung Saputra
NIM SN171017

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2017
A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C.
Suzanne, 2010)
Stroke non hemoragik dapat berupa iskemik, emboli, spasme ataupun
thrombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama
atau gangguan tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan
terjadi proses udema oleh karena hipoksia jaringan otak (Price, 2012)

2. ETIOLOGI
1. Trombosis cerebri ( bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
2. Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material yang di bawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain)
3. Iskemia cerebral ( penurunan aliran darah ke otak)
4. Aterosklerosis

3. MANISFESTASI KLINIS
Menurut Suzzane C. Smelzzer, dkk, menjelaskan ada enam tanda dan
gejala dari stroke non hemoragik yang mana tergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Adapun gejala Stroke non hemoragik
adalah:
1. Kehilangan motorik: stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter. Gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi
tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron atas pada sisi yang belawanan
dari otak. Disfungsi neuron paling umum adalah hemiplegi (paralisis pada
salah satu sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan dan
hemiparises (kelemahan salah satu sisi tubuh)
2. Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke
adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum.
Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut :
a. Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau
reseptif.
c. Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya.
3. Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh
yang paralisis yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek
ditempat kehilangan penglihatan
4. Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan
kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh.
5. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan pada lobus
frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual mungkin
terganggu. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi.
6. Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami
inkontenensia urinarius karena kerusakan kontrol motorik.
4. KOMPLIKASI
1. Hipoksia serebral
Otak bergantung pada ketersedian oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
2. Penurunan darah serebral
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral.
3. Luasnya area cidera
Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibralsi atrium
atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan
aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan menurunkan aliran darah
serebral. Distritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan
penghentian thrombus lokal.
5. PATHWAYS (Sumber: Price, 2012)
6. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan konservatif meliputi:
a. Diuretika: Untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat
maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
b. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi dari
tempat lain dalam kardiovaskuler.
c. Anti trombosit: dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran
sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.
2. Pengobatan pembedahan
a. Endosteroktomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA

B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat
dalam melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data
dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut.
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan dalam
perumusan diagnosa keperawatan (Doenges, 2012).
b. Pola Gordon
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan Apakah klien tahu
tentang penyakitnya? Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika
terjadi rasa sakit? Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul? Apakah
pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya? Tanda dan gejala apa yang
sering muncul jika terjadi rasa sakit?

2. Nutrisi metabolik Apakah klien merasa mual/muntah/sulit menelan?


Apakah klien mengalami anoreksia? Makan/minu: frekuensi, jenis,
waktu, volume, porsi?
3. Eliminasi Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi,
waktu, warna, konsistensi, keluhan nyeri, bau, sejak kapan?
4. Aktivitas dan latihan Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas
(penkes, sebagian, total)? Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak,
batuk)?
5. Tidur dan istirahat Apakah tidur klien terganggu, penyebab? Berapa
lama, kualitas tidur (siang dan/malam) ? Kebiasaan sebelum tidur?

6. Kognitif dan persepsi sensori Sebelum sakit: Bagaimana menghindari


rasa sakit? Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot /
fasial? Apakah merasa pusing?
7. Persepsi dan konsep diri Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya
terkait dengan penyakitnya? Bagaimana harapan klien terkait dengan
penyakitnya?
c. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1. Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
2. Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak
bisa bicara
3. Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b. Pemeriksaan integumen
1. Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit akan jelek. Di samping itu perlu juga dika di tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik
harus bed rest 2-3 minggu
2. Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
3. Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1. Kepala : bentuk normocephalik
2. luka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satusisi
3. leher : kaku kuduk jarang terjadi
d. Pemeriksaan dada
Pada pernapasan kadang didapatkan suara napas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara napas tambahan, pernapasan tidak teratur akibat penurunan refleks
batuk dan menelan
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus kadang terdapat inc"ntinensia atau
retensi" urine
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh
h. Pemeriksaan neurologi
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
d. Pemeriksaan Penunjang (Diagnostik/ Laboratorium)
1. Rontgen kepala dan medulla spinalis
2. Elektro encephalografi
3. Lumbal fungsi
4. Angiografi
5. Computerized tomografi scaning (CT scan)
6. Magnetik Resonance Imaging (MRI)
(Nugroho, 2011)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intracerebral
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia (Donna
c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah
otak
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan
refleks batuk dan menelan.
3. Rencana Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra
cerebral
Tujuan :
- Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala
- GCS 456
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C,
pernafasan 16-20 kali permenit)
Rencana tindakan
1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan
perfusi jaringan otak dan akibatnya
2) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
3) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap
dua jam
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal
tipis)
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia


Tujuan :
- Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil
- Tidak terjadi kontraktur sendi
- Bertambahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Rencana tindakan
1) Ubah posisi klien tiap 2 jam
2) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang
tidak sakit
3) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
4) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
5) Tinggikan kepala dan tangan
6) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
c. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi
darah otak
Tujuan
- Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
Kriteria hasil
- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat
Rencana tindakan
1) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat
2) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
3) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang
jawabannya “ya” atau “tidak”
4) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
5) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
6) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara

d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan menurunnya


refleks batuk dan menelan, imobilisasi
Tujuan :
- Jalan nafas tetap efektif.
Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
Rencana tindakan :
1) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas
2) Rubah posisi tiap 2 jam sekali
3) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
4) Observasi pola dan frekuensi nafas
5) Auskultasi suara nafas
6) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, J.B. Suharjo. (2008). Gaya Hidup & Penyakit Modern. Yogyakarta : Kanisius
Doenges, 2012. Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien, EGC: Jakarta.
Nugroho, T. (2011). Asuhan Keperawatan maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakit Dalam.
Yogyakarta : Nuha Medika
Price, S.A & Wilson, L. M. (2012). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – proses Penyakit,
edisi 6. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart.
Alih Bahasa: Agung Waluyo. Edisi: 12. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai