Anda di halaman 1dari 44

 

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 

PRESENTASI KASUS BEDAH SYARAF

HIDROSEFALUS

Diajukan untuk Memenuhi


Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian
Ujian Kepaniteraan
Kepaniteraan Klinik
di Departemen Ilmu Bedah
Rumah Sakit Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang

Pembimbing:
Letkol CKM dr. Aditya Wicaksana, Sp.BS

Disusun Oleh:
Neily Afridah
30101307022

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNISSULA SEMARANG
RUMAH SAKIT TENTARA TK II DR. SOEDJONO, MAGELANG

PERIODE 24 JULI-23 SEPTEMBER 2017


 

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS BEDAH SYARAF

HIDROSEFALUS

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan


Kepaniteraan Klinik
di Departemen Ilmu Bedah
Rumah Sakit Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang

Disusun Oleh:

 Neily Afridah
30101307022

Telah Disetujui Oleh Pembimbing

Pembimbing : Letkol CKM dr. Aditya Wicaksana, Sp.BS

Tanggal :
 

BAB I

PENDAHULUAN

Hidrosefalus didefinisikan sebagai suatu gangguan pembentukan,aliran,


atau penyerapan cairan serebrospinal yang mengarah ke peningkatan volume
cairan di dalam susunan saraf pusat. Kondisi ini juga bisa disebut sebagai
gangguan hidrodinamik dari cairan cairan serebrospinal. Akut hidrosefalus terjadi
selama beberapa hari, hidrosefalus subakut terjadi selama beberapa minggu dan
hidrosefalus kronis terjadi selama bulan atau tahun. Kondisi seperti atrofi otak dan
lesi destruktif fokus juga mengakibatkan peningkatan abnormal cairan
serebrospinal dalam susunan saraf pusat. Hidrosefalus juga didefenisikan sebagai
 peningkatan cairan serebrospinal dengan kompartemen intracranial termasuk

edema dan hidrosefalus ex vakum.

Hidrosefalus komunikan terjadi karena kelebihan produksi cairan


serebrospinal (jarang), gangguan penyerapan dari cairan serebrospinal (paling
sering). Hidrosefalus non kommunikan terjadi ketika aliran cairan serebrospinal
terhalang dalam sistem ventrikel atau dalam outlet untuk ruang arakhnoid,
mengakibatkan penurunan cairan serebrospinal dari ventrikel ke ruang
subarachnoid. Bentuk yang paling umum adalah hidrosefalus obstruktif dan
disebabkan oleh lesi massa-menduduki intraventricular atau extraventricular yang
mengganggu anatomi ventrikel. Ada tiga prinsip pengobatan hidrosefalus, yaitu;
Mengurangi produksi cairan serebrospinal, memperbaiki hubungan antara tempat
 produksi cairan serebrospinal, Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ
ekstrakranial.
 

BAB II

LAPORAN KASUS

I.  Identitas Pasien


 Nama : Ny. M
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Pedukuhan 3 kapoman no 10 pajatan
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : buruh pabrik
II.  Anamnesis
  Keluhan utama : Pusing sejak bulan Mei 2017

  Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Poli RST Soedjono Magelang dengan


keluhan pusing sejak bulan Mei 2017 disertai penurunan
kesadaran, nafsu makan menurun, pasien sering halusinasi, pasien
merasa lemas dan pasien sering pingsan.
Sebelumnya pasien telah mengalami keguguran 5 bulan
yang lalu dan pasien mengeluh sering pingsan ketika bekerja di
 pabrik dan pasien menjadi sering diam dan merasa lemas. Riwayat
muntah (+), riwayat kejang (+), riwayat tidak bisa bicara (-),

riwayat gangguan emosi (-)..Riwayat sesak nafas (-), nyeri dada (-


), penurunan berat badan (+), nafsu makan menurun. Riwayat
trauma kepala (-), riwayat infeksi telinga (-), riwayat sinusitis (-).

  Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat HT (-), riwayat DM (-), riwayat asma (-), riwayat batuk
darah (-),riwayat penyakit jantung (-).

  Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak terdapat keluarga pasien yang mengalami hal serupa.
Riwayat TB (-),riwayat HT (-), riwayat DM (-), riwayat asma (-),

riwayat batuk darah (-),riwayat penyakit jantung (-).


 

  Riwayat Alergi :
Pasien menyangkal adanya alergi terhadap obat atau makanan
tertentu.

A.  Pemeriksaan fisik


Status Generalis 
Keadaan umum : Somnolen
Kesadaran : Composmentis, GCS E3M5V2
Tanda Vital
  Tek. Darah : 136/100 mmHg
   Nadi : 62 x/menit
  Pernapasan : 20 x/menit
  Suhu : 36,7 º C
a)  Kepala/Leher
  Jejas (-), ekskoriasi (-), hematom (-), rhinorea (-), otorhea (-),
 peningkatan JVP (-), pembesaran kelenjar getah Bening (-)
 b)  Mata
Tidak dilakukan
c)  Thoraks
  Dinding thoraks : Jejas (-)
  Paru
-  Inspeksi :Gerakan Pernafasan Simetris kanan dan kiri
-  Palpasi :gerakan simetris Fremitus depan
 belakang normal
-  Perkusi : depan belakang sonor
-  Auskultasi : depan belakang vesikuler

  Jantung
-  Inspeksi :Iktuskordistidak tampak
-  Palpasi :Iktuskordis tidak kuat angkat
 

-  Perkusi :Batasjantung tidak membesar


-  Auskultasi : Suara Jantung I-II regular,
Bising jantung(-)

d)  Abdomen
  Inspeksi :Jejas (-), distensi(-)
  Auskultasi :Peristaltik (+) bising usus normal
  Perkusi :Timpani, hepar pekak, hepatomegali (-),
(-) 
splenomegali (-) 
  Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), defans muskular (-),
hepatomegali (-), splenomegali (-)
e)  Ekstremitas
  Atas : ekskoriasi (-/-), luka terbuka (-/-)

 Bawah : ekskoriasi (-/-), luka terbuka (-/-)


1.  BADAN
MOTORIK

  Respirasi : normal
  Duduk : tidak dilakukan
SENSIBILITAS

  Taktil : normal
   Nyeri : normal

  Thermi : tidak dilakukan


  Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan


  Lokasi : normal
2.  ANGGOTA GERAK ATAS
MOTORIK

Motorik DEKSTRA SINISTRA

Pergerakan Terbatas Terbatas

Kekuatan 2 2
 

Tonus Hipertonus Hipertonus

Klonus - -

Trofi Eutrofi Eutrofi

SENSIBILITAS

DEKSTRA SINISTRA

Taktil - -

 Nyeri - -

Thermi tidak dilakukan tidak dilakukan

Diskriminasi 2 titik tidak dilakukan tidak dilakukan

REFLEK

DEKSTRA SINISTRA

Biceps +N +N

Triceps +N +N

Radius +N +N

Ulna +N +N

 Hoffman  
 Hoffman Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Trommer   Tidak dilakukan Tidak dilakukan

3.  ANGGOTA GERAK BAWAH


MOTORIK

Motorik DEKSTRA SINISTRA

Pergerakan Terbatas terbatas

Kekuatan 2 2

Tonus Hipertonus Hipertonus

Klonus - -

Trofi Eutrofi Eutrofi


 

SENSIBILITAS

DEKSTRA SINSTRA

Taktil Normal Normal

 Nyeri Normal Normal

Thermi tidak dilakukan tidak dilakukan

Diskriminasi 2 titik Tidak dilakukan Tidak dilakukan

a.  Koordinasi, Gait, dan Keseimbangan


  Cara berjalan : tidak dilakukan
  Tes Romberg : tidak dilakukan

   Disdiadokhokinesis
 Disdiadokhokinesis   : tidak dilakukan
   Ataksia
 Ataksia   : tidak dilakukan
   Rebound phenomenon
phenomenon   : tidak dilakukan
   Dismetria
 Dismetria   : tidak dilakukan
 b.  Gerakan Abnormal
  Tremor : -
  Atetosis : -
c.  Alat Vegetatif
  Miksi :+
  Defekasi : +
I.  TERAPI
Tindakan

a.  Cukur gundul


 b.  Pemasangan infus
c.  DC
d.  Cek laborat dan VCT
e.  HCTS dengan kontras, non kontras dan potongan axial-cranial
f.  Rongent thorax
 

Terapi yang telah diberikan


a.  Injeksi NaCl 0,9% 20 tpm
 b.  Injeksi NaCl 3% 12 tpm

c.  Injeksi dexametasone 1 amp/6 jam


d.  Injeksi omeprazole 1 amp/12 jam
e.  Injeksi levofloxacin 500/24 jam
f.  Injeksi manitol 120 cc/8 jam
g.  KSR 3x1
h.  Kapsul garam 3x1
i.  Thyrosol 3x10 mg
 j.  Acetazolamid 2x1
k.  Kandistatin drop 3x2 tetes

l.  OAT
II.  EDUKASI
  Istirahat cukup
  Makan dan minum teratur
III. PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan CT-Scan kepala
 

 
Kesan :
HCTS non kontras dan kontras potongan axial 5mm slice thickness dengan
klinis suspect meningitis
meningitis tampak lesi herbatenuasi batas tidak tegas
tegas region
nucleus caudatus sinistra et thalamus sinistra post pemberian kontras tak
tampak enchacement.
Post pemberian bahan kontras tampak enchacement parenkimal : sulcii
menyempit, batas gray matter dan white matte mengabur, sulkus medianus

tak terdeviasi, sisterna ventrikel melebar, cornu temporal bilateral prominen


Kesan : menyokong gambaran meningeensefalitis
meningeensefalitis dengan tanda-tanda
hidrosefalus non obstruktivus dan edema cerebri difuse.
 

Pemeriksaan rontgent thorax

Kesan :
Kedua apex pulmo relative bersih, corakan bronkovaskular kasar, air
 broncogram (+) disertai dengan infiltrate parahilar et paracardial bilateral,
kedua sinus costofrenicus dan diafrgama baik, Cor CTR < 50%
Kesan : bronkopneumonia
bronkopneumonia
Pemeriksaan Laboratorium
a.  Darah Lengkap
Tanggal : 25-7-2017
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI METODE
RUJUKAN
HEMATOLOGI 
Hemoglobin 12,2 g/dl 12.0-16.0 Automatic
Hematokrit 36 % 37-47 Automatic
Leukosit 4.3 Ribu/ul 4.0-10.0 Automatic
Trombosit 2.29 Ribu/ul 150-450 Automatic
Eritrosit 4.21 Juta/ul 3.50-5.00 Automatic
HITUNG JENIS 
Basofil 0.0 % 0.0-0.1 Automatic
Eosinofil 0.4 % 0.0-5.0 Automatic
 Neutrofil 78.2 % 50.0-70.0 Automatic
 

Limfosit 15.8 % 20.0-40.0 Automatic


Monosit 5.6 % 3.0-12.0 Automatic
MCV/MCH/MCHC/RDW 
MCV 94.8 u3 90.0-100.0 Automatic

MCH
MCHC 29.0
34.2 p9
g/dl 27.0-34.0
32.0-36.0 Automatic
Automatic
RDW 14.4 % 11.5-14.5 Automatic
KIMIA KLINIK  
DIABETES
Gula Darah Sewaktu 107 Mg/dl 70-200
ELEKTROLIT DARAH
 Natrium Darah 119.2 mmol 135.0-148.0 ISB
Calcium Darah 3.72 mmol 3.50-5.50 ISB

(30-7-2017)
CT 4 menit
BT 2 menit

( 31-7-2017)
WBC 7.8 10ˆ9/1 
10ˆ9/1  3.5 10.0
LYM 0.9 10ˆ9/1  
10ˆ9/1 0.5 5.0
LYM% 12.0 % 15.0 50.0
MID 0.3 10ˆ9/l  
10ˆ9/l 0.1 1.5
MID% 3.4 % 2.0 15.0
GRA 6.6 10ˆ9/dl  
10ˆ9/dl 1.2 8.0
GRA% 84.6 % 35.0 80.0
HGB 11.7 g/dl 11.5 16.5
MCH 30.4 Pg 25.0 35.0
MCHC 35.9 9/d1 31.0 38.0
RBC 3.85 10ˆ12/l  
10ˆ12/l 3.50 5.50
MCV 84.5 f1 75.0 100.0
HCT 32.6 % 35.0 55.0
RDWa 61.6 f1 30.0 150.0
RDW 14.7 % 11.00 16.0
PLT 343 10ˆ9/l  
10ˆ9/l 100 400
MPV 6.2 f1 8.0 11.0
PDW 9.1 f1 0.1 99.9
PCT 0.21 % 0.01 9.99
LPCR 6.3 % 0.1 99.9
 

 b. kimia darah


JENIS PEMERIKSAAN HASIL
HASIL SATUAN NILAI METODE
RUJUKAN
SERG-IMUNOLOGI
HORMON
T4 25.75 mmol 10.60-19.40 Chemiluminesescens
TSH 1.13 uUl/ml 0.27-4.70 Chemiliminesescens
KIMIA KLINIK
ELEKTROLIT DARAH
 Natrium (Darah) 133.0 mmol 135.0-148.0 ISE
Kalium (Darah) 3.57 mmol 3.50-5.50 ISE
Klorida (Darah) 78.5 mmol 98.0-108.0 ISE
FUNGSI GINJAL
Asam Urat Darah 2.0 Mg/dl 2.4-5.7 Uncase
LEMAK  
Trigliserit 76 Mg/dl *203.00 GPO
LDL kolesterol 110 Mg/dl *130.00 DIRECT

c. Pemeriksaan BTA ( 31-7-2017)


BTA NEGATIF

d. Pemeriksaan Cairan LCS ( 31-7-2017)


MAKROSKOPIS : Putih Bening
HITUNG SEL
Leukosit 0/µL
Eritrosit 0/µL
KIMIA 
GDS 31 Mg/dl
Total Protein 0.14 g/dl
Albumin 0.07 g/dl
Globulin 0.07 g/dl
ELEKTROLIT 
 Na 145.3 mmol/L
K 2.24 Mmol/L
Cl 103.3 mmol/L

V.  TINDAKAN OPERASI


Macam :Craniotomy  
:Craniotomy
Posisi : Terlentang

Jenis Anastesi : General Anaesthesy


 

 
A.  Pre-operatif
   Informed consent   pemasangan intravena
intravena   line dan pemberian

 profilaksis antibiotik (Seftriakson 2 gr).


B.  Intra-operatif
  Pasien masuk ke ruang OK, diposisikan terlentang, kepala hadap
kiri di atas meja operasi, dan dianastesi dengan general anestesi.
  Antiseptik daerah operasi.
  Insisi kulit kepala setengah lingkaran.
  Dibuat track ke kranial
  VP shunt disisipkan ke kepala
  Dibuat 1 burr hole

  Insisi dura sebagai pungsi tentrikel


  Keluar LCS Jernih

  Drain ventrikel, keluar LCS ± 6cc


  LCS keluar dari drain 6cc
  Luka dijahit LDL
Instruksi Post Op

1.  Observasi kesadaran dan tanda vital


2.  Terapi : ceftriaxon 2x1 g
Ketorolak 3x1 A

OAT lanjut
Dexamethasone 3x1 A
Manitol tapp
3.  Periksa gula darah, DL post op
4.  Analisa LCS
FOLLOW UP
29 Juli 2017 R.ICU
S O A P

KU : TD 136/100 mg Gangguan perfusi   Monitor icu, 



  Monitor
 

lemah HR 62x/menit  jaringan cerebri airway &


 breathing 
Kesadaran T=36,3°C   Monitor
: somnolen asupan nutrisi 
SpO2 : 98   Bantu APL 

T : 36.7

DC (+)

O2 (+)

Balance Cairan

In : 650

Out : 872

-220

31 Juli 2017
S O A P

KU : GCS 9 E2M5V2 Hidrosefalus ec   Monitor airway


lemas meningitis TB & breathing 
Kaku kuduk (+)   Monitor KU,
Kesadara kesadaran 
n: DC (+)   Monitor balance

somnole cairan, asupan


n nutrisi 
  Bantu ADL,
laksanakan advis
dokter  

1 Agustus 2017
S O A P

Lemas TD 157/80 mmHg Post VP Shunt   Monitor


airway 
HR 90x/menit Kondisi relatif   Monitor
stabil  kesadaran 
T=36,3°C   Monitor
 balance
cairan 
  Bantu

ADL 
 

2 Agustus 2017
S O A P

 Nyeri Skala nyeri 2 Post VP Shunt H+2   Levofloxacin 2x1


Levofloxacin
 post OP   Ketorolac 3x1A 

 berkuran Mual muntah (+)   Dexamethasone 2x1

g A 
Infuse (+)   OMZ 2x1

KU   Monitor KU 
  Bantu ADL 
sedang
  Lanjutkan intervensi 

3 Agustus 2017
S O A P

Sedang GCS 10 Post VP Shunt H+3   Mobilisasi duduk  


tidur E2M5V3, pupil   Dexametason 1x 
isokor   Levofloxac in 2x1 
Levofloxacin
  Ketorolac 2x1A 
BLPL 
 

 
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Otak


3.1.1  Jaringan Pelindung
Otak merupakan bagian tubuh yang penting oleh karena itu selain
dilindungi oleh tulang tengkorak yang keras , ia juga di lindungi
oleh jaringan dan cairan-cairan di dalam tengkorak. Dua macam
 jaringan pelindung utama dalam sistem
sis tem saraf
s araf adalah
ad alah meningen dan
sistem ventrikular.

1)  Meningen

Jaringan pelindung di sistem saraf pusat (otak dan sumsum


tulang belakang) adalah meningens. Meningens terdiri dari tiga
lapisan, yaitu :
a.  Duramater, merupakan lapisan paling luar yang tebal,
keras dan fleksibel tetapi tidak
ti dak dapat di renggangkan 
b.  Arakhnoid membran, merupakan jaringan bagian tengah
yang bentuknya seperti jaring laba-laba. Sifatnya lembut,
 berongga-rongga dan terletak di bawah lapisan duramater  
c.  Piamater, merupakan jaringan pelindung yang terletak

 pada lapisan paling bawah (paling dekat dengan otak,


sumsung tulang belakang dan melindungi jaringan-
 jaringan saraf yang lain), lapisan ini mengandung
 pembuluh darah yang mengalir di otak dan sumsum tulang
 belakang. Antara piamater dan membran arakhnoid
terdapat bagian yang disebut  su
 sub
barakhno
rakhnoii d sp
spa
ace  yang
dipenuhi oelh cairan serebrospinal fluid (CSF)  
 

 
Gambar 1. Lapisan meningen
2)  Sistem ventrikulus

Otak manusia dilindungi oleh cairan serebrospinal di dalam


subarakhnoid space. Cairan ini menyebabkan otak dapat
mengapung sehingga beratnya sekitar 1400 gram dapat
 berkurang menjadi 80 gram dan kondisi ini sekaligus
mengurangi tekanan pada bagian bawah otak yang di
 pengaruhi oleh gravitasi. Cairan serebrospinal ini selain
mengurangi berat otak juga melindungi otak dari goncangan
yang mungkin terjadi.
Cairan serebrospinal ini terletak dalam ruang-ruang yang

saling berhubungan satu sama lain. Ruang-ruang ini disebut


dengan ventrikel. Ventrikel berhubungan dengan bagian
subarakhnoid dan juga berhubungan dengan bentuk tabung
 pada canal pusat (central canal ) dari tulang belakang. Ruang
terbesar yang berisi cairan terutama ada pada ventrikel lateral.
Ventrikel lateral berhubungan dengan ventrikel ke tiga yang
terletak pada otak bagian tengah (midbrain
(midbrain).
). Ventrikel ketiga
dihubungkan dengan ventrikel keempat oleh akuaduktus sylvii.
Cairan serebrospinal merupakan konsentrasi dari darah dan

 plasma darah di produksi oleh plexus choroid.


 

gambar 2 aliran LCS

3.1.2  Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang
terdiri dari sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari
korteks, korteks ditandai dengan sulkus dan girus.
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a)  Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang
lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar,
 bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan

emosi.Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan


volunter di gyrus presentralis (area motorik primer) dan
terdapat area asosiasi motorik (area premotor).Pada lobus ini
terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini
 juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara,
motivasi dan inisiatif.
 b)  Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks
serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura laterali dan

sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis .Lobus ini


 

 berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, visual,


 pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan
 perkembangan emosi.

c)  Lobus parietalis


Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik
di gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba
dan pendengaran.
d)  Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area
asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses
rangsang penglihatan dari nervus optikus dan
mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain &

memori
e)  Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia,
memori emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan
 perubahan melalui pengendalian atas susunan endokrin dan
susunan otonom

Gambar 3 Lobus dari cerebrum, dilihat dari atas dan smping.


s mping.
3.1.3  Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung
lebih banyak neuron dibandingkan otak secara

keseluruhan.Memiliki peran koordinasi yang penting dalam


 

fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori


yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan
output.Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang

 berbeda yang menerima


m enerima dan menyampaikan informasi ke bagian
lain dari sistem saraf pusat.Cerebellum merupakan pusat
koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot.Mengendalikan
kontraksi otot-otot volunter secara optimal. Bagian-bagian dari
cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan lobus
fluccolonodularis

Gambar 4 cerebellum
3.1.4  Brainstem

Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur


seluruh proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan
diensefalon diatasnya dan medulla spinalis
dibawahnya.Strukturstruktur fungsional batang otak yang penting
adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara
medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan
12 pasang saraf cranial.Secara garis besar brainstem terdiri dari
tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons dan medulla oblongata.

Otak dibagi kedalam lima kelompok utama yaitu :


 

1. Telensefalon (endbrain) yang


yang terdiri atas hemisfer serebri yang
yang
disusun oleh korteks serebri, system limbic, basal ganglia dimana
 basal ganglia disusun oleh nucleus kaudatum, nucleus lentikularis,

klaustrum dan amigdala. Korteks serebri berperan dalam persepsi


sensorik, kontrol gerakan volunter, bahasa, sifat pribadi, proses
mental. Berpikir, mengingat, membuat keputusan, kreativitas dan
kesadaran diri.Nucleus basal berperan dalam Inhibisitonus otot,
koordinasi gerakan yang lambat dan menetap, penekanan pola-pola
gerakan yang tidak berguna.

2. Diensefalon (interbrain) yang terbagi menjadi


menjadi epitalamus, thalamus,
subtalamus, dan hipotalamus. Thalamus berperan dalam stasiun
 pemancar untuk semua masukan sinaps, kesadaran kasar terhadap
sensasi, beberapa tingkat kesadaran, berperan dalam kontrol
motorik.Hipotalamus berperan dalam mengatur banyak fungsi
homeostatik, misalnya kontrol suhu, rasa haus, pengeluaran urin, dan
asupan makanan.Penghubung penting antara sistem saraf dan
endokrin, sangat terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar.

3. Mesensefalon (midb
(midbrain)
rain) corpora
corpora quadric
quadric gemina yang memiliki dua
kolikulus yaitu kolikulus superior dan kolikulus inferior dan terdiri dar
itegmentum yang terdiri dari nucleus rubra dan substansia nigra.

4. Metensefalon (afterbrain) ,pons dan medulla oblongata memiliki


 peran. Asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer, pusat
 pengaturan kardiovaskuler, respirasi dan pencernaan.Pengaturan
reflek sotot yang terlibat dalam keseimbangan dan postur.
Penerimaaan dan integrasi semua masukan sinaps korda spinalis
keadaanterjaga dan pengaktifan korteks serebrum dan pusat
tidur.Serebellum memiliki peran dalam Memelihara keseimbangan,
 peningkatan tonus otot, koordinasi dan perencanaan aktivitas otot
volunter yang terlatih. Hemisfer sendiri menurut pembagian fungsinya
 

masih dibagi kedalam lobus-lobus yang dibatasi oleh gyrus dan


sulkus.

3.1.5  Vaskularisasi otak

Sistem sirkulasi otak

Kebutuhan energi oksigen jaringan otak adalah sangat


tinggi oleh karena itu aliran darah ke otak absolute harus selalu
 berjalan baik. Suplai darah ke otak seperti organ lain pada
umumnya disusun oleh arteri-arteri dan vena-vena.

1)  Peredaran Darah Arteri


Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri
vertebralis dan arteri karotis interna, yang bercabang dan
 beranastosmosis membentuk circulus willisi.Arteri karotis
interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis
yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri
medial.Di dekat akhir arteri karotis interna, dari pembuluh
darah ini keluar arteri communicans posterior yang bersatu
kearah kaudal dengan arteri serebri posterior.Arteri serebri
 

anterior saling berhubungan melalui arteri communicans


anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria
subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan merupakan

cabang dari arteria inominata,sedangkan arteri subklavia kiri


merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis
memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
 perbatasan pons dan medula oblongata.Kedua arteri ini
 bersatu membentuk arteri basilaris.

Arteri karotis

Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang


dari arteri karotis komunis kira-kira setinggit ulang rawan

carotid. Arteri karotis kiri langsung bercabang dari arkus aorta


,tetapi arteri karotis komunis kanan berasal dari arteri
 brakiosefalika. Arteri karotis ekste
eksterna
rna mendarahi wajah, tiroid,
lidah dan faring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu
arteria meningea media, mendarahi struktur-struktur dalam
didaerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar ke
daerah duramatter.Arteri karotis interna sedikit berdilatasi
tepat setelah percabangannya yang dinamakan sinus karotikus.
Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung saraf khusus yang

 berespon terhadap perubahan tekanan darah arteria,yang secara


reflex mempertahankan suplai darah ke otak dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk keotak dan bercabang kira-
kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteria serebri anterior
dan media.Arteri serebri media adalah lanjutan langsung dari
arterikarotis interna.Segera setelah masuk ke ruang
subaraknoid dan sebelum bercabang-cabang, arteri karotis
interna mempercabangkan arteri oftalmika yang masuk
kedalam orbita dan mendarahi mata dan isi orbita lainnya.

Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-


 

struktur seperti nucleus kaudatus, putamen,bagian-bagian


kapsula interna dankor puskalosum dan bagian-bagian lobus
frontalis dan parietalis serebri. Arteri serebri media menyuplai

darah untuk bagian lobus temporalis, parietalis, dan frontalis


korteks serebri dan membentuk penyebaran pada permukaan
lateral yang menyerupai kipas. Arteri ini merupakan sumber
darah utama girus prasentralis dan postsentralis.

Arteri verebrobasilaris
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri
subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan merupakan
cabang dari arteri arteri inomata sedangkan arteri subklavia kiri

merupakan cabang langsung dari aorta.Arteriv ertebralis


memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
 perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua arteri tersebut
 bersatu membentuk arteri basilaris.Tugasnya mendarahi
sebagian diensefalon, sebagian lobus oksifitalis dan temporalis
,apparatus koklearis, dan organ-organ vestibular.

Sirkulus Arteriosus Willisi


Sirkulus Willisi terletak di fossa interpedunkularis basis

cranii.Sirkulus ini dibentuk oleh kedua arteri carotis interna


dan kedua arteri vertebralis.Arteri communicans anterior,
arteri cerebri anterior dekstra dan sinistra, arteri
communicans posterior dekstra dan sinistra, arteri cerebri
 posterior dekstra dan sinistra serta arteri basillaris ikut
membentuk sirkulus Willisi ini.Sirkulus Willisi
memungkinkan darah yang erasal dari arteri carotis interna
dan arteri vertebralis dapat memperdarahi semua bagian di
kedua hemisfer cerebri.
 

 
Gambar 5 circulus willisi
2)  Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus
duramater, suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di
dalam struktur duramater.Sinus-sinus duramater tidak
mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk
triangular.Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke

dalam sinus longitudinalis superior yang berada di


medial.Dua buah vena cortex yang utama adalah vena
anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus
longitudinalis superior dan vena anastomotica parva yang
mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena serebri
 profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia
3.1.6  Fisiologi
Ruang cairan serebrospinal (CSS) mulai terbentuk pada
minggu kelima masa embrio, terdiri dari sistem ventrikel, sisterna

magna pada dasar otak dan ruangan subaraknoid yang meliputi


 

seluruh susunan saraf. CSS yang dibentuk didalam sistem ventrikel


oleh pleksus koroidalis kembali ke peredaran darah melelui kapiler
dalam piamater dan araknoid yang meliputi seluruh susunan saraf

 pusat. Hubungan antara sistem ventrikel dan ruang subaraknoid


adalah melalui foramen Magendi di median dan foramen Luschka
di sebelah lateral ventrikel IV.
Sebagian besar cairan serebrospinal yang dihasilkan oleh
oleh
 pleksus koroidalis didalam ventrikel otak akan mengalir ke
foramen monro ventrikel III, kemudian melalui akuaduktus sylvius
ke ventrikel IV. Disana liquor mengalir melalui foramen magendi
dan luschka ke sisterna magna dan rongga subarachnoid di bagian
cranial maupun spinal. Penyerapan terjadi melalui vilus arakhnoid

yang berhubungan dengan sistem vena seperti sinus venosus


serebral.

Pleksus koroideus menghasilkan sekitar 70% cairan serebrospinal,


dan sisanya dihasilkkan oleh pergerakan dari cairan transepidermal
dari otak menuju sistem ventrikel. Rata-rata volume cairan liquor
adalah 90ml pada anak-anak 4-13 tahun dan 150ml pada orang
dewasa. Tingkat pembentukan adalah sekitar 0,35ml/menit atau
500ml/hari. Oleh karena itu sekitar 14% dari total volume

mengalami absorbsi setiap satu jam. Tingkat dimana cairan


 

serebrospinal dibentuk tetap relatif konstan dan menurun hanya


sedikit saat tekanan cairan serebrospinal meningkatkan.
Sebaliknya, tingkat penyerapan meningkat secara signifikan saat

tekanan cairan serebrospinal melebihi 7mmHg. Pada tekanan


20mmHg, tingkat penyerapan adalah tiga kali tingkat formation.
Meskipun mekanisme absorbsi cairan liquor terganggu,
tingkat penyerapan tidak akan mengalami peningkatan, ini
merupakan mekanisme hidrosefalus progresif. Papilloma pleksus
khoroideus yang merupakan kondisi patologis dimana terjadi
gangguan pada proses absorbs sehingga terjadi akumulasi cairan
liquor. Ketika penyerapan terganggu, upaya untuk mengurangi
 pembentukan cairan serebrospinal tidak cenderung memiliki

 pengaruh yang signifikan terhadap


terhadap volume.

3.2 Definisi

Hidrosefalus didefinisikan sebagai suatu gangguan pembentukan,aliran,


atau penyerapan cairan serebrospinal yang mengarah ke peningkatan volume
cairan di dalam susunan saraf pusat. Kondisi ini juga bisa disebut sebagai
gangguan hidrodinamik dari cairan cairan serebrospinal.

3.3 Epidemiologi

Insidensi kongenital hidrosefalus pada United States adalah 0.9 per 1.000
kelahiran hidup21. .Insiden hidrosefalus yang didapat tidak diketahui secara pasti
karena berbagai gangguan yang dapat menyebabkan kondisi tersebut. sekitar
100,000 shunt digunakan setiap tahunnya di beberapa Negara, namun sedikit
informasi yang tersedia untuk Negara lainnya. Jika hidrosefalus tidak
ditatalaksana, kematian dapat terjadi akibat sekunder tonsilar herniasi akibat
kompresi sel otak dan menyebabkan respiratory arrest.

Ketergantungan shunt terjadi pada 75% dari semua kasus hidrosefalus


yang ditatalaksana dan 50% pada anak-anak dengan hydrocephalus tipe

komunikan. Pasien tersebut sering datang ke rumah sakit untuk revisi shunt atau
 

untuk pengobatan komplikasi shunt atau kegagalan shunt. Gangguan


 pengembangan fungsi kognitif pada bayi dan anak-anak, atau hilangnya fungsi
kognitif pada orang dewasa, merupakan komplikasi pada hidrosefalus yang tidak

di obati. Hal ini dapat menetap setelah pengobatan. Kehilangan visual juga
merupakan penyulit dari hidrosefalus yang tidak diobati dan dapat menetap
setelah pengobatan.

3.4 Etiologi

Hidrosefalus terjadi karena gangguan sirkulasi likuor di dalam sistem


ventrikel atau oleh produksi likuor yang berlebihan. Hidrosefalus terjadi bila
terdapat penyumbatan aliran likuor pada salah satu tempat, antara tempat
 pembentukan likuor dalam sistem ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang

subarachnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan cairan serebrospinal


di bagian proksimal sumbatan. Tempat yang sering tersumbat dan terdapat dalam
klinis adalah foramen Monro, foramen Luschka dan Magendi, sisterna magna dan
sisterna basalis

Secara teoritis, pembentukan cairan serebrospinal yang terlalu banyak


dengan kecepatan absorpsi yang normal akan menyebabkan terjadinya
hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi, misalnya terlihat
 pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada adenomata pleksus koroidalis.
Penyebab penyumbatan aliran cairan serebrospinal yang sering terdapat pada bayi
dan anak yaitu kelainan bawaan, infeksi, neoplasma dan perdarahan

a.  Kelainan Bawaan

a. Stenosis Akuaduktus Sylvius, merupakan penyebab terbanyak


 pada hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90% ). Akuaduktus dapat
merupakan saluran buntu atau abnormal lebih sempit dari
 biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau
 progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.

 b. Spina bifida dan cranium bifida, hidrosefalus pada kelainan ini
 

 biasanya berhubungan dengan sindroma Arnord-Chiari akibat


tertariknya medulla spinalis, dengan medulla oblongata dan
serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen

magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.

c. Sindrom Dandy-Walker,merupakan atresia kongenital foramen


Luschka dan Magendi dengan akibat hidrosefalus obstruktif
dengan pelebaran system ventrikel, terutama ventrikel IV yang
dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang
 besar di daerah fossa posterior.

d. Kista arakhnoid,dapat terjadi kongenital maupun didapat akibat


trauma sekunder suatu hematoma.

e. Anomali pembuluh darah, dalam kepustakaan dilaporkan terjadi


hidrosefalus akibat aneurisma arterio-vena yang mengenai
arteria serebralis posterior dengan vena Galeni atau sinus
tranversus dengan akibat obstruksi akuaduktus.

 b.  Infeksi, akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga


terjadi obliterasi ruang subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada fase
akut meningitis purulenta terjadi bila aliran cairan serebrospinal
terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus
Sylvius atau sisterna basalis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa
minggu sampai beberapa bulan sesudah sembuh dari meningitisnya.
Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan arakhnoid
sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa
tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal
sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada
meningitis purulenta lokasinya lebih tersebar.
c.   Neoplasma, hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di
setiap tempat aliran cairan serebrospinal. Pengobatan dalam hal ini
ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak bisa
 

dioperasi,maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan mengalirkan


cairan serebrospinal melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak,
kasus terbanyak yang menyebabkan penyumbatan ventrikel IV dan

akuaduktus Sylvius bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal


dari serebelum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel III
 biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma.
d.  Perdarahan, telah banyak dibuktikan bahwa perdarahn sebelum dan
sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen
terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan
pen yumbatan yang terjadi
akibat organisasi dari darah itu sendiri.
3.5 Patofisiologi

Secara teoritis hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme


yaitu; produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi aliran liquor,
 peningkatan tekanan sinus venosa. Sebagai konsekuensi dari tiga mekanisme
diatas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan
keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel masih
 belum dipahami dengan jelas, namun hal ini bukanlah hal yang sederhana
sebagaimana akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan
absorbsi.
Produksi liquor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh tumor
 pleksus khoroid (papiloma dan karsinoma). Adanya produksi yang berlebihan
akan menyebabkan tekanan intrakranial meningkat dalam mempertahankan
keseimbangan antara sekresi dan absorbsi liquor, sehingga akhirnya ventrikel
akan membesar. Adapula beberapa laporan mengenai produksi liquor yang
 berlebihan tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid.
khoroid.
Gangguan aliran liquor merupakan awal dari kebanyakan dari kasus
hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran akan
meningkatkan tekanan liquor secara proporsional dalam upaya mempertahankan
resorbsi yang seimbang. Derajat peningkatan resistensi aliran cairan liquor ada
 

kecepatan perkembangan gangguan hidrodinamik berpengaruh pada penampilan


klinis.
Perjalanan Cairan serebrospinal Pada Sistem Ventrikel

Perjalanan normal dari aliran cairan serebrospinal adalah dari pleksus


koroideus cairan serebrospinal mengalir ke ventrikel lateralis lalu ke foramen
monro memasuki ventrikel ketiga, kemudian melalui aquaduktus silvii menuju
ventrikel keempat, lalu memasuki foramen luschka dan foramen magendi hingga
masuk ke rongga subarachnoid, granulasi arachnoidalis, dural   sinus, dan pada
akhirnya memasuki sistem vena.

Gambar 2. Ilustrasi sistem ventrikel. Dikutip dari: The brain and cranial nerves.
In: Principles of anatomy
anatom y and physiology 12:500. John Wiley & Sons, 2009
Secara embriologinya, sistem ventrikel mulai terbentuk pada waktu terjadi
 penutupan neural groove menjadi neural tube.
tube. Cairan sudah dapat dijumpai dalam
neural tube ini bahkan sebelum cikal bakal pleksus koroideus terbentuk. Cairan
ini menjadi sarana difusi metabolit-metabolit di jaringan sekitarnya sebelum
 pembuluh darah terbentuk. 
terbentuk. 
Cairan serebrospinal di dalam ventrikel mengandung hormon,
 proteoglikan dan ion-ion yang komposisinya selalu berubah-ubah setiap waktu.
Dilatasi ventrikel dapat dijumpai pada minggu-minggu awal proses pertumbuhan
 janin dan akan segera kembali normal pada usia kehamilan 30 minggu.
minggu.
 

  Jaringan mesenkim disekitar permukaan otak akan terorganisasi


membentuk membran
 pia-arachnoid, sisterna dan rongga subarachnoid. Sisa-sisa mesenkim nantinya

akan membentuk anyaman-anyaman trabekular arachnoid.


Pleksus Koroideus
Pleksus koroideus yang berada di ventrikel tiga dan ventrikel empat
 berasal dari invaginasi roof plate,
plate, sedangkan pleksus koroideus yang berada di
ventrikel lateral berasal dari fisura koroidalis dari telencephalon yang sedang
 berkembang. Pleksus koroideus terdiri dari lapisan epitel yang membungkus
 jaringan stroma. Inti stroma tersebut yang dikenal dengan tela choroidea berasal
dari sel mesenkim, sedangkan lapisan epitel yang membungkusnya berasal dari
 spongioblast neural tube yang melapisi permukaan dinding ventrikel. Lapisan

epitel pada awalnya bersifat  pseudostratified yang kemudian akan berubah


menjadi selapis sel kuboid.
Dalam perkembangannya, pleksus koroideus akan membentuk lobulus
yang nantinya akan dilapisi oleh mikrovili. Mikrovili ini semakin lama semakin
 berkonvolusi dan melakukan fungsi sekresinya. Pleksus koroideus pertama kali
tumbuh di ventrikel empat. Sambil berjalannya waktu, sebagian besar pleksus
koroideus berada di ventrikel lateral terutama pada dinding medial ventrikel.
Pleksus koroideus di ventrikel lateral ini mendapat vaskularisasi dari arteri
koroidalis anterior dan posterior. Sisa pleksus koroideus yang lain berada di atap

ventrikel tiga dan ventrikel empat yang mendapat vaskularisasi dari medial
 posterior choroidal artery,
artery, anterior   inferior cerebellar artery (AICA) dan
 posterior inferior cerebellar artery (PICA). Vena-vena koroidalis akan mengalir
ke vena serebri interna yang merupakan bagian dari vena profunda (vein
(vein of
Galen).
Galen).
Pembentukan CSF dipengaruhi oleh beberapa transporter dan enzim
(carbonic anhydrase, sodium-potassioum adenosine triphosphatase/ Na+ K+
ATPase dan aquaporin-1). Semakin sempurna sistem enzim dan transporter ini
 bekerja, semakin banyak CSF yang dihasilkan. Pada pleksus koroideus papiloma,
 

terjadi produksi cairan serebrospinal yang berlebihan sehingga terjadi


hidrosefalus.
Sebagian besar cairan sererbrospinal memang diproduksi di dalam sistem

ventrikel. Tetapi disamping pleksus koroideus, cairan serebrospinal juga


dihasilkan oleh sel ependim serta di jaringan otak itu sendiri. Mekanisme tentang
 bagaimana sel ependim dan jaringan otak dapat menghasilkan cairan serebrospinal
 belum sepenuhnya diketahui. Sekitar 70-80% cairan serebrospinal dihasilkan oleh
 pleksus koroideus, dan sisanya bukan
bukan dari pleksus koroideus.
Cairan serebrospinal diproduksi sekitar 500 cc per hari (0.35 ml/ menit).
Volume total cairan serebrospinal pada orang dewasa adalah 100-150 cc. 15-25 cc
dari jumlah tersebut berada didalam ventrikel.
Tabel 1. Kandungan nilai normal dari CSF. 

si KlinisClinical features of hydrocephalus


Presentasi
Presenta

Manifestasi klinis hidrosefalus pada anak tergantung dari usia. Pada bayi
yang suturanya belum menutup, manifestasi klinis yang menonjol adalah lingkar
kepala yang membesar. Pada anak yang suturanya telah menutup, manifestasi
klinis yang muncul disebabkan oleh peningkatan tekanan intracranial.
Adapun gejala pada orang dewasa ialah: pusing, muntah, penglihatan
 berkunang-kunang,, kepala terasa berat, lelah. Tanda yang dapat dijumpai:
 berkunang-kunang
 papiledem, pembesaran titik buta pada lapangan pandang yang menyebabkan
 berkurangnya tajam penglihatan, lenggang dyspraxia, pembesaran kepala, dan
 perasaan canggung.
 

  Sedangkan gejala pada orang tua: simptomnya ialah: perlambatan mental,


sering jatuh, inkontinensia, pandangan berkabut, dispraksia (lambat berjalan,
lenggang mengayun), dementia, dan terkadang papil edem.

Tabel 2. Ukuran rata-rata lingkar kepala. 4 Dikutip dari: Neurosurgery


62[SHC Suppl 2]:SHC643 – SHC660,
SHC660, 2008

Gejala klinis bervariasi sesuai dengan umur penderita. Gejala yang tampak
 berupa gejala akibat tekanan intracranial yang meninggi. Pada pasien hidrosefalus
 berusia di bawah 2 tahun gejala yang paling umum tampak adalah pembesaran
abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrani mengesankan sebagai
salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standart di
usianya..  Selain itu
atas ukuran normal, atau persentil 98 dari kelompok usianya
menentukan telah terjadinya makrokrania juga dapat dipastikan dengan mengukur
lingkaran kepala suboksipito-bregmatikus dibandingkan dengan lingkaran dada
dan angka normal pada usia yang sama.Lebih penting lagi ialah pengukuran
 berkala lingkaran kepala yaitu untuk melihat pembesaran kepala yang progresif
dan lebih cepat dari normal.
Kerusakan saraf yang memberi gejala kelainan neurologis berupa
gangguan kesadaran, motoris atau kejang, kadang-kadang gangguan pusat vital,
 bergantung kepada kemampuan kepala untuk membesar dalam mengatasi tekanan
intracranial yang meninggi. Bila proses berlangsung lambat, maka mungkin tidak
terdapat gejala neurologis walaupun telah terdapat pelebaran ventrikel yang belum
 begitu melebar.
Gejala lainnya yang dapat terjadi ialah spastisistas yang biasanya
melibatkan ekstremitas inferior (sebagai konsekuensi peregangan traktus
 

 pyramidal sekitar ventrikel lateral yang dilatasi) dan berlanjut sebagai gangguan
gangguan
 berjalan, gangguan endoktrin (karena distraksi hipotalamus dan ‘pituitari stalk’
oleh dilatasi ventrikel III.

Pemeriksaan Fisik
Pengukuran dan pemantauan lingkar kepala anak dapat diukur melalui
grafik lingkar kepala standar pada anak. Grafik lingkar kepala khusus telah
tersedia untuk mengukur lingkar kepala pada anak yang prematur dan yang
menderita achondroplasia. Penilaian lingkar kepala pada grafik tersebut
menggunakan satuan persentil.
Disamping lingkar kepala, keluhan yang sering dikatakan oleh orang tua
adalah anaknya menjadi lebih rewel (irritable
( irritable),
), matanya cenderung melirik
kebawah ( sunsetting 
 sunsetting ) atau menjadi juling (akibat paresis nervus abdusens).

Pada anak-anak yang suturanya telah menyatu, lingkar kepala yang terukur
 bisa saja normal, tetapi keluhan yang menonjol berupa nyeri kepala, mual dan
muntah. Bila proses peningkatan tekanan intrakranial terus berlanjut, maka akan
dijumpai edema papil pada pemeriksaan funduskopi. Edema papil ini mungkin
tidak terdeteksi pada anak yang suturanya masih terbuka, kecuali telah mencapai
lingkar kepala yang sangat besar. Keluhan-keluhan tersebut yang terjadi pada
 beberapa tahun pertama dari anak yang mengalami hidrosefalus, merupakan
 petunjuk bahwa hidrosefalus tersebut diakibatkan oleh proses patologi sekunder
seperti akibat tumor, cedera kepala atau meningitis.

Keputusan untuk memasang shunt pada anak yang menunjukan gambaran


ventrikulomegali sangat sulit. Sekali alat shunt dipasang pada anak tersebut, akan
sangat sulit untuk memutuskan kapan shunt tersebut dapat dilepas. Dibeberapa
 pusat pelayanan bedah saraf diluar negeri digunakan alat bantu berupa ICP
monitoring, MR Spectroscopy dan magnetic
magnetic   resonance measurement of cerebral
blood flow 
flow  pada beberapa kasus yang dinilai sulit apakah perlu dipasang shunt
atau tidak. Pada umumnya, keputusan untuk mengambil intervensi pada penderita
hidrosefalus didasarkan pada kecenderungan pertambahan lingkar kepala dari
waktu ke waktu, ventrikel yang melebar, dan perburukan dari gejala klinis.
 

Kriteria Radiologis
CT atau MRI dapat memperlihatkan suatu hidrosefalus, ada beberapa
keriteria pada CT atau MRI yang menunjukkan adanya gambaran hidrosefalus.

Yang pertama ukuran dari setiap temporal horn dari ujung ke ujung (TH) ≥ 2 mm
(jika tidak ada hidrosefalus maka temporal horn sulit terlihat). Atau TH ≥ 2 mm,
dan ratio dari (FH/ID) > 0,5 (FH adalah jarak antara pinggiran terlebar dari frontal
horn dan ID adalah jarak antara tabula interna pada level FH). Dapat juga
dijumpai frontal horn dari ventrikel lateral balooning , disebut dengan ‘ Mickey
 Mouse Ventrikel’ . Gambaran periventrikular yang hiperintens yang tampak pada
T2 menandakan transependymal  absorption dari cairan serebrospinal.
Evans ratio juga dapat menentukan gambaran hidrosefalus. Evans Ratio
adalah perbandingan dari FH dengan jarak maksimal dari diameter biparietal.

Dikatakan hidosefalus jika evans ratio >30%. perbandingan (FH/ID) saja juga
dapat menetukan gambaran hidrosefus. Ada beberapa kriteria, yaitu jika (FH/ID)
< 40 % maka disebut normal, jika 40-50% disebut borderline
borderline,, dan jika > 50%
disangkakan hidrosefalus.

Gambar 1. Kriteria radiologis untuk memenilai hidrosefalus berdasarkan


berdasarkan
potongan aksial CT scan kepala.
Pada foto Rontgen kepala polos lateral, tampak kepala yang membesar
dengan disproporsi kraniofasial, tulang yang menipis dan sutura melebar, yang
menjadi alat diagnostic terpilih pada kasus ini adalah CT scan kepala dimana
sistem ventrikel dan seluruh isi intracranial dapat tampak lebih terperinci, serta
dalam memperkirakan prognosa kasus. MRI sebenarnya juga merupakan
 pemeriksaan diagnostic terpilih untuk kasus kasus yang efektif. Namun,
 

mengingat waktu pemeriksaan yang cukup lama sehingga pada bayi perlu
dilakukan pembiusan.
Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan punksi ventrikel melalui fontanel

mayor, dapat menunjukkan tanda peradangan, dan perdarahan baru atau lama.
Punksi juga dilakukan untuk menentukan tekanan ventrikel.
CT-scan/MRI kriteria untuk akut hidrosefalus berupa :

Ukuran kedua temporal horns lebih besar dari 2 mm, jelas terlihat. Dengan
tidak adanya hydrocephalus, temporal horns nyaris tak terlihat Rasio terlebar dari
frontal horns untuk diameter biparietal maksimal (yaitu, Evans ratio) lebih besar
dari 30% pada hidrosefalus, Eksudat Transependymal yang diterjemahkan pada
gambar sebagai hypoattenuation periventricular (CT) atau hyperintensity (MRI
T2-weighted and fluid-attenuated inversion recovery [FLAIR] sequences), Tanda
 pada frontal horn dari ventrikel lateral dan ventrikel ketiga (misalnya, "Mickey
mouse"ventrikel) dapat mengindikasikan obstruksi aqueductal.
CT-scan/MRI criteria untuk kronik hidrosefalus berupa :
Temporal horns tidak begitu menonjol dari pada kasus akut, ventrikel
ketiga dapat mengalami herniasi ke dalam sella tursica, macrocrania (misalnya,
occipitofrontal circumference >98th percentile) dapat di jumpai, corpus callosum
dapat mengalami atrofi (tampilan terbaik pada potongan sagittal MRI).
Klasifikasi

Hidrosefalus adalah suatu kondisi yang ditandai oleh volume intrakranial


cairan cerebrospinal fuild yang berlebihan. Dapat berupa komunikan dan non
komunikan, tergantung pada apakah atau tidak hubungan cairan cerebrospinal
antara sistem ventrikel dan subarachnoid space.
1)  Hidrosefalus Obstruktif (Non-komunikans)
Terjadi peningkatan tekanan cairan serebrospinal yang disebabkan
obstruksi pada salah satu tempat pembentukan likuor, antara pleksus
koroidalis sampai tempat keluarnya dari ventrikel IV melalui foramen
Magendi dan Luschka.
 

2)  Hidrosefalus Komunikans


Terjadi peningkatan tekanan cairan serebrospinal tanpa disertai
 penyumbatan sistem ventrikel.

Tabel 3 : Classification of Hydrocephalus.9 Dikutip dari: Classification of Hydrocephalus.


Dikutip dari:
Thompson D. Hydrocephalus. In: Moore JA, Newell DW. Neurosurgery. Springer,
2009, p427 

HIDROSEFALUS DAN MENINGITIS


MENINGITIS
Hidrosefalus dapat terjadi akibat proses infeksi atau inflamasi. Efek
inflamasi kronis menyebabkan organisasi eksudat inflamasi untuk membentuk
 jaringan fibrotik dan gliosis. Fibrosis dan gliosis ini menyebabkan obstruksi dari
 perjalanan cairan serebrospinal di dalam sistem ventrikel dan di ruang
subarachnoid (misalnya di sisterna basal) dan ruang subarachnoid di permukaan
korteks. Infeksi bakteri, parasit, dan infeksi granulomatosa lebih sering
menyebabkan hidrosefalus dibandingkan infeksi virus.
ARRESTED HYDROCEPHALUS
Hidrosefalus dapat berkembang menjadi kondisi kronis, dimana dilatasi
ventrikel tetap ada, tetapi tekanan cairan serebrospinal kembali normal. Kondisi
seperti ini lebih cocok disebut compensated hydrocephalus.
hydrocephalus. Karena tekanan
intrakranial pada kasus ini normal, tindakan pemasangan shunt justru
mengundang bahaya, karena tekanan akan menjadi rendah dan terjadinya
 perdarahan subdural.
VENTRIKULOMEGALI 
HIDROSEFALUS DAN VENTRIKULOMEGALI

Istilah hidrosefalus sebaiknya digunakan untuk menyampaikan suatu

kondisi dimana terjadi gangguan pada produksi, absorpsi cairan serebrospinal


 

 beserta kelainan disepanjang perjalanan cairan serebrospinal dalam sistem


ventrikel. Peningkatan ukuran ventrikel lebih cocok disebut ventrikulomegali yang
tidak lagi memerlukan tindakan operatif.

Penatalaksanaan
Non Bedah
Terapi obat-obatan pada hidrosefalus digunakan untuk menunda intervensi
 bedah. Terapi obat-obatan dapat digunakan pada hidrosefalus paska perdarahan
(tanpa adanya hidrosefalus akut). Terapi obat-obatan tidaklah efektif untuk
 pengobatan jangka panjang dari hidrosefalus kronis. Terapi ini dapat memicu
 perubahan metabolik dan dengan demikian penggunaannya hanya sebagai usaha
sementara saja.
Obat-obatan dapat mempengaruhi dinamika dari cairan serebrospinal

dengan beberapa mekanisme. Obat-obatan seperti asetazolamide dan furosemid


mempengaruhi cairan serebrospinal dengan cara menurunkan sekresi cairan
serebrospinal oleh pleksus koroideus. Isosorbide (walaupun keefektifannya
dipertanyakan) dikatakan dapat meningkatkan reabsorpsi dari cairan
serebrospinal.
Bedah
Tindakan pembedahan adalah pilhan terapi yang lebih disukai. Salah satu
tindakan intervensi yang dapat dilakukan adalah lumbal pungsi. Lumbal pungsi
serial dapat dilakukan untuk kasus hidrosefalus setelah perdarahan
intraventrikuler, karena pada kondisi seperti ini hidrosefalus dapat hilang dengan
spontan. Jika reabsorpsi tidak terjadi ketika kandungan protein di dalam cairan
spontan.
serebrospinal dibawah 100 mg/dL, reabsorpsi spontan tidak mungkin terjadi.
Lumbal pungsi serial hanya dapat dilakukan pada kasus hidrosefalus komunikan.
Kebanyakan pasien diterapi dengan shunt.
shunt . Hanya sekitar 25% dari pasien
dengan hidrosefalus yang berhasil diterapi tanpa pemasangan shunt.
shunt . Prinsip dari
shunting adalah untuk membentuk suatu hubungan antara cairan serebrospnal
(ventrikel atau lumbal) dan rongga tempat drainase (peritoneum, atrium kanan,
 pleura).
 

  Pada dasarnya alat  shunt terdiri dari tiga komponen yaitu; kateter
 proksimal, katub (dengan/tanpa reservior), dan kateter distal. Komponen bahan
dasarnya adalah elastomer silicon. Pemilihan pemakaian didasarkan atas

 pertimbangan mengenai penyembuhan kulit yang dalam hal ini sesuai dengan usia
 penderita, berat badan, ketebalan kulit dan ukuran kepala. Sistem hidrodinamik
 shunt tetap berfungsi pada tekanan yang tinggi, sedang dan rendah, dan pilihan
ditetapkan sesuai dengan ukuran ventrikel, status pasien (vegetative, normal)
 pathogenesis hidrosefalus, dan proses evolusi penyakit.
penyakit.
Berikut ini adalah beberapa pilihan dari pemasangan shunt :  

  Ventrikuloperitoneal (VP) Shunt adalah yang paling sering digunakan.


Keuntungan dari shunt ini adalah tidak terganggunya fungsi dari shunt
akibat pertambahan dari panjang badan pasien, hal ini dapat dihindari
dengan penggunaan kateter peritoneal yang panjang
  Ventriculoatrial (VA) shunt yang juga disebut sebagai “vascular shunt”.
Dari ventrikel serebri melewati vena jugularis dan vena cava superior
memasuki atrium kanan. Pilihan terapi ini dilakukan jika pasien memiliki
kelainan abdominal (misalnya peritonitis, morbid obesity,
obesity, atau setelah
operasi abdomen yang luas). Shunt jenis ini memerlukan pengulangan
akibat pertumbuhan dari anak.
  Lumboperitoneal shunt digunakan hanya untuk hidrosefalus komunikan,

cairan serebrospinal fistula, atau pseudotumor serebri.


  Torkildsen shunt jarang dilakukan, mengalirkan cairan cairan
serebrospinal dari ventrikel ke dalam ruang sisterna dan hanya efektif pada
kasus acquired obstructive 
obstructive hydrocephalus.
hydrocephalus.  
  Ventriculopleural shunt dianggap sebagai terapi lini kedua. Shunt ini
hanya digunakan jika terdapat kontraindikasi pada shunt tipe lainnya.
Komplikasi Ventriculo Peritoneal Shunt  
Komplikasi shunt dikategorikan menjadi tiga komplikasi yaitu; infeksi,
kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional, yang disebabkan jumlah aliran

yang tidak adekuat. Infeksi meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual,


 

lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. Kegagalan mekanis mencakup


komplikasi komplikasi seperti; oklusi aliran di dalam shunt 
dalam  shunt  (proksimal
  (proksimal katub atau
distal), diskoneksi atau putusnya  shunt, migrasi dari tempat semula, tempat

 pemasangan yang tidak tepat. Kegagalan fungsional dapat berupa drainase yang
 berlebihan atau malah kurang lancarnya drainase. Drainase yang terlalu banyak
dapat menimbulkan komplikasi lanjutan seperti terjadinya efusi subdural,
kraniosinostosis, lokulasi ventrikel, hipotensi ortostatik.
Pada beberapa kasus dapat terjadi komplikasi akibat dari pemasangan VP
Shunt diantaranya adalah :
Terdapat insidensi sebesar 17% dimana terjadi hernia inguinal,perlu pemanjangan
kateter shunt akibat dari pertumbuhan dari panjang badan pasien. Hal ini dapat
dicegah dengan memperpanjang kateter peritoneal, obstruksi dari kateter

 peritoneal, peritonitis akibat infeksi shunt, hidrokel, asites, migrasi tip shunt
(migrasi ke dalam skrotum, perforasi dari viskus: lambung dan kandung kemih,
shunt melewati diafragma), obstruksi intestinal, volvulus, strangulasi intestinal,
overshunting.
Komplikasi lain yang bisa terjadi dari pemasangan shunt berhubungan
dengan progresifitas hidrosefalus yaitu: Perubahan Visual, oklusi dari arteri
cerebral posterior akibat proses skunder dari transtentorial herniasi,kronik papil
udema akibat kerusakan nervus optikus, dilatasi dari ventrikel ke tiga dengan
kompresi area kiasma optikum, disfungsi cognitive dan inkontunensia.

Berhubungan dengan terapi bedah yaitu Tanda dan gejala dari peningkatan
tekanan intracranial dapat disebabkan oleh gangguan pada shunt, subdural
hematoma atau subdural hygroma akibat skunder dari overshunting, nyeri kepala
dan tanda neurologis fokal dapat dijumpai, tatalaksana kejang dengan dengan obat
antiepilepsi, okkasional Infeksi pada shunt dapat asimtomatik. pada neonates,
dapat bermanifestasi sebagai perubahan pola makan, irritabilitas, vomiting, febris,
letargi, somnolen, dan ubun ubun menonjol. Anak-anak yang lebih tua dan orang
dewasa biasa dengan gejala dengan sakit kepala, febris, vomitus, dan
meningismus. Dengan ventriculoperitoneal shunt s,
 s, sakit perut dapat terjadi, shunts

dapat bertindak sebagai saluran untuk metastasis extraneural tumor tertentu


 

(misalnya medulloblastoma), komplikasi dari ventriculoperitoneal shunt


termasuk; peritonitis, hernia inguinal, perforasi organ abdomen, obtruksi usus,
volvulus, dan cairan serebrospinal asites.

Malfungsi Shunt
Insidens malfungsi shunt mencapai 40% pada tahun pertama setelah
 pemasangan shunt. Gambaran klinis malfungsi shunt sama seperti gambaran klinis
hidrosefalus, ditandai dengan peningkatan tekanan intracranial seperti nyeri
kepala,mual,muntah dan atau perubahan mental. Disamping itu, dapat dijumpai
fluktuasi/akumulasi cairan di bawah kulit disepanjang tract VPshunt, 
VPshunt,  demam,
kulit disepanjang tract yang hiperemis, atau pompa  flushing device yang tidak
segera kembali. Apabila ada kecurigaan malfungsi shunt, harus dilakukan
 pemeriksaan kultur cairan
c airan serebrospinal meskipun tidak dijumpai demam ataupun

gejala lain pada pasien.


Malfungsi shunt dikarenakan oklusi atau impedansi pada aliran
disepanjang alat shunting,tempat paling sering untuk terjadi malfungsi shunt pada
dekat kateter ventricular dan dalam plexus choroid atau debris lain pada kateter,
dan ini terjadi pada anak-anak dan dewasa, fungsi katup dapat menurun oleh
karena zat-zat partikulat atau protein pada cairan serebrospinal dan memerlukan
 pergantian katup. Oklusi distal kateter dapat terjadi oleh karena pertumbuhan
 jaringan ke shunt distal.Pada situasi ini ahli bedah harus melakukan tes pada
komponen shunt dan mengganti bagian yang malfugsi.

Anamnesis pasien dan pemeriksaan fisik paling sering mengarah pada


tanda- tanda peningkatan tekanan intracranial. Peningkatan tekanan cairan
serebrospinal dapat diperiksa dengan pungsi lumbal pada hidrosefalus obstruktif
atau dengan tapping shunt langsung. Sekali terdiagnosis malfungsi shunt pasien
memerlukan operasi untuk eksplorasi.
 

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia. Hidrosefalus. Dalam: Harsono.

Editor. Buku
Editor. Buku Ajar Neurologi Klinik. Yogyakarta
Yogyakarta : Gajah MadaUniversity.
 Press; 2005. Hal. 209. Deangelis, Lisa M. 2001. Brain tumor. N Engl J Med,
Vol. 344, No. 2
2. Mahar, M., Proses Neoplasmatik di Susunan Saraf dalam Neurologi Klinis Dasar 
edisi 5, Dian Rakyat, Jakarta, 2000 : 390 –  402 
390 –  402
3. Harsono. 2008.  Buku Ajar Neurologi Klinis.
Klinis. Gajah Mada University Press;
Yogyakarta. Hal 201-207
4. Mardjono, mahar. 2006.  Neurologi Klinis Dasar . Dian Rakyat; Jakarta. Hal
390-396

5. Japardi, Iskandar. 2002. Tekanan Tinggi Intrakranial. USU digital library;


Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai