Anda di halaman 1dari 44

Laporan Kasus

KONTUSIO SEREBRI

Oleh :
Panji Harry Priya Nugraha, S.Ked.
H1AP14017

Pembimbing :
dr. Hasymi Hanafiah, Sp.S

SMF NEUROLOGI RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Panji Harry Priya Nugraha


NPM : H1AP14026
Fakultas : Kedokteran
Judul : Kontusio Serebri
Bagian : Syaraf
Pembimbing : dr. Hasymi Hanafiah, Sp.S

Bengkulu, 08 Februari 2020


Pembimbing

dr. Hasymi Hanafiah, Sp.S


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian
Kepaniteraan Klinik Neurologi RSUD dr. M. Yunus, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Hasymi Hanafiah, Sp.S sebagai pembimbing
yang telah bersedia meluangkan waktu dan telah memberikan masukan-
masukan, petunjuk serta bantuan dalam penyusunan tugas ini.
2. Teman–teman yang telah memberikan bantuan baik
material maupun spiritual kepada penulis dalam menyusun laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini,
maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis
sangat berharap agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bengkulu, 08 Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS....................................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................Error! Bookmark not defined.
BAB IV PEMBAHASAN....................................Error! Bookmark not defined.7
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................39
BAB I
PENDAHULUAN

Kontusio serebri (cerebral contussion) adalah luka memar pada otak.


Memar yang disebabkan oleh trauma dapat membuat jaringan menjadi rusak
dan bengkak dan pembuluh darah dalam jaringan pecah, menyebabkan darah
mengalir ke dalam jaringan disebut hematoma. Pada beberapa kasus kontusio
serebri dapat berkembang menjadi perdarahan serebral. Namun pada cedera
berat, kontusio serebri sering disertai dengan perdarahan subdural, perdarahan
epidural, perdarahan serebral ataupun perdarahan subarakhnoid.2

Pada daerah kontusio serebri terdapat dua komponen, yaitu daerah inti
yang mengalami nekrosis dan daerah perifer yang mengalami pembengkakan
seluler yang diakibatkan oleh edema sitotoksik. Pembengkakan seluler ini
sering dikenal sebagai pericontusional zone yang dapat menyebabkan keadaan
lebih iskemik sehingga terjadi kematian sel yang lebih luas. Hal ini disebabkan
oleh kerusakan autoregulasi pembuluh darah di pericontusional zone sehingga
perfusi jaringan akan berkurang akibat dari penurunan mean arterial pressure
(MAP) atau peningkatan tekanan intrakranial.

Penyebab kontusio serebri atau memar otak adalah adanya akselerasi


kepala tiba-tiba yang menimbulkan pergeseran otak dan kompresi yang
merusak akibat dari kecelakaan, jatuh atau trauma. Dimana hal tersebut
menunjukkan besarnya gaya yang sanggup merusak struktur parenkim otak
yang terlindung begitu kuat oleh tulang dan cairan otak. Lokasi kontusio yang
begitu khas adalah kerusakan jaringan parenkim otak yang berlawanan dengan
arah datangnya gaya yang mengenai kepala. Pemeriksaan penunjang untuk
membantu penegakan diagnosa kontusio serebri adalah dengan dilakukan
pemeriksaan imaging berupa CT-scan dan MRI dikarenakan perdarahan
intrakranial akibat trauma kepala lebih mudah dikenali. Pemeriksaan
penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan adanya
kemungkinan komplikasi jangka pendek.3

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas
Nama : Ny. PTY
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 16 Agustus 1976
Alamat : Tais, Seluma
Agama : Islam
Suku : Serawai
Pekerjaan : IRT
No Reg RS : 8156XX
Tanggal Masuk RS : 12 Oktober 2018
Ruang Perawatan : Ruang ICU

2.2. Data Subjektif (Alloanamnesis)


2.2.1. Keluhan Utama
Post kecelekaan lalu lintas ± 2 jam SMRS

2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dibawa oleh keluarga dengan keluhan post kecelakaan lalu
lintas kurang lebih 2 jam SMRS. Menurut keterangan keluarga, pasien merupakan
pengendara sepeda motor tunggal menggunakan helm yang secara tiba-tiba pasien
ditabrak dari arah depan oleh pengendara sepeda motor lain dan pasien terjatuh ke
depan dan kepala membentur aspal. Setelah kecelakaan pasien tampak tidak
sadarkan diri dan langsung dibawa ke Rumah Sakit terdekat. Menurut keluarga,
pasien diketahui mengalami muntah sebanyak 2 kali, pasien tampak
mengeluarkan darah dari lubang hidung sebelah kiri dan tampak lebam di kepala.
Keluarga pasien juga menyangkal terjadinya kejang. Setelah beberapa jam
dilakukan pemeriksaan, pasien dirujuk ke RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat diabetes melitus disangkal
 Riwayat penyakit jantung disangkal
 Riwayat penyakit ginjal disangkal

2.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada.

2.2.5. Riwayat Sosial


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.

2.3. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan pada 26 Januari 2020 di ruang ICU RSUD Dr.
M. Yunus Bengkulu.

2.3.1. Status Present

Keadaan umum : Tampak sakit berat


Kesadaran : Koma (GCS : E1 M1 V1)
Tekanan darah : 113/80 mmHg
Nadi : 101 x/menit
Pernapasan : 23 x/menit
Suhu : 38,3oC
SpO2 : 99% dengan ventilator fio2 50%, VT 350, PEEP 5, ∆Psupp 8.
Keadaan gizi : Baik

2.3.2. Status Generalis

Kepala : Normocephali, rambut tidak mudah rontok dan berwarna hitam,


terdapat hematom pada regio temporal sinistra
Mata : Conjuctiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL (-/+),
RCTL (-/+), Ø pupil anisokor (6 mm/3 mm)
Hidung : Deviasi (-/-), sekret (-/-), nyeri tekan (-), perdarahan (-)
Mulut : Sianosis (-), pucat (-), bibir kering (-)
Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Telinga : Nyeri tekan tragus (-), sekret (-), deformitas (-)

Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada statis dinamis kanan=kiri, retraksi dinding
dada (-), deformitas (-)
Palpasi : Krepitasi (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler normal (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas-batas jantung normail
Auskultasi : Bunyi jantung I/II reguler (+), gallop (-), murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Simetris (+), jejas (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-) hepar dan lien tidak teraba, defans muskular (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ektremitas
Akral : Hangat seluruh ekstremitas
Edema : tidak ada (-/-)
Sianosis : tidak ada (-/-)
CRT : <2 detik
2.3.3. Status Neurologis
GCS : E1 M1 V1
Pupil : Anisokor, Ø pupil 6 mm/3 mm
Refleks cahaya langsung : -/+
Refleks cahaya tak langsung : -/+
Tanda rangsan meningeal : Kaku kuduk (tak dapat dinilai),
Hoffman (-/-), Tromner (-/-), Laseque
(-), Kernig (-), Babinsky (-/-),
Chaddock (-/-), Oppenheim (-/-),
Shaeffer (-/-), Brudzinski I (-/-),
Brudzinski II (-/-)
Peningkatan TIK : Muntah proyektil (-)

A. Nervus Kranialis
 Kelompok optic
Nervus II (Visual)
 Visus : Tak dapat dinilai
 Lapang pandang : Tak dapat dinilai
 Membedakan warna : Tak dapat dinilai

Nervus III (Otonom)


 Ukuran pupil : Ø 6 mm / Ø 3 mm
 Bentuk : Bulat/bulat
 RCL : -/-
 RCTL : -/-
 Nistagmus : -/-
 Strabismus : -/-

Nervus III, IV, VI (gerakan okuler)


 Gerakan bola mata : -
 Diplopia : Tak dapat dinilai

 Kelompok Motorik
Nervus V
 Membuka mulut : -
 Menggigit dan mengunyah : -

Nervus VII
 Mengerutkan dahi : -
 Menutup mata : -
 Menggembungkan pipi : -
 Memperlihatkan gigi : -
 Sudut bibir : Tak dapat dinilai
Nevus IX
 Bicara : -
 Reflex menelan : -

Nervus X1
 Mengangkat bahu : -
 Menolehkan kepala : -

Nervus XII
 Artikulasi lingualis : Tak dapat dinilai
 Menjulurkan lidah : -

 Kelompok Sensorik
Nervus I (fungsi penciuman) : Tak dapat dinilai
Nervus V (fungsi sensasi wajah) : Tak dapat dinilai
Nervus VII (fungsi pengecapan) : Tak dapat dinilai
Nervus VIII (fungsi pendengaran) : Tak dapat dinilai

B. Badan
Motorik
 Gerakan respirasi : Tak dapat dinilai
 Gerakan columna vertebralis : Tak dapat dinilai
 Bentuk columna vertebralis : Tak dapat dinilai
 Refleks kulit superfisial : -

Sensabilitas
 Rasa suhu : -
 Rasa nyeri : -
 Rasa raba : -

C. Anggota Gerak Atas


Motorik
 Pergerakan : -
 Kekuatan : 1111/1111
 Tonus : Eutoni
 Trofi : Eutrofi

Refleks
 Bisep : -/-
 Trisep : -/-
 Hoffma tromner : -/-

D. Anggota Gerak Bawah


 Pergerakan : -
 Kekuatan : 1111/1111
 Tonus : Eutoni
 Trofi : Eutrofi
Refleks
 Patella : -/-
 Achilles : -/-
 Babinski : -/-
 Chaddock : -/-
 Oppenheim : -/-
 Brudzinski I : -/-
 Brudzinski II : -/-

Klonus
 Paha : -
 Kaki : -

Sensabilitas
 Rasa suhu : -/-
 Rasa nyeri : -/-
 Rasa raba : -/-

Tanda Laseque : -/-


Tanda Kernig : -/-
Tanda Patrick : -/-
Tanda Kontra Patrick : -/-

E. Koordinasi, Cara Berjalan dan Keseimbangan


Kesan : Tak dapat dinilai

F. Gerakan Abnormal
Kesan : Tidak ada

G. Fungsi Luhur
 Fungsi bahasa : Tak dapat dinilai
 Fungsi emosi : Tak dapat dinilai
 Fungsi orientasi : Tak dapat dinilai
 Fungsi kognitif : Tak dapat dinilai

2.4. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium Darah 21 Januari 2020
Pemeriksaan Nilai Normal Hasil
Gula Darah Sewaktu 70-120 mg/dl 195
Ureum 20-40 mg/dl 20
Creatinin 0,5-1,2 mg/dl 0,8
HB 12,0-16,0 gr/dl 11,5
Hematokrit 40-54% 34
Leukosit 4.000-10.000/mm3 21.800
Trombosit 150.000-450.000/mm3 186.000

CT Scan Kepala 21 Januari 2020

Kesan :
 Subdural hematom di konkavitas frontotemporoparietalis kanan.
 Perdarahan subarakhnoid yang mengisi fissura interhemisfer, tentorium
cerebelli, fissura sylvii kanan, sulci frontalis bilateral dan sulci corticalis
temporoparietalis kanan.
 Pergeseran struktur garis tengah sejauh lk 0,3 cm ke kiri.
 Fraktur os temporalis kiri, arcus zigomatikum kiri dan dinding sinus maksilaris
kiri.
 Hematosinus maksilaris dan sfenoidalis kiri
 Pembengkakan jaringan lunak di daerah temporoparietalis kiri

2.5. Diagnosis
Diagnosa Klinis : Penurunan kesadaran
Diagnosa Etiologi : Cedera kepala berat e.c. trauma
Diagnosa Topis : - Kavitas frontotemporoparietalis dextra
- Temporoparietalis sinistra
- Subarakhnoid
Diagnosa Patologis : - Kontusio serebri
- Subdural hemoragik
- Subarakhnoid hemoragik

2.6. Tatalaksana
Non-medikamentosa :
1. Tirah baring posisi kepala 30o-40o
2. Diet cair

Medikamentosa :
1. IVFD RL 75 cc/jam
2. Fentanyl 300 mcg/24 jam
3. Triofusin 500 mg/24 jam
4. Clinimix + clinoleic /24jam
5. Plasbumin 5% / 12 jam
6. Noreprinefrin 0.1 mcg/kg bb/jam
7. Meropenem vial 3x1 gr i.v.
8. Fenitoin amp. 3x100 mg i.v.
9. Manitol inf. 3x200 cc
10. Citicoline 3x250 mg i.v.
11. Piracetam inf. 1x12 gr i.v.
12. As. Tranexamat amp 3x1 i.v.
13. Ranitidin amp 2x1 i.v.
14. Dexamethasone amp 3x1 i.v.
15. Paracetamol inf. 3x1 i.v.
16. Laxadin syr 1x2 C p.ngt.

Follow Up

21 Januari 2020
S O A P
Penurunan GCS : E1M4V2 Kontusio  Rawat ICU
kesadaran TD : 114/65 mmHg serebri  Intubasi dengan ventilator
(+), gelisah N : 66 x/menit  Pasang NGT & kateter
(+), meracau P : 24 x/menit
(+) S : 36,8oC  Diet cair
 Tirah baring posisi kepala
Pem. Fisik : 30o-40o
Kepala :  IVFD RL xx gtt/m
Normocephali  Ceftriaxone vial 2x2 gr i.v
Mata : anisokor (4  Fenitoin amp 3x100 mg i.v.
mm/3 mm)  Manitol loading dose 250 cc,
dilanjutkan maintenance
St. Neurologis : dose 4x200 cc
Kaku kuduk : +
 Citicoline amp 3x250 mg i.v.
Brudzinski I : +
 As. Traneksamat amp 3x500
Brudzinski II : +
mg i.v.
Babinski : +
 Piracetam inf. 2x12 gr i.v.
Chaddock : +
 Diamox tab 3x500 mg p.ngt.
Oppenheim : +
Laseque sign : +  KSR tab 3x600 mg p.ngt.
Kernig sign : +

Hasil laboratorium 21 Januari 2020 :


Pemeriksaan Nilai Normal Hasil
Gula Darah Sewaktu 70-120 mg/dl 195
Ureum 20-40 mg/dl 20
Creatinin 0,5-1,2 mg/dl 0,8
HB 12,0-16,0 gr/dl 11,5
Hematokrit 40-54% 34
Leukosit 4.000-10.000/mm3 21.800
Trombosit 150.000-450.000/mm3 186.000

Hasil CT Scan kepala 21 Januari 2020 :


Kesan :
 Subdural hematom di konkavitas frontotemporoparietalis kanan.
 Perdarahan subarakhnoid yang mengisi fissura interhemisfer, tentorium
cerebelli, fissura sylvii kanan, sulci frontalis bilateral dan sulci corticalis
temporoparietalis kanan.
 Pergeseran struktur garis tengah sejauh lk 0,3 cm ke kiri.
 Fraktur os temporalis kiri, arcus zigomatikum kiri dan dinding sinus maksilaris
kiri.
 Hematosinus maksilaris dan sfenoidalis kiri
 Pembengkakan jaringan lunak di daerah temporoparietalis kiri
22 Januari 2020
S O A P
Penurunan Kes : E1M3Vett Kontusio  Diet cair
kesadaran TD : 115/67 mmHg serebri  Tirah baring posisi kepala
(+), N : 95 x/menit 30o-40o
demam P : 30 x/menit  IVFD RL 75 cc/jam
(+) S : 38,6oC  Fentanyl 300 mcg/24 jam
SpO2 : 100% dengan  Midazolam 3 mg/jam
ventilator fio2 35%, VT  Triofusin 500 mg/24 jam
350, PEEP 5, ∆Psupp 8.
 Ceftriaxone vial 2x2 gr i.v
 Omeprazole vial 1x40 mg
Pem. Fisik :
i.v.
Kepala : Normocephali
 Fenitoin amp 3x100 mg i.v.
Mata : anisokor (5
mm/3 mm)  Manitol inf. 4x200 cc
 Citicoline amp 3x250 mg
St. Neurologis : i.v.
Kaku kuduk : Tak dapat  As. Traneksamat amp
dinilai 3x500 mg i.v.
Brudzinski I : Tak dapat  Piracetam inf. 3x12 gr i.v.
dinilai  Paracetamol inf. 3x1 gr i.v.
Brudzinski II : -  Diamox tab 3x500 mg
Babinski : + p.ngt.
Chaddock : +  KSR tab 3x600 mg p.ngt.
Oppenheim : -
Laseque sign : -
Kernig sign : -
23 Januari 2020
S O A P
Penurunan Kes : E1M3Vett Kontusio  Diet cair
kesadaran TD : 118/74 mmHg serebri  Tirah baring posisi kepala 30o-
(+), N : 80 x/menit 40o
demam (-) P : 20x/menit  IVFD RL 75 cc/jam
S : 37.1oC  Fentanyl 300 mcg/24 jam
SpO2: 98% dengan  Midazolam 3 mg/jam
ventilator fio2 35%,  Triofusin 500 mg/24 jam
VT 350, PEEP 5,
 Ceftriaxone vial 2x2 gr i.v
∆Psupp 8.
 Omeprazole vial 1x40 mg i.v.
 Fenitoin amp 3x100 mg i.v.
Pem. Fisik :
Kepala :  Manitol inf. 4x200 cc
Normocephali  Citicoline amp 3x250 mg i.v.
Mata : anisokor (5  As. Traneksamat amp 3x500
mm/3 mm) mg i.v.
 Piracetam inf. 3x12 gr i.v.
St. Neurologis :  Paracetamol inf. 3x1 gr i.v.
Kaku kuduk : Tak  Diamox tab 3x500 mg p.ngt.
dapat dinilai  KSR tab 3x600 mg p.ngt.
Brudzinski I : Tak
 R/ Pemasangan CVC
dapat dinilai
Brudzinski II : -
Babinski : +
Chaddock : +
Oppenheim : -
Laseque sign : -
Kernig sign : -

24 Januari 2020
S O A P
Penurunan Kes : E1M2Vett Kontusio  Diet cair
kesadaran TD : 87/54 mmHg serebri  Tirah baring posisi kepala 30o-
(+), N : 88 x/menit 40o
demam (-) P : 47 x/menit  IVFD RL 75 cc/jam
S : 37.3oC  Fentanyl 300 mcg/24 jam
SpO2: 94% dengan  Midazolam 3 mg/jam
ventilator fio2 35%,  Triofusin 500 mg/24 jam
VT 350, PEEP 5,
 Clinimix + clinoleic /24jam
∆Psupp 8.
 Plasbumin 5% / 12 jam
 Noreprinefrin 0.1 mcg/kg
Pem. Fisik :
bb/jam
Kepala :
Normocephali  Ceftriaxone vial 2x2 gr i.v
Mata : anisokor (6  Ranitidine amp 2x1 i.v.
mm/3 mm)  Fenitoin amp 3x100 mg i.v.
 Manitol inf. 3x200 cc
St. Neurologis :  Citicoline amp 3x250 mg i.v.
Kaku kuduk : Tak  As. Traneksamat amp 3x500
dapat dinilai mg i.v.
Brudzinski I : Tak  Piracetam inf. 3x12 gr i.v.
dapat dinilai  Paracetamol inf. 3x1 gr i.v.
Brudzinski II : -  Dexamethasone amp 3x1 i.v.
Babinski : -
Chaddock : -
Oppenheim : -
Laseque sign : -
Kernig sign : -

25 Januari 2020
S O A P
Penurunan Kes : E1M2Vett Kontusio  Diet cair
kesadaran TD : 117/78 mmHg serebri  Tirah baring posisi kepala
(+), N : 109 x/menit 30o-40o
demam P : 23x/menit  IVFD RL 75 cc/jam
(+) S : 38.5oC  Fentanyl 300 mcg/24 jam
SpO2: 99% dengan  Midazolam 3 mg/jam
ventilator fio2 50%,  Triofusin 500 mg/24 jam
VT 350, PEEP 5,
 Clinimix + clinoleic /24jam
∆Psupp 8.
 Plasbumin 5% / 12 jam
 Noreprinefrin 0.1 mcg/kg
Pem. Fisik :
bb/jam
Kepala :
Normocephali  Ceftriaxone vial 2x2 gr i.v
Mata : anisokor (6  Ranitidine amp 2x1 i.v.
mm/3 mm)  Fenitoin amp 3x100 mg i.v.
 Manitol inf. 3x200 cc
St. Neurologis :  Citicoline amp 3x250 mg i.v.
Kaku kuduk : Tak  As. Traneksamat amp 3x500
dapat dinilai mg i.v.
Brudzinski I : Tak  Piracetam inf. 3x12 gr i.v.
dapat dinilai  Paracetamol inf. 3x1 gr i.v.
Brudzinski II : -  Dexamethasone amp 3x1 i.v.
Babinski : -
Chaddock : -
Oppenheim : -
Laseque sign : -
Kernig sign : -

26 Januari 2020
S O A P
Penurunan Kes : E1M1Vett Kontusio  Diet cair
kesadaran TD : 113/80 mmHg serebri  Tirah baring posisi kepala
(+), N : 101x/menit 30o-40o
demam P : 23x/menit  IVFD RL 75 cc/jam
(+) S : 38.3oC  Fentanyl 300 mcg/24 jam
SpO2: 99% dengan  Midazolam 3 mg/jam
ventilator fio2 50%,  Triofusin 500 mg/24 jam
VT 350, PEEP 5,  Clinimix + clinoleic /24jam
∆Psupp 8.
 Plasbumin 5% / 12 jam
 Noreprinefrin 0.1 mcg/kg
Pem. Fisik :
bb/jam
Kepala :
 Meropenem vial 3x1 gr i.v
Normocephali
 Ranitidine amp 2x1 i.v.
Mata : anisokor (6
mm/3 mm)  Fenitoin amp 3x100 mg i.v.
 Manitol inf. 3x200 cc
St. Neurologis :  Citicoline amp 3x250 mg
Kaku kuduk : Tak i.v.
dapat dinilai  As. Traneksamat amp
Brudzinski I : Tak 3x500 mg i.v.
dapat dinilai  Piracetam inf. 3x12 gr i.v.
Brudzinski II : -  Paracetamol inf. 3x1 gr i.v.
Babinski : -  Dexamethasone amp 3x1
Chaddock : - i.v.
Oppenheim : -  Laxadin syr 1x2 C p.ngt
Laseque sign : -
Kernig sign : -

27 Januari 2020
S O A P
Penurunan Kes : E1M1Vett Kontusio  Diet cair
kesadaran TD : 115/80 mmHg serebri  Tirah baring posisi kepala
(+), N : 110x/menit 30o-40o
demam P : 23x/menit  IVFD RL 75 cc/jam
(+) S : 38.3oC  Fentanyl 300 mcg/24 jam
SpO2: 99% dengan  Midazolam 3 mg/jam
ventilator fio2 80%,  Triofusin 500 mg/24 jam
VT 350, PEEP 5,
 Clinimix + clinoleic /24jam
∆Psupp 8.
 Plasbumin 5% / 12 jam
 Noreprinefrin 0.1 mcg/kg
Pem. Fisik :
bb/jam
Kepala :
Normocephali  Meropenem vial 3x1 gr i.v
Mata : anisokor (6  Ranitidine amp 2x1 i.v.
mm/3 mm)  Fenitoin amp 3x100 mg i.v.
 Manitol inf. 2x200 cc
St. Neurologis :  Citicoline amp 3x250 mg
Kaku kuduk : Tak i.v.
dapat dinilai  As. Traneksamat amp
Brudzinski I : Tak 3x500 mg i.v.
dapat dinilai
 Piracetam inf. 3x12 gr i.v.
Brudzinski II : -
 Paracetamol inf. 3x1 gr i.v.
Babinski : -
 Dexamethasone amp 3x1
Chaddock : -
i.v.
Oppenheim : -
 Laxadin syr 1x2 C p.ngt
Laseque sign : -
Kernig sign : -

28 Januari 2020
S O A P
Penurunan Kes : E1M1Vett Kontusio  Diet cair
kesadaran TD : 110/73 mmHg serebri  Tirah baring posisi kepala
(+), N : 90x/menit 30o-40o
demam (-) P : 26x/menit  IVFD RL 75 cc/jam
S : 37.6oC  Fentanyl 300 mcg/24 jam
SpO2: 99% dengan  Midazolam 3 mg/jam
ventilator fio2 60%,  Triofusin 500 mg/24 jam
VT 350, PEEP 5,
 Clinimix + clinoleic /24jam
∆Psupp 8.
 Plasbumin 5% / 12 jam
 Noreprinefrin 0.1 mcg/kg
Pem. Fisik :
bb/jam
Kepala :
Normocephali  Meropenem vial 3x1 gr i.v
Mata : anisokor (6  Ranitidine amp 2x1 i.v.
mm/3 mm)  Fenitoin amp 3x100 mg i.v.
 Manitol inf. 2x200 cc
St. Neurologis :  Citicoline amp 3x250 mg
Kaku kuduk : Tak i.v.
dapat dinilai  As. Traneksamat amp
Brudzinski I : Tak 3x500 mg i.v.
dapat dinilai  Piracetam inf. 3x12 gr i.v.
Brudzinski II : -  Paracetamol inf. 3x1 gr i.v.
Babinski : -  Dexamethasone amp 3x1
Chaddock : - i.v.
Oppenheim : -  Laxadin syr 1x2 C p.ngt
Laseque sign : -  R/ Craniotomy
Kernig sign : -

Hasil laboratorium pre-op 28 Januari 2020 :


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hb : 10,5 gr/dl 12,0-16,0 gr/dl
Hematokrit : 33 % 37-47%
Leukosit : 12.400 mm3 4.000-10.000 mm3
Trombosit : 296.000 sel/ mm3 150.000-400.000
Gula Darah Sewaktu : 128 mg/dl 70-120 mg/dl
Ureum : 35 mg/dl 20-40 mg/dl
Creatinin : 0,6 mg/dl 0,5-1,2 mg/dl
SGOT : 151 u/L <40 u/L
SGPT : 235 u/L <41 u/L
Albumin : 3,4 gr/dl 3,5-50 gr/dl
HbsAg : Non reaktif Non reaktif
HIV : Non reaktif Non reaktif
Hasil laboratorium pre-op 28 Januari 2020 :
Hb 10.5 PT 12.8 pH 7,47
HT 33% APTT 23.6 pO2 157
Leukosit 12400 GDS 128 pCO2 30
Trombosit 296000 SGPT 235 HCO3 20.9
SGOT 151 BE -2.2

Na 137 Sat O2 94%


K 4,4 Na 141
Cl 107 K 3,8
HbsAg NR Ca 0.68
HIV NR

29 Januari 2020
S O A P
Penurunan Kes : E1M1Vett Kontusio  Diet cair
kesadaran TD : 101/67 mmHg serebri  Tirah baring posisi kepala
(+) N : 90x/menit post op 30o-40o
P : 20x/menit craniotom  IVFD RL + Glutamin 100
S : 37.2oC y cc/24 jam
SpO2:100% dengan  IVFD Asering 2000 cc/24
ventilator fio2 60%, jam
VT 350, PEEP 5,  Fentanyl 400 mcg/24 jam
∆Psupp 8.  Midazolam 3 mg/jam
 Clinimix + clinoleic /24jam
Pem. Fisik :
 Noreprinefrin 0.1 mcg/kg
Kepala :
bb/jam
Normocephali, luka
 Cefazolin vial 3x1 gr i.v
op tertutup verban
 Omeprazol vial 2x40 mg
Mata : anisokor (6
i.v.
mm/3 mm)
 Fenitoin amp 3x100 mg i.v.
St. Neurologis :  Manitol inf. 4x125 cc
Kaku kuduk : Tak  Proliver tab 2x1 p.ngt.
dapat dinilai  As. Traneksamat amp
Brudzinski I : Tak 3x500 mg i.v.
dapat dinilai  Paracetamol inf. 3x1 gr i.v.
Brudzinski II : -
Babinski : -
Chaddock : -
Oppenheim : -
Laseque sign : -
Kernig sign : -

Hasil laboratorium post-op 29 Januari 2020 :


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hb : 10,0 gr/dl 12,0-16,0 gr/dl
Hematokrit : 33 % 37-47%
Leukosit : 23.100 mm3 4.000-10.000 mm3
Trombosit : 219.000 sel/ mm3 150.000-400.000
Gula Darah Sewaktu : 119 mg/dl 70-120 mg/dl
SGOT : 62 u/L <40 u/L
SGPT : 168 u/L <41 u/L
Albumin : 3,0 gr/dl 3,5-50 gr/dl

30 Januari 2020
S O A P
Penurunan Kes : E2M2Vett Kontusio  Diet cair
kesadaran TD : 107/69 mmHg serebri  Tirah baring posisi kepala
(+) N : 96x/menit post op 30o-40o
P : 25x/menit craniotom  IVFD RL + Glutamin 100
S : 37,0oC y cc/24 jam
SpO2: 100% dengan H+1  IVFD Asering 2000 cc/24
ventilator fio2 60%, jam
VT 350, PEEP 5,  Fentanyl 400 mcg/24 jam
∆Psupp 8  Midazolam 3 mg/jam
 Clinimix + clinoleic /24jam
Pem. Fisik :
 Noreprinefrin 0.1 mcg/kg
Kepala :
bb/jam
Normocephali, luka
 Cefazolin vial 3x1 gr i.v
op tertutup verban
 Omeprazol vial 2x40 mg
Mata : anisokor (5
i.v.
mm/3 mm)
 Fenitoin amp 3x100 mg i.v.
St. Neurologis :  Manitol inf. 4x125 cc
Kaku kuduk : Tak  Proliver tab 2x1 p.ngt.
dapat dinilai  As. Traneksamat amp
Brudzinski I : Tak 3x500 mg i.v.
dapat dinilai  Paracetamol inf. 3x1 gr i.v.
Brudzinski II : -
Babinski : +
Chaddock : +
Oppenheim : -
Laseque sign : -
Kernig sign : -

Hasil laboratorium post-op 30 Januari 2020 :


pH 7.48 Sat O2 100%
pO2 29 Na 138
pCO2 252 K 2.5
HCO3 21.2 Ca 0.69
BE -1.7

31 Januari 2020
S O A P
Penurunan Kes : E3M3Vett Kontusio  Diet cair
kesadaran TD : 117/72 mmHg serebri  Tirah baring posisi kepala
(+) N : 90x/menit post op 30o-40o
P : 24x/menit craniotom  IVFD RL + Glutamin 100
S : 37,6oC y cc/24 jam
SpO2: 100% dengan H+2  IVFD Asering 2000 cc/24
ventilator fio2 60%, jam
VT 350, PEEP 5,  Triofusin 500 cc/24 jam
∆Psupp 8  Fentanyl 400 mcg/24 jam
 Midazolam 3 mg/jam
Pem. Fisik :
 Clinimix + clinoleic /24jam
Kepala :
 Noreprinefrin 0.1 mcg/kg
Normocephali, luka
bb/jam
op tertutup verban
 Cefazolin vial 3x1 gr i.v
Mata : anisokor (4
mm/3 mm)  Omeprazol vial 2x40 mg
i.v.
St. Neurologis :  Fenitoin amp 3x100 mg i.v.
Kaku kuduk : Tak  Manitol inf. 3x125 cc
dapat dinilai  Proliver tab 2x1 p.ngt.
Brudzinski I : Tak  As. Traneksamat amp
dapat dinilai 3x500 mg i.v.
Brudzinski II : -  Paracetamol inf. 3x1 gr i.v.
Babinski : +
Chaddock : +
Oppenheim : -
Laseque sign : -
Kernig sign : -
01 Februari 2020
S O A P
Penurunan Kes : E3M3Vett Kontusio  Diet cair
kesadaran TD : 120/72 mmHg serebri  Tirah baring posisi kepala
(-) N : 90x/menit post op 30o-40o
P : 24x/menit craniotom  IVFD Asering 2000 cc/24
S : 37.6oC y jam
SpO2: 100% dengan H+3  Triofusin 500 cc/24 jam
ventilator fio2 60%,  Noreprinefrin 0.1 mcg/kg
VT 350, PEEP 5, bb/jam
∆Psupp 8.  Cefazolin vial 3x1 gr i.v
 Omeprazol vial 2x40 mg
Pem. Fisik :
i.v.
Kepala :
 Fenitoin amp 3x100 mg i.v.
Normocephali, luka
 Manitol inf. 2x125 cc
op tertutup verban
 Proliver tab 2x1 p.ngt.
Mata : anisokor (4
mm/3 mm)  Paracetamol inf. 3x1 gr i.v.
 Dexamethasone 2 amp
St. Neurologis : extra
Kaku kuduk : Tak  R/ ekstubasi
dapat dinilai
Brudzinski I : Tak
dapat dinilai
Brudzinski II : -
Babinski : +
Chaddock : +
Oppenheim : -
Laseque sign : -
Kernig sign : -

02 Februari 2020
S O A P
Batuk (+) Kes : E3M5V2 Kontusio  Diet cair
TD : 100/58 mmHg serebri  Tirah baring posisi kepala
N : 104x/menit post op 30o-40o
P : 26x/menit craniotom  Chest Therapy
S : 37.4oC y  IVFD Asering 1500 cc/24
SpO2: 100% dengan H+4 jam
NRM O2 10 lpm  Noreprinefrin 0.1 mcg/kg
Pem. Fisik : bb/jam
Kepala :  Cefazolin vial 3x1 gr i.v
Normocephali, luka  Omeprazol vial 2x40 mg
op tertutup verban i.v.
Mata : anisokor (4  Fenitoin amp 3x100 mg i.v.
mm/3 mm)  Manitol inf. 1x125 cc
 Proliver tab 2x1 p.ngt.
St. Neurologis :  Paracetamol inf. 3x1 gr i.v.
Kaku kuduk : Tak
 Dexamethasone 3x10 mg
dapat dinilai
i.v.
Brudzinski I : Tak
 Nebu NaCl
dapat dinilai
Brudzinski II : -
Babinski : +
Chaddock : +
Oppenheim : -
Laseque sign : -
Kernig sign : -

03 Februari 2020
S O A P
Batuk (+) Kes : E4M6V2 Kontusio  Diet cair
berkurang TD : 144/73 mmHg serebri  Tirah baring posisi kepala
N : 95x/menit post op 30o-40o
P : 24x/menit craniotom  IVFD Asering 1500 cc/24
S : 37oC y jam
SpO2: 100% dengan H+5  Cefazolin vial 3x1 gr i.v
NRM O2 10 lpm  Omeprazol vial 2x40 mg
i.v.
Pem. Fisik :  Fenitoin amp 3x100 mg i.v.
Kepala :
 Proliver tab 2x1 p.ngt.
Normocephali, luka
 Paracetamol inf. 3x1 gr i.v.
op tertutup verban
 Dexamethasone 3x5 mg i.v.
Mata : anisokor (4
 Bisolvon amp 3x1 i.v.
mm/3 mm)
St. Neurologis :  Nebu NaCl
Kaku kuduk : Tak  R/ pindah Seruni
dapat dinilai
Brudzinski I : Tak
dapat dinilai
Brudzinski II : -
Babinski : +
Chaddock : +
Oppenheim : -
Laseque sign : -
Kernig sign : -

04 Februari 2020
S O A P
Batuk (+) Kes : E4M6V2 Kontusio  Diet cair
berkurang TD : 144/79 mmHg serebri  Tirah baring posisi kepala
N : 107x/menit post op 30o-40o
P : 25x/menit craniotom  Mobilisasi kursi roda
S : 36.7oC y  IVFD Asering 500 cc/24
SpO2: 99% dengan H+6 jam
nasal canul O2 4 lpm  Cefazolin vial 3x1 gr i.v
 Omeprazol vial 2x40 mg
Pem. Fisik : i.v.
Kepala :
 Fenitoin amp 3x100 mg i.v.
Normocephali, luka
 Proliver tab 2x1 p.ngt.
op tertutup verban
 Paracetamol inf. 3x1 gr i.v.
Mata : anisokor (4
 Dexamethasone 3x5 mg i.v.
mm/3 mm)
 Bisolvon amp 3x1 i.v.
St. Neurologis :  Nebu NaCl
Kaku kuduk : Tak
dapat dinilai
Brudzinski I : Tak
dapat dinilai
Brudzinski II : -
Babinski : +
Chaddock : +
Oppenheim : -
Laseque sign : -
Kernig sign : -
05 Februari 2020
S O A P
Batuk (+) Kes : E4M6V2 Kontusio  IVFD RL xx gtt/m
berkurang TD : 137/81mmHg serebri  Cefazolin vial 3x1 gr i.v
N : 90x/menit post op  Omeprazol vial 2x40 mg
P : 23x/menit craniotom i.v.
S : 36.7oC y  Fenitoin amp 3x100 mg i.v.
SpO2: 99% H+7  Proliver tab 2x1 p.ngt.
 Paracetamol inf. 3x1 gr i.v.
Pem. Fisik :  Dexamethasone 3x5 mg i.v.
Kepala :  Bisolvon amp 3x1 i.v.
Normocephali, luka
 Nebu NaCl
op tertutup verban
 R/ BLPL
Mata : anisokor (4
mm/3 mm)

St. Neurologis :
Kaku kuduk : Tak
dapat dinilai
Brudzinski I : Tak
dapat dinilai
Brudzinski II : -
Babinski : +
Chaddock : +
Oppenheim : -
Laseque sign : -
Kernig sign : -

06 Februari 2020
S O A P
Batuk (+) Kes : E4M6V3 Kontusio  Aff CVC dan DC
berkurang TD : 127/81mmHg serebri  Rawat jalan
N : 99x/menit post op  Cefixime 2x100 mg p.o.
P : 23x/menit craniotom  Proliver 2x1 tab p.o.
S : 36.5oC y  Fenitoin 3x100 mg p.o.
SpO2 : 96% H+8
 Citicoline 3x500 mg p.o.
 Paracetamol 3x500 mg p.o.
Pem. Fisik :
 Omeprazole 2x20 mg p.o.
Kepala :
Normocephali, luka
op tertutup verban
Mata : anisokor (4
mm/3 mm)

St. Neurologis :
Kaku kuduk : Tak
dapat dinilai
Brudzinski I : Tak
dapat dinilai
Brudzinski II : -
Babinski : +
Chaddock : +
Oppenheim : -
Laseque sign : -
Kernig sign : -
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Kontusio serebri merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami
memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Kontusio serebri
(cerebral contussion) adalah luka memar pada otak. Memar yang disebabkan
oleh trauma dapat membuat jaringan menjadi rusak dan bengkak dan pembuluh
darah dalam jaringan pecah, menyebabkan darah mengalir ke dalam
jaringan disebut hematoma.1

Memar otak atau kontusio serebri adalah perdarahan di dalam jaringan


otak yang tidak disertai oleh robekan jaringan yang terlihat, meskipun sejumlah
neuron mengalami kerusakan atau terputus. Memar otak disebabkan oleh
akselerasi kepala tiba-tiba yang menimbulkan pergeseran otak dan kompresi
yang merusak dan membuat penurunan kesadaran sementara. Secara definisi
kontusio serebri didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak akibat adanya
kerusakan jaringan otak disertai perdarahan yang secara makroskopis tidak
mengganggu jaringan.2

3.2 Anatomi dan Fisiologi Otak


Otak dilapisi oleh lapisan meningens. Ketiga lapisan meningens adalah
duramater, arachnoid, dan piamater. Duramater kranialis, lapisan luar yang
tebal dan kuat. Terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal (periosteal)
sebelah luar dibentuk oleh periosteum yang membungkus dalam calvaria dan
lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat yang
berlanjut terus di foramen mágnum dengan dura mater spinalis yang
membungkus medulla spinalis. Lapisan arachnoid merupakan lapisan antara
yang menyerupai sarang laba-laba. Dan lapisan piamater yang merupakan lapis
terdalam yang halus yang mengandung banyak pembuluh darah.4
Gambar 3.1 Anatomi Otak

Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak), dan diensefalon. Serebrum
terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-
masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area
motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan volunter, lobus
parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi
informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang
merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang
mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan
menyadari sensasi warna.5

Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh


duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium yang memisahkannya
dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks
yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus
dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian- bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons
dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks
yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk,
menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai
penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan
hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari
batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf
asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.5

Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus


dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi
subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti
sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang
ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu
sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar
seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem
susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.4

Gambar 3.2 Vaskularisasi

Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20% konsumsi


oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme. Otak diperdarahi oleh dua
pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dalam rongga
kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem
anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.4

Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis


komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke
dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi
arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah
pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia,
kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus
frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks
motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis,
parietalis dan frontalis korteks serebri.5

Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklaviasisi yang
sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu
membentuk arteri basilaris, terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di
sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior.
Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medulla oblongata,
pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior
dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus
oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular.
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula ke
vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria
akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial.5

3.3 Patofisiologi
Pada kontusio serebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di
dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun
neuron-neuron mengalami kerusakan. Hal yang paling penting untuk terjadinya
lesi kontusio ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga
menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang
destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena
itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blokade
reversibel terhadap lintasan asendens retikularis. Akibat blokade itu, otak tidak
mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blokade
reversible berlangsung. Sistem akitifitas retikularis berfungsi sebagai
mempertahankan kesadaran. Sistem aktivitas ini terletak di bagian atas batas
otak, terutama di mesensefalon dan hipotalamus.3

Gambar 3.3 Proses Terbentuknya Lesi Kontusio

Pada trauma yang membentur dahi kontusio terjadi di daerah otak yang

mengalami benturan. Pada benturan di daerah parietal, temporalis dan oksipital


selain di tempat benturan dapat pula terjadi kontusio pada sisi yang
bertentangan pada jalan garis benturan. Lesi kedua ini disebut lesi kontra
benturan. Perdarahan mungkin pula terjadi disepanjang garis gaya benturan ini.
Pada pemeriksaan neurologik pada kontusio ringan mungkin tidak dijumpai
kelainan neurologik yang jelas kecuali kesadaran yang menurun. Pada kontusio
serebri dengan penurunan kesadaran yang berlangsung berjam-jam pada
pemeriksaan dapat atau tidak dijumpai defisit neurologik. Gejala defisit
neurologik bergantung pada lokasi dan luasnya daerah lesi. Keadaan klinis
yang berat terjadi pada perdarahan besar atau tersebar di dalam jaringan otak.6
Gambar 3.4 CT Scan Kontusio Serebri

Pada beberapa kasus kontusio serebri dapat berkembang menjadi


perdarahan serebral. Namun pada cedera berat, kontusio serebri sering disertai
dengan perdarahan subdural, perdarahan epidural, perdarahan serebral ataupun
perdarahan subarakhnoid. Pada daerah kontusio serebri terdapat dua
komponen, yaitu daerah inti yang mengalami nekrosis dan daerah perifer yang
mengalami pembengkakan seluler yang diakibatkan oleh edema sitotoksik.
Pembengkakan seluler ini sering dikenal sebagai perikontusional zone yang
dapat menyebabkan keadaan lebih iskemik sehingga terjadi kematian sel yang
lebih luas. Hal ini disebabkan oleh kerusakan autoregulasi pembuluh darah di
perikontusional zone sehingga perfusi jaringan akan berkurang akibat dari
penurunan mean arterial pressure (MAP) atau peningkatan tekanan
intrakranial. Proses pembengkakan ini berlangsung antara 2 hingga 7 hari.1
Gambar 3.5 Perkembangan Kontusio Serebri Menjadi Hemoragik
yang Terjadi pada Preparat Otak Tikus

3.4 Etiologi
Penyebab kontusio serebri atau memar otak adalah adanya akselerasi
kepala tiba-tiba yang menimbulkan pergeseran otak dan kompresi yang
merusak akibat dari kecelakaan, jatuh atau trauma. Dimana hal tersebut
menunjukkan besarnya gaya yang sanggup merusak struktur parenkim otak
yang terlindung begitu kuat oleh tulang dan cairan otak. Lokasi kontusio yang
begitu khas adalah kerusakan jaringan parenkim otak yang berlawanan dengan
arah datangnya gaya yang mengenai kepala.3

3.5 Gejala Klinis


Timbulnya lesi kontusio dapat menimbulkan gejala defisit neurologik
berupa timbulnya refleks patologis seperti refleks Babinski. Pada kontusio
serebri yang berlangsung lebih dari enam jam penurunan kesadarannya
biasanya selalu dijumpai defisit neurologis yang jelas. Gejala-gejalanya
bergantung pada lokasi dan luasnya daerah lesi. Keadaan klinis yang berat
terjadi pada perdarahan besar atau tersebar di dalam jaringan otak, sering pula
disertai perdarahan subaraknoid atau kontusio pada batang otak.7
Kontusio serebri juga dapat disertai dengan adanya edema otak sehingga
dapat menyebabkan meningkatnya tekanan intracranial. Tekanan intrakranial
yang meningkat dapat menimbulkan gangguan mikrosirkulasi otak sehingga
memperburuk keadaan edema otak. Pada kontusio dengan perdarahan dan
edema yang terjadi di daerah diensefalon dapat menimbulkan pola pernapasan
yang dalam dan kemudian semakin mendangkal dan diselingi oleh fase apnea.
Pola pernafasan ini disebut pola Cheyne Stokes. Dan juga memungkinkan
terjadinya rigiditas dekortikasi yaitu kedua tungkai kaku dalam sikap ekstensi
dan kedua lengan kaku dalam sikap fleksi pada sendi siku.8

Bila lesi terdapat di daerah mesensefalon dan pons bagian atas, kesadaran
menurun hingga koma, pupil melebar, refleks cahaya tidak ada, gerakan mata
diskonjugat, pernapasan hiperventilasi, motorik menunjukkan rigiditas
deserebrasi dengan keempat ekstremitas kaku dalam sikap ekstensi. Lesi yang
terdapat didaerah pons bagian bawah bila nuklei vestibularis terganggu
bilateral, gerakan kompensasi bola mata pada gerakan kepala menghilang dan
pernapasan tidak teratur. Bila pada bagian medulla oblongata terganggu,
pernapasan melambat tak teratur dan tersengal-sengal.7

Gejala lain yang sering muncul pada kontusion serebri yaitu :8


a. Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri
b. Kehilangan gerakan
c. Denyut nadi lemah
d. Pernapasan dangkal
e. Kulit dingin dan pucat
f. Sering defekasi dan berkemih tanpa disadari
g. Pasien dapat diusahakan untuk bangun/sadar tetapi segera kembali
kedalam keadaan tidak sadarkan diri
h. Tekanan darah dan suhu abnormal
3.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk membantu penegakan diagnosa kontusio
serebri adalah dengan dilakukan pemeriksaan imaging berupa CT-scan
dikarenakan perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih mudah
dikenali. Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak
lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Pada gambaran CT-
Scan didapatkan adanya gambaran hiperdens pada parenkim otak.9
A B

C D

Gambar 3.6
A. Kontusio Serebri,
B. Perdarahan Intrakranial,
C. Perdarahan Subdural,
D. Perdarahan Epidural,

E E. Perdarahan Subarakhnoid
3.7 Penatalaksanaan

Pengelolaan konservatif pada kontusio serebri bertujuan untuk


mengurangi tekanan intrakranial dengan cara non-bedah, tindakan tersebut
antara lain :8

1. Oksigenasi ventilasi

Dengan oksigenasi dan ventilasi diharapkan PCO2 dipertahankan sekitar


30 mmHg dan dicegah agar PCO2 tidak turun dibawah 25 mmHg, sehingga
akan tercapai vasokonstriksi pembuluh darah otak dan akan menurunkan
volume intrakranial sehingga dapat menurunkan tekanan intrakranial.

2. Pemberian manitol

Dosis yang digunakan adalah 0,2 sampai dengan 1 gram per kgBB.
Manitol tidak boleh diberikan pada pasien dengan keadaan hipotensi akan
memperberat hipovolemia. Pemberian diuretik juga dapat menggunakan
furosemide, dosis yang digunakan adalah 0,3 sampai dengan 0,5 mg/kgBB.

3. Balance cairan dan elektrolit

Kebutuhan cairan pada pasien cedera kepala harus tercukupi, oleh karena
bila tidak dapat menyebabkan dehidrasi sistemik yang dapat menyebabkan
cedera sekunder pada jaringan otak yang mengalami trauma.

4. Meninggikan kepala

Dengan posisi kepala lebih tinggi 20 sampai dengan 30 derajat akan


memperbaiki venous outflow ke dalam aliran sistemik berjalan lebih lancar.
Hal ini akan mengurangi volume darah sehingga tekanan intrakranial dapat
diturunkan.

5. Pemberian antibiotik

Terutama pada penderita dengan rhinorea dan otorea dapat terjadi infeksi
pada jaringan otak oleh karena robeknya lapisan duramater. Juga pada
penderita cedera kepala akan lebih sering terjadi infeksi saluran napas yang

36
menyebabkan hipethermia. Kondisi ini akan meningkatkan kebutuhan oksigen
jaringan.

6. Pemberian nutrisi yang adekuat

Pada cedera kepala akan meningkatkan metabolisme sehingga kebutuhan


kalori meningkat 1,5 kali dari kebutuhan normal, pemberian nutrisi sedapat
mungkin secara enteral.

7. Pemberian fenitoin

Pada minggu-minggu pertama pasca cedera kepala dengan kerusakan


jaringan otak, untuk mengurangi resiko terjadi epilepsi post trauma, maka
diberikan dosis 100 mg lewat injeksi (dewasa), dilanjutkan 5 mg/kgBB per oral
dengan dosis terbagi 3-4 x per hari.

Kontusio serebri dapat cenderung memburuk dari waktu ke waktu yang


akan mengarah cepat menjadi perdarahan intrakranial yang menyebabkan
perburukan keadaan klinis dan kondisi neurologis. Dalam kasus ini,
penanganan yang paling utama adalah dengan memantau ketat keadaan tekanan
intrakanial, Mean Arterial Pressure (MAP) dan Cor Pulmonale Pressure
(CPP). Pada pasien yang berisiko tinggi untuk terjadinya kejang dan yang
dapat memperburuk defisit neurologis, termasuk pasien dengan GCS skor ≤10,
memar kortikal, fraktur depres basis cranii, hematoma subdural, epidural
hematoma serta perdarahan intraserebral pemberian antikonvulsan dapat
dipertimbangkan. Berkenaan dengan intervensi bedah, masih terdapat beberapa
perdebatan mengenai evakuasi lesi intraparenkimal seperti kontusio serebri.
Dalam mengatasi kasus ini, bedah eksisi merupakan tindakan konservatif yang
paling baik dilakukan. Namun, tindakan yang paling efektif untuk mengatasi
tekanan intracranial adalah dengan dilakukannya craniectomy decompressive.10

37
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Apakah diagnosis pada pasien sudah tepat ?


Pasien datang dibawa oleh keluarga dengan keluhan post kecelakaan lalu
lintas kurang lebih 2 jam SMRS. Menurut keterangan keluarga, pasien merupakan
pengendara sepeda motor tunggal menggunakan helm yang secara tiba-tiba pasien
ditabrak dari arah depan oleh pengendara sepeda motor lain dan pasien terjatuh ke
depan dan kepala membentur aspal. Setelah kecelakaan pasien tampak tidak
sadarkan diri dan langsung dibawa ke Rumah Sakit terdekat. Menurut keluarga,
pasien tidak diketahui mengalami muntah, namun pasien tampak mengeluarkan
darah dari lubang hidung sebelah kiri dan tampak lebam di kepala. Keluarga
pasien juga menyangkal terjadinya kejang.
Keadaan klinis penurunan kesadaran yang ditemukan pada pasien setelah
mengalami trauma atau benturan langsung dengan objek yang keras dapat disebut
sebagai cedera kepala berat. Cedera kepala adalah cedera mekanik yang secara
langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit
kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan
otak serta mengakibatkan gangguan neurologis. Adapun salah satu diantara
pembagian cedera kepala adalah kontusio serebri.
Hasil pemeriksaan pasien di diagnosis dengan kontusio serebri yang
merupakan cedera kepala berat dengan hasil pemeriksaan CT Scan menunjukkan
adanya subdural hematom di konkavitas frontotemporoparietalis kanan.
Kemudian di lakukan perencanaan operasi bedah berupa craniectomy
decompressive.

4.2 Apakah tatalaksana pada pasien sudah tepat ?


Pada kasus ini, tindakan yang paling utama yang harus kita lakukan adalah
memantau ketat keadaan tekanan intrakanial, Mean Arterial Pressure (MAP) dan
Cor Pulmonale Pressure (CPP). Intervensi bedah tindakan yang paling efektif

38
untuk mengatasi tekanan intracranial adalah dengan dilakukannya craniectomy
decompressive.
Namun sebelumnya, perlu dilakukan stabilisasi kondisi pasien terlebih
dahulu dengan pengelolaan konservatif. Pengelolaan konservatif pada kontusio
serebri bertujuan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan cara non-bedah.
Pada kasus ini, tindakan yang dilakukan sudah tepat. Tindakan yamg telah
dilakukan antara lain oksigenasi ventilasi, pemberian manitol, balance cairan dan
elektrolit, meninggikan kepala, pemberian antibiotik, pemberian nutrisi yang
adekuat, serta pemberian fenitoin.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Kurland. D, Hong. C, Aarabi. B, Gerzanich. V, Simard. M. Hemorrhagic


Progression of a Contusion after Traumatic Brain Injury: A Review. Journal
Of Neurotrauma 2012; 29:19–31

2. Ratnaike TE, Hastie H, Gregson B, Mitchell P. The geometry of brain


contusion: relationship between site of contusion and direction of injury.
British Journal of Neurosurgery 201; 25:410–3.

3. Alvis-Miranda HR, Alcala-Cerra G, Moscote-Salazar LR. Microglia: roles


and rules in brain traumatic injury. Romanian Neurosurgery 2013;XX:34–
45.

4. Saladin, Kenneth S. Anatomy & Physiology: The Unity of Form and


Function. 3rd Edition. McGraw-Hill, USA: 2007.

5. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 6 ed. Jakarta:


EGC; 2006.

6. Alvis-Miranda. H, Alcala-Cerra. G, Moscote-Salazar. LR. Traumatic


cerebral contusion: pathobiology and critical aspects. Romanian
Neurosurgery 2013; XX 2: 125 – 137.

7. Mathai KI, Sengupta SK, Shashivadhanan, Sudumbrekar SM. Surgery for


cerebral contusions: Rationale and practice. The Indian Journal of
Neurotrauma 2009;6:17–20.

8. Lestari, E. Trauma Kepala dengan Kontusio Serebri dan Fraktur Linier Os


Temporal Dextra. FK UII 2011; Yogyakarta.

9. Karim AHA, Jalaluddin WMS, Ghani ARI. Computed Tomography


Perfusion Imaging on Traumatic Cerebral Contusion: A Preliminary Report.
Malaysian Journal of Medical Sciences 2010;17:51–6.

10. Bullock MR, Chesnut R, Ghajar J, Gordon D, Hartl R, Newell DW,


Servadei F, Walters BC, Wilberger J. Surgical management of traumatic
parenchymal lesions. Neurosurgery 2006;58:S25–46.

1.

40

Anda mungkin juga menyukai