Anda di halaman 1dari 23

Keperawatan Medikal Bedah Tanggal 10 April 2019

Program Profesi Ners Ruangan : Merpati

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA SISTEM PERSARAFAN DENGAN KASUS “NHS”


DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAKASSAR

OLEH
SURYA, S.Kep
18071011006

CI LAHAN CI INSTITUSI

(............................................................) (...............................................................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM MAKSSAR
MAKASSAR
2019
Keperawatan Medikal Bedah Tanggal 10 April 2019

Program Profesi Ners Ruangan : Merpati

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny “ B” DENGAN DIAGNOSA
STROKE NON HEMORAGIK DI RUANG MERPATI
DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAKASSAR

OLEH
SURYA, S.Kep
18071011006

CI LAHAN CI INSTITUSI

(............................................................) (...............................................................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM MAKSSAR
MAKASSAR
2019
A. KONSEP MEDIS

1. Defenisi

Menurut WHO, Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan

fungsi cerebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan

cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa

ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler.

stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan sirkulasi

cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh

misalnya trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero

sklerosis dan arteritis yang mengganggu aliran darah cerebral sehingga

suplai nutrisi dan oksigen ke otal menurun yang menyebabkan terjadinya

infark.

Sedangkan menurut Padila, (2012) Stroke Non Haemoragik adalah

cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi

akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang

mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.

2. Klasifikasi

Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :

a. Transient Ischemic Attack (TIA)

TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena

iskemia otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat

dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.

b. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)


RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia

otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam

waktu 1-3 minggu

c. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)

Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena

gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan

mencapai maksimal dalam beberapa jam sampe bbrpa hari

d. Stroke in Resolution

Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena

gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan

mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari

e. Completed Stroke (infark serebri)

Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi

atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil

tanpa memburuk lagi.

3. Etiologi

a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)

Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah. Tanda dan

gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.

b. Embolisme cerebral

Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke

otak dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh

darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya
emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat

sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala

timbul kurang dari 10-30 detik

c. Iskemia

Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau

penyumbatan pembuluh darah.

4. Patofisiologis

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di

otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan

besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area

yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak

dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,

emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum

(hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering

sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari

plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis,

tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi

Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa

sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia

jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan

edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan

disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat

berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa


hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.

Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan

masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan

edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan

meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau

ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang

tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini

akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur

Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan

hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas

akan lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan

penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi

massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat

menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer

otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke

batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga

kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons

Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia

serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat

reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih

dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang

bervariasi salah satunya henti jantung


Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang

relatif banyak akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan

penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elernen-

elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat

menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena

darah dan sekitarnya tertekan lagi.

5. Manifestasi Klinik

a. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala

b. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan

c. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan

kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal

tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah

paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam

d. Dysphagia

e. Kehilangan komunikasi

f. Gangguan persepsi

g. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis

h. Disfungsi Kandung Kemih

Defisit neurologik stroke manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut

No Defisit neurologi Manifestasi

1. Defisit lapang penglihatan a. Tidak menyadari orang atau

a. Homonimus Hemlanopsia objek, mengabaikan salah satu

Kehilangan penglihatan sisi tubuh, kesulitan menilai


perifer jarak

b. Diplopia b. Kesulitan melihat pada malam

hari, tidak menyadari objek atau

batas objek.

b. Penglihatan ganda

2. Defisit Motorik a. Kelemahan wajah, lengan, dan

a. Hemiparesis kaki pada

b. Hemiplegia b. sisi yang sama.

c. Ataksia a. Paralisis wajah, lengan, dan kaki

d. Disatria pada sisi yang sama.

2. Disfagia b. Berjalan tidak mantap, tidak

mampu menyatukan kaki.

c. Kesulitan dalam membentuk kata

d. Kesulitan dalam menelan.

3. Defisit sensori : Parastesiaa. Kesemutan

4. Defisit verbal a. Tidak mampu membentuk kata

a. Fasia ekspresif yang dapat dipahami

b. Fasia reseptif b. Tidak mampu memahami kata

c. Afasia global yang dibicarakan, mampu

berbicara tapi tidak masuk akal

c. Kombinasi afasia reseptif dan

ekspresif

5. Defisit kognitif a. Kehilangan memori jangka


pendek dan panjang, penurunan

lapang perhatian, tidak mampu

berkonsentrasi, dan perubahan

penilaian.

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. CT Scan

Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya

infark

b. Angiografi serebral

membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti

perdarahan atau obstruksi arteri

c. Pungsi umbal

- Menunjukan adanya tekanan normal

- Mekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah

menunjukan adanya perdarahan

d. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.

e. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik

f. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena

g. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng

pineal
h. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi

hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum

dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.

7. Pengobatan

a. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral .

b. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi

8. Komplikasi

a. Hipoksia Serebral

b. Penurunan darah serebral

c. Luasnya area cedera


B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas Klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia

tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku

bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.

b. Keluhan utama: Sering menjadi alasan klien untuk meminta

pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah

badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat

kesadaran.

c. Riwayat penyakit sekarang: Serangan stroke hemorhagik sering kali

berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan

aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang

sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau

gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan

pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial.

Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan

penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.

d. Riwayat penyakit dahulu: Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke

sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat

trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti

koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.

Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti

pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan


lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan

penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat

mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan

data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan

selanjutnya.

e. Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang

menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari

generasi terdahulu.

f. Pengkajian psikososiospiritual: Pengkajian psikologis klien stroke

meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk

rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan

perilaku klien. Pemeriksaan Fisik: Setelah


2. Penyimpangan KDM
3. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan aliran

darah: gangguan oklusif, vasospasme serebral, edema serebral

ditandai dengan perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori,

perubahan dalam respon motorik/ sensori: gelisah, defisit sensori

bahasa, intelektual, perubahan tanda- tanda vital.

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan

neuromuskuler, kelemahan, parestesia, paralisis; ditandai dengan

ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam lingkungan fisik;

kerusakan koordinasi,; keterbatasan rentang gerak; penurunan

kekuatan otot/ kontrol.

c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan

sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kelemahan/ kelelahan

umum.

4. Intervensi Keperawatan

DX 1

a. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan aliran

darah: gangguan oklusif, vasospasme serebral, edema serebral

ditandai dengan perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori,

perubahan dalam respon motorik/ sensori

Kriteria Hasil :

1) Mempertahankan tingkat kesadaran; biasanya/membaik, fungsi

kognitif, dan motorik/ sensori


2) Mendemontrasikan tanta- tanda vital stabil, dan tidak ada tanda-

tanda peningkatan TIK

3) Menunjukkan tidak ada tanda-tanda kelanjutan/ kekambuhan.

Intervensi:

1) Tentukan faktor – faktor yang berhubungan dengan keadaan/

penyebab khusus selama koma/ penurunan perfusi serebral dan

potensial terjadinya peningkatan TIK.

Rasional: Mempengaruhi penetapan intervensi. Kerusakan atau

kemunduran gejala/tanda setelah fase awal memerlukan tindakan

pembedahan segera dan atau harus dipindahkan ke ruang ICU.

2) Pantau/ catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan

dengan keadaan normalnya/ standar

Rasional: mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan

potensial peningkatan TIK dan mengetahui luas, dan kemajuan /

resolusi kerusakan SSP.

3) Pantau tanda- tanda vital, seperti catat: adanya hipertensi,

frekuensi irama jantung, catat irama dan pola pernapasan,

evaluasi pupil, reaksinya terhadap cahaya. Catat perubahan dalam

pengelihatan, seperti adanya kebutaan, gangguan lapang pandang

Rasional: adanya variasi mungkin terjadi, namun tanda- tanda

vital harus mendapat perhatian karena bisa mempengaruhi

intervensi yang akan dilakukan.

4) Kaji fungsi bicara


Rasional: perubahan bicara merupakan indikator dari lokasi atau

derajat gangguan serebral.

5) Letakkan kepala dalam posisi agak ditinggikan dan dalam posisi

anatomis.

Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan

drainase dan sirkulasi.

6) Pertahankan keadaan tirah baring: ciptakan lingkungan yang

tenang, batasi pengunjung/ aktivitas pasien sesuai indikasi.

Rasional: aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan

TIK.

7) Kolaborasi:

 Berikan oksigen sesuai indikasi

rasional: menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan

vasodilatasi serebral dan tekanan meningkat.

 Berikan obat sesuai dengan indikasi (antikoagulasi,

antihipertensi, vasodilatasi perifer)

Rasional: antikoagulasi meningkatkan memperbaiki aliran

darah, anti hipertensi menurunkan tekanan darah, vasodilatasi

perifer memperbaiki sirkulasi dan menurunkan vasospasme.

 Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai dengan indikasi.

Rasional: memberikan informasi tentang kefektifan

pengobatan.
DX 2

a. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan

neuromuskuler, kelemahan, parestesia, paralisis; ditandai dengan

ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam lingkungan fisik;

kerusakan koordinasi,; keterbatasan rentang gerak; penurunan

kekuatan otot/ control

Kriteria hasil:

1) Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan

oleh tak adanya kontraktur

2) Mempertahankan/ meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian

yang terkena

3) Mempertahankan integritas kulit.

Intervensi:

1. Kaji kemampuan secara fungsional/ luasnya kerusakan awal dan

dengan cara yang teratur

Rasional: mengidentifikasi kelemahan dan dapat memberikan

informasi mengenai pemulihan.

2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang , miring) dan jika

memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi

bagian yang terganggu

Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.

Daerah yang terkena mengalami perburukan/ sirkulasi yang lebih

jelek dan menurunkan sensasi.


3. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada

semua ekstremitas. Anjurkan untuk melakukan latihan seperti

menggenggam bola karet melebarkan jari-jari kaki/ telapak.

Rasional:meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,

membantu mencegah kontraktur.

4. Gunakan penyangga lengan ketika pasien dalam posisi tegak,

sesuai indikasi.

Rasional: menurunkan resiko subluksasio lengan dan sindrom

bahu- lengan.

5. Tempatkan bantal di bawah aksilla untuk melakukan abduksi pada

tangan.

Rasional: mencegah abduksi bahu dan fleksi siku.

6. Tinggikan tangan dan kepala.

Rasional: meningkatkan aliran balik vena dan membantu

mencegah terbentuknya edema.

7. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan

menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong

daerah tubuh yang mengalami kelemahan.

Rasional: dapat berespons yang baik jika daerah yang sakit tidak

menjadi lebih terganggu dan memerlukan latihan aktif untuk

menyatukan kembali sebagian tubuhnya sendiri.

8. Kolaborasi: konsultasikan dengan ahli fisioterapi, secara aktif,

latihan resistif dan ambulasi pasien.


DX 3

a. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan

sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kelemahan/ kelelahan

umum.

Kriteria hasil:

1) Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi

2) Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat

dipersepsikan

Intervensi:

1) Kaji tipe/ derajat disfungsi, seperti pasien tampak tidak memahami

kata, atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian

sendiri.

Rasional: membantu menentukan daerah dan kerusakan serebral

yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh

tahap proses komunikasi.

2) Minta pasien untuk mengucapkan kata sederhana seperti “pus”

Rasional: mengidentifikasi adanya disartria sesuai komponen

motorik dari bicara seperti lidah yang dapat mempengaruhi

artikulasi.

3) Anjurkan pengunjung untuk mempertahankan usahanya untuk

berkomunikasi dengan pasien

Rasional: mengurangi isolasi sosial pasien dan meningkatkan

penciptaan komunikasi yang efektif.


DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilyn dkk . 2012 . Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta: E G C

Muttaqin, Arif. 2015 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Price, SA dan Wilson, 2013. Patofisiologi: Konsep klinis proses- proses penyakit
ed. 6 vol.1. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C . 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth . Jakarta : E G C.

Tarwoto, 2013. Keperawatan Medikal Bedah: Gangguan Sistem Persyarafan .


Jakarta: Sagung Seto.

William, Lippicont . 2012 . Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit .


Jakarta: Indeks.
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA SISTEM PERSARAFAN DENGAN KASUS “NHS”
DI RUANG MERPATI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAKASSAR

OLEH
SURYA, S.Kep
18071011006

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM MAKSSAR
MAKASSAR
2019
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Ny “B” DENGAN DIAGNOSA NHS
DI RUANG MERPATI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAKASSAR

OLEH
SURYA, S.Kep
18071011006

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM MAKSSAR
MAKASSAR
2019

Anda mungkin juga menyukai